Sabtu, 20 Maret 2010

Dua Tahanan Kabur dari Mapolsekta Kiaracondong


Dua tahanan melarikan diri dari Mapolsekta Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/3/2010). Mereka adalah Andy Juansyah (31) dan Hery Saputra (24).

Keduanya yang merupakan tersangka kasus pencurian itu melarikan dengan cara menjebol plafon kamar mandi.

Kaburnya kedua tahanan tersebut diketahui sekitar oleh rekannya sesama tahanan yaitu Iwan. Saat itu Iwan baru selesai menjalankan salat zuhur. Dia kaget saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi.

"Waktu itu saya sempat memegang kaki Heri, sambil teriak kalau ada tahanan yang kabur. Diman yang juga ada di tahanan, juga teriak ke anggota kalau ada tahanan yang kabur," katanya kepada petugas kepolisian.

Menurut Iwan, beberapa saat sebelum kabur, Andy dan Heri sempat mengobrol berdua di pojok kamar sel. "Saya tidak ngerti sebab mereka ngomong pakai bahasa Sumatera," ucapnya.

Begitu mengetahui dua tahanan kabur, petugas langsung mengejar kedua tersangka ke arah belakang Polsek. Namun, mereka sudah menghilang. Di atas plafon, polisi menemukan dua baju tahanan yang diduga dikenakan kedua tersangka.

Kasatreskrim Polresta Bandung Tengah AKP Zulkarnain Harahap mengatakan, kedua tersangka memanfaatkan kesempatan yang diberikan polisi. "Saat itu, mereka akan mengambil air wudlu. Jadi pintu kamar sel dibuka gemboknya. Nah, saat itulah mereka kabur," ujarnya.

Menurut Zulkarnain, saat ini polisi telah menyebar foto para tersangka yang kabur. Beberapa akses jalan, kata dia, sudah diblokir. "Termasuk pelacakan ke teman-teman dan keluarga tersangka. Anggota kami masih di lapangan," katanya.
okezone

Susno Tak Gentar Dikeroyok


Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji tidak gentar dikeroyok dua jenderal. Justru reaksi Direktur II Ekonomi Mabes Polri Brigjen Raja Erizman, Jumat (19/3) siang, dianggap blunder dan memperkuat indikasi korupsi kasus pajak senilai Rp 25 miliar.

Raja mengatakan pemblokiran uang dibuka pada 26 November 2009 atas sepengatahuan Susno sebagai Kabareskrim. Padahal SK pencopotan Susno sebagai Kabareskrim tertanggal 24 November dan serah terima jabatan kepada Komjen Ito Sumardi pada 30 November.

"Ini lebih gawat lagi. Pencairan dana dilakukan saat bareskrim demisioner kepemimpinan. Si Radja tidak lapor saya, tidak juga lapor Pak Ito. Jelas dia menelikung. Tangkap Raja, borgol dan
masukkan ke sel malam ini juga," kata Susno di TB Gramedia Palembang Square, Jumat sore.

"Rakyat menunggu itu, bukan malah Susno yang akan diperiksa" lanjutnya. Dia semangat mengungkap hal itu setelah sebelumnya mendengar pernyataan Raja pada jumpa pers Mabes Polri yang disiarkan live televisi. Ketika itu, di ruang siaran Radio Sonora Palembang, Susno juga langsung bereaksi mendengar klarifikasi Mabes Polri yang memojokkannya.

Menurutnya, secara yuridis semakin kuat dugaan markus dan korupsi karena Raja sengaja menunggu kepemimpinan di bareskrim kosong. Kalau pun atas petunjuk jaksa menyatakan uang Rp 25 miliar tidak ada kaitan dengan kejahatan, berarti jaksanya ikut terlibat juga.

Susno secara tegas mengaku tidak takut dilaporkan Radja dan Kapolda Lampung Brigjend Edmon Ilyas yang merasa nama baiknya telah dicemarkan. Susno malah balik bertanya, apa benar keduanya punya nama baik.

Pembentukan tim khusus untuk memeriksanya juga ditanggapi Susno. Cara-cara seperti itu dianggap cara lama untuk menghilangkan kasus utama markus dan korupsi di Polri yang melibatkan perwira berpangkat jenderal dan kombes.(*)

Tribun Timur

Jumat, 19 Maret 2010

Terdakwa Diperiksa Dibawah Ancaman Oknum Polisi


Persidangan perdana kasus dugaan rekayasa kepemilikan narkoba yang menimpa tersangka Usep, seorang pedagang rokok asongan, yang diduga direkayasa oleh oknum aparat Polres Jakarta Utara akhirnya dibatalkan hakim.

Pasalnya Usep dan kuasa hukumnya yang diketuai oleh Hotma Sitompul hingga saat persidangan dimulai tidak diberi surat dakwaan yang semestinya diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hakim Ahmad Sukandar akhirnya mengabulkan sikap protes kuasa hukum Usep dan sidang dilanjutkan pekan depan.

Usep sendiri mengaku dirinya tidak bersalah, soal kepemilikan ganja yang tiba-tiba ada didalam kotak rokok asongannya. Ia menduga ada rekayasa yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian Polres Jakarta Utara. Dibawah ancaman paksaan dan penganiayaan, Usep diminta untuk mengaku ganja tersebut miliknya. Terkait kasus ini belum ada keterangan resmi dari kepala POlres Jakarta Utara. (Abdul Haris/Sup)

sumber indosiar.com

Kamis, 18 Maret 2010

Ditipu Oknum Polisi Markus


Merasa ditipu oknum polisi yang diduga berpraktik Markus (Makelar Kasus), Elivia Candra (52) melaporkan Brigadir HS ke Poltabes Palembang, Kamis (18/3).

Kejadian berawal ketika Brigadir HS merupakan anggota Sat Samapta Poltabes Palembang mengiming-imingi suami terlapor yang sedang terkait kasus narkoba dan ditahan di Poltabes Palembang. Anggota kepolisian ini mengaku dapat mengurus keluar suaminya dari penjara.

Namun oknum polisi ini memberikan syarat agar Elivia yang tinggal di Jl Rajawali No 12 RT 22/5 Kelurahan 9 Ilir Kecamatan Ilir Timur II ini menyerahkan uang Rp 50 juta untuk kepengurusannya. Akhirnya ibu ini menyerahkan uang yang diminta pada tanggal (23/1) secara tunai.

Kemudian terlapor mengatakan dananya kurang dan minta tambahan Rp 10 juta. Lalu Elivia menyerahkan kembali uang yang diminta oleh Brigadir HS melalui saksi Afung (57), swasta, pada

tanggal (24/1). Namun ternyata suami korban tidak juga keluar dari penjara dan masih menjalani proses hukum. Hal tersebut tidak seperti yang dijanjikan oleh terlapor. Atas kejadian tersebut

korban mengalami kerugian Rp 60 juta dan melaporkan ke Poltabes Palembang, Sabtu (23/1) pukul 11.00.

Kapoltabes Palembang Kombes Pol Luki Hermawan melalui Wakapoltabes Palembang AKBP Sabaruddin Ginting telah menerima laporan tersebut dan masih terus diselidiki.

Kita masih meminta keterangan saksi dan korban. Dan kita selidiki apakah benar pantas dan patut gak diproses ketika kita memeriksa anggota tersebut secara bertahap,” tambah Wakapoltabes. sripo



Susno Tuding Dir II Mabes Polri Jenderal "Markus"


Mantan Kabreskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji akan membeberkan dugaan makelar kasus (markus) di Mabes Polri. Susno menyebut langsung Direktorat II Ekonomi Khusus Mabes Polri sebagai jenderal “markus”.

Kabarnya Susno akan menyebut tiga jenderal yang terindikasi makelar perkara.
“Ya itu Dir II (Ekonomi Khusus),” kata Susno kepada wartawan melalui telepon, Kamis (18/3/2010).

“Yang sekarang atau yang dulu,” tanya wartawan. “Dua-duanya biar enggak saling lempar.Ya kita lihat saja nanti,” kata Susno.

Menanggapi tudingan tersebut petinggi Polri masih bergeming. Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Dikdik Mulyana Arief Mansyur belum mau berkomentar menanggapi hal itu.

“Ya itu nanti Pak Ito (Kabareskrim) yang menjelaskan,” katanya singkat.

Sebelumnya, Susno juga telah menegaskan bahwa keterangan yang akan diberikan kepada Satgas Antimafia Hukum, tidak didasari dendam ataupun sakit hati.

“Bagaimana mau sakit hati Saya hanya menjalankan amanat (Kapolri). Saya ini anak buah Kapolri yang paling patuh,” jelas Susno.

okezone

Rabu, 17 Maret 2010

Diduga Peras Warga, 4 Polisi Berurusan Provost, Salah Satunya Terancam Dipecat


Reformasi birokrasi di tubuh Polri yang sedang dibenahi dan dilakukan tercoreng dengan perbuatan beberapa anggotanya. Diduga memeras warga, 4 polisi berususan dengan Provost unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakkan Disiplin (P3D) Polresta Balikpapan.

Kapolresta Balikpapan AKBP A Rafik menegaskan, pihaknya akan menindak tegas terhadap setiap anggota yang melanggar apalagi sampai menyakiti masyarakat dengan cara memeras. Selain merupakan pelanggaran pidana, juga pelanggaran di institusi polisi.

Informasi berhasil dihimpun, keempat anggota polisi itu antara lain HE, GR, IN dan KT berpangkat Brigadir Dua (Bripda) dan Brigadir Satu (Briptu). Oknum polisi tersebut diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pemilik warung kawasan Jalan Soekarno Hatta, Somber Balikpapan Utara pada pertengahan bulan Februari 2010 lalu.

Lantas, tak terima dimintain sejumlah barang berharga termasuk uang, korban berinisil AL ini melaporkan ke unit P3D Polresta Balikpapan. Saat itu pula, anggota Provost melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan keempatnya yang masih tercatat anggota polisi.

Infromasi berhasil dihimpun, mereka melakukan razia di warung milik Al dengan dalih mencari minuman keras atau (miras) Februari lalu dalam rangka operasi penyakit masyarakat atau Pekat. Operasi ini dilakukan jajaran kepolisian selama lebih kurang satu bulan.

Hanya aja , keempat oknum tersebut tidak ada surat perintah (sprin) untuk melakukan razia atau penggeledahan. Saat itulah oknum polisi tersebut mengambil perhiasan milik korban. Merasa tidak terima, korban melapor ke Provos Polresta Balikpapan.

Diketahui dari empat anggota polisi ini, salah satunnya berinisial HR sudah masuk dalam daftar penindakan oleh Provost, mengingat HR desersi atau sering meninggalkan tugas tanpa ada pemberitahuan.

HR sendiri terancam dipecat apalgi tersangkut kasus pemerasan. “Mereka masih kami proses. Salah satu dari empat oknum tersebut juga melakukan desersi sehingga kita proses seuai dengan PP nomor I tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri dan PP nomor II tahun 2003 tentang peraturan disiplin Polri. Ancamannya bisa sampai dipecat,” tegas Rafik, Senin (15/3) kemarin.

Pihak korban sendiri sampai kini masih dalam perlindungan mengingat faktor keamanannya. Seluruh identitas dan tempat tinggalnya dirahasiakan. Kini keempatkan masih terus jalani pemeriksaan dan ditempatkan di sel khusus.

Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Antonius Wisnu turut pula membenarkan adanya laporan perilaku empat polisi ini. “Pasti diproses dan jeratan kode etik dan disiplin. Apalagi sudah menyakiti masyarakat,” ungkap Wisnu.(bai)

SUMBER POSTMETRO

Warga Grebek Oknum Polisi Selingkuh


Puluhan warga RT 04 RW 02 Kelurahan Keramat Pangkalpinang, Senin (15/3) malam secara beramairamai melakukan penggerebekan terhadap pasangan Rd oknum polisi dan Dh (33) ibu rumah tangga yang diduga sedang selingkuh disebuah rumah kontrakan.

Penggerebekan yang dilakukan warga setempat ini merupakan buntut dari keresahan mereka atas aksi Rd dan Dh selama sekitar satu bulan belakangan ini.

Pasalnya Dh diketahui masih bersuami dan memiliki 3 orang anak, sementara Rd diketahui masih bujangan.

Kecurigaan warga semakin menjadi jadi karena ketika akan digerebek ruang tamu rumah kontrakan dalam keadaan mati dan pintu teralis yang melindungi pintu depan sengaja ditutup.

Saat digerebek pasangan Rd oknum polisi yang bertugas di wilayah Polres Bangka Tengah dan DH masih menggunakan pakaian lengkap dan sempat membantah telah berbuat senonoh.

Sebelum melakukan penggerebekan, sekitar 30 orang warga sudah berkumpul dan menugaskan dua orang warga lainnya untuk melakukan pengintaian terhadap aktifitas kedua insan yang terlibat hubungan terlarang tersebut.

Beberapa saat kemudian salah seorang warga yang melakukan pengintaian melaporkan kepada ketua RT 04 RW 02 Has Harhadi bahwa kedua pasangan tersebut sedang bermesraan.(wan)

PANGKALPINANG, BANGKAPOS

Senin, 15 Maret 2010

Rekayasa Pidana, Percuma Lapor Polisi


Novel Ali, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, banyak dari masyarakat yang melapor ke Kompolnas soal polisi adalah terkait dugaan rekayasa pidana. Namun, masih ada keseganan yang besar di kalangan masyarakat untuk membuat pengaduan resmi ke kepolisian dengan alasan hal itu tidak berguna.

Menurut Novel, Minggu (8/3/2010) kemarin, pengaduan yang masuk ke Kompolnas terkait upaya rekayasa oleh oknum polisi sudah teramat sering terjadi. Banyak dari kasus yang direkayasa itu juga terkait masalah narkoba.Namun, karena sebagian besar pengadu enggan melaporkan secara resmi, menjadi sulit pula jika kasus itu hendak diproses. Kepercayaan masyarakat bahwa pengaduan dugaan rekayasa dapat diproses secara adil masih rendah.

”Karena itu, penting sekali praktik seperti itu ditindak setegas mungkin, diantisipasi jangan terjadi lagi, dan diperlukan sidang internal menyangkut kasus rekayasa oleh oknum polisi dilangsungkan secara terbuka. Upaya serius harus ditunjukkan, bukan sekadar kosmetik,” ujar Novel. (kc/san)
tribun pakanbaru

Warga Rupat Bentrok Dengan Polisi


Ratusan warga yang berasal dari Desa Sungai Cingam, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, bentrok dengan aparat kepolisian ketika menggelar aksi terkait sengketa lahan kelapa sawit di daerah itu, Minggu (7/3).

Warga yang berjumlah sekitar 300 orang yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sungai Cingam (Geram) itu menuntut lahan seluas 218 hektare yang dirampas sekelompok pengusaha asal Kota Dumai yang dipimpin Hengki Kurniawan segera dikembalikan ke masyarakat tempatan.

Dalam aksinya warga melakukan penyegelan terhadap sejumlah peralatan kerja seperti alat berat jenis ekskavator dan bolduser, mobil proyek, serta menghentikan secara paksa pekerja lapangan.

Sejumlah rumah yang diduga milik sekelompok pengusaha yang berada di lahan itu juga tak luput dari aksi pengrusakan dan warga kerap mengancam para pekerja lapangan yang melintas di areal perkebunan dengan mengacungkan senjata tajam.

Polisi yang dilengkapi senjata laras panjang dan tiba dilokasi beberapa saat setelah kejadian, langsung membubarkan ratusan warga Desa Sungai Cingam secara paksa dengan tembakan yang mengarah ke udara.

Mendengar suara tembakan, bentrokan antara polisi dan warga tidak dapat dihindarkan meski sebagian diantara warga mencoba menyelamatkan diri dengan berlari menjauhi lokasi bentrokan.

Puluhan warga mengalami bekas luka penganiayaan di bagian wajah yang diduga dilakukan oleh oknum polisi. Belum diketahui kemungkinan jatuhnya korban baik terkena peluru atau senjata tajam.

Koordinator Lapangan Geram, Ali Razap, mengatakan, bentrokan terjadi karena sikap arogansi oknum polisi dengan meletuskan senjata api untuk membubarkan warga yang mencoba mempertahankan hak mereka.

"Bentrok itu terjadi karena dipicu tembakan polisi yang berulang kali dilakukan mengarah ke warga, namun untungnya saat tembakan itu dilepas kami bisa selamat," ujarnya.

Usai aksi itu, polisi yang dilengkapi senjata laras panjang terlihat masih berjaga-jaga di sekitar areal perkebunan kelapa sawit yang berada di Pulau Rupat, Bengkalis. (ant)


Susno Duadji: "Markus" Berkeliaran di Mabes Polri


Mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji menduga, makelar kasus masih bebas berkeliaran keluar masuk Mabes Polri tanpa ada tindakan nyata dari aparat kepolisian.

"Dengan kondisi itu akan sulit bagi polisi untuk mereformasi diri. Bagaimana mau mereformasi polisi kalau makelar kasus masih bebas berkeliaran di Mabes Polri?," katanya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin.

Padahal, menurut dia pada diskusi buku berjudul "Bukan Testimoni Susno" karya Izharry Agusjaya Moenzir, pemberantasan makelar kasus sudah dilakukannya ketika menjabat Kepala Bareskrim, yakni kasus pajak yang diatur dan diduga masuk ke beberapa petinggi Polri senilai Rp25 miliar.

"Saya sudah memberantas makelar kasus ketika menjadi Kepala Bareskrim. Soal kasus pajak yang diduga masuk petinggi Polri hingga Rp25 miliar saya ungkap sekarang," katanya.

Ia juga mengatakan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto tidak memiliki keberanian untuk mengungkap dan menangkap makelar kasus yang masih berkeliaran di Mabes Polri.

"Bahkan, mereka menyatakan sampai saat ini belum ada laporan yang masuk terkait makelar kasus. Copot gajinya kalau tidak ada laporan, tunggu laporan apa lagi, saya sudah beri umpan, jika diperlukan panggil saya," katanya.

Padahal, menurut dia, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum termasuk pejabat golongan eselon 1. Berbagai fasilitas selain gaji sudah diterima termasuk mobil dan kantor di sekitar istana kepresidenan.

"Oleh karena itu, saya mempertanyakan komitmen dan keberanian mereka menangkap makelar kasus di Mabes Polri. Susno saja berani dipotong gajinya 60 persen, masak mereka tidak berani," katanya.
(B015/B010)

sumber antaranews

Oknum Polisi Diringkus Saat Asyik Pesta Sabu dan Seks


Korps kepolisian kembali tercoreng oleh perbuatan nakal anggotanya. Seorang anggota Samapta Polsek Sukolilo, tertangkap basah saat sedang melakukan pesta sabu-sabu di sebuah rumah di Jalan Ploso III/20.

Selain menangkap oknum bernama Briptu Gunawan Subagyo (27), petugas juga mengamankan 2 wanita yang menemaninya. Mereka adalah Febri Andika Budiani (20), warga Ngrendeng, Blitar dan Winarsih (48), pemilik rumah yang digunakan untuk nyabu bareng.

"Saat kami gerebek kami mengamankan oknum polisi dan 2 wanita yang menemaninya nyabu," ujar Kanit Idik II Satnarkoba Polwiltabes Surabaya, AKP Hartono, saat dihubungi detiksurabaya.com, Senin (15/3/2010).

Dari mereka, petugas mengamankan seperangkat alat hisap dan 0,4 gram sabu-sabu. Saat digerebek, 2 wanita tersebut sudah dalam keadaan setengah telanjang. Pesta sabu-sabu tersebut diduga akan berlanjut ke pesta seks, setelah melihat keadaan mereka yang saling bertelanjang.

"Kasus ini masih kami kembangkan untuk mengetahui darimana barang haram itu berasal," tandas Hartono.

sumber detikcom

Polisi Tewas Bersimbah Darah di Kantor Polsek


Seorang anggota Polsek Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Briptu Yona Anton Sulistyo ditemukan tewas bersimbah darah di Mapolsek Prembun, Senin pagi. Jazad korban pertama kali ditemukan oleh Sumarno petugas kebersihan mapolsek. Korban terbujur kaku di kursi lobi mapolsek.

Anehnya, saat itu mapolsek dalam keadaan sepi tak ada satu pun petugas yang berada di tempat. Sementara, ceceran darah yang berada di lobi Mapolsek Prembun langsung dicuci oleh petugas. Sedangkan jenazah korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Dr Margono Purwokerto untuk dioutopsi.

Adi Sudarmo warga yang tinggal dekat mapolsek menjelaskan bahwa sekira pukul 00.00 mendengar letusan senjata dari mapolsek. Namun, tidak jelas apakah letusan tersebut senjata atau bukan. Pagi harinya, warga sekitar baru tahu ada anggota yang meninggal. Korban bernama Anton petugas piket malam. Namun tidak dijelaskan apakah kroban dibunuh dengan cara ditembak atau dipukul.

Sementara itu, Sudarmanto yang tinggal tepat di depan Mapolsek Prembun menjelaskan bahwa semalam terdengar ada letusan senjata dari arah mapolsek sebanyak dua kali. Pagi harinya, dia diberitahu ada anggota yang meninggal akibat dibunuh.

Korban usai dibunuh langsung ditidurkan di Kursi bambu di Lobi Mapolsek. Seolah-olah untuk menghilangkan jejak pembunuhnya.

Diperoleh keterangan bahwa saat ini petugas Polres Kebumen sedang memintai keterangan tiga teman piketnya. Mereka adalah Arif, Nanang, dan Drajad.
(Heri Pranoto/Global/fit)

sumber okezone

Susno: Pimpinan Polri Berperilaku Buruk Harus Insyaf


Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji meyakini, buku Bukan Testimoni Susno (BTS) karya Izharry Agusjaya Moenzir berdampak baik untuk Polri. Perilaku buruk sejumlah pimpinan tinggi di Markas Besar Polri tidak akan ditiru para polisi di bawahnya. Hal ini justru akan menyadarkan pimpinan dan anggota Polri yang selama ini berbuat buruk menjadi insyaf.

Susno menyatakan hal tersebut saat acara bedah buku BTS di Toko Buku Gramedia di Plasa Ekalosari di Sukasari, Bogor Timur, Kota Bogor, Kamis (25/2/2010) sore. Buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama tersebut antara lain menelanjangi sejumlah jenderal di Polri yang berperilaku tidak terhormat dan tidak terpuji.

Susno berpendapat, buku ini tidak akan membuat makin banyak polisi melakukan pelanggaran karena mereka merasa mendapat pembenaran akibat perilaku buruk para pimpinannya di Markas Besar Polri. "(Buku) Ini harusnya membuat... selama ini sudah melanggar akan insyaf," katanya.

Izharry pada bukunya itu dengan gamblang mengungkap penuturan Susno antara lain tentang lima kebohongan yang dilakukan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di depan Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR-RI. "Heran saya, kok dia berani berbohong di depan DPR RI yang merupakan representasi 250 juta jiwa penduduk Indonesia," kata Susno seraya geleng kepala, sebagaimana dikutip Izharry pada bukunya.

Lima kebohongan itu adalah tentang pengunduran diri Susno sebagai Kepala Bareskim, janji dan pernyataan Bambang Hendarso Danuri akan mundur dari jabatannya sebagai Kepala Polri kalau kasus Bibit dan Chandara tidak sampai ke pengadilan, menyangkut nama Nurcholish Majid, serta soal mantan Menteri Kehutanan MS Kaban.

Di buku ini juga dipaparkan mengenai kebodohan atau sikap koruptif pimpinan Polri dalam membuat rencana penggunaan anggaran Polri. Demikian juga dengan ketidakkonsistenan para pimpinan Polri dalam menerapkan kebijakan atau aturan di tubuh Polri dan anggotanya.

Diungkap pula ada satu orang yang bukan anggota Polri mempunyai ruang kerja tersendiri dan mampu mengatur jajaran pimpinan Polri. Izharry dalam bukunya tidak menyebut nama satu orang tersebut, tetapi mengatakan bahwa kalangan pers dan masyarakat luas sudah tahu siapa dan mengenai hal itu.

Susno sendiri hanya tertawa ketika diminta memastikan nama satu orang tersebut. "Janganlah menanyakan hal yang kita semua sudah tahu karena itu hanya buang-buang energi," katanya.

Namun, Susno tidak membatah, orang tersebut dapat memiliki kekuasaan demikian karena punya banyak uang. "Barangkali kalau saya juga mendapat uang dari dia, saya diam juga," katanya bergurau.

Jenderal bintang tiga yang kini mengaku makan gaji buta karena dibiarkan luntang-lantung oleh para petinggi Polri merasa optimistis bahwa reformasi di tubuh Polri dapat berjalan asalkan dimulai dari pimpinan tertinggi. "Para pimpinan Polri harus mereformasi diri sebagaimana keinginan publik sebab Polri milik rakyat Indonesia, bukan milik lima orang jenderal di Polri," katanya.

Susno: Ada "Markus" yang Levelnya di Atas Kabareskrim

Mantan Kabareskrim Komjen (Pol) Susno Duadji angkat bicara lagi. Dalam diskusi bukunya, Bukan Testimoni Susno, pria yang dicopot dari jabatannya akhir tahun lalu itu mengungkapkan bahwa makelar kasus alias markus juga beredar di institusinya.

Ia mengatakan "pemainnya" mulai dari pejabat di bawah Kabareskrim hingga yang levelnya di atas Kabareskrim. "Saya hanya bisa ungkap markus di bawah Kabareskrim. Di atas Kabareskrim ke atas tidak bisa saya ungkap," kata Susno, Rabu (10/3/2010) di Gallery Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Susno mengungkapkan, ada markus yang "jatahnya" mencapai Rp 25 miliar. "Ada markus untuk money laundering dan pajak di Mabes Polri. Saya sudah sampaikan ke Tim Pemburu Hantu, eh markus (Satgas Pemberantasan Mafia Hukum). Jangan lihat tempat tidur Arthalyta saja," katanya.

Memberantas makelar kasus di institusi penegak hukum menurutnya bukan pekerjaan sulit. Tak perlu menggunakan kamera pengintai yang kini banyak dipasang di sejumlah institusi. "Tangkap markus kok pakai CCTV, memangnya orang halus? Mereka itu kalau datang pasti telepon, kok," kata Susno.

Bukan kali pertama Susno mengeluarkan pernyataan kontroversial semacam ini. Sejak dicopot dari jabatannya, ia kerap kali mengeluarkan kesaksian mengejutkan terkait institusi Polri. Ia membantah bahwa hal-hal yang dia ungkapkan ini memiliki maksud agar dia ditarik kembali ke jabatan tertentu di Mabes Polri. "Istri saya tidak setuju kalau saya jadi pejabat lagi. Bagi saya, jabatan itu pintu dosa," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.

kompas

Susno: Pati Polri Kunci Reformasi Polri


Penuntasan budaya setoran oleh oknum polisi dalam kasus pidana bergantung pada reformasi perilaku dan budaya petinggi Polri. Hal ini ditegaskan mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji seusai menjadi narasumber talk show interaktif Radio Sonora Yogyakarta, Senin (15/3/2010) hari ini.

Susno sendiri hadir membahas bukunya yang berjudul Bukan Testimoni Susno terbitan Gramedia Pustaka Utama. Susno menambahkan, budaya setoran harus dihilangkan. Untuk itu, harus dimulai dari level pejabat tinggi (Pati) Polri yang berpangkat jenderal.

"Kalau diri sendiri kita masih seneng setoran, senang disanjung-sanjung, seneng dikawal, seneng dibukai pintu, enggak bisa lagi makan di pinggir jalan, jadi pejabat harus dihormati, senyum aja sudah tidak bisa, itulah yang merusak," ujar Susno.

Pekan lalu, Adnan Pandu Praja, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), menyatakan, budaya setoran yang masih terpelihara di tubuh kepolisian menjadi salah satu penyebab krusial maraknya praktik penjebakan perkara pidana oleh oknum polisi. Sistem kontrol internal ataupun eksternal dinilai masih belum maksimal mengatasi budaya tersebut (Kompas, 9/3/2010).

Di sisi lain, Polri lewat Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Nanan Soekarna juga membenarkan bahwa salah satu akar masalah dari fenomena praktik penjebakan adalah budaya setoran yang belum benar-benar pupus. "Memang itu kami sadari, selama para atasannya masih ingin dilayani, maka bawahan jadi terbebani. Dampaknya ke masyarakat. Oknum jadi cari-cari perkara. Kami masih terus berusaha sebisa mungkin memangkas praktik seperti itu (setoran)," tutur Nanan.

Budaya setoran yang dimaksud adalah pemberian "upeti" rutin dari bawahan kepada atasan. Upeti diperoleh dengan cara-cara yang tidak patut, seperti memeras orang-orang yang bermasalah hukum sampai merekayasa perkara pidana terhadap orang yang justru tak bersalah. (RICO)

Elemen Sipil Kecam Penganiayaan Siswa SMK


Sejumlah elemen sipil mengecam keras tindakan empat oknum kepolisian dari Poltabes Banda Aceh yang melakukan penganiayaan terhadap Farid Luthfi (16), siswa SMK Negeri 2 Lhoong Raya, Banda Aceh karena dituduh mencuri sepeda motor, meski tuduhan itu akhirnya tidak pernah terbukti.

Direktur Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) Hendra Budian menilai, tindakan brutal oknum aparat kepolisian itu telah melanggar HAM, UU Kepolisian RI No. 4 Tahun 2008 dimana fungsi dan tugas kepolisian adalah mengayomi rakyat, bukan menganiaya hingga babak belur, serta UU perlindungan anak.

"Kami mengecam keras tindakan oknum kepolisian yang menganiaya masyarakat sampai babak belur, apalagi korbannya adalah seorang siswa dan masih dibawah umur. Tindakan oknum polisi itu benar-benar keterlaluan," ujar Hendra Budian kepada wartawan di Banda Aceh, Minggu (14/3).

Karenanya, ia mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan dan segera mengambil tindakan atas pelanggaran HAM yang terjadi.

Sementara kalangan pemerhati pendidikan di Banda Aceh, juga menyayangkan sikap arogansi oknum polisi yang kembali melukai dunia pendidikan dengan tindakan kekerasannya.

Kasus Ketiga

"Kasus ini sudah ketiga kalinya terjadi dalam tahun ini, sebelumnya guru yang dianiaya. Para pelaku harus ada proses hukumnya secara terbuka, jangan dibiarkan hilang begitu saja dengan hanya meminta maaf dan janji-janji akan ditindak," ujar Hasrul Abdul Muthalib, seorang pemerhati dunia pendidikan di Banda Aceh.

Seperti diberitakan, Farid Luthfi (16), siswa SMK Negeri 2 Lhoong Raya, Banda Aceh, mengalami patah tulang hidungnya, mata kiri memar, muntah darah, kepala pusing dan sulit bernafas, setelah dihajar oleh empat oknum polisi atas tuduhan mencuri sepeda motor karena tidak membawa STNK, yang diakuinya tidak pernah melakukan perbuatan tersebut.

Berdasarkan keterangan Kamaruzzaman (56), orang tua Farid, Sabtu (13/3), anaknya itu dibawa ke Mapoltabes Banda Aceh, Rabu (10/3) siang, setelah ditangkap di depan warung yang tak jauh dari sekolahnya tanpa diketahui apa salahnya.

Akibatnya, Kamis (11/3) malam, Farid mengalami muntah darah, begitu juga esok paginya, Jumat (12/3). Ia terduduk lemah di atas kasur dengan luka memar di mata yang masih membekas.

"Kami sudah membawanya untuk divisum ke RS Bhayangkara Polda Aceh setelah mendapatkan surat rujukan dari Polda Aceh setelah kami membuat laporan tentang penganiayaan Rabu (10/3) malam yang ditandatangani oleh Ka Siaga Ops "C" Otto P Wijaya," kata Kamaruzaman.

Kapoltabes Banda Aceh, Kombes Pol Armensyah Thay, mengaku belum mengetahui hal tersebut dan jika memang terbukti anak buahnya melakukan penganiayaan dia akan memberi hukuman. Kapoltabes meminta agar keluarga korban penganiayaan untuk menemuinya pada Senin (15/3), karena ia ingin melihat luka yang dialami korban. (mhd)
(Analisa)

Sidang Chaerul Pemulung Dilanjutkan Siang Ini


Sidang kasus dugaan kepemilikan ganja dengan terdakwa Chaerul Saleh Nasution, 38 tahun, akan dilanjutkan Senin (15/3) siang ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut pengacara Chaerul, Raja Nasution sidang akan digelar dengan agenda pemeriksaan terdakwa. "Sidang Senin pekan lalu batal," kata dia ketika dihubungi hari ini.

Dua pekan lalu, majelis hakim meloloskan permohonan keluarga terdakwa agar Chaerul yang berprofesi sebagai pemulung itu dijadikan tahanan kota.

Chaerul ditangkap dan ditahan Kepolisian Sektor Kemayoran sejak 3 September 2009 atas dugaan kepemilikan ganja seberat 1,68 gram. Dalam persidangan lalu, menurut Raja, tiga anggota polisi yang menjadi saksi atas penangakapan Chaerul Saleh membantah pernah menandatangani BAP.

Dua orang anggota kepolisian sektor Kemayoran yang diduga merekayasa BAP Chairul telah menjalani sidang etika di Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Keduanya telah dijatuhkan sanksi.
tempo

Minggu, 14 Maret 2010

Curi Sawit, Polisi Dihajar PAM Swakarsa


Maraknya pencurian sawit di lahan kebun Limau Mungkur PTPN II di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, membuat pihak kebun hilang kesabaran. Dua orang oknum TNI dan polisi menjadi sasaran, setelah kedua tertangkap tengah berada di kebun sawit tersebut. Kedua tersangka yang diduga membacking pencurian sawit di kawasan itu pun babak belur dihajar PAM Swakarsa pihak kebun.

"Sempat terjadi aksi kejar-kejaran dengan kedua tersangka, karena mereka mau kabur. Namun akhirnya PAM Swakarsa berhasil meringkus mereka," jelas Tono, salah seorang pekerja di lahan sawit tersebut ketika ditemui oleh wartawan, Rabu (10/3/2010).

Kedua tersangka tersebut berinisial Sersan Mayor HS dari TNI dan SG yang merupakan polisi. Mereka tertangkap saat PAM Swakarsa melakukan penyisiran bersama Brimob Polda Sumut di setiap blok lahan Limau Mungkur. Keduanya diduga hendak melakukan pencurian sawit milik kebun.

Kedua oknum anggota TNI dan kepolisian itu pun akhirnya menjadi bulan-bulanan PAM Swakarsa yang sudah gelap mata, sehingga keduanya babak belur. Apalagi, mereka juga sempat berusaha untuk melarikan diri. Namun PAM Swakarsa yang membawa berbagai senjata tajam berhasil meringkus keduanya.

Saat ini, tersangka Serma HS telah diserahkan kepada kepada POM TNI untuk diproses lebih lanjut, sedangkan SG dibawa ke Polres Deli Serdang untuk dimintai keterangan. Sementara itu, kebun Limau Mungkur semakin diperketat penjagannya untuk menghindari tindakan pencurian kelapa sawit yang lain.


sumber news.id.msn.com

Dituduh Curi Sepeda motor Remaja ABG Dihajar Empat Oknum Polisi


Malang nian nasib Farid Luthfi (16), siswa SMK Negeri 2 Lhongraya, Banda Aceh itu. Tulang hidungnya patah, bagian mata sebelah kiri memar, muntah darah, kepalanya pusing dan sulit bernafas, setelah dihajar oleh empat oknum polisi atas tuduhan mencuri sepeda motor (sepmor), yang diakuinya tidak pernah melakukan perbuatan tersebut. Berdasarkan keterangan Kamaruzzaman (56), orang tua Farid, Sabtu (13/3), anaknya itu dibawa ke Markas Kepolisian Kota Besar (Mapoltabes) Banda Aceh, Rabu siang (10/3), setelah ditangkap di depan warung yang tak jauh dari sekolahnya tanpa diketahui apa salahnya. “Anak saya diinterogasi sambil dipukul atas tuduhan mencuri sepmor itu,” katanya.

Akibatnya, sehari setelah kejadian atau tepatnya Kamis malam (11/3), Farid mengalami muntah yang mengeluarkan darah beku, begitu juga esok paginya, Jumat (12/3). Ia tanpak terduduk lemah di atas kasur dengan luka memar di mata yang masih membekas. “Kami sudah membawanya untuk divisum ke RS Bhayangkara Polda Aceh setelah mendapatkan surat rujukan dari Polda Aceh setelah kami membuat laporan tentang penganiayaan itu Rabu malam (10/3) yang ditandatangani oleh Ka Siaga Ops “C” Otto P Wijaya,” kata Kamaruzaman. Menurut Kamaruzaman dari dokter RS Bhayangkara Polda Aceh itulah diketahui Farid mengalami patah pada tulang hidungnya dan dokter menyarankan agar segera dioperasi. “Hasil visumnya kata dokter tiga hari setelah pemeriksaan baru keluar,” kata Kamaruzaman di rumahnya di Jalan Banda Aceh KM 12.5 Desa Bukloh, Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar.

Kronologi kejadian, menurut penuturan Farid kepada Serambi, saat pulang dari sekolah pukul 14.00 WIB, Rabu (10/3) siang lalu, ia dengan menggunakan sepmor warna abu-abu bernomor polis BL 3969 LT singgah di sebuah kios yang berjarak sekitar 20 meter dari sekolah untuk membeli air mineral. Tiba-tiba mobil Kijang Kuda berwarna biru dengan 6 orang anggota polisi yang tidak mengenakan seragam berhenti di dekat kios tersebut. Seorang di antara polisi tersebut, kata Farid, menarik tangannya dan menanyakan surat-surat sepmor yang dikendarainya itu. “Polisi itu menarik tangan saya, baru kemudian keluar 5 orang lagi dengan mengenakan kaos dan celana jins seorang di antaranya mengenakan jaket kulit hitam. Mereka menanyakan soal kereta saya dan suratnya. Karena STNK tidak saya bawa dengan perasaan takut saya bilang kereta itu milik teman saya dan baru kemudian saya akhirnya bilang kalau STNK saya tinggal di rumah,” jelas Farid.

Lalu, cerita Farid ia diminta untuk ikut ke Poltabes dengan mengendarai sepeda motornya itu dengan membonceng seorang anggota polisi itu, dan limanya lagi naik Kijang Kuda. Sesampai di halaman Poltabes Farid mengaku mencoba melarikan diri, namun saat ia akan mengas sepeda motornya tangannya suda ditarik hingga keretanya pun jatuh di halaman tersebut. Orang disekitar melihat kejadian tersebut. “Saya dipukul-pukul saat itu dan dibilang pencuri. Habis itu ada orang PKA saat itu yang seingat saya bilang “Jangan pukul anak sekolah”, terus dijawab salah seorang di situ saya tidak tau apa itu juga anggota polisi yang mengatakan “apa sekolah, pakaian aja sekolah tapi mau mencuri,” habis itu saya pun diborgol di bawa ke ruang lantai 2 dengan posisi kedua tangan saya dibelakang dan salah satu polisi tersebut menaruk tangannya keleher saya sambil membawa dengan paksa saya naik tangga menuju lantai dua,” jelasnya. Farid saat di ruang ditendang dibagian perut sekali oleh salah satu anggota tersebut dengan menggunakan lutut kakinya hingga ia terjatuh di bangku. Tampa memberi ampun Farid pun dihajar oleh 4 oknum polisi itu. Yang diingat Farid oknum berjeket kulit hitam itulah yang paling keras menghajar Farid. Farid juga dipukul di bagian belakang kepalanya. Setelah puas menghajar Farid, anak yang masih dilindungi dengan UU Perlindungan Anak itu pun di suruh tidur di kursi untuk istirahat.

“Saya tidur lima menit saja. Terus saya diminta untuk tidak menceritakan hal itu kepada keluarga saya . Kalau saya cerita maka katanya saya akan menanggung resikonya. Sebelumnya saya meminta hp salah satu anggota untuk menghubungi keluarga saya tapi mereka tidak memberikan. Saya juga diminta untuk mencucikan pakaian saya yang berdarah itu di toilet ruangan tersebut. Setelah selesai baru saya di minta menandatangani surat yang saya baca surat tersebut saya ditulis telah melakukan pencurian,” jelasnya dengan mimik yang masih lemah. Tepat pukul 17.30 WIB, Farid bersama ketiga anggota polisi masih menggunakan Kijang Kuda Biru menuju rumah Farid di Aceh Besar Km 2.5. Salah polisi tersebut dari cerita ibunya Farid, Siti Mardini (48) menanyakan perihal STNK itu. Kemudian STNK itu pun diberi dan akhirnya dibawa pulang oleh Farid dengan tanda terima SPPKB diteken oleh seorang petugas.

Kemudian, siswa kelas 1 SMK Negeri 2 Banda Aceh dari keluarga yang sederhana itu, dalam keadaan terluka pulang dengan mengendarai sepeda motor abu-abu yang dibuka kap depannya itu setelah polisi menyesuaikan nomor mesinnya sesuai dengan nomor STNK yang diberikan ibu Farid tersebut. Kapoltabes Banda Aceh, Kombes Pol Armensyah Thay yang dihubungi Serambi, Sabtu sore (13/3) lewat HP sekitar pukul 17.13 WIB mengatakan tidak mengetahui hal tersebut dan jika memang terbukti anak buahnya melakukan penganiayaan ia pun akan memberi hukuman kepada anak buahnya itu. Kapoltabes lewat Serambi mengatakan ia meminta agar keluarga korban penganiayaan untuk menemuinya pada hari Senin (13/3), karena ia ingin melihat luka tersebut.

Pada Rabu malam (10/3) pukul 21.00 WIB membuat laporan tentang penganiayaan dan diterima oleh Ka Siaga Ops “C”, Otto P Wijaya dengan nomor pengaduan BL/54/III/2010/NAD/ditreskrim. Uraian singkat tersebut bertanggal 10 Maret 2010 tentang Penganiayaan. Sementara surat permintaan visum et reportum No.B/02/III/2010/Siaga Ops yang ditujukan kepada Kepala RS Bhayangkara Polda Aceh dengan tembusan kepada Kapolda Aceh, Irwasda Polda Aceh, dan Kajati Aceh bertanggal 10 Maret 2010.(c47)

Oknum Polisi Dikeroyok Napi


-Salah seorang oknum anggota Polres Majene, Briptu Herijulianto dikeroyok empat narapidana penghuni Rumah Tahanan Klas II B Majene hingga babak belur.
Kapolres Majene, AKBP Drs Jamal A Yani mengaku, seorang anggota polisi menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Majene dititipkan di Rumah Tahanan Majene terkait kasus penipuan dikeroyok empat orang napi hingga babak belur.
Akibat tindak penganiayaan, korban Briptu Herijulianto menderita luka di pelipis kanan dan kepala bagian belakang benjol. Bahkan, Heri sempat tak sadarkan diri beberapa menit setelah mengalami pemukulan.
"Korban sudah mengadukan kasus ini kepada pihak kepolisian. Anggota polisi sudah kami mintai keterangan," katanya, AKBP Jamal A Yani.
Peristiwa pengroyokan itu terjadi pada Jum’at (12/3) sekitar pukul 06.30 pagi. Korban pada saat itu yang ditempatkan di ruangan 7 dengan beberapa orang napi. "Saat itu korban usai salat tiba-tiba dari belakang dipukul dan mengenai kepalanya. Menyusul pemukulan selanjutnya dan mengenai pelipis sebelah kirinya hingga memar," jelas Kapolres.
sumber ujungpandangekspres

Oknum Polisi Kepergok Mesum


Seorang oknum anggota Polres Muba Briptu Dav nyaris babak belur dihakimi massa di tenda depan rumah kekasihnya, St (15) di RT 3 Kelurahan Kayuarakuning Kecamatan Banyuasin III Banyuasin, Sabtu (13/3) dini hari.

Dav kepergok mesum bersama kekasihnya bertubuh sintal yang kini duduk di kelas dua salah satu SMK swasta di Kelurahan Seterio, Banyuasin III.

Beruntung, pasangan mesum ini berhasil dievakuasi sejumlah warga ke rumah RT 3 Kelurahan Kayuarakuning Agus sehingga keduanya selamat dari berbagai pukulan dan caci maki warga setempat.

Informasi yang dihimpun, sekitar pukul 00.00 salah seorang warga melintas tepat di depan tenda yang dibangun orangtua tersangka St. Warga tersebut curiga lantaran kedua pasangan yang belum terikat perkawinan itu tidur berduaan dengan kondisi hanya mengenakan celana dalam.

Warga beramai-ramai membuka kelambu yang berada di dalam tenda tersebut. Benar adanya ketika dibuka, keduanya tengah tertidur dengan hanya menggunakan celana dalam, diduga pasangan yang sudah merajut tali asmara ini selama dua tahun terakhir ini kelelahan setelah habis melakukan hubungan intim layaknya suami istri.

Warga yang geram, langsung menarik tubuh pasangan mesum ini, sehingga oknum bintara Polres Muba ini menjadi bulan-bulanan warga. Beruntung keduanya diselamatkan warga dan menyerahkan ke rumah RT 3 kelurahan Kayuarakuning, Banyuasin.

Lina (21) warga setempat yang ikut aksi penggrebekan mengatakan, warga memang sudah lama gerah akan perbuatan mesum yang dilakukan pasangan tanpa ikatan tali pernikahan ini.

Prilaku tersangka memang sudah sering sehingga membuat warga kesal, namun warga selama ini belum dapat berbuat karena belum mendapatkan bukti,” katanya.

Warga lainnya, Sanusi (38) menyatakan pasangan mesum itu kelabakan, St hanya menggunakan pakaian dalam. Sementara, Briptu Dav bertelanjang dada terkejut didatangi.
“Kami arak dari tempat dia ke rumah Pak RT,” timpal Sanusi.

Saat arak-arakan tersebut, beberapa warga sempat melempari keduanya dengan batu, beruntung pasangan ini tidak mengalami luka parah. Lalu mereka dipertemukan dengan Ketua RT setempat.
Ketua RT 3 Kelurahan Kayuarakuning Agus tampak memarahi pasangan ini, mengingat St masih di bawah umur. Lalu, Pak RT meminta warga untuk membubarkan diri.

Memang benar, ada penggrebekan, dan pasangan itu dipertemukan dengan saya. Saya kecewa adanya warga disini yang melakukan perbuatan mesum. Lalu saya panggil orangtua St dan meminta St dan polisi itu segera dinikahkan karena sudah memalukan wilayah di sini,” ujar Agus.

Memang, Agus mengatakan bahwa pasangan ini sudah diperingatkan untuk tidak melakukan pertemuan di dalam tenda itu, karena bisa memancing emosi warga.

Ibu kandung St, Siti Maria (63) yang tengah mengawasi tukangnya membangun rumah permanen yang baru dibangunnya membantah anaknya melakukan perbuatan mesum bersama Briptu Dav.

Tidak benar kalau anak saya berbuat mesum, karena di dalam kelambu saya juga ada di sana. Jadi, tidak mungkin saya menyaksikan anak saya diapa-apakan oleh Dav,” ujar Siti.

Dia juga menjelaskan, bahwa anaknya bersama oknum polisi itu sudah dua tahun pacaran, dan memang sudah ada rencana dinikahkan. Namun menurut peraturan kepolisian, bahwa St belum cukup umur untuk dinikahi.

Saya pengen anak saya itu dinikahkan, tapi umurnya baru 15 tahun. Dan memang benar, kalau Dav sering tidur di sini, karena kalau pulang tugas dia pasti ke sini. Ketimbang pulang ke Palembang, jaraknya juga makan waktu berjam-jam,” pungkas Siti.

Sementara itu, Kapolres Banyuasin AKBP Drs Susilo Rahayu Irianto melalui Kapolsek Pangkalanbalai AKP Illal mengaku belum mendapat laporan terkait penggrebekan oknum anggota tersebut.
sripo

Miliki Sabu, Oknum Polisi Divonis Dua Tahun


Didakwa memiliki lima bungkus sabu-sabu seberat 4,8 gram, seorang oknum polisi Unit Narkoba Polda Sumut, Bripka Idran Ismi (34) divonis dua tahun penjara, Kamis (4/3). Terdakwa juga dikenakan membayar denda senilai Rp3 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dipenjara tiga tahun enam bulan (3,5 tahun), denda Rp5 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam amar putusan majelis hakim diketuai Ahmad Guntur menyatakan, terdakwa Idran Ismi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan melanggar Pasal 62 jo Pasal 71 ayat (1) UU RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Hal itu sesuai keterangan para saksi dan barang bukti di persidangan.

Adapun pertimbangan hakim, dijelaskan hal memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal memberatkan, perbuatan terdakwa telah mencoreng citra kepolisian, sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya memberantas narkoba justru melakukan perbuatan penyalahgunaan narkoba. Perbuatannya juga meresahkan masyarakat.

Sementara hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya dan sopan di persidangan.

Usai menyampaikan putusan tersebut, majelis hakim menyampaikan hak kepada terdakwa untuk memberikan pembelaan atas putusan itu. Melalui kuasa hukumnya Mahmud Irsyad Lubis, terdakwa Idran Ismi menyatakan pikir-pikir. Hal senada juga dinyatakan JPU Dwi Meily Nova.

Dakwaan JPU sebelumnya, perkara ini bermula dari tertangkapnya Ariandi alias Andi, Minggu 11 Oktober 2009. Andi kedapatan membawa lima bungkus sabu di tas sandang miliknya seberat 4,8 gram di sekitar Jalan SM Raja, Medan. Setelah diinterogasi, Andi membeberkan barang haram tersebut milik terdakwa.

Dari pengembangan itu, sekira pukul 21.00 WIB, rekan Idran juga dari Sat Narkoba Polda Sumut menangkap terdakwa di kediaman keluarganya di Jalan Veteran Gang Sumarsono, Kecamatan Medan Helvetia. (dn)

sumber http://www.analisadaily.c0m

Ungkap Makelar Kasus di Polri, Susno Tunjuk Tiga Nama Jenderal

Mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Pol) Susno Duadji, menuding keterlibatan tiga jenderal di balik praktik makelar kasus dalam penanganan kasus money laundering dan korupsi dana wajib pajak di Polri. Keterlibatan jenderal-jenderal tersebut dikisahkan Susno terjadi saat Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengusut dugaan kasus pencucian uang yang dilakukan seorang inspektur jenderal pajak bernama Gayus T Tambunan.

"Ada pegawai pajak, inspektur, dia bersama kelompoknya yang beranggotakan empat sampai enam orang mengawasi kewajiban pembayaran pajak di empat sampai enam perusahaan. Di rekening dia, berdasar hasil penelusuran sebuah instansi, masuk aliran dana mencurigakan senilai lebih kurang Rp 25 miliar," kisah Susno mengawali, saat ditemui Persda Network di kediamannya di Jakarta, Sabtu (12/3/2010).

Aliran dana mencurigakan berbentuk dollar dan rupiah yang masuk ke rekening Gayus itu menurutnya mengantarkan instansi yang menemukannya melaporkan hal itu ke Bareskrim. Dari hasil penelusuran Bareskrim, Gayus diketahui melakukan kejahatan pencucian uang senilai Rp 400 juta.

Dari pengembangan penyidikan kasus ditemukan adanya kasus kejahatan korupsi dana wajib pajak senilai Rp 25 miliar. Susno pun memerintahkan Direktur II Ekonomi Khususnya kala itu, Brigjen Edmon Ilyas, untuk memprioritaskan pengusutan kasus itu hingga tuntas. Uang senilai Rp 25 milliar yang diduga sebagai uang hasil kejahatan itu pun dibekukan oleh Susno.

"Waktu saya mau turun dari Kabareskrim, kasus kecil (pencucian uang) itu sudah selesai, tinggal dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang. Yang besar (pajak) masih disidik. Saya masih sempat tanyakan kepada anak buah saya sebelum turun (dari Kabareskrim) bagaimana kelajutan penanganan kasus-kasus," ujar Susno.

"Saya juga masih perintahkan mereka agar kasus (pajak) itu diungkap korupsinya hingga tuntas. Bayangkan saja pegawai kecil saja dapat begitu besarnya, apalagi yang jabatannya lebih besar. Dia bisa begitu kan karena pasti dapat izin dari atasannya. Kan selalu harus melapor dan minta tanda tangan pimpinannya," kata Susno.

Saat lengser dari jabatan Kabareskrim, Susno yang mengaku masih mempunyai jaringan ke dalam Bareskrim suatu saat akan menanyakan kelanjutan penanganan kasus itu. "Waktu saya tanya (kepada anggota Bareskrim), yang kecil katanya sudah dinyatakan P-21 (lengkap) oleh kejaksaan. Tapi yang besar katanya uangnya sudah dicairin. Saya tanya kenapa dicairin atau dibuka (uang senilai Rp 25 milliar yang dibekukan itu)? Katanya karena uang itu diakui sebagai milik Andi Kosasih," ucap Susno.

Andi Kosasih kemudian diketahui Susno sebagai pengusaha. Dia, menurut pengakuan mantan anak buah Susno disertai penelusuran mantan Kapolda Jawa Barat, memiliki kedekatan dengan orang nomor dua di tubuh Polri.

"Dia dibekingi orang kuat. Orang nomor dua (di Polri). Karena kalau bekingnya kompol atau kombes, dia enggak bakal berani main-main dengan direktur. Kalau bekingnya direktur, dia enggak bakal berani main-main sama Kabareskrim. Karena bekingnya orang nomor dua di Polri, makanya Kabareskrim juga enggak berani," ujar Susno.

Menurut Susno, uang senilai Rp 25 milliar itu akhirnya dinyatakan sebagai milik Andi Kosasih yang dititipkannya di rekening Gayus T Tambunan untuk dana pembelian sebidang tanah.

"Masa mau beli tanah pakai menitipkan uang segala. Ke rekening orang lagi. Menitipkannya sejak satu tahun yang lalu lagi. Logikanya, kalau mau beli tanah, ya titip saja dicarikan tanah. Kalau sudah dapat (tanahnya) baru dikasih uangnya atau dibayarkannya sendiri ke yang punya tanah," terang Susno meragukan dana itu milik Andi Kosasih.

Selain menuding nama orang nomor dua di tubuh Polri (yang diduga wakapolri kala itu, Komjen Makbul Padmanegara), Susno juga mengungkap keterlibatan nama beberapa mantan jajarannya di Direktorat Ii Ekonomi Khusus Bareskrim yang "bermain" dalam kasus itu. Mereka adalah Kompol A, Kombes E, AKBP M, Brigjen EI, dan Brigjen RE.

Keterlibatan mereka menurutnya adalah turut menikmati uang senilai Rp 25 milliar yang diduga merupakan hasil kejahatan korupsi dana wajib pajak.

"Uang (Rp 25 milliar) itu ternyata dicincai, dibagi-bagi oleh mereka. Makanya uang itu dibuat sebagai milik Andi Kosasih. Saya enggak bisa bilang mereka masing-masing dapat berapa, dan siapa-siapa saja yang menerima. Nanti saya dibilang nuduh lagi. Biarkan saja itu jadi tugas tim pemburu malaikat, eh mafia hukum. Percuma mereka digaji untuk itu (memberantas mafia hukum)," tandasnya.

sumber kompas

DPR Diminta Tertibkan Densus Yang Selalu Tembak Mati Teroris


Penggrebekan sejumlah orang yang diduga “teroris” di Pamulang dan beberapa titik lainnya oleh tim Densus 88 dinilai pengamat masih tidak profesional. Hal itu tidak lain karena korban dengan status baru, sudah dibunuh di tempat.

Tak pelak, cara itulah yang menurut pengamat terorisme Sapto Waluyo, Densus 88 masih menggunakan strategi lama, yaitu represif atau direct action. Padahal, cara seperti itu bisa berbahaya.

“Cara direct action seperti itu akan menimbulkan boomerang effect di masyarakat,” tegasnya sebagaimana dikutip dari Hidayatullah.

Lebih jauh, Direktur Center for Indonesian Reform ini menjelaskan, dengan menggunakan cara seperti itu, justru akan memicu tindakan terorisme baru. Kendati tidak ada hubungannya dengan terorisme, setidaknya akan menimbulkan kebencian kepada aparat.

Karena itu, dia mengatakan, penggrebekan yang dilakukan di area luas seharusnya dihitung efek bahayanya bagi aparat sendiri atau masyarakat luas.

Selain itu, dia mengatakan, timing yang dilakukan Densus kurang tepat sehingga menimbulkan asumsi buruk di masyarakat.

“Kejadian ini dilakukan saat kondisi perpolitikan dalam negeri tidak kondusif,” tegasnya. Tidak hanya itu, penggrebekan ini dilakukan saat menjelang kedatangan Presiden AS,
Jadi, karena timing yang tidak tepat itulah bisa memunculkan asumsi rekayasa pengalihan isu. “Saya tidak mau berspekulasi, tapi setidaknya bisa lihat dari indikasi itu,” ujarnya.

Komnas HAM & DPR Diminta Turun Tangan

Dia mengatakan, kasus tersebut harus segera diadvokasi oleh Komnas HAM. Sebab, di antara dua pihak telah jatuh korban. Tidak hanya itu, DPR juga harus segera turun tangan agar tidak jatuh korban lagi. Bagaimanapun para tersangka yang diduga teroris adalah rakyat Indonesia.

Dalam penanganan kasus tersebut setidaknya tidak harus ditembak mati di tempat. Dia mencontohkan, di AS, jika ada tersangka teroris tidak lantas ditembak mati, melainkan diadili terlebih dulu. “Nah, di Indonesia kok justru tidak demikian,” tegasnya.

Dengan adanya pembunuhan di tempat, justru Densus 88 atau pihak kepolisian tidak bisa menggali informasi lebih dalam, sehingga, bisa jadi kasus tersebut menjadi dark number (kasus gelap).

Sebagai alternatif dia mengatakan, seharusnya Densus 88 menggunakan cara indirect action, yaitu melalui cara penyuluhan. Cara tersebut akan lebih efektif dan aman. “Kemarahan, kekecewaan mereka bisa didialogkan secara rasionalitas,” tuturnya.

Dia juga mengatakan, perlu ada institusi yang mengontrol Densus 88 atau kepolisian agar tidak sporadis. Institusi tersebut bisa dari komunitas HAM, Kompolnas, ormas Islam, atau LSM yang selama ini berteriak lantang tentang HAM. (muslimdaily.net/hid)



Eks Anggota Polres Depok Terlibat Terorisme


Sofyan Tasauri mantan anggota Polres Depok yang juga salah satu tersangka teroris yang ditangkap tim Densus 88 Mabes Polri di Aceh Besar, ternyata memiliki catatan sejarah hitam di Polres Depok.

Sebelum dipecat secara tidak hormat oleh Polres Depok, Sofyan ternyata sempat ditampar oleh pimpinannya di unit Samapta lantaran menghina janji institusi Polri, Tribrata.

Kasat Samapta Polres Depok, Kompol Putu Sumada mengatakan, saat menjadi anak buahnya, Sofyan tidak mau menyebutkan Tribrata dengan alasan haram karena menjunjung tinggi NKRI.

Hal itu, kata Sumada, menghina institusi Polri yang menggaji Sofyan dan membesarkan dia namun dituding sesuatu yang haram.

“Kita harus hafal Tribrata, jangan sampai seperti Sofyan yang kini terlibat jaringan teroris,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (13/03/10).

“Saya ingat dia tidak mau ucapkan Tribrata katanya haram, itu seperti Pancasila, tuntunan hidup Polri. Langsung saya tempeleng.”

Setelah kejadian itu, lanjut Sumada, Sofyan tak pernah masuk bekerja lebih dari tiga bulan. Akhirnya dia dipecat tahun 2008 akibat desersi. Sumada mengingatkan kepada para anggotanya untuk dapat berkomitmen kepada Polri dan tidak seperti Sofyan.

Dia berharap hanya satu orang Sofyan di Depok. “Saya malu disebut ada eks anggota saya yang menjadi teroris. Dari Sabang sampai Merauke jangan sampai ada anggota Polri yang seperti Sofyan, “ katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri mengumumkan 21 nama tersangka teroris yang ditangkap dalam penyergapan di Aceh dan Pamulang, Tangerang.

Tiga nama tersangka ternyata berasal dari Depok yakni Bhakti Razna, Agus Kasdianto, dan Sofyan Tasauri yang merupakan mantan anggota Polres Depok berpangkat Brigadir. (abe)
okezone

Polisi Bersenjata Kawal Mangan Ilegal


Dua oknum anggota Polri bersenjata mengawal dua truk yang memuat mangan. Mangan yang diduga ilegal itu dibawa keluar dari Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Kamis (11/3/2010) malam sekitar pukul 23.30 Wita.

Lurah Naioni, Melianus Jerobiam Penun, S.Sos yang ditemui di Naioni, sekitar pukul 24.00 Wita, Kamis malam, mengatakan, dua oknum polisi itu duduk di depan truk, disamping sopir. Masing-masing mengawal satu truk yang memuat mangan tersebut.

Lurah Penun yang mencurigai kedua truk yang memuat mangan pada malam hari itu, menahan kedua truk itu di RT 002 RW 001, Kelurahan Naioni. Lurah menanyakan izin pengangkutan mangan kepada sopir truk. Saat itulah dua oknum polisi bersenjata itu menghalang- halangi, bahkan mengancam Lurah Penun.

"Saya tetap bersikeras meminta surat izin pengangkutan mangan. Karena saya terus desak, kedua oknum polisi itu tarik kerah baju saya dan mendorong saya secara paksa untuk masuk ke dalam truk. Dalam posisi terdesak, saya tendang pintu depan truk dan lari berlindung di belakang sebuah kios di lokasi kejadian," tutur Penun.

Dia menambahkan bahwa kedua polisi itu bernama AKP Yonis Kobis dan AKP Adibert Adoe. Saat dia berlari, katanya, Adibert Adoe mengambil senjata laras panjang dan langsung mengeluarkan tembakan. Mendengar suara tembakan itu warga setempat terbangun dan panik. Saat itu juga kedua oknum anggota polisi itu naik kembali ke truk dan ttruk bermuatan mangan itu pun melaju ke arah Kota Kupang.

Namun salah seorang kondektur truk, Nahor Benfaton, warga Noelbaki, tertinggal di lokasi kejadian. Pria ini pun jadi sasaran amukan warga. Nahor menderita luka-luka serius pada wajahnya.

Penun mengatakan, dua truk yang memuat mangan itu salah satunya DH 8642 yang dikemudikan Joseph Aryans Lema, yang adalah pemilik truk. Truk ini memuat 80 karung mangan.

Truk satu lagi bernomor polisi DH 9267 yang dikemudikan Markus Teme. Pemilik truk ini bernama Herman Susilo, warga Kelurahan Liliba. Truk ini memuat 100 karung mangan.

Malam itu juga, keributan antara Lurah Penun dan dua oknum polisi yang mengawal truk mangan itu sampai ke telinga Polda NTT. Beberapa anggota Provost Polda NTT langsung ke lokasi kejadian, meminta penjelasan Lurah Penun dan membawanya bersama sejumlah warga ke ke Bagian Provost Polda NTT untuk dimintai keterangan.

Kasubdit Provost Polda NTT, Kompol S Siregar yang dikonfirmasi wartawan di Mapolda NTT, Jumat (12/3/2010), mengatakan, pihak Provost Polda NTT sudah menerima laporan dari Lurah Naoni, Melius J Penun, S.Sos. Petugas provost, kata dia, sedang mengambil keterangan korban dan beberapa saksi terkait peristiwa itu.


Berhenti Main Mangan
Anggota Komisi III, DPR-RI, Herman Heri mensiyalir adannya oknum anggota Polri di NTT yang berlindung di balik atribut kepolisian untuk "bermain" mangan. Hal itu terbukti dari adanya pengoperasian truk berlogo "Primkopol" yang sering mengangkut batu mangan di NTT.

Dia meminta agar oknum-oknum polisi berhenti "main mangan". "Begitu banyak informasi dari masyarakat bahwa ada oknum anggota polisi yang sering terlibat dalam bisnis mangan ilegal, sehingga kami minta Kapolda NTT untuk segera menertibkan oknum anggota seperti itu," kata Herman Heri usai melakukan pertemuan antara Komisi III DPR-RI yang dipimpin Ketua Komisi III, Dr. Benny Kabur Harman dengan Kapolda NTT, Kombes Polisi Kombes Yorri Yance Worang, Kamis (11/3/2010).

Dia mengatakan, apabila kegiatan bisnis mangan ilegal yang diduga melibatkan oknum anggota polisi dibiarkan, sementara warga sipil yang melakukannya ditertibkan, maka akan berdampak buruk.

"Kita tidak ingin hal seperti itu dibiarkan. Kalau mau ditertibkan supaya tertibkan semua, jangan pandang bulu," tegasnya.

Dia juga meminta Kapolda segera menertibkan kendaraan kepolisian yang berlogo Primkopol yang sering mengangkut batu mangan.

"Masyarakat banyak yang melaporkan tentang aktivitas pengangkutan batu mangan oleh truk-truk berlogo Primkopol itu. Saya minta agar dihentikan sudah," kata Herman Heri. (den/ben)


Saya Laksanakan Perintah

"SAYA sebagai lurah harus melaksanakan perintah Walikota Kupang. Penambangan dan pengangkutan mangan dihentikan dulu karena belum ada perda mengenai tata niaga mangan. Jadi siapa pun yang membawa mangan keluar, saya harus tanya, ada izin atau tidak".

Demikian penegasan Lurah Naioni, Melianus Jerobiam Penun, S.Sos. Napasnya belum teratur benar. Maklum Lurah Penuh saat ditemui di Naioni hari Kamis (11/3/2010) tengah malam, baru saja bersitegang dengan dua oknum polisi bersenjata yang mengawal dua truk mangan.

Sang lurah digertak, ditarik kerah bajunya oleh oknum polisi itu karena ngotot menanyakan izin pengangkutan mangan pada sopir truk. Bahkan sebuah tembakan yang dilepas oknum polisi sebelum kabur bersama dua truk mangan itu, tidak hanya membuat Penun panik, tapi juga warga setempat.

"Saya hanya melakukan apa yang menjadi tanggung jwab saya. Demi tugas dan tanggung jawab, saya harus berani menahan truk mangan," katanya.


Pemkot Lapor Polda
Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang secara resmi sudah melaporkan kasus yang menimpa Lurah Naioni itu ke Polda NTT.

"Kami sudah membuat surat secara resmi ke Polda NTT agar kasus ini dituntaskan," tandas Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe di kantornya, Jumat (12/3/2010).

Menurut Walikota Adoe, sampai saat ini Pemkot Kupang baru mengeluarkan satu izin kepada PT Santalum Buana untuk melakukan survai mangan.

"Izin itu dikeluarkan sebelum UU Nomor 4 Tahun 2009 sehingga menurut undang-undang apa yang sudah ada dilanjutkan saja," katanya.

Adoe menegaskan, pihaknya sudah bersurat kepada Kementerian Enegeri Sumber Daya Mineral ( ESDM) agar sebelum PP sebagai pelaksana UU 4/2009 keluar, tata niaga mangan di daerah bisa diatur dengan SK kepala daerah karena di lapangan sudah terjadi berbagai hal.

"Di lapangan sudah terjadi pencurian, ada juga orang yang meninggal dan ini sudah kami laporkan kepada Menteri ESDM agar walikota bisa mengeluarkan aturan untuk mengatur masalah mangan ini," katanya.

Lurah Naioni, Melius J Penun yang ditemui di kantor Walikota Kupang, kemarin, mengatakan dia sudah membuat laporan secara tertulis kepada Walikota Kupang terkait kejadian yang menimpanya itu. (den/ira)

post kupang
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya