Selasa, 19 Oktober 2010

Polisi Pengguna Sabu Diringkus

Satuan Resese Narkoba (Satreskoba) Polrestabes Surabaya menangkap seorang polisi yang terbukti sebagai pengguna sabu. Polisi berpangkat Briptu berinisial RSN itu merupakan anggota Polres Probolinggo.
Ketika ditangkap, ia bersama rekannya berinisial nama DSA, warga Bendul Merisi Surabaya. “Kami menangkap oknum polisi dan rekannya di kawasan Jalan Raya Diponegoro Surabaya setelah menerima informasi bahwa keduanya membawa sabu-sabu,” ujar Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya AKBP Eko Pudji Nugroho, Jumat (15/10).
Ketika hendak meringkus keduanya, polisi sempat menemui kendala. Pasalnya RSN berontak dan melawan. Bahkan, pria asal Rungkut Asri Barat itu juga membuang barang bukti satu paket sabu ke jalan. Puncaknya, ketika kedua tersangka disuruh mengambil barang bukti, namun menolaknya. Tak pelak, Romi yang pernah tertangkap dalam kasus yang sama sekitar 2007 tersebut semakin berontak.
Tentu saja, hal itu membuat empat anggota Idik III Satreskoba Polrestabes ekstra waspada. Secara spontanitas, petugas membanting Briptu Romi hingga tak bisa bergerak lagi.
Penangkapan dilakukan usai kedua tersangka membeli satu paket sabu di dekat SPBU Jalan Diponegoro. Anggota Satnarkoba yang tengah duduk-duduk di warung dekat SPBU curiga dengan ulah kedua tersangka.
Keduanya dibuntuti empat petugas dengan mengendarai dua unit motor. Ketika motor tersangka putar balik ke arah Jalan Raya Diponegoro, dekat Kebun Binatang Surabaya (KBS) laju motor yang dikendarai kedua tersangka dipotong petugas yang dipimpin Kanit Idik III AKP Kusminto.
Polisi juga manangkap seorang tersangka berinisial ABM (36), warga Rungkut Harapan. Ia diduga memiliki sabu-sabu di rumahnya. “Ternyata benar, saat digeledah, kami menemukan dua plastik sisa pemakaian yang masih ada sabu dan seperangkat alat hisap,” jelas Eko Pudji.
( metrotvnews /CN12 )

Muat BBM Ilegal, Kapal Nelayan Tegal Ditangkap

Akibat mengangkut BBM illegal di perairan Pekalongan, Kapal Niaga Adrian yang sedang dalam perjalanan dari Surabaya menuju Tegal untuk perbaikan, ditangkap aparat Polisi Air Polda Jawa Tengah, Sabtu (16/10)
malam.

Kapal yang mengalami kerusakan dan hendak masuk dok di Tegal tersebut, menurut penuturan nelayan yang ada di sekitar muara Kali Pekalongan, sudah ada sejak hari Sabtu.

Kapal yang rusak tersebut meminta izin untuk sandar di dekat muara Kali Pekalongan. Karena memuat bahan bakar solar tidak sesuai peruntukannya, awak kapal beserta seorang oknum aparat polisi yang mengawal kapal tersebut diamankan oleh aparat Dit Polair Polda Jateng.

Barang bukti kapal Adriana yang juga bertuliskan Kalianget tersebut, kini masih berada di sekitar perairan Pekalongan. Kapal bisa dilihat dari Pelabuhan Pekalongan maupun dari Pantai Slamaran. Awak kapal beserta oknum aparat yang mengawal kapal tersebut sudah dibawa ke Markas Dit Polair Polda Jateng.

Selain ditahan karena memuat bahan bakar solar, kapal tersebut juga diamankan karena melanggar jalur perairan. Karena ukuran kapal yang cukup besar berada di jalur perairan menuju muara Kali Pekalongan, posisi kapal yang dekat dengan lokasi wisata Pantai Slamaran tersebut cukup mengganggu jalur kapal nelayan untuk keluar masuk Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan.

Hanya Dititipi
Kapolres Pekalongan Kota AKBP Toni Harsono saat dimintai keterangan wartawan mengengenai hal itu menyebutkan, pihaknya hanya dititipi barang bukti oleh Dit Polair Polda Jateng. "Semua tersangka dan oknum yang turut ditangkap juga sudah dibawa ke Semarang. Kami hanya dititipi barang bukti ini," ujarnya singkat.

Sementara itu Kepala Satuan Polair Polres Pekalongan Kota AKP Arisun menyebutkan, kapal Adrian tersebut dalam perjalanan dari Surabaya menuju Tegal.

Terkait ditangkapnya seorang oknum polisi air yang turut mengawal kapal tersebut, pihaknya membantah ada anggotanya yang menjadi pengawal kapal itu. "Sembilan anggota saya masih komplet dan berada di Pekalongan. Oknum yang ditangkap tersebut bukan anggota kami," tandasnya.

Sementara itu, menurut keterangan warga Slamaran yang tidak mau disebut namanya, kapal tersebut buang sauh dan sempat membeli solar di darat. Saat pengisian BBM itulah awak kapal tersebut ditangkap.

Dirpolair Polda Jateng, AKBP Sutrisna melalui Kasubdit Bin Ops, Kompol Dwi Irianto di Semarang saat dikonfirmasi Suara Merdeka membenarkan adanya penangkapan kapal barang di perairan Pekalongan, Sabtu malam lalu. Kendati demikian, pihaknya belum bersedia menjelaskan alasan dan kronologi penangkapan kapal tersebut.

Pasalnya, hingga kemarin pihaknya sedang melakukan penyidikan lebih lanjut terkait bukti-bukti yang ada. Sejauh ini, pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti pendukung. "Kalau penyidikan sudah selesai dan memang terbukti bersalah, pasti akan kami kabarkan," ungkapnya.

( Makhjudin Zein , Isnawati/CN12 )

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/10/18/68097/Muat-BBM-Ilegal-Kapal-Nelayan-Tegal-Ditangkap

Polresta Tutupi Identitas Dua Polisi Terlibat Narkoba

Ucapan Kapolresta Banjarmasin, Kombes Pol Hilman Thayib, tidak akan menutupi jajarannya yang kesandung kasus masih sebatas wacana.

Terbukti, Sat Narkoba Polresta Banjarmasin takut menggelar hasil razia narkoba yang menjaring delapan ineksmania, dua di antara diduga polisi, di Hotel Tokyo, Minggu (17/10/2010) pukul 05.30 Wita.

Informasi didapat, razia yang dipimpin Kanit I Sat Narkoba Polresta Banjarmasin, Iptu Hady Saputra Siagian, itu menemukan dua butir ineks yang sudah hancur, bong dan pipet.

Selain itu, diamankan pula delapan tamu Hotel Tokyo yang diduga sebagai pemilik barang haram tersebut. Mereka terdiri atas dua oknum polisi, empat laki-laki dan dua perempuan. Mereka diamankan petugas di kamar yang terpisah.

Sayangnya, Kanit I Sat Narkoba Polresta Banjarmasin Iptu Hady Saputra Siagian enggan menggelar hasil tangkapan tersebut, seperti kasus-kasus sebelumnya. Dia berkilah tidak memiliki kewenangan untuk menggelar hasil operasi tersebut.

"Tunggu besok saja (Senin, Red) biar Kapolresta yang menggelar langsung. Saya ini bawahan, jadi tidak punya kewenangan untuk itu," ujarnya.

Sikap Hady ini menimbulan kecurigaan ada "sesuatu" dibalik ketertutupan tersebut. Mengingat selama ini, Sat Narkoba termasuk paling terbuka kepada wartawan. Setiap hasil operasi penangkapan, langsung digelar dengan harapan kinerjanya cepat diketahui masyarakat luas.

Kecurigaan ini semakin menguat. Pasalnya, Minggu (17/10) sekitar pukul 16.00 Wita, sejumlah perwira Dit Polair Polda Kalsel mendatangi kantor Sat Narkoba di bagian belakang kompleks Mapolresta Banjarmasin. Mereka melakukan pertemuan tertutup di ruang Kanit I.

Setelah sekitar satu jam melakukan pertemuan, mereka meninggalkan kantor Sat Narkoba. Salah satu perwira, Ajun Komisaris Polisi Totok MDS, yang dicegat wartawan, enggan berkomentar. Bahkan, mantan Kapolsekta Banjarmasin Tengah itu terkesan cuek.

"Tidak ada masalah apa-apa, hanya jalan-jalan saja ke sini," ujarnya sambil ngeloyor meninggalkan kantor Sat Narkoba.

Pantauan Metro Banjar, dua oknum polisi dan enam tamu hotel yang berhasil terjaring razia Sat Narkoba itu sedang menjalani pemeriksaan secara intensif.

Dari balik pintu kaca kantor Sat Narkoba, mereka terlihat mondar-mandir di tempat pemeriksaan. Termasuk dua perempuan yang ikut diamankan petugas tersebut.

(coi)

BANJARMASINPOST.CO.ID,

Mau Aman, Setor Dulu ke Oknum

Parkir ilegal bukan hal baru. Khususnya di Ibu Kota Jakarta, hal ini sudah sejak lama ada dan malah dibiarkan terus berlangsung.

Yang jadi pertanyaan, kenapa parkir ilegal ini aman-aman saja. Padahal jelas-jelas parkir ilegal yang bisa meraup hampir Rp11 miliar per tahun itu menyebabkan “kebocoran” retribusi parkir (resmi) di DKI Jakarta.

Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro sempat mengkalkulasi pendapatan resmi dari retribusi parkir di DKI Jakarta sebesar Rp19 miliar lebih per tahun. Jika dikalkulasikan secara tepat, dan tidak ada kebocoran retribusi parkir maka pendapatan dari parkir di DKI Jakarta mencapai Rp1 triliun.

Penulis mencoba menelusuri apa penyebab lahan parkir ilegal ini begitu mulus dalam pengoperasiannya. Tapi sebelumnya, ada cerita singkat terkait lahan parkir ilegal.

Suatu malam, saya singgah di sebuah warung rokok di wilayah Jakarta Pusat. Saat itu saya lihat sebuah mobil patroli polisi berhenti, dan petugas itu pun keluar dari mobil lalu berbicara dengan seorang pria berseragam biru telur asin yang ada di pinggir jalan.

Beberapa lama kemudian, polisi tersebut kembali ke dalam mobil sambil membawa beberapa bungkus rokok kretek dan sejumlah uang receh. Ketika ditanya perihal keberadaan polisi tersebut, pria tersebut menjawab ringan. ”Biasalah Bang setoran rutin,” singkatnya pada okezone, sambil berlalu.

Pemandangan tersebut dapat kita jumpai hampir di seluruh wilayah di DKI Jakarta. Beberapa kantor ekspedisi pun sering didatangi oknum. Mereka mengutip. parkir yang cukup besar. Namun kebanyakan, pengelola ekspedisi menyetornya tiap minggu.

Seperti yang terjadi di Jakarta Pusat. Hampir tengah malam, berjejer truk berukuran besar yang memberikan “setoran” kepada oknum kepolisian tersebut.

Menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azaz Tigor Nainggolan, “setoran” untuk oknum kepolisian itu hal biasa. “Bukan hanya polisi, Satpol PP dan oknum yang lain juga dapat,” tegasnya kepada okezone, belum lama ini.

Menurut Tigor, besarnya setoran yang diberikan para juru parkir (jukir) kepada oknum bervariasi, antara Rp50 ribu hingga Rp260 ribu per bulannya. “Kami juga tagih janji Pemda yang rencananya akan menertibkan parkir liar,” ujar pria yang juga membuat buku Politik Perparkiran Jakarta.

Secara terpisah Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta S Andyka mengatakan, sistem manajemen parkir di DKI Jakarta harus diperbaiki.

”Ada yang lost dari retribusi parkir yang seharusnya dioptimalkan sehingga harus diperbaiki,” ucapnya kepada okezone.

Andyka memaparkan, lebih dari Rp11 miliar retribusi parkir legal “hilang” per tahunnya. Menurut politisi dari Partai Gerindra itu, setiap tahun sektor parkir tidak mampu mencapai angka tersebut bahkan kerap kurang dari target yang tahun yaitu Rp22,4 miliar.

Kehilangan ini dianggap sebagai sebuah kebocoran restribusi parkir. Parahnya, kebocoran ini seperti sudah “berakar” di kalangan masyarakat.

Kepala UPT Parkir Dishub DKI Jakarta, Benjamin Bukit mengatakan, sejak dulu parkir ilegal bukan cerita lama lagi. “BPK juga sudah menemukannya,” ujarnya ketika ditemui okezone beberapa waktu lalu.

“Memang sudah karakter dan habit-nya seperti itu. Makanya setiap titik dibuat wajib setor sebagai kompensasinya,” tambahnya.

Namun Benyamin enggan mengomentari apakah ada sejumlah aliran dana dari retribusi parkir ilegal yang masuk ke kantong oknum setempat. ”Saya tidak bisa komenlah. Mungkin (ada),” ujarnya.

Terkait “setoran” terhadap oknum, okezone mencoba menkonfirmasi hal ini ke Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar. Saat ditanya akan isu tersebut, Boy dengan singkat membantah. “Polisi yang mana ya, nggak ada, nggak tahu tuh,” jawabnya sambil berlalu.
(lsi)
http://news.okezone.com/read/2010/10/18/338/383575/338/mau-aman-setor-dulu-ke-oknum

Dipaksa Pegang Bekas Selinting Ganja Berbuah Jadi Terdakwa

Sungguh nahas nasib Suprihatin bin Sumardiyanto, atau biasa disapa Atin,26. Dia harus menjadi terdakwa kepemilikan narkoba, setelah hanya memegang bekas lintingan ganja, yang disuruh oknum polisi Polsek Kramat Jati, Jakarta Timur.

Atin yang ditemui sebelum sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (18/10) mengatakan, tanggal 17 Juli 2010 menjadi hari buruk buatnya. Sebab beberapa oknum Polsek Kramat Jati telah menangkapnya dengan sewenang-wenang.

Atin yang berprofesi sebagai tukang ojek, seusai menghadiri acara khitanan bersama Dwi Saputra (abangnya Atin) dan seorang temannya, dipanggil Arif dan Sigit ke Gang Buntu, Kelurahan Dukuh-Kramat Jati. Mereka ditawari Arif yang tengah menghisap ganja. "Saya tidak mau,saya malah nyuruh Arif buang ganjanya. Arif cuek aja," ujar Atin.

Beralasan akan buang air kecil, Arif menitipkan lintingan ganja ke Atin. Atin menolak tapi Arif meletakkan lintingan ganja di bawah kaki Atin. Tiba-tiba muncul beberapa orang yang mengaku dari Polsek Kramat Jati.

Mereka langsung menangkap Atin, Dwi Saputra, temannya, dan Sigit. Sigit bisa kabur dengan membuang barang bukti satu linting ganja.

"Anehnya saat Sigit kabur tidak ada satupun oknum polisi yang bertindak mengejar. Malah melepaskan tembakan peringatan sebanyak tiga kali," ungkap Atin dengan heran.

Seusai melepaskan tembakan, lanjut Atin, salah satu oknum polisi menarik tangan Dwi Saputra dan memukulinya agar mau memegang satu linting ganja yang dilempar Sigit. "Abang saya tidak mau, polisi memaksanya. Meski abang saya dipukulin, dia tetap tidak mau ngaku. Memang bukan dia pemiliknya," ujarnya.

Teriakan kesakitan abangnya, ungkap Atin, membuat ia tidak tega. Ia terpaksa memegang lintingan ganja yang disuruh oknum polisi itu. "Saya kasihan jadi nurut aja biar abang nggak dipukulin," lirihnya.

Mereka lalu dibawa ke Polsek Kramat Jati, dan dipaksa mengaku bahwa mereka bersama Sigit dan Arif membeli satu linting ganja seharga Rp15.000 secara urunan. Atin bersikeras bahwa bukan itu kejadian sebenarnya.

"Saya dipukulin beberapa oknum polisi Polsek Kramat Jati, karena tidak mengaku.Saya memang bukan pelakunya tetapi mereka terus memukuli. Rusuk kiri saya sampai bengkak," ungkapnya.

Pada hari ketiga, lanjutnya, polisi terus memaksa agar mengakui bahwa ganja tersebut miliknya. Ia tetap menolak mengakui. Lalu, jelas Atin, polisi menawarkan jika Atin mengakui ganja tersebut miliknya maka polisi akan melepaskan abangnya.

"Saya tidak tega melihat abang juga babak belur. Akhirnya saya terima tawaran itu. Abang saya dilepaskan tapi ibu juga menyetorkan uang ke salah satu polisi," terangnya.

Di Polsek Kramat Jati, menurut Atin, dirinya tidak pernah di BAP (berita acara pemeriksaan). Ia dipaksa menandatangani BAP yang sudah jadi.

Setelah beberapa lama, Atin dipindahkan ke Rutan Cipinang. Di rutan ia bertemu dengan salah satu staff bantuan hukum. Atin menceritakan perjalanannya sampai ditahan di Rutan Cipinang.

Di saat Atin tengah mencari bantuan hukum, pada 11 Oktober lalu ia dipanggil untuk sidang di PN Jakarta Timur. "Berbekal kuasa lisan dari Atin, kami datang ke persidangan. Tapi ditunda karena Majelis Hakim belum mendapat surat dakwaan," terang kuasa hukum Atin, Friska JM Gultom, SH.

Pada Senin (18/10), sidang lanjutan digelar dengan agenda dakwaan. Jaksa penuntut umum Desi, mendakwaa Atin dengan Pasal 720. SeUsai pembacaan dakwaan, Ketua Majelis Hakim Marhalam P menunda sidang dan akan melanjutlkannya pada Kamis, 21 Oktober 2010 dengan agenda nota keberatan dari penasihat hukum Atin terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum. (Faw/OL-2)

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/19/176072/7/5/Dipaksa-Pegang-Bekas-Selinting-Ganja-Berbuah-Jadi-Terdakwa
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya