Sabtu, 17 April 2010

Oknum Polisi Resahkan Sopir Kawangkoan-Manado


Sopir angkutan umum jurusan Kawangkoan-Manado dibuat resah oleh ulah seorang oknum polisi. Para sopir merasa terancam karena oknum polisi tersebut sering meminta jatah mengangkut penumbang bagi kendaraannya walaupun bukan gilirannya.
Hal ini diceritakan Aloy Umboh, sopir jurusan Kawangkoan-Manado kepada beritamanado. Aloy berujar, sang polisi yang memiliki dua kendaraan pengangkut penumpang beberapa hari lalu sempat memukul rekan mereka sesama sopir, Novie Pesik. Oknum polisi itu meminta jatah mengangkut penumpang padahal saat itu bukan gilirannya.
Para sopir meminta pihak terkait mengambil sikap tegas terhadap oknum polisi tersebut karena tindakannya sudah sangat meresahkan para sopir. (JRY)
beritamanado.com

Jumat, 16 April 2010

Riziek: Oknum Polisi Dinasihati Malah Minta Perang


Habib Riziek yang hadir dalam pertemuan mediasi antara PT Pelindo dengan ahli waris makam Mbah Priok mengungkapkapkan adanya oknum polisi ngeyel ketika bentrokan terjadi.

Oknum polisi tersebut sudah dinasihati untuk menahan diri dan juga tidak menyerang warga namun justru mengabaikan nasihat ustad-ustad dari FPI.

"Kami dari FPI sudah mengutus ustad-ustad untuk meredam massa dan juga meminta kepada aparat untuk menahan diri. Tapi, ada oknum aparat yang bilang, 'Kami mau perang saja'. Mohon oknum ini ditindak," kata Habib Riziek di Kantor Balaikota DKI Jakarta, Kamis (15/4/2010).

Riziek kemudian mengatakan oknum polisi tersebut berinisial NG dengan pangkat melati dua. Riziek juga sudah mengirimkan surat kepada Kapolri untuk segera memeriksa aparat yang bersangkutan.

"Kami meminta untuk ditindaklanjuti," ujar Riziek.

Babak pertama mediasi sengketa lahan makam Mbah Priok diawali dengan pembacaan tuntutan kubu ahli waris yang dipercayakan kepada Habib Rizieq.

Di depan forum mediasi, Habib Rizieq menegaskan keinginan ahli waris Habib Hasan bin Muhammad Alhadad alias Mbah Priok. Keinginan utama yaitu menjadikan areal makam Mbah Priok sebagai kawasan cagar budaya.

Dengan dijadikannya status makam keramat sebagai kawasan situs budaya Betawi, kata Habib Rizieq, maka secara otomatis kawasan ini akan menjadi milik seluruh umat Islam. Bukan milik Pemda DKI, ahli waris, atau PT Pelindo II.(ahm)
okezone.com

Pesta Sabu-sabu, Polisi Digerebek


Anggota Satuan Reskoba Polres Kediri mengamankan Pri (45), oknum polisi berpangkat Aiptu dan Eva Kusdian (27), warga Jl Flamboyan, RT 11/RW 08, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kediri di sebuah hotel. Mereka terbukti menggelar pesta shabu-shabu (SS) di kamar nomer 134.

Kasat Reskoba Polres Kediri AKP Totok Budihartono mengatakan, dalam penggeledahan, petugas berhasil mengamankan satu poket SS seberat 0,44 gram diantara lampu kamar mandi hotel, satu buah korek api, satu bungkus plastic, dan satu botok bekas minuman merk club.

“Kami langsung melakukan tes urin terhadap keduanya, dan hasilnya positif. Saat ini yang bersangkutan dalam pemeriksaan secara intensif. Sementara anggota di lapangan tengah memburu pemasok yang disebut pelaku berasal dari Surabaya,” kata AKP Totok, Kamis (15/4).

Informasi yang diperoleh beritajatim.com, Pri baru tiga hari tercacat sebagai anggota Polres Kediri. Sebelumnya, Pri yang beralamat di Perum Bendo Permai, Blok E, Desa Bendo, Kecamatan Pare adalah anggota Polwil Kediri bagian administrasi.

Pri juga dikenal sebagai anggota yang sakit-sakitan, dan memiliki istri salah satu pengurus sebuah perguruan tinggi di wilayah Pare. Sedangkan Eva sendiri saat ini sudah berkeluarga dan suaminya bekerja sebagai satpam.

Eva ketika dikonfirmasi di ruang Reskoba Polres Kediri mengaku baru mengenal Pri sebagai teman. “Saya hanya teman dari pak Pri. Di kamar hotel itu saya hanya beristirahat, karena kepala saya pusing setelah menghisap dua kali (SS),” aku Eva yang menutupi wajahnya dengan handuk itu.

“Kalau oknumnya mengaku dua kali mengkonsumsi. Sedangkan, Evanya baru pertama kali. Barang tersebut sebenarnya dibeli dalam jumlah 1 gram, dan sisanya yang kita amankan sebagai barang bukti tersebut,” pungkas Totok. [beritajatim.com/bar]

Rabu, 14 April 2010

Oknum Polisi Samapta Catut Nama Kapolres Minta Uang Rp10 Juta dari PNS


Oknum polisi satuan Samapta Polres Labuhanbatu nekad mencatut nama Kapolresnya demi uang Rp10 juta. Pengamanan (Pam) BNI cabang Rantauprapat itu ditangkap polisi unit kejahatan dan kekerasan (Jahtanras) setelah dijebak korbannya, seorang PNS pada kantor bupati Labuhanbatu di bank tersebut, Senin (12/4) siang.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Labuhanbatu, AKP M Taufiq, kepada SIB, Selasa (13/4) mengatakan, anggota polisi, Briptu HN, telah diserahkan ke unit P3D untuk dimintai keterangan terkait laporan korban Turing Ritonga (47) warga Aekpaing, Kelurahan Aekpaing, Kecamatan Rantau Utara.
“Dia (Briptu HN) masih diperiksa unit P3D,” kata Kasat Reskrim M Taufiq.
Korban menyebutkan, semula dia ditelepon pria mengaku ajudan Kapolres dan meminta uang Rp10 juta untuk biaya tamu yang datang dari Polda. Korban mengiakan permintaan dimaksud dan berjanji bertemu di bank BNI Jalan Ahmad Yani. Tak berapa lama berpikir, korban mulai menaruh curiga. Ia lalu mengajak temannya PNS, Heri (36) warga Jalan Ahmad Rido untuk menyerahkan uang dimaksud.
Sebelum korban menyerahkan uang, sudah terlebih dahulu menelepon polisi unit Jahtanras. Saat uang hendak diserahkan korban, oknum yang mengaku ajudan Kapores itu ditangkap polisi. Dia lalu diboyong ke markas unit Jahtanras dari teras BNI cabang Rantauprapat.
Oknum mengaku ajudan Kapolres itu ternyata Briptu HN, anggota satuan Samapta yang bertugas sebagai anggota Pam di BNI tersebut. Kepada Kapolres, dia mengaku disuruh komandan Satpamnya. Briptu HN lalu diserahkan ke unit Provost untuk diperiksa.
Kapolres Labuhanbatu AKBP Robet Kennedy ketika dikonfirmasi SIB di ruang kerjanya, mengaku namanya telah dicemarkan anggotanya tersebut.
“Dia belum terbukti menerima uang, dan belum bisa saya katakan dia pelaku. Saya sudah persilakan unit P3D untuk memeriksanya. Kalau terbukti, dia akan tangggung risikonya,” ujar Robet.
Kapolres membantah memerintahkan anggotanya itu meminta uang dari PNS kantor bupati atau siapa pun. Masyarakat dihimbaunya mewaspadai orang yang mengaku suruhan Kapolres untuk meminta uang. (S25/d)

http://hariansib.com

Kaburnya Pemerkosa dari Polsek Hinai Langkat, Kapolsek dan Kanit Diminta Copot


Langkat-Kaburnya Ahmad Arfando alias Putra (24) dari Mapolsek Hinai, Langkat pada Jumat (8/4) lalu, menuai kritikan keras. Kapolda Sumut, Irjen Pol Oegroseno diminta mencopot Kapolsek dan Kanitreskrim Polsek Hinai.
Kaburnya warga Pasar III Tanjung Mulia, Kecamatan Hinai, Langkat, pelaku penganiayaan sekaligus pemerkosaan terhadap Indah (18), tak hanya membuat petugas di sana kalang kabut. Keluarga korban yang mengetahui hal ini juga tak bisa terima. Soalnya, sebelum kabur, gelagat Putra memang terlihat aneh dan sudah dilaporkan namun dianggap angin lalu.
“Waktu itu dia nggak digari (diborgol). Kayak biasa-biasa aja, diapun bolak-balik ke luar masuk kamar mandi,” ujar Pipit (38), makcik Indah kepada POSMETRO MEDAN, kemarin (11/4) melalui telepon. Saat itu, Pipit datang bersama Indah karena diminta polisi ikut mengecek lokasi kejadian.
“Kecurigaan itu langsung saya sampaikan sama polisi, tapi malah dibilang nggak mungkin kabur karena di situ banyak polisi. Nggak mungkin Buk, kan banyak polisi di sini, gitu kata polisi itu,” beber Pipit. Selain ada beberapa petugas, saat itu juga ada Kapolsek Hinai dan Kanit Reskrimnya Ipda A Rahman, jelas Pipit.
Sejam menunggu tapi tak berangkat juga, Pipit permisi mau ke rumah sebentar bersama Indah. Baru 10 menit di rumah, Pipit dikabari Putra berhasil kabur. “Itu yang kami sesalkan. Dia tidak dijaga ketat, paling tidak tangannya digari sehingga mempersempit geraknya. Lagipula, kok terlalu mudah kabur, padahal ketika itu ada Kapolsek dan Kanit Reskrim, kenapa bisa lolos memang aneh,” ketus Pipit yang akhirnya menduga ada permainan dibalik kaburnya Putra.
Kaburnya Putra membuat sejumlah pihak menyesalkan kinerja polisi yang dinilai terlalu lemah. Padahal kasus yang menimpa Indah telah menjadi perhatian sejumlah kalangan termasuk Pemkab Langkat yang turun langsung melalui Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Langkat saat kejadian itu.
Tak hanya KPAID yang mendampingi korban saat itu, Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Langkat, Togar Lubis juga begitu peduli dengan nasib korban yang baru ditingal mati ibunya ini. Dan begitu mendengar kabar Putra sipelaku pemerkosa kabur dari Polsek, Ketua KPAID Langkat, Drs Ernis Safrin sontak terperangah.
“Ini jelas kelalaian polisi disana, karena setiap pelaku pencabulan terhadap anak dibawah umur atau perbuatan asusila lainnya yang menyangkut anak, haruslah dikirimkan ke Polres Langkat pelakunya. Soalnya, di Polres ada unit yang menanganinya, lagipula tingkat keamanan lebih terjamin. Tapi kenapa ini tidak dilakukan Polsek Hinai? Seharusnya begitu menangkap pelaku saat itu, mereka tidak menungu lama lagi dan langsung mengirimkannya ke Polres, tapi ini tidak. Ada apa?” ujar Ernis sedikit kesal.
Sementara, Togar meminta Kapolres Langkat atau Kapoldasu segera menurunkan Propam untuk memeriksa petugas juper, Kanit dan Kapolsek selaku orang yang paling bertanggungjawab. “Kapolsek dan kanit-nya harus dicopot, sebab kaburnya tahanan itu tidak terlepas dari lemahnya pengawasan yang dilakukan kapolsek dan kanit,” tegas Togar.
Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Hinai, Ipda A Rahman berjanji memburu Putra. “Pelaku masih kita cari, informasinya poelaku masih berada di seputaran sini. Ya..mau bilang apa lagi, sudah musibah,” keluh Ipda Rahman dengan nada lemas. Soal sanksi terhadap juru periksa, Rahman menyerahkannya kepada pimpinannya. (darwis)

Waduh, Tahanan Dikeroyok di Sel


Akibat dikeroyok beberapa tahanan dalam sel Mapolresta Kupang, Yopi Nau, warga RT 09/RW 02, Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kupang, menderita luka serius di wajahnya dan harus dirawat intensif di Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang.

Keluarga Yopi Nau menyesalkan kejadian tersebut dan menduga salah seorang oknum anggota polisi terlibat dalam aksi pengeroyokan terhadap Yopi Nau. Kasus pengeroyokan itu terjadi dalam sel Mapolresta Kupang, Sabtu (10/4/2010) malam.

Mel Asanab, keluarga Yopi Nau, mengatakan itu di Mapolresta Kupang, Senin (12/4/2010), usai bertemu Kasat Reskrim Polresta Kupang, AKP Yeter B Selan.

Yopi Nau ditahan bersama Cristoforus Nau, Urbanus Taebenu dan Chrisanto Alisnuan karena diduga terlibat penganiayaan terhadap Amin, warga Fatukoa. Sedangkan Amin adalah tersangka kasus pembunuhan Fransiskus T, warga Fatukoa, akhir Maret 2010. Amin dan belasan temannya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah lebih dulu ditahan di sel Mapolresta Kupang. Korban Ferdinandus T adalah teman Yopi Nau di Fatukoa.

Kasus penganiayaan terhadap Amin ditangani di Polsekta Maulafa, sedangkan kasus pembunuhan Fransiskus T yang melibatkan Amin Cs ditangani di Polresta Kupang.

Asanab mengatakan, pada hari Sabtu (10/4/2010), Yopi Nau, Cristoforus Nau, Urbanus Taebenu dan Chrisanto Alisnuan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi di Polsekta Maulafa. Ketika sedang dimintai keterangan di Polsekta Maulafa, kata Asanab, datang anggota Buser Polresta Kupang membawa surat penangkapan dan membawa Yopi dan tiga warga Fatukoa lainnya itu ke Mapolresta Kupang dan ditahan.

Selanjutnya pada hari Minggu (11/4/2010), lanjutnya, pihak keluarga diberitahu bahwa Yopi Nau dirawat di RSB Kupang karena luka di wajah dan memar di dadanya.

Pihak keluarga langsung menjenguk Yopi Nau di rumah sakit. Sesuai pengakuan Yopi Nau kepada keluarganya, dia sempat dipukul oknum anggota polisi di ruang tahanan Polresta Kupang. Setelah dipukul oknum polisi, Yopi Nau dikeroyok belasan tahanan, termasuk Amin. Yopi Nau Cs dan Amin Cs, kata Asanab, ditahan dalam satu ruang tahanan.

"Yang keroyok Yopi adalah para tersangka kasus pembunuhan Fransiskus T. Kita sebagai keluarga sangat menyayangkan kenapa mereka dimasukkan dalam satu sel dan kenapa aparat polisi juga ikut memukul? Harusnya anak kami itu dilindungi, apalagi status mereka adalah saksi, bukan tersangka kenapa dimasukan ke dalam ruang tahanan?" kata Mel Asanab.

Kapolresta Kupang, AKBP Drs. Heri Sulistianto yang dikonfirmasi terpisah, mengatakan sudah meminta Provost Polresta Kupang untuk menyelidiki kasus pengeroyokan terhadap Yopi Nau itu.

"Kalau ada anggota ikut pukul, saya akan tindak," kata Kapolresta Sulistianto.

Dia mengaku heran mengapa kasus pengeroyokan bisa terjadi dalam ruang tahanan. "Apakah petugas jaga membiarkan kejadian itu atau petugasnya tidak berada di tempat sehingga peristiwa itu terjadi. Saya sudah minta proses hukum anggota yang terlibat, termasuk petugas jaga," katanya.

Sulistianto mengaku kecewa karena Yopi Nau ditahan dalam satu ruang tahanan bersama tersangka pembunuhan Fransiskus T yang adalah teman dari Yopi Nau di Kelurahan Fatukoa.

"Boleh satu sel, tapi ruang tahanannya dipisahkan, jangan disatukan," katanya.

tribun

OKNUM POLISI BANDAR SABU DIGULUNG


Indragiri Hulu berhasil menangkap dan mengamankan tiga tersangka Bandar sekaligus pengedar narkotika jenis sabu-sabu antar Kabupaten. Tiga tersangka itu masing-masing berinisial, MP (47) oknum anggota Polri warga Jalan Patimura Gang Geger Kecamatan Rengat, RS (44) warga SP 1 Bukit Gajah Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan dan RG (22) warga Jalan Cokro Aminoto Rengat.
Dari tangan tersangka, polisi berhasil mengamankan barang bukti (BB) 18 paket sabu-sabu seberat 6,56 gram, uang tunai dari penjualan sabu-sabu sejumlah Rp3.105.000 dan peralatan hisap sabu-sabu. Kini kasus tersebut masih dalam tahap pengembangan dan tersangka bersama BB sudah diamankan di Mapolres Inhu.

Kapolres Inhu, AKBP Hermasyah, SH, SIk ketika dikonfirmasi Pekanbaru MX, Selasa (6/4) melalui Kasat Reskrim, AKP Darmawan Marpaung, SIk didampingi Kaurbin Ops, IPDA Ismawansa, AMd, Ik mengatakan penangkapan ketiga tersangka dilakukan di tiga tempat terpisah dan waktu berbeda.

Tersangka, MP diamankan hari Selasa (30/3) pekan lalu sekitar pukul 13.00 WIB di kediamannya. Dari tangan tersangka, petugas berhasil mengamankan sejumlah alat pengisap sabu-sabu berupa pipet, kaca firex, korek api, gunting. Dari sejumlah BB tersebut langsung dilakukan penggeledahan namun tidak ada ditemukan.

Setelah dilakukan interogasi, akhirnya MP mengaku sabu-sabu yang dipakainya didapat dari salah seorang rekannya RS. Bahkan tanpa menunggu lama, pada Jumat (2/4) sejumlah personil langsung bergerak mengejar tersangka RS.

Hari Sabtu (3/4) sekitar pukul 03.00 WIB keberadaan tersangka RS terlacak di sebuah penginapan di Ukui dan langsung pengejaran. Setelah sampai di TKP maka dilakukan penggeledahan. Dari tangan tersangka RS ditemukan sejumlah 18 paket sabu-sabu dengan berat 6,56 gram.

Selain itu, petugas juga mengamankan barang bukti lain berupa alat timbang elektronik, sendok plastic, kaca firex dan uang penjualan sabu-sabu sejumlah Rp3,105.000. Tertangkapnya tersangka RS, polisi terus lakukan pengembangan dan kembali akhirnya pada hari sama sekitar pukul 13.00 WIB, Sabtu (3/4) petugas mengamankan tersangka RG di depan Istana Danau Raja Rengat. Bahkan dari tangan RG, petugas berhasil diamankan satu paket sabu-sabu dan uang Rp 1 juta uang penjualan sabu-sabu.

Masih katanya, berdasarkan hasil pemeriksaan tersangka RS dan RG merupakan Bandar pemasok sabu-sabu untuk wilayah Pelalawan, Air Molek dan Rengat. Artinya, tersangka selain pemakai juga sebagai Bandar antar Kabupaten.

‘’Saat ini tersangka bersama BB sudah diamankan di Mapolres Inhu dan kasus tersebut masih terus akan dikembangkan. Sebab diduga masih ada tersangka lain yang terlibat,’’ terangnya. =MXR
pekanbarumx.net

Polisi Periksa Oknum Brimob Terlibat Penambangan Pasir Liar


Anggota Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Kediri memeriksa AL, salah seorang oknum polisi dari satuan brimob yang berdinas di Madiun. AL diterangarai terlibat dalam kegiatan pengerukan pasir Sungai Brantas dengan cara liar alias dengan disel.

Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Aria Wibawa Angga Kusuma, AL diamankan polisi dalam razia penambang pasir di wilayah Jongbiru, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri.

“Kami juga menyita tujuh mesin penyedot pasir dan sebuah truk. Barang-barang ini kami amankan di Mapolres Kediri. Selanjutnya akan kita hadirkan dalam persidangan kelak,” terang Aria Wibawa, membantah jika AL berkaitan dengan tiga bos pengeruk pasir secara liar yang sebelum diamankan, Selasa (13/4/2010)

Saat sejumlah wartawan berusaha menegaskan status AL, Aria mengaku jika aia adalah seorang oknum brimob. AL diduga berperan sebagai penasehat dalam koperasi yang menaungi pertambangan liar itu.

Pasalnya, izin dari koperasi itu sendiri telah berakhir pada tahun 2008 lalu. Semantara, Dinas Provinsi Jawa Timur sudah tidak memberikan izin penambangan pasir secara mekanik sejak tahun 2004 silam.

Secara jelas diterangkan Aria, koperasi itu sendiri adalah Koperasi yang membawahi para Penambang pasir di sungai brantas. Koperasi juga menyediakan peralatan penambangan. Mulai, mesin-mesin diesel secara sewa hingga pemberdayaan kepada para penambang.

“Kita masih terus mendalaminya. Sampai saat ini, status AL sendiri masih sebagai saksi,” pungkas Aria.[nng/ted]

beritajatim.com

Kembalikan Uang, Markus Indramayu Tetap Diproses


- Aipda Nana Sudana (NS), anggota Polres Indramayu yang terlibat makelar kasus (markus) telah mengembalikan uang sebesar Rp13 juta kepada keluarga Kadana. Namun demikian, proses hukum tetap berlanjut.

Hal tersebut diungkapkan Kapolres Indramayu AKBP Nasri Wiharto, Selasa (13/4/2010).

"Aipda NS memang telah mengembalikan uang hasil pemerasan yang dilakukan terhadap keluarga Kadana.Namun itu tidak akan mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan," kata Nasri.

Meski begitu, kata dia, setidaknya niat baik Nana mengembalikan uang diharapkan bisa meringankan hukuman saat persidangan.

Nasri menegaskan, saat ini Aipda Nana Sudana resmi menjadi tersangka makelar kasus dan menjalani proses penahanan hingga penyidikan, serta pelimpahan di persidangan. Perbuatan Nana, kata dia, akan menjadi pengalaman bagi kepolisian.

Nasri sendiri mengaku sempat syok begitu mengetahui ada anggotanya yang terlibat makelar kasus di Indramayu.

"Saya meminta seluruh personel kepolisian di Indramayu untuk mendukung pemberantasan mafia kasus dan jangan sampai ada lagi NS lainnya. Cukup sekali," tandasnya.

Kapolda Jabar Irjen Pol Timur Pradopo mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu proses pengadilan bagi tersangka markus di Indramayu. "Kita tunggu saja. Kan ada proses hukumnya," kata Timur.
(ded)

Lagi, Oknum Polisi Diadukan Ke Propam


Setelah dua bintara Polair Polda Sulsel masing-masing Bripka Nyoman dan Bripka Sarju diadukan ke Propam Polda Sulsel oleh Ilham Rasyid, warga jalan Sabutung Baru Makassar, yang ditanggapi dengan surat panggilan bernomor :SPG/Prov-81/II/2010/Bid Propam tanggal 8 Februari 2010 kepada Ilham untuk dimintai keterangan, yang hingga kini tak jelas bagaimana kelanjutannya, kini giliran Sabri, oknum anggota Polsek Liukang Tupabbiring Pangkep, diadukan ke Propam Polda Sulsel oleh Amran, warga pulau Karanrang kecamatan Liukang Tupabbiring kabupaten Pangkep setelah menganiaya beberapa orang warga. Pengaduan tersebut diterima dengan nomor surat: NO POL: STPDL / 43 / III / 2010 / YANDUAN.

Pasalnya, hanya karena salah paham, Sabri oknum polisi itu tiba-tiba saja menganiaya Amran dan temannya hingga babak belur. Kepada Wartawan, Amran menuturkan, kejadiannya sekitar tanggal 8 Maret lalu di pulau Karanrang, ketika itu istri Sabri bersama temannya mengendarai sepeda motor melewati jalanan tempat Amran bersama temannya sedang nongkrong.

Ketika itu Amran berteriak memanggil temannya. Bersamaan dengan itu, Sabri yang juga mengendarai sepeda motor berboncengan dengan Bur menyertai istrinya, tiba-tiba turun dari motornya lalu menghampiri Amran dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah Amran disusul dengan tendangan sepatu laras ke perutnya sehingga Amran tersungkur ke tanah dan tidak sadarkan diri. “Pak Sabri langsung meninju muka saya, sesudah itu perut ditendang dengan sepatu laras hingga saya tersungkur ke tanah dan sempat tidak sadarkan diri (pingsan),“ tutur Amran.

Kejadian itu dibenarkan oleh Sattu, rekan Amran, bahkan dirinya juga sempat merasakan kepalan tinju Sabri. “Waktu itu saya melihat pak Sabri memukul Amran. Tapi ketika saya mendekati Amran untuk mencegah agar tidak terjadi penganiayaan lagi, pak Sabri bertambah emosi bahkan muka saya juga ditinju satu kali,“ ungkapnya.

Kejadian serupa juga dialami Takdir, yang juga rekan Amran, menuturkan , “ Ketika saya lihat Amran sudah tidak berdaya lagi dan tergeletak jatuh ke tanah, maka saya lalu mendekati Amran untuk merelai agar tidak terjadi lagi pemukulan. Tetapi pak Sabri bertambah kalap dan langsung meninju muka saya satu kali setelah itu pak Sabri pergi meninggalkan kami begitu saja,“ tuturnya.

Dg. Baha, ayah Amran, menyesalkan kejadian itu. “Saya sangat sesalkan tindakan pak Sabri yang menganiaya Amran tanpa belas kasihan. Kalau memang anak saya dituduh membuat masalah seharusnya pak Sabri mengklarifikasi dulu. Karena belum tentu anak saya bersalah. Tapi kenapa pak Sabri langsung menghajar Amran hingga babak belur,” sesalnya.

Selain itu, dia juga menyesalkan sikap diam Bur terhadap kejadian itu. Sebab Bur yang dibonceng Sabri itu adalah anggota Bina Mitra Polsek Liukang Tupabbiring seolah membiarkan terjadinya pemukulan itu.
Diduga terjadinya penganiayaan itu disebabkan Sabri mengira istrinya diganggu Amran sehingga muncul rasa cemburu lalu bertindak brutal.

Sementara itu, anggota Lembaga Monitoring Kinerja Aparatur Negara Indonesia, Frans menguatirkan laporan Amran akan diproses tuntas di Propam. “Itu saja laporannya Ilham atas Bripka Nyoman dan Bripka Sarju sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang tidak jelas kelanjutannya. Jangan-jangan laporannya Amran juga akan mengalami hal serupa,” kata Frans. Meski begitu, Frans berharap demi menjaga citra Polri agar Kapolda Sulsel benar-benar menindak tegas anggotanya yang melakukan kesalahan tanpa memandang siapa yang melapor. (Laporan: Isk)
infomakassar.com

Selasa, 13 April 2010

Derita Wanita Simpanan Oknum Polisi


"Yang belum keluar dari mata ini hanya air mata darah saja. Apa yang saya miliki telah diambilnya termasuk dua putri saya yang dengan susah payah saya lahirkan ke dunia ini".


Sambil terus menangis sesenggukan di depan pengacara Nico Nixon Situmorang di kantornya ruko Pasir Putih, Batam Center, Sri alias Lili menceritakan peristiwa yang memilukan hatinya menjadi wanita simpanan oknum anggota Polri Briptu BS.

Wanita kelahiran Pekalongan 33 tahun silam ini mengaku sudah hampir delapan tahun dijadikan sebagai budak nafsu Briptu BS yang ogah menikahinya baik secara siri maupun nikah resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) ataupun nikah dinas kepolisian.

Ironisnya kata dia, selama delapan tahun hidup serumah keduanya telah dikaruniai dua orang putri yakni FAP,5, dan ATP,3. Impiannya untuk dinikahi secara sah sesuai aturan agama dan undang-undang terus dihalang-halangi oleh oknum tersebut yang terus memberinya janji-janji manis tanpa ditepatinya hingga saat ini.

Ia bahkan pernah melaporkan kelakuan bejat Briptu BS itu ke bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kepri untuk meminta pertanggungjawabannya selaku anggota Bhayangkara. Melalui laporan polisi bernomor LP 08/II/2009 Ditpropam itu, Briptu BS dilaporkan dengan kasus kumpul kebo oleh Lili. BS dikabarkan langsung dihukum penundaan kenaikan pangkat selama satu periode.

Hukuman itupun tak membuatnya kapok. Lili yang terus meminta pertanggungjawabannya untuk segera dinikahipun tidak ditanggapinya. Bahkan, pada akhir Maret lalu, Briptu BS kembali membuatnya kecewa dan putus asa karena dua putri kesayangannya itu dibawa kabur tanpa sepengetahuannya.

"Saya sendiri sudah memohon agar bisa dipertemukan dengan anak-anak saya tapi dia tak mau. Bahkan komunikasi dengan dia (BS,red) telah putus total. Tak tahu mereka dimana sekarang," ujar Lili didampingi pengacaranya kepada Batam Pos kemarin (11/4).

Masih kata wanita berkulit sawo matang itu, selain menderita batin bertahun-tahun, dirinya juga kerap kali mendapat perlakuan kasar, cacian dan makian bahkan pernah diludahi. Semuanya itu terjadi hanya untuk satu kalimat "minta dinikahi".

"Dia selalu bilang gampang-gampang. Nanti diurus. Nyatanya sampai kita pisah, tak ada yang dibuatnya," ujar Lili dengan nada cetus.

Nixon Situmorang selaku penasihatnya mengemukakan, seharusnya Briptu BS tak bersikap seperti itu dengan melarang ibu (Lili,red) dari dua putri yang dengan susah payah dilahirkannya. "Anak-anak itu tidak boleh dibatasi untuk bertemu ibunya karena sang ibu yang secara biologis melahirkan mereka," pinta sang pengacara di kantornya kala itu.

Terpisah, ketua komisi perlindungan anak (KPAID) Kepri Putu Elvina Gani berharap agar orang tua dari anak-anak itu bisa saling memahami dan tidak menjadikan mereka sebagai korban dari keegoisan orang tuanya karena terjadinya perpisahan itu akibat orang tua yang sama-sama egois.

Ia juga berharap kasus ini dapat diselesaikan secara hukum dengan mediasi dari pihak-pihak terkiat termasuk atasan Briptu BS. "Harusnya mereka (anak-anak,red) tidak dilarang untuk bertemu denghan orang tuanya (sang ibu,red) dan masing-masing pihak harus legawa," ujar Putu menjawab Batam Pos kemarin.

Ia juga mengungkapkan, tak hanya dua anaknya itu yang dibawa pergi. Seluruh harta berupa dua mobil mewah dan satu unit rumah dibilangan Batam Center pemberian mantan suaminya sebagai kompensasi atas perceraiannnya tahun 2003 lalu dikuras perlahan-lahan oleh Birptu BS.

Mobil yang dijual itu kata dia berupa Harrier warna hitam bernomor polisi BP 1419 .., dan Honda Accord BM 1114 .. pemberian suaminya salah satu ekspatriat asal Jepang kala itu dijual BS ke seseorang termasuk rumah mereka.

Ia mengaku tak diajak berkomunikasi mengenai penjualan harta benda miliknya itu. Setelah menguasai dirinya dengan berpura-pura 'cinta' dan siap bertanggungjawab, BS dengan mudahnya mengelabui Lili.

Tak kuasa menahan amarah Lili nekat melapor lagi Briptu BS ke Satreskrim Poltabes Barelang terkait kasus penggelapan barang-barang tersebut dengan nomor nomor polisi LP 15/II/2010 pada tanggal 13 maret lalu.

"Kasus ini masih dalam proses penyelidikan Satreskrim Poltabes," ungkap Kasat Reskrim Poltabes Barelang Kompol Agus Yulianto ketika dikonfirmasi Batam Pos kemarin (11/4).

Kasus penelantaran yang dilakukan oleh oknum polisi di Batam saat ini kian marak. Rini,20, istri anggota Bhayangkari Poltabes Barelang juga terlibat kasus serupa. Ia mengaku diterlantarkan oleh Brigadir HB,32, dan jatuh ke tangan wanita malam. Kasus ini terungkap setelah HB menjalani sidang disiplin di Mapoltabes Barelang pada Sabtu (10/4) lalu.

Awal Januari lalu, seorang wanita terpaksa nekat menggendong seorang bayi laki-laki hasil hubungan gelapnya dengan oknum polisi yang berdinas di Satnarkoba Poltabes Barelang karena tak mau menikahi dan menafkahi dirinya bersama sang anak***
batampos

Dua Pelajar Dihajar Oknum Polisi Hingga Babak Belur


Diduga aniaya salah seorang adik polisi, seorang anggota Polres Jombang berpangkat Briptu mengamuk dan menghajar 2 pelajar Sekolah Menengah Kejuruan. Akibatnya, korban yang menderita luka di bagian kepala dan bibir, kini mangalami shock berat dan trauma.

Kedua pelajar tersebut yakni Tri Anggono (19) dan Heri Kiswanto (18) warga asal Desa Modo, Kecamatan Sumobito. Kedua pelajar tersebut dianiaya dan ditodong pistol saat keduanya sedang diperiksa penyidik terkait tuduhan menganiaya adik polisi.

Menurut Tri Anggono, penganiayaan yang dilakukan oknum polisi kepada dirinya dan temannya terjadi saat keduanya ditangkap dan diperiksa atas tuduhan melakukan penganiayaan salah seorang kerabat oknum polisi.

Saat menjalani pemeriksaan di ruang kriminal Polres Jombang, secara tiba-tiba kedua pelajar tersebut lantas dipukuli dan ditendang oleh oknum yang mengaku sebagai kakak kandung yang disangkakan atas keduanya.

"Saya ditendang dan dipukuli mas, katanya telah memukuli adik kandugnya. Padahal demi
Allah saya sendiri tidak perrnah memukul adiknya," ungkap Tri Angono, salah satu pelajar saat ditemui detiksurabaya di halaman mapolres, Selasa (13/4/2010) siang.

Selain dipukul dengan tangan, Tri Anggono dan Heri Kiswanto, juga mengaku diperlakukan tidak senonoh. Keduanya mengaku sempat ditodong pistol dan hendak di tembak oleh oknum polisi berinisial BG tersebut.

"Pistolnya sempat ditunjukkan pada saya mas, saya takut katanya mau ditembak," sahut Heri
Kiswanto, salah satu korban penganiayaan oknum polisi tersebut.

Atas kejadian tersebut, kedua orang tua keduanya lantas mendatangi Mapolres Jombang. Kedua orang tua pelajar ini meminta pihak polres segera mengusut tuntas penganiayaan yang dilakukan oknum polisi berinisial BG (24).

"Ya ndak terima saya, anak saya dipukuli dan di todong mau di tembak. Ini kan sudah tidak adil. Padahal anak saya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan polisi," kata Hariono (54), ayah kandung Tri Anggono.

Sementara saat detiksurabaya mencoba mengkonfirmasi kepada pihak kepolisian, terkait kasus penganiayaan yang dilakukan anggotanya. Sejumlah perwira tinggi Mapolres Jombang, sama sekali enggan berkomentar dan enggan menemui wartawan.

"Sudah mas, kasus begini saja kok dibesarin. Saya dimarahi lo sama atasan," ucap salah
satu perwira yang bertugas di Satreskim Polres. (fat/fat)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda

Mencuri Mobil, 2 Oknum Polisi Bakal Dipecat


Dua oknum polisi diamankan Polda Lampung, Brigadir Sam ,25, anggota Polsek Tanjungsenang dan Bripda An ,26, anggota Direktorat Polisi Air Polda Lampung, yang terlibat pencurian truk bukan hanya akan menjalani hukuman tapi juga terancam akan di pecat tidak dengan hormat (PTDH). Hal ini diungkapkan Kabid Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Lampung, AKBP. Asjima’in.

Tindakan tegas dari Polda Lampung terhadap keduanya, dilakukan sidang kode etik yang akan digelark setelah adanya putusan pengadilan umum.

Kapolda Lampung, Brigjend Pol. Sulistiyo Ishak yang baru beberapa hari bertugas menyatakan bahwa sebagai aparat penegak hukum, pilisi tidaklah kebal hukum.”Jika memang kedua anak buahnya ini terbukti melanggar hukum maka dia bisa dihukum”, ungkap Kapolda.

Kedua anggota ini semula mengaku bahwa mereka disuruh mengambil mobil Mitsubishi jenis box nopol B-9051-BV oleh salah seorang anggota Candi Mas Praka Tr. Mobil itu rencananya akan diserahkan ke Tanjungbintang, belum juga sampai pada alamat yang dimaksudkan berpapasan dengan Sarpin Soleh, pemilik mobil sampai akhirnya mereka ditangkap.

Ternyata mobil box yang dibawa itu adalah mobil curian. Korban mengaku mobilnya itu hilang sejak (2/4) lalu saat di parkir di depan pertokoan Jatimulyo, dekat SPBU. Sebenarnya plat nomor aslinya adalah nopol BE- 9147-AS tapi sudah diganti. Waktu itu korban datang dari arah berlawanan yang melihat mobil itu, korban curiga mobil itu adalah mobilnya tapi ganti plat, sebab ada tanda khusus di mobil tersebut yakni di belakangnya ada bekas penyot.

Korban kemudian nekad memberhentikan mobil tersebut, yang mengundang perhatian warga setempat, hingga akhirnya sampai dilaporkan ke polisi. Tidak berapa lama mereka diamankan di Polsek Sidomulyo lalu dijemput dibawa ke polda. Akibat kejadian ini korban mengalami kerugian Rp.200 juta. Sebab dalam box mobil terdapat obat-obatan pertanian yang mau dijual. (Pos Kota)

Entri ini dituliskan pada 12 April 2010 pada 09:05 dan disimpan dalam Kriminal. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
kabarnet.wordpress.com

Tampar Istri Tetangga, Anggota Polres Kampar Diperkarakan


Seorang personil Polres Kampar berpangkap brigadir dua atau Bripda diperkarakan Al Saputra, warga Jalan Nilam, Sukajadi, Pekanbaru karena tak terima istrinya, Mutiana (32) ditampar pelaku. Selain ditampar, Mutiana juga hampir dicekik.

“Kalau tidak segera saya tolong, mungkin istri saya sudah dicekiknya,” tutur Al Saputra kepada wartawan kemarin.

Dijelaskan Al, penganiayaan tersebut terjadi pada Kamis (8/4/10) lalu, sekitar pukul 17.00 WIB. Sebelum penganiayaan terjadi, Mutiana terlibat cekcok mulut dengan kakak pelaku. Merasa tak puas, cekcok tersebut dilaporkan kakaknya pada pelaku. Tanpa banyak tanya, pelaku langsung mendatangi Mutiana dan menamparnya.

Selain menderita luka memar di pipi, akibat penganiayaan tersebut, Mutiana juga merasa trauma. “Sekarang istri saya sering merasa ketakutan. Tidak bisa tenang lagi,” keluh Al.

Untuk memperkarakan polisi yang suka main tangan tersebut, Al telah menunjuk Abubakar Sidik sebagai pengacara. “Kita sudah membuat laporan atar tindak penganiayaan tersebut. Diharapkan pelakunya segera diperiksa,” ujar Abubakar kepada wartawan kemarin.***(mad)

riauterkini.com/

Masalah di Tubuh Polri: Oknum atau Sistemik?


Setiap ada persoalan yang menyangkut anggotanya, Polri selalu membela diri dengan menyatakan bahwa itu merupakan ulah “oknum”. Bahkan, menyebut “polisi” saja — tanpa “oknum” di depannya– untuk hal-hal yang buruk sangat mungkin akan berakhir pada pemerkaraan sang penyebut.

Akan tetapi, melihat perkembangan akhir-akhir ini, masihkah kita percaya bahwa itu hanya “oknum”? Masih lekat dalam ingatan kita, ketika pertama kali Susno Duadji (SD) mengumandangkan tudingan ‘markus’, antara lain pada Edmond Ilyas (EI) dan Radja Erisman (RE), Polri spontan membantah dan kemudian memperkarakan SD, tanpa terlebih dahulu menyelidiki apakah tudingan SD itu benar atau tidak.

Padahal, mestinya susbtansi tudingan itu yang mestinya diselidiki dulu. Kalau ternyata tidak benar, baru kemudian yang melancarkan tudingan (SD) dapat diperkarakan. Sebaliknya, kalau ternyata benar, berarti tudingan SD valid, mestinya Polri harus memberi penghargaan pada SD, bukan malah memperkarakannya.

Kenyataan bahwa EI kemudian dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Lampung merupakan indikasi bahwa dia memang bersalah. Dan oleh karena itu, bantahan spontan serta langkah yang prematur terhadap SD justru menunjukkan bahwa ada ’sesuatu’ di tubuh Polri, yang sepertinya hendak disembunyikan.

Identifikasi masalah apakah itu ulah oknum ataukah sistemik, punya implikasi yang jauh berbeda. Kalau hanya ulah oknum, maka penyelesaiannya bisa melalui jalur internal dan jalur hukum. Secara internal, polri cukup menjatuhkan sanksi administratif pada anggota yang melanggar, dan jika ada indikasi pidana, menyerahkan kasusnya untuk diproses sesuai prosedur.

Akan tetapi, kalau ternyata masalahnya bersifat sistemik, maka langkah internal saja tidak cukup. Diperlukan langkah politis dari pihak di luar (atas) polri untuk membenahinya. Presiden (dan DPR) harus turun tangan.

Saya pribadi percaya, bahwa masalah di tubuh polri sebenarnya bersifat sistemik. Kalau ada yang tidak percaya, cobalah baca buku biografi (alm) Hoegeng. Dari situ kita akan tahu, bahwa perilaku (oknum) dari dulu sampai sekarang tidak berubah (mis: suap, menjadi beking judi, terlibat penyelundupan, rekayasa kasus, melindungi anak pejabat, dsb). Dan jika ada suatu masalah, tidak kunjung bisa diselesaikan, atau bahkan kelihatan semakin parah, maka itu berarti sistem tidak berjalan dengan baik.

Bedanya dengan sekarang adalah, waktu Hoegeng menjadi Kapolri, itu dianggap sebagai masalah, sehingga beliau berinisiatif untuk melakukan ‘pembersihan’ di internal polri (tanpa harus ‘dipaksa-paksa’ oleh pihak luar). Sekarang, ‘pembenahan’ dilakukan setengah hati, dan baru dilakukan kalau ‘terpaksa’ karena besarnya tekanan publik. Kasus SD dan EI di awal tulisan ini merupakan petunjuk yang sangat kuat untuk indikasi tsb.

Oleh karena itu, saya juga berpendapat bahwa persoalan di tubuh polri berubah dari masalah ‘oknum’ ke ’sistemik’ sejak Pak Harto mencopot Hoegeng dari jabatan kapolri, justru ketika Hoegeng melakukan pembersihan di dalam tubuh polri dari hal-hal yang sekarang kita sebut sebagai makelar kasus. Sejak saat itu, kita belum pernah mendengar adalah langkah-langkah signifikan yang dilakukan untuk membersihkan polri. Bahkan kemudian ada kesan bahwa menjadi polisi bersih itu ’salah’, atau paling tidak dinilai ‘aneh’, dan bisa-bisa malah ‘di-Hoegeng-kan’. Jadi, jangan heran kalau sekarang seolah-olah ‘meledak’, karena masalahnya sudah berakumulasi selama puluhan tahun.

Di dunia kesehatan ada pameo: Bahkan dokter yang paling hebat sekalipun tidak akan dapat menyembuhkan penyakit, kalau si pasien tidak mau berterus terang tentang penyakit dan apa yang dirasakannya. Analog dengan itu, sekali lagi: menurut saya, pembenahan di tubuh polri hanya dapat dilakukan secara signifikan, kalau didahului oleh sebuah ‘pengakuan’ dari pemerintah, bahwa persoalan itu bersifat sistemik.

Dan itu artinya, kebijakan reformasi di tubuh polri perlu dilakukan secara ’sistemik’ pula, tidak hanya ‘tambal sulam’. Dan sekali lagi, proses itu tidak bisa diserahkan kepada internal polri, juga tidak pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Presiden (dan DPR) perlu turun tangan, atau minimal bersiap untuk turun tangan, guna mengambil langkah-langkah yang lebih signifikan. Tanpa itu, jangan kaget kalau masalah-masalah seperti ini akan terus berulang di masa mendatang.

polhukam.kompasiana.com/

Oknum Pukul Warga Suku Laut Berau


Oknum aparat kepolisian dilaporkan memukul dua orang dari 103 warga Suku Laut (Suku Bajau) atau sehari-hari disebut "manusia perahu" di Kabupaten Berau (Kalimantan Timur) hanya karena persoalan sepele.

"Kami mendapatkan laporan bahwa polisi memukul dua warga Suku Laut itu sekitar pukul 04.50 Wita di Batu Putih, Kecamatan Bidukbidukm Kabupaten Berau karena masalah sepele, yakni karena manusia perahu itu dianggap lamban saat menjalankan perintah oknum petugas untuk mengangkat satu mesin perahu bermotor," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Isal Wardhana di Samarinda, Senin.

Pemukulan itu dilaporkan oleh oknum polisi yang bertugas di Pos Batu Putih berinisial Sw. Kasus itu berawal ketika dua warga itu disuruh Sw untuk mengangkat satu unit mesin perahu yang relatif berat.

Dua warga Suku Laut yang memang tidak memiliki identitas diri itu karena sehari-hari hidup di perahu sudah menjalankan perintah Sw.

Namun, ketika keduanya sedang keletihan mengangkat mesin perahu bermotor itu, oknum petugas itu langsung memukul mereka karena dianggap lamban menjalankan perintah.

Dua orang Suku Laut itu adalah bagian dari 103 warga Bajau yang selama ini hidup di perairan Berau dan sempat ditahan Pemkab Berau sejak awal April 2010 karena dianggap tidak memiliki identitas atau kewarganegaraan.

Warga Suku Laut itu sempat mendekam di aula Kantor Dinas Sosial Kabupaten Berau selama 20 hari.

Menjelang pembebasan mereka kembali ke laut, mereka diangkut dengan menggunakan enam unit kendaraan menuju Kampung Batu Putih yang berada di kawasan pantai.

Selama berada Batu Putih, salah seorang tokoh masyarakat, Darmi dibantu sejumlah sukarelawan membantu persiapan untuk melepaskan mereka karena dari 16 kapal yang dimiliki Suku Laut itu, lima di antaranya rusak sehingga butuh waktu untuk diperbaiki.

Banyak pihak menilai bahwa penahanan 103 orang Suku Laut dengan alasan kartu identitas itu dianggap kurang tepat, mengingat selain warga yang hidup terasing di laut, di belantara Kalimantan Timur sendiri terdapat ribuan warga dari masyarakat terasing, yakni Suku Punan yang juga sebagian masih hidup secara nomaden sehingga tidak memiliki KTP.

Tahanan Titipan Tewas Dianiaya Polisi


Tragis nasib yang dialami Alfian Sangkia (25) warga Solan. Tahanan yang ditipkan pihak Polisi Sektor (Polsek) Kauditan, Bolmong Utara, Sulawesi Utara di Polres Banggai ini, tewas dalam kondisi tidak wajar.

Berdasarkan Informasi yang dihimpun Luwuk Post, Pian (sebutan Alfian Sangkia) diduga dianiaya oleh anggota buser Polsek Kauditan, saat dititipkan di Polres Banggai, sejak Kamis (8/4) silam.
Pian, diduga kabur dari Polsek Kauditan, setelah menjalani tahanan dengan tuduhan membawa kabur sejumlah uang milik majikan tempat ia bekerja bersama dua rekannya, Mejeng dan Cahan.

Saat itu sekitar 5 orang Buser Polsek Kauditan langsung dikerahkan untuk memburu Pian, yang menurut informasi telah kabur ke Luwuk Kabupaten Banggai. Mereka adalah, HR, MP, JB, dan A.C Ng.

Setelah berhasil ditemukan, Pian langsung dititipkan di Polres Banggai, sebelum akan dikembalikan ke Polsek Kauditan, untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Tragisnya, Pian yang saat itu dititipkan di Polres Banggai, malah mendapat perlakuan yang tidak wajar oleh sejumlah polisi yang diduga adalah buser yang berasal dari Polsek Kauditan.

Menurut penuturan pihak keluarga korban, saat mengunjungi Pian pada Jumat (9/4) di tahanan Polres Banggai, Pian masih terlihat sehat. Namun, setelah kembali dijenguk pada Sabtu (09/4) pagi, Pian ditemukan sudah dalam keadaan babak belur.

"Saat kami kunjungi Jumat pagi Pian masih sehat, namun setelah keesokan harinya, kondisi pian sudah lemah dan terlihat bekas pukulan di wajahnya," kata Beda Lasabu, ibu dari Mejeng dan Chan yang juga dititipkan di tahanan Polres Banggai.

Menurut Beda Lasubu, yang ditemui di RSU Minggu (11/4) kemarin sekitar pukul 16.00 wita, perlakuan tak wajar bukan hanya dialmi Pian. Keduanya anaknya juga pendapat penganiayaan itu. Mejeng (14) dan Can (19) kata Beda Lasubu, sama-sama bekerja di Manado, sebagai pembantu rumah tangga. "Sudah beberapa bulan kerja, upah mereka tidak dibayar," ujarnya.

Sebelum akhirnya dibawa kembali ke Manado, untuk menjalani pemeriksaan, sejumlah keluarga korban sempat meminta kepada pihak kepolisian, Polsek Kauditan dan Polres Banggai agar korban Pian dirawat dulu di RSU Luwuk.

Pasalnya, kondisi korban sesaat sebelum dibawa kembali ke Manado untuk menjalani pemeriksaan sudah sangat kritis. "Pian tidak bisa bangun lagi, setiap kali dibangunkan, Dia (Pian,red) selalu muntah," kata kakak korban, sesungukan. Air matanya, meneteskan dari sudut bola matanya.

Masih menurut Beda Lasabu, pada Sabtu (10/4) sejumlah keluarga korban sempat ke RSU Luwuk, untuk memastikan apakah Pian, jadi dirawat di RSU atau tidak. Alhasil, Pian dan dua orang rekannya, Mejeng dan Can, langsung dilarikan ke Manado, untuk menjalani pemeriksaan lagi.

"Kami lebih tahu kondisi Pian, dia tidak apa-apa," kata kakak korban menirukan bahasa oknum polisi Sektor Kauditan itu. Saat dalam perjalanan menuju Manado, kondisi korban terlihat semakin kritis. Pihak kepolisian kemudian memutuskan untuk melarikan Pian ke RSU Ampana. Sayangnya, nyawa Pian tidak dapat tertolong lagi. Sabtu (10/4) malam sekitar pukul 19.00 Wita, Pian akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir di RSU Ampana.

Atas kejadian ini, tidak hanya pihak Polsek Kauditan, pihak keluarga korban juga meminta Polres Banggai, untuk bertanggung jawab. Pasalnya, meski korban hanya dititip sebagai tahanan sementara Polsek Kauditan, namun pihak Polres Banggai, juga harus memberikan perlindungan dan pengawasan karena peristiwa itu terjadi dalam teriorial daerah hukum Polres Banggai. Kapolres Banggai, Drs. Sri Suhartono, saat hendak dikonfirmasi terkait kasus ini belum dapat ditemui. (ami)
lokalnews.fajar.co.id

Istri NS Kembalikan Uang ke Keluarga Kadana


Istri oknum polisi "Rp 14 juta" dalam kasus Kadana, didampingi anak dan anggota P3D Kepolisian Resor Indramayu, Senin (12/4) malam, mengembalikan uang yang diminta oknum polisi NS kepada keluarga Kadana.

Dalam proses pengembalian uang itu keluarga Kadana meminta jaminan keamanan di atas surat bermeterai. Proses pengembalian uang yang sebelumnya diminta oknum Aipda NS dilakukan di Desa Karangampel Lor, Indramayu, disaksikan seluruh anggota keluarga dan warga.

Proses pengembalian uang sempat berjalan alot. Pihak keluarga Kadana meminta jaminan keselamatan, dan minta penegakan hukum oleh Polres Indramayu, dengan tetap memproses hukum oknum polisi tersebut.

Sementara itu, bantuan untuk keluarga Kadana terus mengalir dan diterima istri Kadana, Darmi. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum juga memberikan secara langsung sejumlah bantuan yang diterimanya. Sekretaris Satgas, Denny Indrayana menyatakan, pihaknya tetap memantau dan mengawal proses hukum yang melibatkan oknum polisi NS tersebut.(RIZ)

Senjata Teroris Berasal dari Gudang Polri


Sedikitnya 12 pucuk senjata yang digunakan oleh kelompok teroris di Aceh berasal dari gudang Deputi Logistik Mabes Polri di Jakarta. Bocornya senjata itu melibatkan dua oknum polisi aktif dari Deputi Logistik Mabes Polri. Mereka terlibat karena motivasi ekonomi.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang kepada Kompas, Senin (12/4). ”Dua orang bintara (oknum polisi) itu sudah ditahan. Keduanya bekerja sama dengan Sofyan untuk memperoleh senjata-senjata yang sudah disposal untuk dipoles, dirakit ulang,” kata Edward.

Selain senjata, di antaranya jenis AK-47, kedua oknum Polri itu juga memasok sedikitnya 8.000 butir peluru kepada kelompok teroris melalui Sofyan, polisi desersi yang menjadi anggota kelompok teroris di Aceh.

Edward mengatakan, sejauh ini kedua oknum polisi itu terlibat sebatas karena motivasi ekonomi, bukan keterlibatan yang berlatar belakang ideologis.

Informasi yang diperoleh di kepolisian, kedua polisi bintara itu berpangkat brigadir satu. Keduanya bernama Abdi dan Tatang. Berdasarkan keterangan salah satu tersangka teroris, Yudi Zulfahri, kepada Kompas, satu senjata dibeli seharga Rp 17 juta melalui Sofyan.

Sementara itu, lima tersangka kasus pelatihan kelompok bersenjata di kawasan Perbukitan Krueng Linteung, Jalin, Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Senin, ditangkap oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di dua tempat di Banda Aceh dan sekitarnya. Seorang teroris tewas tertembak karena melawan saat hendak ditangkap, kemarin.

Adapun lima dari enam tersangka teroris yang ditangkap anggota Kepolisian Sektor Medan Kota, Minggu siang, diterbangkan ke Nanggroe Aceh Darussalam untuk pengembangan kasus. Seorang tersangka lainnya dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan karena menderita malaria.

Masuk DPO

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NAD Komisaris Besar Farid A Solekh di Banda Aceh, Senin petang, menjelaskan, ”Yang tewas tertembak masuk dalam daftar pencarian orang karena terkait dengan kasus teror di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa tahun lalu.”

Farid menjelaskan, satu tersangka yang tewas adalah Enal Tao alias Zainal alias Ridwan alias Haris (35). Jenazahnya masih di kamar pemulasaraan jenazah RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh.

Tersangka tewas ditembak saat anggota Densus 88 menggerebek rumah tersangka lainnya, Aidil Syakrisah (38), di Desa Gla Meunasah Baro, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Aidil dicurigai polisi membantu kelompok bersenjata itu selama berlatih dan mencoba melarikan diri keluar dari wilayah ini.

Polisi menjelaskan, setelah Aidil—pemilik CV WML—ditangkap, dia memberitahukan tempat persembunyian tiga anggota lainnya. Mereka disembunyikan oleh Aidil di sebuah ruko di Jalan Jama’a, kawasan Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

Sementara itu, Minggu dini hari, polisi dari Polsek Medan Baru menangkap enam buronan terorisme, dua di antaranya bekas narapidana, yakni Lutfi Haedaroh alias Ubeid dan Ibrohim. Selain itu, polisi juga menangkap Abu Yusuf yang berperan sebagai pemimpin pelatihan di Aceh, Komarudin alias Abu Musa, Pandu Wicaksono, dan Bayu Seno.

Bayu merupakan buronan lama, yang diduga terlibat dalam pengeboman Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Bayu merupakan salah satu perakit bom, yang disembunyikan di Jatiasih, Bekasi. Bom itu disebut Polri hendak menyasar iring-iringan Presiden dari Cikeas.

Dikirim ke NAD

Lima dari enam teroris yang ditangkap di Medan, kemarin, terbang dengan pesawat PK VVJ tipe 208 milik maskapai Susi Air via Bandara Polonia, Medan, Senin pukul 10.00. Densus 88 membawa beberapa unit komputer, yang diduga dipakai kelompok itu untuk berhubungan dengan jaringan lainnya di luar NAD.

(SF/MHF/MHD/ONG)

/cetak.kompas.com

Dipaksa Ngaku, Mulut Usep Dijejali Sepatu Polisi


Okezone

m
JAKARTA – Usep Cahyono (20), seorang pria yang diduga menjadi korban penjebakan oknum polisi telah menjalani pemeriksaan di Divisi Propam Polda Metro Jaya.

Kepada wartawan, Usep mengaku bahwa dirinya dipaksa empat oknum anggota kepolisian pemilik ganja seberat 2,6 gram. Saat itu, Usep pun mengaku dipukuli serta diperlakukan tak manusiawi.

“Salah seorang anggota memasukkan sepatu ke mulut saya. Mereka ingin saya mengakui kalau ganja itu milik saya,” ujar Usep kepada wartawan, Senin (12/4/2010).

Dirinya menceritakan, pada 20 Januari 2010 lalu, dirinya sedang berada di kawasan Stasiun Kampung Bandan, Pademangan, Jakarta Utara. Saat itu, dia dipanggil seseorang yang mengaku polisi. Secara tiba-tiba, orang tersebut menjatuhkan ganja dari jaketnya dan memaksa Usep untuk mengakui bahwa barang tersebut miliknya.

“Yang memaksa saya ada empat orang. Selama perjalanan menuju Polres badan saya dipukuli sampai sakit satu minggu,” tandasnya.

Menanggapi hal ini Kuasa Hukum Usep, Posko Simbolon, berpendapat jika oknum polisi tersebut terancam dikenakan pasal berlapis. Selain melakukan penganiayaan berat, mereka juga dituding menyalahi kode etik profesi.

“Tindakan itu melanggar KUHP dan kode etik. Maka itu kita melapor ke Provost dan sampai saat ini masih diselidiki,” pungkas Posko.
(teb)okezone

Kedapatan Potong Besi Jembatan Oknum Polisi Diamankan Warga


Ratusan masyarakat tiga desa di pedalaman Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, Minggu (11/4) dinihari sekitar pukul 04.30 WIB, mengepung kawanan tersangka penjarah besi jembatan Bukit Pidie. Tindakan tersebut dilakukan karena warga tak mau fasilitas jembatan yang sangat fital itu hancur karena ulah maling.

Pengepungan menjelang subuh itu benar benar dramatis dan sangat spontan. Entah siapa yang mengomando, kekuatan rakyat itu mendatangi lokasi penjarahan serta mengamankan tiga orang terduga penjarah besi jembatan. Bukan kaum pria, puluhan ibu ibu juga terlibat dalam aksi pengepungan kala dinihari itu.

Belakangan terungkap, ketiganya adalah aparat negara, yakni dua orang oknum dari jajaran kepolisian serta satu orang oknum dari jajaran TNI. Ketiga orang itu akhirnya diserahkan ke polisi, serta pihak Denpom.

Ketiga orang oknum itu masing-masing Bripda M dan Briptu F. Sedangkan seorang lagi oknum prajurit TNI adalah Serka R. Selain tiga pelaku ini, kata masyarakat masih ada terduga pelaku lainnya yang berhasil meloloskan diri ke semak belukar ketika ratusan masyarakat mengepung lokasi jembatan itu.Kapolres Aceh Utara AKBP Herman Sikumbang yang dihubugingi kemarin membenarkan, dua oknum anggota Polisi dan seorang oknum anggota TNI ditangkap di Paya Bakong.

Mereka ditengarai terlibat serangkaian pencurian besi jembatan di Paya Bakong. Sementara Danden POM 01/Lhokseumawe Mayor CPM Nashrun SH yang dihubungi melalui telepon selular Minggu (11/4), juga mengakui ada tiga terduga pelaku tindak pidana pencurian dari aparat. Namun, kasus itu belum dapat dijelaskan.

Keterangan diperoleh dari masyarakat di lokasi kejadian kemarin mengatakan, sebagai barang bukti atas kejahatan yang dilakukan kelompok sindikat itu adalah satu unit mobil truk. Selain itu mesin las (tos) yang digunakan untuk memotong besi, dua tabung gas LPG dan sejumlah besi jembatan jalur utama yang menghubungkan antara Kecamatan Paya Bakong dengan Kecamatan Pirak Timu.Menurut keterangan masyarakat di lokasi kejadian, aksi pencurian dilakukan kelompok oknum aparat serta para cs nya itu dipergoki warga ketika melintasi jembatan tersebut.

Masyarakat melihat sejumlah warga dari luar kawasan desa tersebut, sedang memotong besi jembatan dengan menggunakan jenis alat bengkel (tos). Sementara jembatan itu sangat penting dan sarana umum yang menghubungkan puluhan desa ke daerah pedalaman.

Melihat ada kegiatan mengelas jembatan, lalu warga mendatangi serta bertanya tujuan pengerjaan yang dilakukan malam-malam. Ketika itu, seorang diantara yang mengaku diri aparat keamanan meminta supaya peristiwa tersebut tidak diberitahukan kepada yang lain. Menyadari ada hal yang tak beres, serta selama ini aksi pencuri besi jembatan terhitung marak dan sangat meresahkan masyarakat serta merugikan negara, lalu warga tersebut langsung pulang dan melaporkan kejadian tersebut ke warga lain.

Hanya dalam hitungan beberapa menit, warga dari tiga Gampong masing- masing Desa Alue Lhok, Seuneubok Aceh dan Buket Pidie langsung mendatangi ke lokasi untuk mencegah aksi mereka. Namun, ketika warga sampai di lokasi, beberapa pelaku di lokasi langsung melarikan diri. Sementara ketiga aparat tersebut tetap berada di lokasi untuk menjaga satu unit mobil truk, dan sepeda motor serta alat pemotong besi yang digunakan memotong besi jembatan.

Karena jumlah warga yang mencapai ratusan orang dan mengerumuni mereka, sehingga ketiga oknum aparat itu tak bisa melarikan diri. Warga tak bertindak anarkis terhadap ketiga orang yang seharusnya mengamankan asset negara tersebut. "Kami tidak main hakim sendiri dan kami laporkan ke Polres Aceh Utara dan ke Polisi Militer di Lhokseumawe," kata sumber warga di Paya Bakong yang tidak ingin disebutkan namanya.

Masih keterangan saksi mata dari masyarakat, setelah dilaporkan ke aparat penegak hukum, ketiga terduga pelaku yang tertangkap tangan itu diborgol Polisi Polres dan Polisi Militer Lhokseumawe untuk dibawa pulang bersama barang bukti guna dilakukan proses lebih lanjut.

Dalam pengamatan di lapangan, kemarin, besi jembatan yang sudah dipotong masih berada di lokasi, sedangkan truck, sepmor dan tiga tabung elpiji telah diamankan aparat Polres Aceh Utara. Informasi lain yang dihimpun, besi pipa di Desa Cibrek Kecamatan Tanah Pasir milik ExxonMobil, dua pekan lalu juga nyaris digondol kawanan pencuri. Namun, berhasil dihambat warga, kejadian tersebut tidak berani dilaporkan bahkan ditutupi pihak desa.

Kapolres Aceh Utara AKBP Herman Sikumbang, kemarin mengatakan, dua oknum anggota polisi telah ditahan di Mapolres Aceh Utara, dalam kaitan dugaan pencurian besi jembatan itu. Sementara seorang anggota TNI yang ikut tertangkap bersama dua polisi telah dijempot oleh Anggota POM Lhokseumawe pada waktu bersamaan.

Menurut Herman Sikumbang, dua anggota Polisi yang dituding warga terlibat serangkaian pencurian besi jembatan di Bukit Pidie Paya Bakong belum dapat dikatakan tersangka. Karena dalam proses hukum memerlukan sejumlah saksi. "Saya perlu memintai beberapa saksi lainnya yang mengetahui kejadian itu termasuk dari warga, intinya masalah ini masih dalam proses penyidikan," kata Herman.

Sementara Danden POM 01/Lhokseumawe Mayor CPM Nashrun SH yang dihubungi melalui telepon selular Minggu (11/4) mengakui ada seorang oknum anggota TNI diamankan. Dalam kasus itu, pihak Denpom akan melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian.(*/tim)
serambinews.com/

Oknum Polisi dan Pemkab Sanggau Serobot Lahan Warga


Sungguh miris nasib masyarakat Dusun Sungai Akar Desa Semuntai Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau. Lahan yang selama ini dikelola secara turun temurun oleh warga setempat diserobot oknum polisi dan oknum Pemkab Sanggau.

Masalah tersebut terungkap ketika anggota DPRD Kalbar, H Retno Pramudya SH melakukan Reses di daerah pemilihannya tersebut beberapa waktu lalu. “Masyarakat setempat didampingi Kepala Desa Semuntai, Zulaika menyampaikan kalau lahan mereka diserobot dan dikapling oleh oknum polisi dan oknum pegawai Pemkab Sanggau,” kata Retno kepada Equator, kemarin.

Ketua Komisi A DPRD Kalbar ini memaparkan, lahan masyarakat yang selama ini dikelola sudah turun temurun. Posisi lahan tersebut berbatasan antara Kecamatan Mukok dengan Kecamatan Kapuas.

“Ironisnya, lahan yang diserobot telah diterbitkan sertifikat oleh BPN Sanggau. Karena itu saya minta kepada mereka segera menyampaikan secara tertulis masalah tersebut kepada DPRD Sanggau dan DPRD Kalbar,” tegas Retno.

Retno berjanji akan menindaklanjuti masalah tersebut. Aspirasi tersebut akan segera ditindaklanjuti, menyampaikan persoalan ini kepada Pemkab Sanggau. “Kita juga akan mengundang Kanwil BPN Kalbar untuk mempertanyakan sertifikat yang telah diterbitkan tersebut,” ujar Retno yang juga Sekretaris Fraksi PPP DPRD Kalbar ini.

Retno berharap agar pemerintah Sanggau segera turun tangan menyikapi keluhan masyarakat tersebut. “Jangan sampai terlambat, jangan menunggu masyarakat bertikai baru turun tangan,” tegas Retno. (jul)

www.equator-news.com

Senin, 12 April 2010

Jual Sabu-sabu, Oknum Brimob Ditangkap


Seorang personel Detasemen (Den) A/Brigadir Mobil (Brimob) Binjai dan seorang istri oknum Brimob ditangkap bersama tiga temannya di Jalan Medan-Binjai, Kamis (1/4) sekira pukul 00.15 WIB. Kelima tersangka diduga jaringan pengedar narkoba antar propinsi.

Adapun kelima tersangka yang diringkus Unit III Sat I Dir Narkoba Polda SU masing-masing Briptu YW (32) warga Asrama Polisi (Aspol) Den A/Brimob Binjai, AMD (29), perempuan asal Aceh warga Jalan Medan-Binjai Km 14, MY (30) wanita asal Aceh (istri oknum Brimob berinisial LKM), MS (28), warga Dusun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sawit Hulu Kabupaten Langkat dan ISK (38), warga PB Blang Pase, Langsa. Dalam penangkapan itu, petugas juga menyita sabu-sabu seberat 78 gram, yang kemudian disita untuk dijadikan barang bukti.

Direktur Direktorat Narkoba Poldasu Kombes Pol Jhon Turman Panjaitan melalui Kasat Idik I, AKBP Mardiaz Kusin Dwihananto mengatakan, sebelumnya pihaknya menerima informasi adanya transaksi narkoba jenis sabu-sabu di sekitar lokasi penangkapan di kawasan jalan lintas Sumatera (Jalinsum). Berkat informasi inilah, Satuan Idik I Unit III yang dipimpin AKP Raja melakukan penelusuran.

“Petugas melakukan penyamaran sebagai pembeli sabu-sabu, alhasil antara petugas dan para tersangka sepakat melakukan transaksi. Saat Briptu YW dan tersangka melakukan transaksi, tim langsung melakukan penangkapan,” papar AKBP Mardiaz kepada wartawan, Jumat (2/4).
Ditambahkannya, Briptu YW merupakan orang yang telah masuk dalam target operasi pihaknya. Pasalnya, selama ini Briptu YW merupakan anggota jaringan peredaran narkotika jenis sabu-sabu antar propinsi. (ril)

Oknum Brimob Terlibat Narkoba Terancam Dipecat


Kasus narkoba yang melibatkan seorang oknum Brimob, Briptu YW membuat citra Polri rusak. Buntutnya, petinggi Mapolda Sumut melalui Kasubbid Dokliput, MT Nainggolan menyatakan, secara tegas akan memberikan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku kepada Briptu YW.

“Siapapun yang terlibat akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk oknum Brimob yang terlibat akan kita tindak tegas, termasuk akan dikeluarkan dari kesatuannya,” tegas Nainggolan.

Dari kelima tersangka yang digerebek oleh tim Dit Narkoba Poldasu di Jalan Medan-Binjai beberapa hari lalu, di antaranya adalah oknum Brimob dan seorang wanita berinisial AMD yang juga istri oknum Brimob di Binjai itu. Tersangka lainnya TSK, warga Blang Pase Langsa dan MS, warga Dusun PKS Sawit Hulu, Langkat.

Saat ini kelima tersangka sedang menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut di Sat Narkoba Poldasu. Nainggolan menegaskan bahwa Poldasu tidak akan pernah mentolerir anggota polisi yang terlibat narkoba.

Dalam siding komisi kode etik kepolisian nantinya, tambah Nainggolan, apabila oknum tersebut dinyatakan terbukti bersalaha maka ankumnya yang akan melakukan penindakan apakah dipecat atau tidak.(rud)

Minggu, 11 April 2010

Oknum Polisi Intimidasi Korban Mal Praktek


Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itulah yang saat ini dialami suami istri bernama Mawardi dan Ernawati, warga Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Setelah anaknya terlahir cacat yang di duga akibat mal praktek pegawai Dinas kesehatan Kabupaten Sambas, mereka juga diancam polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik saat melapor ke Mapolres Sambas.

Pasrah, mungkin hanya itu yang ada dipikiran pasangan suami istri Mawardi dan Ernawati, warga Kecamatan Tebas, Kabupaten sambas, Kalbar ini. Pasalnya saat akan melaporkan kasus mal praktek yang dilakukan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas bernama Samsul yang membuka praktek pelayanan kesehatan layaknya mantri kesehatan ke Polres Sambas, justru mereka yang diancam akan dipenjara dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Mawardi yang menduga istrinya menjadi korban mal praktek Samsul saat mengandung anak ke limanya ini dan mengalami cacat seumur hidup, mengaku bukan hanya ancaman tuduhan akan dipenjara saja, bahkan ia dan keluarganya nyaris tewas terpanggang api saat rumah mereka dibakar oleh orang yang tidak dikenal. Karena takut dengan berbagai ancaman dan sering didatangi oknum Polisi yang memintanya mencabut laporan, Mawardi akhirnya memboyong keluarganya ke rumah keluarganya di Pontianak.

Kasus mal praktek yang dilakukan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas ini, berawal saat istrinya Ernawati mengikuti program Keluarga Berencana menggunakan obat pil KB dan suntikan yang diberikan Samsul sang mantri bodong. Selama 6 bulan mengkonsumsi obat dan diberi suntikan oleh Samsul, ternyata istrinya hamil.

Obat dan suntikan itulah yang diduga menjadi penyebab janin yang dikandung istrinya mengalami gangguan hingga terlahirlah anaknya yang mengalami cacat. Terhadap kasus mal praktek yang dialami pasutri ini, kini Lembaga Pemberdayaan Hati Nurani Rakyat kembali akan melaporkan kasus ini ke Mapolda Kalbar. (ard/ade)

Cabuli anak Kapolres, oknum polisi dihukum 7 tahun penjara.


Briptu Tri Ariyanto alias Endog, anggota satuan Polres Salatiga divonis hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 60 juta setelah dinyatakan terbukti bersalah melakukan pencabulan terhadap siswi kelas I SMP berinisial De, 12. Putusan itu dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Widijantono SH dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Salatiga dan dijaga oleh lebih belasan anggota kepolisian, Selasa (6/4).

Putusan itu lebih ringan tiga tahun dari tunutuan jaksa penuntut umum (JPU). Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah sesuai dakwaan JPU, yakni Pasal 82 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 290 KUHP. Atas putusan tersebut, baik Wulandari SH selaku JPU dan terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Kasus ini menjadi menarik lantaran korbannya adalah puteri dari mantan Kapolres Salatiga, AKBP Agus Rohmat SIK yang kini menjabat Kapolres Kendal. Sedangkan terdakwa saat itu adalah sopir isteri Kapolres.

Dalam pertimbangannya sebelum membacakan putusan, majelis hakim mengungkapkan dari keterangan sejumlah saksi salah satunya Agus Rohmat sendiri, pencabulan terjadi sedikitnya tiga kali. Dua kali di bulan April 2009, dan sekali di bulan Mei 2009. Peristiwa itu terjadi salah satunya di rumah dinas Kapolres di Jalan Diponegoro 82, tepatnya di kamar korban.

Dituduh mencuri, pemuda tanggung diculik dan disiksa oknum polisi


Dituduh sebegai pencuri, seorang pemuda tanggung bernama Taufik Walhidayat Sitorus (17) warga jalan Menteng Raya Medan, diculik oleh tetangganya bernama Monang bersama tiga temannya mengaku anggota polisi yang tugas di Polsekta Medan Area.

Korban dimasukan ke dalam mobil dengan tangan diborgol, mata ditutup pakai kain dan mulut dilakban serta dipukuli hingga mengalami luka-luka di bagian tubuhnya mengeluarkan darah. Peristiwa itu dilaporkan korban bersama keluarganya ke Mapoltabes Medan, Jumat (9/4) pagi tadi.

Penuturan korban kepada Waspada Online, kejadiannya berawal, Rabu (7/4) siang ia sedang berada di rumah. Tiba-tiba datang seorang tetangganya bernama Monang bersama tiga pria yang mengaku anggota polisi. Setelah itu, tanpa banyak tanya langsung membawa korban masuk ke dalam mobil dengan paksa. Lalu pemuda tanggung tersebut dibawa ke kawasan Jalan Juanda Medan.

Setelah itu, korban diborgol, mata ditutup dan mulut dilakban. Kemudian para pelaku memukuli sambil memaksa agar Taufik mengaku bahwa dirinya telah mencuri di rumah Monang. Karena tidak merasa mencuri, maka korban tidak mengaku sehingga para pelaku langsung menghajarnya secara bergantian dan membawanya ke Mapolsekta Medan Area.

"Saya disiksa oleh mereka, kuping saya dipukul hingga mengeluarkan darah. Badan saya ditusuk-tusuk pakai benda tajam yang saya tidak tahu pakai apa, Kemudian jempol kaki saya dijepit pakai kaki kursi. Walaupun saya minta apun, mereka tidak menghiraukan dan terus secara bergantian memukuli saya," terangnya.

Di kantor polisi tersebut, Monang membuat pengaduan bahwa rumahnya telah kecurian. Setelah dilakukannya pemeriksaan oleh pihak penyidik Polsekta Medan Area terhadap korban dan akhirnya tidak terbukti bahwa Taufik mencuri, maka pemuda tanggung tersebut dipulangkan dan diantar ke rumah oleh seorang anggota Polsekta Medan Area bernama Brigadir M Situmorang.

Mendapat penganiayaan oleh Monang bersama rekan-rekannya yang mengaku anggota polisi, maka korban bersama keluarga membuat pengaduan ke Mapoltabes Medan. Sementara, karena Tempat Kejadian Perkaranya (TKP) di wilayah hukum Polsekta Medan Area, maka Poltabes Medan mengarahkan agar korban membuat pengaduan ke Polsekta Medan Area.
WASPADA ONLINE

Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya