Jumat, 30 April 2010

Kejaksaan Sidoarjo Tahan Polisi Pemeras

Kejaksaan Sidoarjo menahan dua anggota Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya di rumah tahanan Kepolisian Resor Sidoarjo, Jumat (30/4). Kedua oknum polisi tersebut Ajun Komisaris KS dan Brigadir Satu SBM ditahan atas dugaan pemerasan. Sebelumnya, terdakwa telah menjalani penahanan selama empat hari di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo.

"Penahanan dialihkan atas permintaan resmi pembinaan hukum Kepolisian Daerah Jawa Timur," kata Kepala Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Sidoarjo Sugeng Riyanta, Jumat (30/4). Pemindahan kedua terdakwa demi alasan keamanan bagi keduanya. Hingga kini, kedua terdakwa berstatus tahanan jaksa penuntut umum. Keduanya, katanya, telah menyalahgunaan kewenangan dan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri.

Modusnya, pelaku menangkap dan menyidik sejumlah perkara narkotika dan perkara pidana lainnya. Selanjutnya, pelaku memeras pelaku tindak kejahatan dengan sejumlah uang. Diantaranya pelaku menggrebek perjudian di Prambon Kabupaten Sidoarjo pada Agustus 2009 tanpa dilengkapi surat tugas. "Keduanya ternyata non job," katanya.

Dalam aksinya ini, pelaku berhasil memeras uang sebesar Rp 30 juta. Mereka juga melakukan aksi serupa di Gresik dengan modus yang sama. Setelah sukses mengantongi uang, keduanya melepaskan pelaku tindak kejahatan tersebut. Keduanya disangkakan dengan pasal 12 huruf E atau huruf B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 atau pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
tempointeraktif.com

Oknum Polisi di Probolinggo Bawa Kabur Siswi SMP

Anggota Polsek Kademangan, Briptu SG, dilaporkan Suyadi, orangtua seorang siswi Kelas III SMPN I Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Briptu SG diduga membawa kabur Melati-bukan nama sebenarnya. Melati dibawa kabur saat sedang berada di sekolah.

"Anak saya dibawa kabur oleh dia (SG, red). Katanya dia itu polisi bernama SG anggota Polsek Kademangan, Kota Probolinggo," kata Sayudi, saat ditemui detiksurabaya.com usai melaporkan kejadian itu di Mapolresta Probolinggo, Jumat (30/4/2010).

Melati dibawa kabur oleh SG pada Senin (26/4/2010). Sayudi mengaku cemas ketika tahu anak gadisnya. Seluruh anggota keluarga kebingungan. Bahkan, sampai mencarinya kemana-mana. "Kita sudah mencarinya kemana-mana. Namun tidak juga ditemukan," tuturnya.

Keberadaan Melati baru diketahui sore harinya pada pukul 16.30 WIB di rumah SG di Kelurahan Sumber Wetan, Kecamatan Kedupok, Kota Probolinggo. "Anak saya diketahui berada di rumah Briptu SG. Kita dapat informasi dari tetangga yang melihat anak saya dibawa SG," ungkap Sayudi yang sehari-hari berdagang kasur ini.

Briptu SG Sempat Melamar Melati, Namun Ditolak

Briptu SG membawa kabur Melati (16), disinyalir berlatar belakang asmara. SG sempat melamar Bunga ke rumahnya, namun ditolak oleh orangtuanya. "Dia memang sempat melamar anak saya untuk dijadikan istri, namun saya tolak," ujar Sayudi.

Penolakan itu karena anaknya masih sekolah. Selain itu, karena pelaku katanya sudah mempunyai istri dan anak. "Ya jelas saya tolak. Karena anak saya masih sekolah," jelasnya.

Mungkin karena cintanya kandas, SG lalu nekat membawa kabur anaknya dari sekolahnya. Tidak terima anaknya dibawa kabur, Sayudi melaporkan kejadian itu ke Mapolresta Probolinggo.

Sementara Kapolresta Probolinggo, AKBP Wijayanto saat dikonfirmasi tidak banyak memberikan komentar. "Saya belum tahu. Nanti saya cross check dulu ke anggota," tandasnya. (wln/wln)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)

Semoga bermanfaat, bagi semua

Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.

Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK ?
Sopir (Sop) : Baik Pak.
P : Mas tau kesalahannya apa ?
Sop : Gak Pak.

P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yang memang gak standar) sambil langsung mengeluarkan jurus sakti mengambil buku tilang, lalu menulis dengan sigap.
Sop : Pak jangan ditilang deh. Wong plat aslinya udah gak tau ilang kemana. Kalo ada pasti saya pasang.

P : Sudah saya tilang saja. Kamu tau gak banyak mobil curian sekarang ? (dengan nada keras !!)
Sop : (Dengan nada keras juga) Kok gitu ! Taksi saya kan ada STNKnya Pak. Ini kan bukan mobil curian!

P : Kamu itu kalo dibilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas). Kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH).
Sop : Maaf, Pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya. Saya mau yang warna BIRU aja.

P : Hey ! (dengan nada tinggi), kamu tahu gak sudah 10 hari ini form biru itu gak berlaku !
Sop : Sejak kapan Pak form BIRU surat tilang gak berlaku ?

P : Ini kan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU. Dulu kamu bisa minta form BIRU, tapi sekarang ini kamu gak bisa. Kalo kamu gak mau, ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
Sop : Baik Pak, kita ke komandan Bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi)

Dalam hati saya, berani betul sopir taksi ini.
P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas ?
Sop : Siapa yang melawan ? Saya kan cuman minta form BIRU. Bapak kan yang gak mau ngasih

P : Kamu jangan macam-macam yah. Saya bisa kenakan pasal melawan petugas !
Sop : Saya gak melawan ? Kenapa Bapak bilang form BIRU udah gak berlaku? Gini aja Pak, saya foto bapak aja deh. Kan bapak yang bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP)

Wah ... wah .... hebat betul nih sopir ! Berani, cerdas dan trendy. Terbukti dia mengeluarkan HPnya yang ada kamera.
P : Hey ! Kamu bukan wartawan kan ? Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin (sambil berlalu).
Kemudian si sopir taksi itu pun mengejar polisi itu dan sudah siap melepaskan shoot pertama (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi)

P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu.
Sop : Si Bapak itu yang bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yang menilangnya)

Lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi. Ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yang menghalau tadi menghampiri si sopir taksi.

P 2 : Mas, mana surat tilang yang merahnya? (sambil meminta)
Sop: Gak sama saya Pak. Masih sama temen Bapak tuh (polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang)
P : Sini, tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal)
Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp.30.600 sambil berkata : Nih kamu bayar sekarang ke BRI ! Lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini. Saya tunggu.
S : (Yes !!) OK Pak ! Gitu dong, kalo gini dari tadi kan enak.

Kemudian si sopir taksi segera menjalankan kembali taksinya sambil berkata pada saya, : Pak, maaf kita ke ATM sebentar ya. Mau transfer uang tilang. Saya berkata : "Ya, silakan."

Sopir taksipun langsung ke ATM sambil berkata, "Hatiku senang banget Pak, walaupun ditilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu. Untung saya paham macam-macam surat tilang.

Tambahnya, : "Pak kalo ditilang kita berhak minta form biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang. Jangan pernah pikir mau ngasih DUIT DAMAI! Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum.

Dari obrolan dengan sopir taksi tersebut dapat saya infokan ke Anda sebagai berikut :

SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan setempat. Itu pun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilai tilang (sudah jadi semacam sindikat dg oknum-oknum polisi). Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat. Disini pun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang..

SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN).

Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk ditukar dengan SIM/STNK kita di Kapolsek terdekat di mana kita ditilang. You know what ? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50 ribu! Dan dananya RESMI MASUK KE KAS NEGARA.

Oknum Polisi Ancam Wartawan

Seorang oknum polisi Kepolisian Wilayah Besuki, Jawa Timur, Kamis (29/4), mengamuk dan mengancam wartawan usai menjalani persidangan terkait kasus penipuan ratusan juta rupiah. Ironisnya usai menjalani sidang, oknum polisi tersebut mengamuk dan mengancam wartawan.

Bripda Kepala Tri Wardoyo mendadak marah saat wartawan mengambil gambarnya usai sidang. Bahkan Tri sempat mencoba merampas kamera wartawan dan juga mengeluarkan ancaman. Intimidasinya terhadap wartawan ini kontan mengudang protes para korban yang ditipunya. Sejumlah keluarga korban langsung mendatangi selnya sembari marah dan mencaci terdakwa.

Tri Wardoyo, menjadi terdakwa kasus penipuan sejumlah orang. Tri terbukti meminta uang ratusan juta rupiah, dengan janji mampu meloloskan korban menjadi taruna Akademi Kepolisian, yang ternyata gagal. Akibat perbuatannya, hakim Pengadilan Negeri Bondowoso memvonis Tri hukuman penjara selama 1 tahun 9 bulan.(RIZ)

Polsek Kejar Pelaku Intimidasi

Kapolsek Enrekang, AKP Haeruddin melalui Kanit Reskrim Polsek Enrekang, Iptu Safruddin, berjanji menindak oknum yang berusaha mengintimidasi pelapor sekaligus korban dugaan pemalsuan di PT Pos Cabang Enrekang.

Safruddin mengakui bahwa korban sekaligus pelapor, telah mengadu ke penyidik polsek lantaran sering didatangi orang yang mengaku suruhan PT Pos Cabang Enrekang. Oknum itu katanya berusaha mengintimidasi korban agar segera mencabut laporannya di Polsek.

"Kita akan panggil oknum yang berusaha melakukan intimidasi terhadap korban dan termasuk keluarga korban pelapor. Ini tidak bisa dibiarkan, kemungkinan oknum yang mengintimidasi pelapor terlibat dalam kaksus ini, karena kalau tidak terlibat, kenapa mesti mengintimidasi pelapor," tegas Safruddin, Rabu, 28 April.

Syarifuddin mengungkapkan, karena tidak ingin saksi yang diperiksa penyidik ikut menjadi korban intimidasi, maka pihak penyidik terpaksa merahasiakan nama-nama saksi yang telah diperiksa.

Hingga kemarin, penyidik telah memeriksa beberapa saksi dari pihak PT Pos Enrekang. Pemeriksaan saksi PT Pos kata Safruddin akan berlangsung hingga 1 Mei nanti.

Setelah pemeriksaan saksi rampung, lanjut dia, maka pihak penyidik akan memanggil pimpinan PT Pos Enrekang, Rahman Nojeng beserta pejabatnya yakni Bancong. Kedua pejabat ini diduga mengetahui banyak proses pencairan kredit di koperasi mitra PT Pos.

Polisi juga berjanji akan mengusut kasus ini hingga tuntas, karena kasus ini melibatkan orang banyak.(kas)

Tidak Disiplin Oknum Polisi Dipenjara 14 Hari

Bripka Alamsyah yang terbukti telah melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman penjara di sel tahanan Brimob Polda Sulselbar selama 14 hari dan penundaan pangkat selama satu periode.

Dalam sidang pelanggaran disiplin yang digelar di aula Mapolwiltabes Makassar, Kamis, terungkap Bripka Alamsyah yang bertugas di Satuan Samapta Polwiltabes Makassar bertindak melawan aturan disiplin.

Terperiksa Bripka Alamsyah mengakui jika tindakannya pada saat bertugas di Polres Selayar itu melanggar tindakan disiplin dengan cara melawan perintah atasan.

Penuntut kepolisian, AKP Joko MW mengungkapkan, saat itu, Bripka Alamsyah yang masih bertugas di Polres Selayar pada September 2009, sedang dalam keadaan mabuk dan mengganggu waktu jam istirahat warga.

Kapolsek Selayar AKP Sarding yang mengetahui bahwa Bripka Alamsyah sedang mabuk langsung menghubungi istri terperiksa dan meminta istrinya agar membawanya pulang ke rumahnya.

Namun, upaya untuk menenangkan terperiksa malah mendapat perlawanan dengan cara mengamuk sambil membawa parang ke rumah AKP Sarding.

AKP Sarding kemudian berkoordinasi dengan anggota Polres Selayar untuk menenangkan terperiksa. AKP Sarding juga melaporkan tindak pelanggaran disiplin anggota yang mempunyai tugas untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat itu ke Unit Pelayanan Pengaduan, dan Penegakan Disiplin (P3D) Polresta Selayar.

"Proses pelanggaran disiplin yang sebelumnya ditangani Polresta Selayar kemudian dialihkan ke Polwiltabes Makassar karena terperiksa langsung dimutasi ke Polwiltabes Makassar setelah pelanggaran itu," katanya.

Hukuman disiplin itu menurut Joko, sudah sesuai dengan ketentuan pasal 4 huruf L Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pelangga

Ditabrak Polisi, Ahyar Lumpuh Seumur Hidup

Korban Kecelakaan Lalu Lintas (Lakalantas), Ahyar bin Ropilin (19) warga Jalan Raya Sepucuk Kelurahan Kotaraya Kecamatan Kayuagung Kabupaten OKI yang cacat seumur hidup, akhirnya berdamai dengan pelaku yang menabraknya, Briptu M Idrus salah satu anggota Polsek Pedamaran, Kamis (29/4).
Selain berdamai Ahyar juga menerima uang santunan sebesar Rp 5 juta dari pelaku dan Rp10 juta dari Asuransi Jasa Raharja. ”Saya sudah iklas harus bagaimana lagi. Semau ini kecelakaan dan bukan kejadian yang disengaja,” kata Ahyar yang didampingi orang tuanya ketika mengikuti gelar perkara yang dilakukan oleh Kanit Lakalantas Aiptu Barowi.

Kapolres OKI AKBP Drs Cok Bagus Ary Yudayasa melalui Kasat Lantas AKP Gusti Meychandra SH didampingi Kanit P3D Aiptu Rohima, usai melakukan gelar perkara di Gedung Tan Satrisna Polres OKI mengatakan, kendati kedua pihak telah berdamai tetapi Briptu M Idrus, akan tetap disidang disiplin karena terbukti bersalah menabrak dan menelantarkan korban Ahyar. 'Sementara ini akan kami lakukan pemeriksaan terlebih dahulu,” kata Rohima.
Lakalantas yang menyebabkan korban Ahyar lumpuh dan hanya bisa membujurkan kakinya di rumahnya itu terjadi pada 10 Oktober 2009 lalu, bertempat di Jalintim OKI, tepatnya di Simpang Celikah Kecamatan Kayuagung. Saat itu, korban menggunakan sepeda motor milik Arman, yang terhitung masih tetangganya. Pada hari naas itu juga, korban berboncengan dengan Arman, namun karena jalanan agak macet, sebuah mobil yang diketahui dikemudikan Briptu M Idrus menabrak sepeda motor korban hingga membuat tulang kaki kanan dan sekujur tubuh korban tak berdaya.

Korban pernah dibawa berobat, tetapi hanya diantarkan saja oleh Idrus tanpa melakukan perawatan terhadap korban. Kasus ini sempat menghilang selama enam bulan, namun orang tua yang kesal akan keadaan anaknya lalu melaporkan perbuatan oknum polisi itu ke Polda Sumsel

Kisah Mahasiswi Korban Birahi Oknum Polisi (2)

Seorang mahasiswi di Bogor mengadukan kasus ke LBH APIK. Dia mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan seksual. Pelakunya seorang oknum polisi. Kasus ini hanya berakhir dengan penahanan si oknum selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat satu periode.

Dua bulan kemudian, korban merasa ada yang aneh dengan dirinya. Saat dilakukan tes kehamilan, korban positif hamil. Yang menyedihkan, saat hal itu disampaikan ke AS, oknum polisi itu hanya diam tidak bereaksi.

Sebulan kemudian, AS menjemput dan memaksa korban ke kontrakannya. Di situ, korban kembali dipaksa berhubungan badan. Korban yang sedang hamil, minta pertanggungjawaban AS. Tapi malah dipaksa untuk melayaninya dulu.

Bulan oktober 2009, korban periksa ke dokter. Hasilnya korban positif hamil 5 bulan. Saat kabar itu disampaikan ke AS, malah AS minta bagaimana agar janin dalam perut itu digugurkan. Dokter tidak menyanggupi. Akhirnya, dengan uang kuliah korban merawat kandungannya.

Suatu hari, korban kembali dijemput paksa dan dibawa ke rumah AS di villa Ciomas. Di situ, Sh kembali dipaksa untuk melayani AS. Korban sempat berusaha lari keluar, tapi diseret masuk dan dibawa ke kamar. Korban kembali dipaksa berhubungan badan.

Bulan Desember 2009, orangtua korban akhirnya tahu bahwa Sh hamil. Korban pun akhirnya mengungkapkan, siapa yang melakukan perbuatan itu. Yaitu, Bripda AS.

Januari 2010, orangtua korban mendatangi rumah Bripda AS. Mereka ditemui orangtua AS. Tapi, tak ada tanggapan karena AS tak di rumah. Sorenya baru AS ke rumah Sh dan mengakui serta mau bertanggung jawab dengan membuat pernyataan di atas materai.

Setelah itu, Sh dinikahkan secara siri dengan Bripda AS dalam kondisi Sh benar-benar tak ingin dinikahi. Tapi, karena pertimbangan orangtua demi menyelamatkan janin, Sh pasrah.

Setelah itu, Sh ke rumah pamannya di Cianjur. Baru beberapa hari, Sh mengalami pendarahan dan dilarikan ke bidan. Sh melahirkan bayi laki-laki. Tapi, bayi itu mengalami kelainan jantung dan tak lama kemudian, bayi itu meninggal dunia.

Yang terjadi kemudian, Sh yang beberapa bulan tidak kuliah, akhirnya di-DO. Lebih parah lagi, Bripda AS makin sering melakukan teror terhadap Sh. Bentuknya, dengan berbagai fitnah atau melakukan kekerasan.

Sh tidak tahan. Akhirnya, kasus ini dilaporkan ke Polres Bogor. Hasilnya, Bripda AS hanya diberi hukuman penahanan selama 21 hari, dan penundaan kenaikan pangkat. Karena merasa telah diperlakukan tidak adil, maka Sh membawa kasus ini ke LBH APIK.[bersambung/ims]

Kisah Mahasiswi Korban Birahi Oknum Polisi (1)

Seorang mahasiswi di Bogor mengadukan kasus ke LBH APIK. Dia mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan seksual. Pelakunya seorang oknum polisi. Kasus ini hanya berakhir dengan penahanan si oknum selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat satu periode.

Sebut saja nama korban itu Sh. Dia mahasiswi di Bogor. Sementara, oknum polisi yang dia laporkan berinisial AS, pangkat Brigadir (pol) Dua. Anggota di salah satu Polsek di Bogor.

Tanggal 23 Februari 2010, kasus dilaporkan ke Unit P3D Polres Bogor. Tanggal 23 Maret 2010, kasus diputus dengan catatan Korban dan saksi-saksi tidak mendapatkan surat panggilan secara resmi dari kepolisian untuk hadir di sidang indisipliner.

Pelaku hanya dikenakan sanksi penempatan dalam tempat khusus/ sel selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat 1 periode.

Korban merasa tidak diperlakukan secara adil. Lalu, korban membawa kasus ini ke LBH APIK. Maka, diungkaplah kronologis tentang musibah ini. Inilah lengkapnya:

Pada bulan Januari 2009, Bripda AS sering berkunjung ke rumah Sh di Taman Pagelaran. Hubungan antara AS dan orangtua Sh kemudian menjadi akrab. Mereka seperti keluarga sendiri.

Hingga awal april 2009, Sh main ke main ke kosan temannya. Di situ ada seorang anggota TNI. Tiba-tiba saja, AS datang dan marah-marah. Sh diseret dan dianiaya. Entah apa alasannya.

Kemudian, Juni 2009, korban bersama temannya sedang jalan-jalan. Mereka bertemu AS dan mengajak Sh secara paksa ke ultah temannya. Saat ditolak, AS memaksa Sh naik motor dan pergi ke kontrakan temannnya di daerah Cimanggu Barata.

Di situ Sh diberi minuman dan membuat tidak sadarkan diri. Begitu sadar, Sh merasakan kesakitan di bagian kewanitaannya. Dia pulang sendiri menggunakan angkot.

Setelah itu, AS malah sering meneror Sh dengan SMS. Hingga awal Agustus 2009, AS kembali memaksa Sh untuk ikut bersamanya. Sh dibawa ke sebuah rumah, lalu dimasukkan kamar dan dikunci. Beberapa hari kemudian, AS menjemput korban secara paksa pulang kuliah dan membawa ke kontrakannya di Ciomas. Di situ korban kembali dipaksa berhubungan badan.

Oknum Polisi Narkoba Dituntut Lima Tahun

Dua oknum polisi anggota Polresta Parepare, bakal dituntut empat tahun penjara, karena didakwa memiliki sabu-sabu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Atang Fujianto SH, menilai
keduanya yaitu Briptu Juandy dan Briptu Nasrul, melanggar pasal 114 undang undang narkotika nomor 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
"Ancaman hukum minimal yaitu 5 tahun penjara," katanya.
"Dua terdakwa oknum anggota polisi tuntutannya akan dibacakan bersamaan dengan dua warga sipil yang ikut bersama dua oknum polisi tersebut, yang diduga konsumsi narkoba," ujarnya. Seharusnya kata dia,
persidangan dengan agenda tuntutan empat terdakwa tersebut sudah dilaksanakan pekan lalu, namun satu terdakwa lainnya agenda sidangnya terlambat. (ama)

Korban Pemerasan Minta Oknum Polisi Diadili

Mahasiswa UMSU Arga Pramanto Siagian (20) warga Jalan Gaharu Gang Langgar Medan meminta Poldasu untuk menindak lanjuti pengaduannya di Propam Poldasu terkait pemerasan Rp 50 juta yang dilakoni oknum polisi Langkat Bripka Abdul Tamba 29 Oktober 2009 lalu.

"Saya heran kenapa hingga kini oknum polisi Bripkta Adul Tamba tidak diproses sampai ke pengadilan. Padahal, dua temannya oknum polisi yakni Briptu Ferdian Purwo Setio dan Briptu Panata Fryngadi Manurung ST sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Medan beberapa waktu lalu," kata Arga di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (29/4).

Selain Abdul Tamba, polisi juga diduga tidak memproses Taufik Prayudan alias Saddam yang diduga turut dalam pelaku pemerasan terhadap dirinya. Padahal, sebutnya, Saddam sudah sempat ditahan di Polsek Medan Kota.

Tidak diprosesnya kasus pemerasan oknum polisi Abdul Tamba dan pelaku Saddam itu, dapat dibuktikan. Sebab hingga kini ia tidak pernah dipanggil jaksa sebagai saksi korban di persidangan.

Peristiwa pemerasan yang dilakoni 7 pria berpakaian preman itu belakangan diketahui tiga di antaranya oknum polisi bertugas di Langkat dan Poldasu. Awalnya, Saddam bersama temannya Alex berkunjung ke rumah korban Arga Pramanto Siagian di Jalan Gaharu Gang Langgar No 15 Medan.

Berselang beberapa saat kemudian, ketika saksi korban Arga masuk ke kamar mandi tiba-tiba pintu didobrak oleh para pelaku pemerasan dengan dalil penggeledahan di rumah korban. Tetapi dalam penggeledahan yang tidak memiliki surat penggeledahan itu, ternyata tidak ditemukan barang bukti narkoba sesuai dengan informasi diterima oknum polisi.

Kemudian, korban dibawa menggunakan mobil ke tempat sepi di kawasan Sungai Deli Glugur. Di sana korban diminta oleh polisi untuk mengakui barang sabu-sabu yang dibawa polisi. Bahkan bukan itu saja, korban disuruh memegang sabu-sabu untuk difoto sebagai barang bukti. Permintaan itu tidak dituruti korban, tetapi karena di bawah ancaman, akhirnya korban bersedia difoto dengan barang bukti satu paket sabu-sabu.

Setelah itu, ketiga oknum polisi meminta nomor HP orang tua korban. Lalu oknum polisi itu langsung menghubungi P Siagian, orang tua korban Arga. "Ketiga oknum polisi tersebut meminta tebusan sebesar Rp200 juta dengan menyatakan anaknya Arga ditangkap dalam kasus pengedar narkoba. Karena tidak mempunyai uang sebesar itu, akhirnya sepakat uang tebusan menjadi Rp50 juta, " jelas Arga.

Setelah ada kesepakatan uang tebusan itu, orang tua Arga, P Siagian langsung menyerahkan uang dimaksud di Simpang Barat Medan. "Penyerahan uang itu kira-kira jam 2 malam, setelah orang tuanya yang tinggal di Siantar langsung menuju Medan," papar Arga.

Karena orang tuanya tidak percaya Arga pengguna narkoba, lalu dilakukan test urine di Lab Prodia Jalan S Parman Medan. Dari hasil test urine diketahui Arga resmi tidak memakai narkoba.

Selanjutnya karena tidak memakai narkoba sesuai test urine, Arga bersama orang tuanya P Siagian mengadukan kasus pemerasan itu ke Propam Poldasu. Berselang dengan pengadunya itu, dua anggota Propam mendatangi Arga dengan menunjukkan foto. Dari foto yang ditunjukkan anggota Propam itu, Arga mengenali dua orang tersangka yang melakukan pemerasan kepada dirinya, masing-masing Bripka Abdul Tamba dan Saddam. Menindaklanjuti pengaduan Arga, akhirnya Propam melakukan pengembangan penyelidikan.

FAISAL | GLOBAL|MEDAN

Kamis, 29 April 2010

Oknum Polisi Diduga Markus

Fadli,20,yang diduga pengguna narkoba,mengaku dimintai uang tebusan Rp20 juta oleh oknum anggota Kepolisian Resor (Polres) Bulukumba,seusai menjalani pemeriksaan kemarin.

Uang tersebut diminta polisi agar dia terbebas dari jeratan hukum karena telah tertangkap menggunakan narkoba di rumahnya, Jalan Dr Muh Hatta, Kecamatan Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba. “Bukan hanya dimintai uang, saya juga diancam, ditampar, dan dipukul jika tidak ingin menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP).Padahal,saya sudah bilang kepada petugas,ingin dibuktikan dengan melakukan tes darah,”katanya kepada wartawan saat dimintai komentar di Polres Bulukumba kemarin. Permintaan uang tebusan dan ancaman oleh polisi tersebut membuat pihak keluarga Fadli panik. Menurut dia, dalam BAP disebutkan, dia telah ditangkap karena menjadi pengguna narkoba jenis sabu-sabu.

“Saat itu saya tidak mau menandatangani BAP tersebut, tapi polisi memaksa,” ungkapnya. Dia menambahkan, dia sempat dibawa petugas bersama orangtuanya di salah satu warung kopi,Jalan Yos Sudarso,Kecamatan Ujung Bulu.Di warung kopi itulah dia dan orangtuanya dimintai menyiapkan uang Rp20 juta oleh oknum petugas tersebut sebagai tebusan agar terbebas dari jeratan hukum. Permintaan oknum itu tidak bisa disanggupi keluarga Fadli. Sebab,keluarga Fadli hanya sanggup membayar Rp2 juta. Namun, hal itu ditolak oknum polisi tadi. “Saya tidak bersalah kenapa ditahan dan dimintai uang. Padahal, saya tidak pernah menggunakan narkoba,”ujarnya.

Menanggapi ada anggota polisi yang diduga meminta uang tebusan, Wakapolres Bulukumba Kompol Novly Pitoy menegaskan, memang telah menerima laporan ada warga ditangkap karena diduga sebagai pengguna narkoba.Tetapi, dia belum menerima laporan terkait dugaan permintaan uang tebusan yang diduga dilakukan oknum anggota polisi. Jika ada oknum anggota polisi meminta uang, itu pelanggaran disiplin. Oknum anggota polisi tersebut akan mendapat sanksi tegas jika terbukti. “Kalau memang benar ada anggota meminta uang terhadap pelaku, silakan lapor ke unit P3D Polres.Nanti akan diselidiki,” tandasnya kepada wartawan saat ditemui di ruang tunggu Kapolres Bulukumba kemarin.

Jika pelaku terbukti menggunakan narkoba, dijerat Undang- Undang Psikotropika dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.“Penahanan pelaku tanpa berkas penahanan bisa dilakukan, sambil penunggu hasil pemeriksaan darah pelaku yang dikirim ke Polda,”ujarnya.

Sementara itu,pihak keluarga Fadli keberatan terhadap tindakan anggota Polres Bulukumba yang menahan Fadli. Mereka menilai, petugas tidak adil dalam penahanan tersebut.Sebab,Fadli tidak bersalah karena tidak menggunakan narkoba. Kalaupun ada barang bukti ditemukan di dalam rumahnya, itu dibawa orang lain. Sebab, sebelum penangkapan, ada pemuda yang tidak dikenal masuk ke rumahnya. Berselang beberapa menit kemudian, anggota Tim Buser Polres Bulukumba menggerebek rumahnya dan menemukan sabu-sabu berceceran.

“Penangkapan Fadli yang dilakukan polisi adalah salah tangkap. Pembuktian setelah dilakukan pemeriksaan,” kata Adi, kakak Fadli, saat ditemui di Polres,kemarin. (si-baharuddin)
makassarterkini

Kasus Pengadaan Mobil Dinas Bupati/Wabub Penyidik Usut Aliran Dana ke Oknum Perwira Polisi

Pihak penyidik di Polres Lhokseumawe, Rabu (28/4) kemarin, dilaporkan terus mengusut aliran dana pengadaan mobil dinas Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara tahun 2007 lalu, yang terindikasi korupsi. Pengusutan ini juga dilakukan terhadap seorang perwira polisi, yang disebut-sebut ikut menikmati dana pengadaan mobil tersebut.

Terkait upaya pengusutan tersebut, pihak penyidik dilaporkan telah melayangkan surat panggilan kepada AKP Sua, oknum perwira polisi itu, untuk dimintai keterangannya. Selain itu, dilaporkan juga, kemarin penyidik juga telah memeriksa kembali dua tersangka, yakni mantan Kabag Perlengkapan dan Penjabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Kapolres Lhokseumawe AKBP Zulkifli, melalui Kasat Reskrim AKP Bambang S, Rabu (28/4) membenarkan, kalau pihaknya telah melayangkan surat pada AKP Sua, seorang perwira polisi yang kini bertugas sebagai seorang Kabag di satu Polres dalam wilayah hukum Polda Aceh. Bahkan sesuai surat yang telah dilayangkan kemarin, AKP Sua akan dimintai keterangan penyidik Polres Lhokseumawe pada Senin (3/5) mendatang, karena diduga ikut menikmati.

Sedangkan pemanggilan ini, menurut AKP Bambang, untuk meminta kesaksian, sehubungan berdasarkan keterangan Her yang telah diperiksa beberapa waktu lalu, kalau uang yang telah ditransfer Mah selaku Direktur CV T sebesar Rp 379.775.000 kepadanya, telah diberikan pada AKP Sua. “Jadi pemanggilan ini hanyalah untuk memintai keterangan apa benar ada menerima uang dari Her atau pun tidak,” jelas Kasat Reskrim.

Selain itu, Kasat Reskrim membenarkan juga kalau kemarin pihaknya telah melakukan pemanggilan ulang pada dua tersangka yakni mantan Kabag Perlengkapan dan PPTK. Keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan tambahan. “Jadi pemanggilan ulang itu biasa kita lakukan untuk kelengkapan data. Karena seiring bertambahnya kita periksa saksi, tentunya semakin banyak yang terungkap. Sehingga tersangka pun harus kita periksa kembali untuk mengkonfermasi tambahan data yang terungkap tersebut,” jelasnya tanpa merincikan tambahan keterangan yang dimaksud.

Diberitakan sebelumnya, sejak Januari 2010 hingga sekarang penyidik Polres Lhokseumawe, sedang mendalami kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan mobil dinas Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara tahun 2007 dengan total anggaran Rp 748 juta. Tahap awal, polisi telah menetapkan seorang tersangka yakni Direktur Utama CV T selaku kontraktor pemenang tender berinisial Mah yang ditangkap, Rabu (14/4) pekan lalu.

Bahkan eksen lanjutan dari Polres Lhokseumawe, langsung menyita mobil dinas Bupati dan Wakil Bupati jenis Fortuner, sehubungan mobil tersebut belum memiliki BPKB sah, dikarenakan pihak penjual mobil dari PT Dunia Barusa belum menerima pembayaran, yang pada dasarnya uang telah dicairkan melalui Bagian Perlengkapkan Setdakab Aceh Utara ke rekening perusahaan selaku pemenang tender, pada Oktober 2007 lalu.

Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 669,8 juta. Dan beberapa hari kemudian penyidik pun menetapkan tiga tersangka tambahan, yakni, Kuasa Pengguna Anggaran atau mantan Kabag Perlengkapan berinisial Ami, Penjabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Ahm, dan Penerima Barang Fai.(bah)
serambinews.com

Kasus Penembakan di Nagan Raya Dua Oknum Brimob Jadi Tersangka

Polres Nagan Raya menetapkan dua oknum Brimob Kompi IV Kuala sebagai tersangka pelaku penembakan terhadap Muhib Dani (18), warga Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Sabtu 24 April 2010. Seperti diketahui, insiden itu sendiri telah memicu amuk massa sehingga merusak dan membakar berbagai fasilitas PT Surya Panen Subur (SPS) di Desa Pulo Kruet.

Kedua oknum anggota Brimob Kompi IV Kuala yang telah ditetapkan sebagai tersangka masing-masing Brigadir LB dan Briptu FN. “Setelah kita periksa secara intensif, keduanya terbukti melakukan penembakan terhadap warga dan mereka langsung kita kurung di dalam sel/tahanan khusus,” kata Kapolres Nagan Raya, AKBP Drs Ari Soebijanto didampingi Kasat Reskrim, Iptu Handoko kepada Serambi, Rabu (28/4). Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 354 KUHP yang tergolong kategori penganiayaan berat.

Menurut Kapolres Ari Soebijanto, selain menahan kedua oknum anggota Brimob tersebut, pihaknya juga telah mengamankan barang bukti berupa dua pucuk senjata api milik kedua aparat penegak hukum itu serta sebilah parang milik korban. Polisi juga sudah memintai keterangan Hendra Wardani (19), rekan korban yang berhasil kabur ketika peristiwa itu terjadi. Hendra dimintai keterangan sebagai saksi di Mapolsek Alue Bilie, Kecamatan Darul Makmur.

Kapolres mengatakan, kesaksian Hendra Wardani sangat penting karena ia melihat dan mengalami sendiri kasus kekerasan dan penembakan terhadap Muhib Dani. “Ia (Hendra Wardani) merupakan saksi kunci dalam kasus ini,” kata Kapolres Nagan Raya.

Kapolda minta maaf
Secara khusus Kapolres Nagan Raya, AKBP Ari Soebijanto menyampaikan permohonan maaf Kapolda Aceh, Brigjen Pol Fajar Prihantoro atas terjadinya insiden penembakan terhadap seorang warga Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Kapolda juga telah memerintahkan pihak kepolisian di Nagan Raya untuk mengusut tuntas kasus itu dan berjanji akan memproses secara hukum oknum anggota Brimob yang terlibat.

Kapolres Nagan Raya, AKBP Drs Ari Soebijanto juga menjelaskan, massa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran berbagai fasilitas milik PT SPS di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur--pascapenembakan seorang warga--diduga diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dan memiliki masalah pribadi dengan pihak perusahaan perkenunan tersebut.

Hingga kemarin, kata Kapolres Ari Soebijanto, polisi telah mengidentifikasi sedikitnya dua orang warga yang diduga menjadi pemicu aksi pengrusakan dan pembakaran yang melumpuhkan aktivitas PT SPS. Namun Kapolres Nagan Raya belum bersedia menyebutkan identitas warga yang terlibat itu sebab kemungkinan besar masih ada pihak lainnya yang ikut dijadikan tersangka. “Kita terus mendalami kasus ini, karena kemungkinan besar bakal banyak tersangka yang terlibat,” jelasnya.

Korban masih dirawat
Muhib Dani, korban penembakan oknum anggota Brimob di Nagan Raya, hingga Rabu (28/4) masih dirawat intensif di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Banda Aceh yang sebelumnya sempat dikabarkan diboyong ke RSU Zainoel Abidin Banda Aceh. Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Farid Ahmad, menjawab Serambi melalui pesan singkatnya membenarkan Muhib Dani (korban penembakan)

masih dirawat intensif di RS Bhayangkara, Banda Aceh. Kondisi korban mulai membaik dan tim dokter RS Bhayangkara pada pukul 16.00 WIB, Rabu (28/4) dijadwalkan melakukan operasi untuk mengangkat proyektil peluru yang bersarang di kaki kiri korban. “Biaya pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pihak kepolisian sampai Muhib Dani dinyatakan sembuh,” tulis Kombes Farid Ahmad dalam pesan singkatnya.

Langgar HAM
Kasus penembakan Muhib Dani oleh oknum anggota Brimob di Nagan Raya juga ditanggapi KontraS Aceh dan LBH Banda Aceh Pos Meulaboh. Menurut KontraS dan LBH Banda Aceh Pos Meulaboh, insiden itu bukan saja masuk kategori tindak pidana penganiayaan berat tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Koordinator KontraS Aceh Hendra Fadli dan Koordinator LBH Banda Aceh Pos Meulaboh Chairul Azmi dalam pernyataan bersama yang dikirim ke Serambi meminta Kapolda Aceh untuk memastikan berlangsungnya proses hukum secara adil dan transparan terhadap oknum Brimob yang melakukan pelanggaran tersebut. DPRK Nagan Raya didesak membentuk pansus yang bertugas menghimpun informasi terkait keberadaan sejumlah corporate perkebunan sawit di Kabupaten Nagan Raya, terutama yang berhubungan dengan transparansi dan batasan izin penguasaan dan pemanfaatan lahan oleh perusahaan. Selain itu, Bupati Nagan Raya, sesuai dengan kewenangannya juga harus menjamin terlaksananya proses pengawasan dan evaluasi keberadaan HGU di daerahnya.

Lapor ke Kapolri
Berbagai dugaan pelanggaran (penembakan) terhadap warga sipil yang dilakukan polisi di Aceh, disikapi oleh Koalisi NGO HAM Aceh dengan mengirim surat ke Kapolri dengan meminta dilakukan penindakan serius terhadap oknum-oknum anggota Polri yang terlibat.

Dalam surat bernomor 077/K-NGO/IV/2010 Tanggal 28 April 2010, Koalisi NGO HAM Aceh merincikan sejumlah kasus penembakan warga sipil di Aceh yang dilakukan polisi di berbagai tempat dalam tahun 2010. “Ketika sejumlah kasus lainnya belum jelas proses hukumnya, kini terjadi lagi kasus penembakan terhadap Muhib Dani (18), warga Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Pemuda ini ditembak oknum Brimob yang menjaga PT SPS,” tulis Zulfikar Muhammad, Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Koalisi NGO HAM Aceh dalam suratnya.

Terhadap berbagai kasus pelanggaran yang dilakukan polisi di Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh meminta Kapolri segera mengungkap dan menangkap pelaku kekerasan terhadap warga sipil. Kapolri juga diminta memerintahkan Kapolda Aceh lebih serius memberikan informasi/pemahaman kepada seluruh anggota Polri yang bertugas di Aceh tentang hukum dan HAM. Koalisi NGO HAM Aceh juga menilai perlu segera dilakukan penertiban terhadap pos-pos polisi yang berkedudukan di banyak perusahaan milik swasta di Aceh.
serambinews.com

Rabu, 28 April 2010

Anggota Polres Sidrap Ditahan

Kepolisian Resor (Polres) Sidrap terpaksa menahan seorang oknum anggota Polres Sidrap bernama Briptu Sup bersama salah seorang rekannya, Nawab di Cafe Modies, Allakuang, Pangkajene Sidrap.

Keduanya tertangkap dalam suatu razia yang sekira pukul 22.00 Wita, Senin malam, 26 April. Saat penggerekan, Briptu Sup dan Nawab memperlihatkan gelagat mencurigakan sehingga diamankan.

Petugas membawa Nawab dan Briptu Sup ke rumahnya di Tanete, Kecamatan Maritengngae, Sidrap. Hanya saja, polisi yang menggeledah rumah Nawab tak menemukan adanya barang bukti (BB) narkoba.

"Salah seorang di antara mereka memang selama ini kita curigai terlibat narkoba. Namun setelah keduanya ditangkap dan rumah mereka digeledah, polisi tak menemukan barang bukti yang bisa menjerat mereka," tegas Kapolres Sidrap, AKBP Ponadi SIK, Selasa kemarin.

Ponadi tak menampik status keanggotaan Briptu Sup. Saat ini, kata Ponadi, Briptu Sup tercatat sebagai anggota Polres Sidrap. Keduanya, baik Briptu Sup maupun Nawab masih menjalani pemeriksaan intensif di Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Sidrap.

Keduanya juga belum ditetapkan sebagai tersangka sambil menunggu hasil pemeriksaan keduanya, "Kalau hasil pemeriksaan dan tes labnya terbukti. Pasti kita proses," katanya.

Salah seorang sumber di Kantor Polres Sidrap menyebutkan, Briptu Sup dan Nawab sudah lama diintai aparat Polres Sidrap. Keduanya bahkan pernah menjadi target operasi (TO) di salah satu cafe beberapa malam lalu, namun berhasil lolos. (pp)
lokalnews.fajar.co.id

Oknum Perwira Polisi Dilapor Merampok

Citra Polri, khususnya Polda Sulsel kembali tercoreng. Ini menyusul salah seorang anggota Dentasemen Markas (Denma) Polda Sulsel yakni Iptu AN dilaporkan di Polwiltabes Makassar karena dugaan terlibat dalam tindak pidana perampokan.

Informasi perampokan tersebut terungkap setelah Muhammad (25), warga Jl Kelapa Tiga, Kecamatan Panakukang, Makassar, melapor di unit Pelayanan, Pengaduan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polwiltabes Makassar, Senin (26/4).
Di depan aparat kepolisian, Muhammad mengaku bahwa pada hari Sabtu (24/4) sekitar pukul 23.30 wita, tiba-tiba ia didekati oleh AN. Saat itu Muhammad sedang nongkrong di dekat rumahnya.
Dengan alasan korban diduga membawa dan memiliki narkoba jenis sabu-sabu, korban yang memang mengetahui oknum tersebut adalah polisi, memilih menuruti saja permintaan polisi. Saat itu ia dibawa ke lorong kecil tak jauh dari rumahnya.
Saat di lorong, korban kemudian diperiksa sedemikian rupa. "Saya digeledah, katanya saya memiliki narkoba. Padahal sama sekali tidak," jelas korban saat melapor.
Karena tidak mendapati yang dicari, AN kemudian meminta korban untuk memperlihatkan ponsel dan dompetnya. Setelah memeriksa, baik ponsel dan dompet korban dikantongi tersangka.
Sadisnya, AN yang juga tetangga korban, kemudian memukul dada Muhammad sebanyak dua kali. Akibatnya korban sempat menjalani perawatan di RS Faisal.
"Saat ia mengambil ponsel dan dompet saya, saya mencoba bertanya, tapi dia justru memukul saya," ujar korban menceritakan kronologis kejadian tersebut.
Kepala Unit P3D Polwiltabes Makassar, AKP Djoko, yang ditemui, Selasa (27/4), di Mapolwiltabes Makassar, membenarkan adanya kejadian tersebut. Menurutnya, baik korban ataupun terlapor sudah dimintai keterangan.
"Kasus ini sudah kami serahkan ke Polda untuk proses lebih lanjut," jelas Djoko, kemarin. (ali)

Humas Polda: Tunggu Hasil Penyelidikan

DIHUBUNGI terpisah, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Polisi Hery Subiansauri mengatakan bahwa langkah pertama yang ditempuh Polda dalam hal ini penyidik adalah mengumpulkan sejumlah saksi-saksi.
"Pertama kali yang dilakukan adalah meminta keterangan saksi-saksi. Termasuk hasil visum. Jika sudah memenuhi unsur ini, maka penyelidikan akan dilakukan dan tidak menutup kemungkinan status terlapor, bisa langsung menjadi tersangka," jelas Hery, kemarin. (ali)


Tribun Timur

Selasa, 27 April 2010

Duh, Brigadir RF CLBK dengan Istri TNI

Kisah cinta lama bersemi kembali atau CLBK dialami Brigadir Polisi RF (28), anggota Kepolisian Resor Lumajang. Sayang, kisah yang seharusnya berakhir romantis justru sebaliknya, berujung nestapa.

RF dihadapkan ke meja hijau karena terlibat CLBK dengan DA (29), istri Praka DWS, anggota TNI Batalyon Infanteri (Yonif) 527 Lumajang, yang saat ini masih menjalani tugas negara di bumi Papua.

Sidang perdana kasus perselingkuhan antara RF dan DA berlangsung tegang. Sejumlah polisi dan beberapa anggota Yonif 527 berikut anggota Polisi Militer tampak berjaga-jaga, Senin (26/4/2010).

Sidang yang digelar di ruang Garuda Pengadilan Negeri Lumajang itu berlangsung tertutup untuk umum. Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik hanya bisa meliput dari balik kaca. Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu dipimpin hakim Rosiana.

Menurut Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Lumajang EP Kumala Lubis, kasus perselingkuhan antara RF dan DA terbongkar saat dua sejoli itu dipergoki oleh anggota intel TNI sedang berduaan di salah satu hotel di Lumajang.

Sang intel pun melaporkan cinta terlarang kedua terdakwa kepada atasan. Kumala Lubis mengaku tidak tahu bagaimana ceritanya sehingga DWS kemudian tahu bahwa istrinya berselingkuh. Yang jelas, DWS melaporkan perselingkuhan istrinya secara resmi ke polisi.

"Suaminya yang melapor secara tertulis,” kata Kumala Lubis seusai pembacaan dakwaan.

Dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) disebutkan, antara RF dan DA sebelum sama-sama menikah dengan orang lain pernah menjalin kisah-kasih. Hubungan yang sempat kandas itu berlanjut setelah RF ditugasi berjaga di sebuah bank swasta, tempat DA bekerja.

Karena sering bertemu itulah, lanjut Kumala Lubis, cinta yang sudah terpendam tumbuh kembali. Mereka kemudian sering berhubungan via telepon seluler. Pertemanan antarkeduanya berlanjut hingga antarjemput kerja dan belanja bersama.

“Sampai saat ini belum ada saksi yang dimintai keterangan. Agenda tadi cuma dakwaan,” kata Kumala Lubis di kantornya.

Dia menjelaskan, kedua pasangan yang telah lupa diri itu mengaku tiga kali berada di hotel, losmen, dan sebuah penginapan. Namun, Kumala Lubis tidak menjelaskan apa yang diperbuat oleh keduanya di dalam hotel. “Ngakunya tiga kali, di Lumajang dan di Senduro,” ucap Kumala Lubis.

Menurut Humas PN Lumajang Yogi Arsono, RF diduga selingkuh dengan DA. Mereka didakwa melanggar Pasal 284 KUHP Ayat 1 junto 64 Ayat 1, yakni tentang perbuatan melanggar kesusilaan atau perzinaan yang dilakukan secara berlanjut.

“Jadi, hanya satu dakwaan tunggal. Dan mereka tidak ditahan,” ujar Yogi seusai memimpin sidang.

Terdakwa tidak ditahan karena ancaman hukumannya hanya sembilan bulan sesuai dengan Pasal 21 Ayat 4 KUHAP. Di pasal tersebut dijelaskan, jika ancamannya di bawah lima tahun, terdakwa tidak ditahan. (nst35)

kompas.com

Nekat, Istri Anggota TNI Diselingkuhi Polisi

Gara-gara nekat berselingkuh dengan istri anggota TNI, seorang anggota Polisi Resor Lumajang, Jawa Timur, Senin (26/4), disidang di Pengadilan Negeri Lumajang. Brigadir Rohman Firmansyah dengan tergesa-gesa, masuk ke ruang sidang utama PN Lumajang. Tak lama kemudian, Deni Aryanti, pasangan selingkuhannya menyusul duduk di kursi pesakitan.

Dalam sidang perdana ini, majelis hakim yang dipimpin Anne Rosana, mendengarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kumara Lubis. Jaksa mendakwa Roman, dengan dakwaan perzinahan secara berulang-ulang, dengan istri Praka Dian Wahyu Setyawan anggota TNI Batalyon 527 Lumajang. Perselingkuhan berjalan lancar karena Praka Dian sedang bertugas di Papua.

Menurut JPU, keduanya telah menjalin hubungan lama. Jalinan asmara itu terjadi saat terdakwa Rohman diperbantukan di Bank BPR Darma Indra. Sedang pasangan selingkuhannya, berkerja di bank yang sama. "Mereka sudah sama-sama suka sebelum menikah. Sesuai dengan BAP, mereka juga sering kontak telepon, dan lain-lain," kata Kumara.

Juru bicara Pengadilan Negeri Lumajang Yogi Arsana mengatakan, dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, adalah Pasal 284 ayat 1 dan ayat 1 A junto 64, tentang Delik Kesusilaan. Karena ancaman hukuman hanya sembilan bulan, maka pelaku tidak ditahan. Hal ini sesuai dengan Pasal 21 ayat 4 KUHP, untuk dibawah lima tahun, terdakwa tidak bisa ditahan.

Proses persidangan yang berjalan cepat ini, dijaga ketat anggota Batalyon 527, polisi militer, dan anggota Provos Polres Lumajang, guna mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Hal ini dilakukan, karena suami terdakwa Deni Aryanti saat ini masih bertugas di Papua. Sehingga dikhawatirkan teman-temannya tidak terima. Sementara Brigadir Roman saat ini sudah dipindah tugaskan ke Polres Madiun. Sidang berjalan tertutup, sehingga menyulitkan wartawan untuk mengambil gambar.(ARL/AYB)
/berita.liputan6.com

Personel Polsek Medan Baru Dipropamkan - Kapolsek Menyusul

Tindakan yang dilakukan Polda Sumut menindak 33 anggotanya dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), ternyata tidak menimbulkan efek jera.

Terbukti, masih ada oknum-oknum di lapangan yang bertindak tidak mencerminkan layaknya sebagai pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat. Sebaliknya, mereka justru melakukan tindakan semen-mena di luar prosedur tetap yang telah ditentukan.

Seperti yang dilakukan Aiptu BS, anggota Polsek Medan Baru. Personel polisi yang satu ini dengan seenaknya meletuskan senjata api (senpi) yang mengakibatkan masyarakat resah.

Senin (26/4), Aiptu BS dilaporkan salah seorang warga yang tidak senang dengan tindakannya ke Bidang Provesi dan Pengamanan (Bid-Propam) Polda Sumut.

Julheri Sinaga SH, kuasa hukum korban mengatakan, kliennya Doni Pane (24) warga Jalan Bakau Medan Baru merasa diperlakukan semena-mena oleh oknum tersebut hingga terpaksa melaporkan ke Bid Propam Poldasu.

“Sebenarnya laporan sudah kita buat. Kita kemari untuk mempertanyakan atas laporan tersebut,” kata Julheri Sinaga kepada Global di Mapoldasu.

Menurut Julheri, insiden menimpa kliennya terjadi 28 Februari 2009 lalu, ketika korban hendak pulang ke rumah. Di persimpangan jalan, korban berselisih dengan oknum tersebut yang kebetulan bertandang ke rumah salah seorang wanita kenalannya. Kebetulan saat itu korban meludah. Entah kenapa, oknum tersebut langsung marah dan seolah dilecehkan. Tanpa basa-basi oknum tersebut menarik kerah korban dan meletuskan senjata api, sembari mengucapkan kata-kata kasar.

“Tidak ada masalah, klien kami hanya meludah. Oknum itu langsung marah dan menarik kerah bajunya lalu meletuskan senjata api,” tambah Julheri.

Parahnya lagi, kata Julheri, beberapa pekan kemudian kliennya ditangkap atas tuduhan melakukan perusakan dan sempat ditahan di Polsek Medan Baru selama dua pekan.

“Inikan sudah tidak benar. Karena itu kita laporkan ke Propam,” tandasnya seraya mengatakan pihaknya juga akan melaporkan Kapolsek Medan Baru AKP Yoris Marzuki, selaku atasan oknum tersebut. “Yah nantinya usai ini kita akan laporkan Kapolseknya ke Propam,” ancam Julheri.

Secara terpisah Kapolsek Medan Baru AKP Yoris Marzuki yang dikonfirmasi Global melalaui HP-nya sempat bingung dan mengaku belum mengetahui hal tersebut. “Oh tersangka itu laporkan saya ke Propam. BAP apa, Aduh saya masih di Poltabes kita jumpa di kantor aja yah,” terang Yoris.http://www.harian-global.com/

MAFIA HUKUM Bebaskan 2 Tersangka, 2 Polisi Dibui

Fenomena mafia hukum marak di mana-mana. Kali ini, dua anggota Polwiltabes Surabaya ditahan Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur diduga kuat menyalagunakan jabatannya dengan melepas tersangka kasus perjudian dan narkoba.

Berbeda dengan tahanan yang biasanya dinaikkan mobil tahanan kejaksaan, dua oknum polisi ini naik mobil pribadi, sedan hitam Toyota Wish L 767.

Keduanya pun ditahan usai Kejati Jatim menyatakan berkas kasus tersebut sempurna. Sebelumnya, kasus ini ditangani penyidik Polda Jatim. Kedua tersangka itu, masing-masing AKP R Kuntjara Tjahya dan Briptu Saut Binsar Hamonangan Manurung.
Mereka ditahan penuntut umum dengan dititipkan di Penjara Delta Sidoarjo. Keduanya digiring menuju Lapas Delta Sidoarjo, Senin (26/4). Berbeda dengan tahanan yang biasanya dinaikkan mobil tahanan kejaksaan, dua oknum polisi ini naik mobil pribadi, sedan hitam Toyota Wish L 767.

Sejumlah ibu-ibu yang diduga anggota keluarga dua polisi ini tampak ikut bergegas mengiringi mereka menuju Lapas Delta Sidoarjo. Seorang lelaki di antara mereka menolak diwawancarai. “Bukan, saya hanya sopir,” katanya saat ditanya apakah dia pengacara kedua tersangka.
Saat di depan penjara, seseorang yang mengaku pengacara kedua tersangka enggan memberikan keterangan. "Belum tahu apa kasusnya," katanya. Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo Sugeng Riyanta menyatakan, mereka pernah menangani kasus perjudian di Desa Bulang Prambon Sidoarjo.
Namun, mereka berani melepas tersangka kasu itu dengan imbalan Rp 12 juta. Sedangkan kasus narkoba terjadi di wilayah hukum Polres Gresik dengan imbalan uang Rp 8 juta. Tindakan dua oknum polisi ini melanggar sejumlah pasal.
Mereka dijerat dengan pasal 12 huruf E dan B, pasal 11 UU 39/1999 yang diperbarui dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. mustain

http://nasional.kompas.com

Kapolda Didesak Tindak Oknum Brimob Penembak Warga Darul Makmur

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh mendesak Kapolda Aceh untuk menindak tegas oknum Brimob yang melakukan pemukulan dan penembakan terhadap warga Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya yang mengakibatkan Muhib Dani (19) terluka parah di bagian kaki.

Hal ini juga telah mengundang terjadinya amuk massa yang berujung pada pembakaran sejumlah fasilitas di PT Surya Panen Subur (SPS) Desa Pulo Kruet, Darul Makmur, Sabtu (24/4) sekitar pukul 21.00 WIB.

Insiden tersebut diduga kuat karena oknum Brimob yang selama ini mengamankan pabrik itu menembak seorang pemuda setempat yang berselisih paham dengannya.

"Kami mendesak Kapolda untuk segera menindak oknum Brimob itu dan meminta Komnas HAM mengusut kasus pemukulan dan penembakan warga Desa Alue Raya, agar penegakan HAM yang kita cita-citakan dapat terwujud hingga peristiwa ini tidak terulang di kemudian hari," ujar Koordinator LBH Banda Aceh Pos Meulaboh, Chairul Azmi, SH kepada wartawan, Senin (26/4).

Dijelaskan, tugas pokok kepolisian sebagaimana diatur pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan tugas pokok kepolisian tersebut tidak terlepas dari menjunjung tinggi HAM.

Namun, tidak demikian yang terjadi di Nagan Raya, akibat ulah oknum Brimob yang bertugas melakukan pengamanan terhadap PT SPS yang memukul dan menembak mengakibatkan Muhib Dani (19) terluka parah di bagian kaki dan terpaksa menjalani perawatan di RSUD Nagan Raya.

Dari data yang dihimpun, diduga kuat terdapat kesalahan prosedur serta tindak pidana dalam peristiwa tersebut, di antaranya hanya karena terjadi percekcokan antara korban dan oknum Brimob, lantas memancing emosi dua oknum Brimob sehingga ketika korban melintasi PT SPS langsung dikejar hingga ke perbatasan Desa Aleu Raya dan Aleu Kuyun, kemudian dipukul dan ditembak.

"Hal ini jelas merupakan suatu pelanggaran terhadap Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian," jelasnya.

Dilarang Keras

Sebagaimana diketahui, polisi yang bertugas di lapangan dilarang keras mempergunakan senjata api untuk menembak orang maupun pelaku tindak kejahatan, kerusuhan dan lain sebagainya. Begitu juga jika tersangka yang hendak ditangkap melarikan diri, polisi dilarang menembak.

Sedangkan apabila tersangka melakukan perlawanan yang mengancam keselamatan anggota atau masyarakat, polisi wajib menghentikannya. Karenanya, petugas kepolisian di lapangan dibekali dengan kondisi fisik yang prima dan ilmu bela diri.

Sementara terkait dugaan tindak pidana pemukulan dan penembakan yang dilakukan oknum Brimob, hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk penganiayaan berat, sehingga dapat dijerat pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.

"Akibat dari ulah oknum Brimob tersebut, mengakibatkan keresahan masyarakat di Kemukiman Desa Cot Masjid dan berujung pada pengrusakan dan pembakaran terhadap PT SPS yang diperkirakan menimbulkan kerugian miliaran rupiah," ujarnya. (mhd)

http://www.analisadaily.com/index.php?

Korban Oknum Brimob di Nagan: Saya Ditembak dari Dekat

Ditembak dari dekat, hanya berjarak tiga meter, itulah pengakuan maupun yang dialami Muyid Dani (18). Pemuda Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, ini diduga ditembak oknum Brigade Mobil (Brimob) yang sedang menjaga PT Surya Panen Subur (SPS) Nagan Raya, pada Sabtu (24/4) sore, sehingga kaki kanannya luka dan tembus ke kaki kiri.

Kepada Serambi, Senin (26/4) kemarin, dengan suara terbata-bata sembari terbaring lemah di ruang rawat bedah RSUD Nagan Raya, Muyid mengaku tak sedikit pun punya firasat pada hari itu bakal diterjang peluru. “Ini kan masa damai, mana terpikir bakal ada aparat bersenjata yang main tembak seperti itu,” kata lulusan SMP ini.

Begitu kaki kanannya ditembak, kemudian tembus ke kaki kiri, Muyid mengaku langsung tersungkur ke tanah. Ia merasakan sakit yang luar biasa, namun kesadarannya tidak hilang. Muyid masih bisa mendengar dengan jelas instruksi oknum Brimob yang menembaknya. “Bukannya ditolong, saya justru diperintah berdiri oleh Brimob itu. Jelas saya tak mampu, karena kedua kaki saya luka ditembak. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah menjerit sejadi-jadinya,” ungkap Muyid.

“Oknum Brimob itu juga bilang pada saya, supaya saya jangan main-main dengan mereka. Kalau cari-cari masalah, maka rasakan sendiri akibatnya,” ujar Muyid menirukan ucapan seorang Brimob yang mendornya. Mendengar ucapan seperti itu dan merasakan tembakan di kakinya, Muyid sontak teringat pada gaya sebagian aparat pada masa konflik Aceh dulu saat berhadapan dengan warga sipil.

Dalam situasi seperti itu, bukan saja kesakitan, Muyid juga merasa sangat kesepian. Dia seorang diri menahan perih. Sedangkan rekannya, Hendra Wardani yang sama-sama dengannya diuber Brimob menggunakan mobil, ternyata berhasil melarikan diri. “Dia lari pasti karena takut akan mengalami hal seperti yang saya alami,” ujar Muyid.

Setelah kejadian itu, sambung Muhyid, ia langsung dibawa oknum Brimob menuju pos polisi terdekat. “Tapi karena takut dipukul lagi, saya pun pura-pura tak bisa lagi melihat karena sangat pusing, sehingga saya langsung diboyong ke puskesmas terdekat.” Saat menuju maupun sesampai di puskesmas itulah banyak warga yang melihat Muyid berdarah-darah akibat tembakan aparat, sehingga banyak warga yang marah.

Sebagaimana diberitakan Serambi, Minggu (25/4) lalu, warga yang diperkirakan ribuan orang dari sejumlah desa di Kemukiman Seuneuam IV, Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya, Sabtu malam mengamuk dan menyerbu ke PT SPS di Desa Pulo Kruet, Darul Makmur. Berbagai fasilitas perusahaan perkebunan sawit itu dibakar, termasuk puluhan mobil perusahaan. Bahkan pos polisi ikut diserang.

Dampak penyerbuan dan pembakaran fasilitas perusahaan serta mes karyawan tersebut, menyebabkan ribuan pekerja melarikan diri. Amuk itu disebut-sebut sebagai reaksi massa atas tertembaknya Muyid pada Sabtu (24/4) sore yang diawali percekcokan antara Muyid bersama seorang temannya dengan seorang anggota Brimob yang bertugas menjaga lokasi PT SPS. Ujung-ujungnya, oknum Brimob itu menembak kaki Muyid. Dalam kondisi berluka tembak, pemuda itu pun akhirnya dirujuk dari puskesmas ke IGD RSUD Nagan Raya di Ujong Fatihah.

Diawali rakit
Menurut Muyid, sebelum kakinya ditembak, ia bersama temannya, Hendra Wardani yang naik sepeda motor dikejar-kejar oleh dua aparat Brimob yang mengendarai mobil. Awal kisahnya, dua oknum Brimob itu meminjam rakit milik warga setempat. Tapi setelah mereka gunakan menyeberangi sungai, tidak dikembalikan sebagaimana mestinya. Saat itu Muyid dan Hendra sedang membersihkan kebun. Di tangan keduanya ada parang.

Saat Muyid memberanikan diri minta rakit itu dikembalikan, kedua aparat keamanan itu justru berkata kasar. “Kami disuruh berenang untuk mengambil rakit itu. Ini membuat kami kesal,” ujar Muyid. Namun, tak lama kemudian, seorang karyawan PT SPS yang kebetulan berada di dekat aparat tersebut langsung mengembalikan rakit tersebut secara diam-diam, tanpa sepengetahuan mereka.

Saat mereka kembali, kata Muyid, rakit itu sudah berada kembali di posisi semula. Namun, kedua aparat Brimob dan karyawan PT SPS itu tak lagi terlihat di lokasi. Muyid dan Hendra akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing. Akan tetapi, di tengah perjalanan, aku Muyid, mereka dihadang oleh sebuah kendaraan dan palang yang terkesan menutup jalan. Itu terjadi di depan pos security dan pos Brimob, sehingga celah jalan yang tersisa hanya cukup untuk dilewati satu sepeda motor saja.

Tak ambil peduli dengan rintangan itu, Muyid dan Hendra langsung melewatinya dengan harapan bisa cepat tiba di rumah. Tapi tiba-tiba, kata Muyid, mereka dikejutkan oleh suara teriakan seorang oknum Brimob yang meminta mereka berhenti. Kesan Muyid, teriakan itu hanya untuk cari-cari masalah sehubungan dengan soal rakit tadi siang. Tak mau ambil risiko, Muyid dan Hendra akhirnya menghindar. Mereka tancap gas naik sepeda motor. Lalu dikejar aparat naik mobil sejauh beberapa kilometer hingga berhasil dicegat di sekitar perumahan warga di Desa Alue Raya, Kecamatan Darul Makmur.

Saat itulah, kata Muyid, ia yang hanya berdua dengan hendra langsung dihampiri oleh oknum Brimob. Tendangan sang aparat mengarah ke dadanya. Namun, tendangan menggunakan sepatu PDL itu berhasil ditahan korban dengan tangan kirinya, sehingga ia tersungkur ke tanah. “Saya disuruh berdiri lagi dan tiba-tiba datang dua anggota Brimob lainnya langsung menembak kaki kanan saya dari jarak dekat, ya sekitar tiga meter,” jelas Muyid dengan sorot mata ketakutan. Akibatnya, ia langsung tersungkur dengan kondisi kaki berdarah-darah, sedangkan Hendra melarikan diri.

Segera dioperasi
Kondisi Muyid kemarin dilaporkan belum menggembirakan. Pasalnya, kaki kanan korban mengalami patah tulang disertai retak, sehingga harus dioperasi. Selain itu, di kaki kiri Muyid terdapat serpihan peluru yang tersangkut di pergelangan kakinya.

Direktur RSUD Nagan Raya, dr T Yusrizal Hasri kepada Serambi kemarin mengatakan, kaki kanan dan kiri Muyid harus segera dioperasi. “Kalau tidak kita lakukan penanganan secepatnya, maka kemungkinan terburuk pasti bakal terjadi pada pasien, dan saya tak mau ambil risiko dalam hal ini,” jelasnya.

Untuk itu, tim medis RSUD Nagan Raya akhirnya merujuk korban ke RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh, Senin (26/4) petang kemarin. Sementara itu, aparat Polres Nagan Raya hingga kemarin terus memeriksa sejumlah saksi maupun personel Brimob Kompi IV Kuala, yang bertugas sebagai pengaman di PT SPS pada hari kejadian itu.

Kapolres Nagan Raya, AKBP Drs Ari Soebijanto melalui Kasat Reskrim Iptu Handoko yang ditanyai Serambi kemarin menyatakan, pihaknya hingga kini masih terus mengumpulkan keterangan dari saksi yang melihat langsung penembakan itu yang diawali percekcokan antara tersangka pelaku dengan korban.

Hendra kembali
Sedangkan Hendra yang menghilang setelah Muyid ditembak, Senin kemarin telah kembali ke rumahnya. Namun, ia masih trauma terhadap kejadian yang menimpa rekannya. Tim penyidik akan memintai keterangannya setelah berkoordinasi dengan aparat desa setempat.

Di samping itu, kata Iptu Handoko, pihaknya hingga kini masih meminta keterangan dari sejumlah warga Kemukiman Seneuam IV, mengingat insiden penembakan itu terjadi di luar kompleks perusahan dan tak ada kaitannya dengan perusahaan itu. “Intinya kasus penembakan ini terjadi karena persoalan pribadi antara korban dan pelaku,” jelasnya.

Masih lumpuh
Pascaamuk massa yang terjadi tiga hari lalu, aktivitas perkantoran milik PT Surya Panen Subur (SPS) Nagan Raya yang berada di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya hingga kini dilaporkan masih lumpuh. Tak diketahui secara pasti kapan perusahaan perkebunan milik swasta itu beroperasi kembali.

Manager Community Development Area PT SPS Nagan Raya, Ir M Basir Hasan kepada Serambi kemarin menyatakan, pihaknya sangat menyesalkan insiden penembakan warga sipil itu. Sebab, akibat penembakan itu ramai warga akhirnya melampiaskan kemarahannya dengan membakar mes, kantor, poliklinik, dan kendaraan PT SPS, sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp 2 miliar. PT SPS Nagan Raya menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus itu kepada kepolisian, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Menyangkut biaya pengobatan terhadap korban penembakan, menurut Basir, sepenuhnya ditanggung Polres Nagan Raya. (edi)

m.serambinews.com

Usut Penembak Warga, LBH Surati Mabes Polri

Upaya hukum atas penembakan dua warga Dusun Dengilau, Desa Sawakung, Galesong Selatan, Takalar terus dilakukan pihak korban. Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar melayangkan surat ke Mabes Polri untuk meminta penuntasan kasus tersebut.

"Surat itu merupakan desakan kami selaku tim advokasi korban agar Kapolri punya perhatian terhadap dengan kasus ini," ujar Abdul Muttalib, Ketua LBH Makassar, siang tadi.

Dalam suratnya, LBH menyayangkan sikap Kepolisian Daerah Sulsel yang terkesan menutup mata atas kasus itu. Padahal, satu korban yang tertembak, Syarif Kadir meregang nyawa selama tujuh bulan oleh peluru polisi yang bersarang di tubuhnya. "Tak satupun polisi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ini presedenn buruk karena polisi terbukti telah salah tembak," tegas Muttalib.

LBH juga mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat meminta maaf kepada masyarakat atas tindakan salah tembak personel Kepolisian Sketor Bontonompo dan Kepolisian Resort Gowa. Dia menilai, polisi telah bertindak di luar kewajaran dengan melakukan penganiayaan berat.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Polda Sulsel, Komisaris Besar Hery Subiansauri mengaku belum mendapatkan informasi adanya surat yang dilayangkan LBH Makassar ke Mabes Polri. Kendati demikian, Hery mengapresiasi upaya tersebut.

"Polda Sulsel tetap berkomitmen untuk memproses semua laporan yang masuk," kata Hery.

Menurutnya, penetapan tersangka akan dilakukan jika penyidik Propam Polda Sulsel menemukan bukti kuat atas laporan korban. Sebelumnya korban didampingi LBH mengadukan tindakan sekitar 30 oknum polisi terhadap Syarif Kadir dan ayahnya Mustari, pekan lalu. Hingga saat ini, laporan tersebut belum direspons.
http://www.tempointeraktif.com/

Kapolsek Tertangkap Basah Berbuat Mesum

Tasikmalaya, Oknum Kapolsek Cipatujah Tasikmalaya Jawa Barat bernama AKP P, Senin malam (26/04) sekitar pukul 23.30 WIB tertangkap basah oleh warga sedang melakukan asusila dengan seorang anak gadis remaja bernama Rina diperkirakan berumur 17 tahun. Perbuatan tersebut dilakukan di rumah kontrakannya di Kampung Sukajaya Kecamatan Cipatujah yang tidak jauh dari Kantor Polsek Cipatujah.

Pada saat digerebeg oleh warga, oknum Kapolsek tampak kaget dan buru-buru memakai celana. Sementara perempuannya masih telanjang hanya ditutupi selimut saja. Oleh warga malam itu juga oknum polisi dan perempuan simpannya itu langsung dibawa ke kantor koramil Cipatujah untuk diamankan.

Warga yang geram beberapakali melontarkan umpatan dan cacian kepada oknum polisi tersebut. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diharapkan, Kapolsek dan perempuannya langsung dibawa ke Polres Kabupaten Tasikmalaya.

Berdasarkan keterangan beberapa orang warga Sukajaya Cipatujah, sebenarnya ulah tidak terpuji oknum kapolsek itu sudah lama tercium, namun warga belum punya bukti. Bahkan beberapa hari sebelum digerebeg, Kapolsek pernah diminta keterangan oleh Majlis Ulama Cipatujah. Di hadapan Majlis Ulama, Kapolsek bersumpah tidak pernah melakukan hal tidak senonoh. (septyan)
kabarindonesia.com

Lima Polisi Pencuri Minta Penangguhan Penahanan

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Suhadi Siswo Wibowo menyatakan lima polisi yang diduga melakukan pencurian dengan modus melakukan penggerebekan judi minta penangguhan penahanan.

"Penangguhan penahanan memang dibolehkan selama tidak mengganggu proses penyelidikan sambil menunggu proses hukum," kata Suhadi SW di Pontianak, Jumat (23/4).

Ia mengatakan, untuk pelanggaran kode etik kelima polisi itu dikenakan sanksi disiplin, sementara untuk kasus dugaan pidana masih dalam proses penyelidikan oleh Ditserse Polda Kalbar. Kelima orang polisi tersebut, yaitu dari Ditreksrim Polda Kalbar Brigadir PR dan Bripda JR, dari Polres Mempawah Bripka GT, dan Polsek Teluk Pakedai Bripka BH dan Bripda IS.

Kelima orang polisi itu, Jumat (26/2) melakukan penggerebekan di rumah Cu Syiu Nyan, 64, warga Dusun Beringin Desa Kalimas Kecamatan Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya dengan alasan untuk menertibkan praktek judi di rumah tersebut. Setelah penggerebekan itu korban kehilangan uang sebesar Rp87 juta yang disimpan di laci tempat tidurnya. Saat penggerebekan dilakukan korban sedang tidak berada di dalam rumah dan tidak ada aktivitas permainan judi.

Korban melaporkan kehilangan uangnya yang semula akan digunakan untuk membangun rumah. Korban menyatakan uang tersebut diperoleh dari kiriman anaknya yang bekerja di Jakarta, Amerika Serikat, dan Taiwan. Sebelumnya, Kepala Ditserse Polda Kalbar Komisaris Besar (Pol) Rafli mengatakan, saat ini sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh kelima oknum polisi tersebut.

"Penyidikan itu untuk mengetahui apakah benar uang milik korban itu hilang, bersamaan saat penggerebekan, atau sebelumnya. Selain itu kami juga akan menyelidiki asal uang, apakah benar uang itu dikirim oleh anaknya seperti pengakuan dalam BAP," kata Rafli.

Sementara untuk proses hukum kode etik kepolisian tetap berlanjut karena kelima polisi itu terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan penggerebekan tanpa didukung surat perintah dari atasannya. (Ant/OL-06)

Polisi Rampok Mobil Penjaga Klenteng

Setelah brankas Bendahara Satuan Kerja (Bensatker) Polda Sulsel dicuri, kini oknum polisi ditangkap karena merampok mobil milik seorang penjaga klenteng di Makassar.

Oknum polisi tersangka perampokan itu adalah Bripka Budianto, anggota Polsekta Ujung Pandang. Ia diamankan di Polresta Makassar Barat beserta sejumlah barang bukti lainnya.
Kasus perampokan ini terkuak saat, Jenny, penjaga klenteng tersebut, melapor di Polresta Makassar Barat sesaat setelah mobil Toyota Avanza miliknya dirampok oleh Budianto.
Di depan aparat kepolisian, Jenny yang tinggal di Jl Rappocini, Makassar, mengaku, saat itu, Senin (19/4), ia baru saja pulang dari tempat kerja melalui Jl Gunung Latimojong. Tiba-tiba tersangka yang masih menggunakan baju dinas ini menghampiri korban.
Masih menurut korban, setelah berhasil masuk ke dalam mobil, tersangka kemudian menodongkan pisau dapur yang diduga memang sudah disiapkan tersangka untuk merampok.
Berbekal pisau tersebut, korban kemudian dibawa ke Jl Batu Putih. Tepatnya di belakang SMA 8, korban kemudian diturunkan secara paksa. Sementara pelaku melarikan dua buah cincin emas, tiga ponsel, dan uang tunai Rp 650 ribu.
Korban yang mengalami luka di bagian bibir atas ini kemudian melapor di Polresta Makassar Barat. Berselang beberapa jam kemudian, tersangka ditangkap di rumahnya di BTN Asri Mawang, Kabupaten Gowa, bersama sejumlah barang bukti.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Makassar Barat, AKP Agung Kanigoro, yang dikonfirmasi membenarkan adanya kejadian tersebut. Menurut Agung pihaknya masih melakukan penyelidikan motif dari kejadian yang memalukan ini.
"Ini yang masih kami dalami. Apalagi tersangka melakukan aksi kriminal tersebut dengan menggunakan baju dinas. Mungkin untuk sementara penyebabnya karena ia terhimpit masalah ekonomi," jelanya.
Akibat perbuatannya, oknum polisi yang akrab dipanggil Budi ini terancam penjara selama 9 tahun.
"Ia akan dikenakan pasal 368 KUHP subsider 368 tentang pencurian yang didahului dengan aksi kekerasan dengan ancaman hukuman sembilan tahun pejara," ujar Agung kepada Tribun.(ali)



Tribun Timur

Telantarkan Keluarga Oknum Polisi Dipolisikan

Oknum anggota Polri, WNW (52), dilaporkan ke Mapolres Klungkung, gara-gara menelantarkan istri dan anak-anaknya dengan tidak pernah memberi nafkah. Bahkan, sejak tahun 2007, WNW meninggalkan rumahnya di Besang Kangin, Semarapura Kaja. Kini, kasusnya sedang ditangani P3D Polres Klungkung.

Kabag Bina Mitra Polres Klungkung, Kompol Dewa Gede Sugawa, ketika dimintai konfirmasi Senin (26/4) kemarin, membenarkan adanya laporan kasus penelantaran keluarga tersebut. Menurut dia, yang melaporkan kasus itu istri WNW, Ni Nyoman Kar. Bahkan, menurut Dewa Sugawa, penelantaran keluarga dilakukan WNW sejak menikah tahun 1982. Terlapor sama sekali tidak pernah memberi tahu keberadaan gajinya sebagai anggota polisi. ''Ketika istrinya (pelapor-red) menanyakan dibawa ke mana gajinya, terlapor (WNW-red) selalu menjawab bahwa gaji itu dimanfaatkan untuk membayar utang,'' tandas Dewa Sugawa sebagaimana pengaduan pelapor di hadapan polisi.

Ditambahkan, karena pernikahannya dengan terlapor, pelapor memiliki dua anak yakni Ni Putu SO (23) dan Kadek AJ (18). Hanya, Dewa Sugawa tidak memberi tahu secara gamblang di mana tempat tugas WNW. Termasuk keaktifian yang bersangkutan menjalani tugas rutin sebagai anggota Polri, pascameninggalkan rumah sejak tahun 2007. Yang jelas, kata dia, saat ini, P3D tengah mengusut kasus tersebut. (kmb20)
balipost.co.id

Korban Penembakan Polisi Akhirnya Tewas

Syarif Kadir alias Saribu Daeng Polu, 35 tahun, korban penembakan aparat kepolisian dari Polresta Gowa akhirnya meninggal dunia hari ini. Korban tewas setelah terbaring kritis selama tujuh bulan di rumahnya di Dusun Dengilau, Desa Sawakung, Galesong Selatan, Takalar.

Syarif mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 11.30 Wita. Dua pekan terakhir, kondisi kesehatan yang bersangkutan menurun drastis. Hanya bubur dan air putih yang masuk ke perutnya. Istri Syarif, Ramlah, 28 tahun yang dikonfirmasi via telepon mengatakan sehari sebelum meninggal, korban sudah tidak bisa makan apapun.

Kondisinya kian lemah dan napasnya sering sesak. "Ia juga kerap merasa suhu badannya panas dingin," ujar Ramlah hari ini. Ibu dua anak itu mengaku ikhlas atas kepergian suaminya. Kendati itu, ia meminta polisi yang melakukan penembakan bisa diproses sesuai dengan hukum.

"Suami saya diperlakukan tidak manusiawi. Harapan keluarga kami hanyalah menunggu keadilan hukum," kata Ramlah.

Di tubuh Syarif bersarang timah panas yang dilontarkan polisi, 14 September 2009. Ia diduga adalah seorang residivis pencurian ternak yang meresahkan di Takalar dan Gowa. Hingga maut menjemputnya, butiran peluru masih bersarang di tubuh lelaki itu.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Muttalib menyayangkan proses kasus terhadap korban. Ia mendesak agar oknum polisi yang terlibat dalam penembakan itu segera diseret ke meja hukum.

"Tidak sulit sebenarnya jika pemimpin Polda Sulsel serius tangani kasus ini. Kami minta oknum polisi tersebut ditindak sesuai dengan kode etik profesi dan tindak pidana," ujar Muthalib.

Ia mengatakan, kasus tersebut sebenarnya mudah diungkap. Apalagi, pelakunya lebih dari 10 orang dari Polsekta Bontonompo dan Polresta Gowa. Selain itu, tindakan menangkap korban didasari dengan surat perintah yang menunjukkan nama-nama polisi yang bertugas saat kejadian.

Untuk kepentingan advokasi, LBH Makassar mengaku berkoodinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka mendesak agar, polisi segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). "Kami juga akan meminta perhatian dari Kapolri.

Juru Bicara Polda Sulsel, Komisaris Besar Hery Subiansauri mengatakan saat ini Propam Polda sedang menyelidiki 16 polisi yang diduga terlibat dalam kasus itu. Meski demikian, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Prosesnya masih berjalan dengan agenda pemeriksaan polisi. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi," kata Hery.

ABDUL RAHMAN
http://www.tempointeraktif.com

Senin, 26 April 2010

Oknum Polisi Kendalikan Peredaran Narkoba dari Lapas

Oknum polisi berinisial LLB (29) yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Badung, terkait dengan kasus narkoba, diduga ikut mengendalikan peredaran narkoba di lingkungan masyarakat.

"Dia diketahui aktif dalam mengendalikan peredaran barang terlarang itu dari dalam lapas tempatnya menjalani penahanan," kata Direktur Narkoba Polda Bali AKBP Mulyadi di Denpasar, Senin (26/4/2010).

Direktur Narkoba (Dirnarkoba) menjelaskan, LLB diketahui sebagai pengendali peredaran narkoba di lapangan setelah dua kaki tangannya menyusul ditangkap petugas.

Tersangka ST (19) asal Jombang, Jawa Timur, dan IS (30) asal Mojokerto adalah kaki tangan LLB yang ditangkap polisi pada tanggal 21 April lalu setelah kedapatan membawa dan memiliki sabu.

Tersangka ST ditangkap di bagian ruang pemeriksaan Lapas Kerobokan setelah dia mencoba memasukkan sabu seberat 5,2 gram ke dalam lapas terbesar di Bali itu.

"Tersangka ST berhasil kami tangkap setelah ada informasi dari pihak lapas yang memergoki seorang pembesuk yang diduga kuat membawa sabu," kata AKBP Mulyadi.

Mendapat informasi itu, polisi langsung menyergap dan menggeledah ST, kemudian petugas mendapatkan serbuk sabu seberat 5,2 gram yang dibungkus dalam sebuah kotak rokok bekas.

"Sabu sebanyak itu kami sita dari dalam saku baju lengan panjang warna hitam yang sedang dipakai oleh ST," katanya.

Dari hasil pemeriksaan terhadap ST, terungkap bahwa sabu yang dibawanya itu didapat dari IS, yang kemudian ditangkap polisi di tempat tinggalnya di Jalan Tanjung Biru I Pamogang, Denpasar.

Dari tempat tinggal IS, petugas menyita barang bukti dua paket sabu seberat 1,8 gram, dan sebuah kotak ponsel yang berisi empat paket sabu seberat 3,32 gram.

"Kami juga mendapati sebuah timbangan digital, satu buah tas kresek hitam yang di dalamnya berisi 765 butir pil ekstasi, buku tabungan, satu buah bong (alat isap sabu), dan barang bukti lainnya," ujar Mulyadi.

Dari hasil pemeriksaan terhadap IS, lanjut Mulyadi, diperoleh keterangan bahwa dia memiliki barang sebanyak itu setelah mendapat pesanan dari LLB yang sedang mendekam di Lapas Kerobokan.

"Jadi, baik ST maupun IS sama-sama memiliki dan membawa barang yang rencananya akan diserahkan kepada LLB dengan berpura-pura sebagai pembesuk tahanan," katanya.

Namun, kata Mulyadi, sebelum barang terlarang itu sampai ke tangan LLB, petugas telah terlebih dahulu berhasil menyitanya dari kedua tersangka.

LLB yang masih berstatus tahanan dalam kasus narkoba, yang perkaranya dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, terungkap aktif mengendalikan peredaran narkoba di luar lapas menggunakan ponsel.

Ditanya mengenai asal mula sabu yang berhasil disita petugas dari tersangka ST dan IS, Dirnarkoba mengatakan bahwa hal itu masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.

"Yang kami tahu bahwa narkoba yang dibawa ST dan IS adalah pesanan dari LLB yang kini masih mendekam di Lapas Kerobokan," katanya.

Untuk tersangka ST dan IS, keduanya dinilai telah melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara.

"Kalau memang terindikasi dan terbukti dia mengendalikan semua itu, tentu kami akan melakukan penyidikan lebih lanjut," ucapnya.

kompas

Oknum Brimob Terlibat Bakar 40 Rumah

Seorang oknum Brimob diduga kuat terlibat dan menjadi provokator pengerahan massa untuk menyerang dan membakar 40 rumah warga di Desa Batang Kumu di Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

“Massa yang menyerang desa dipimpin seorang anggota Brimob bernama Simorgan Nababan dari kesatuan di Sipirok. Saya melihat langsung dia memakai seragam polisi yang ditutupi jaket,” kata warga Desa Batang Kumu, M Nasir Sihotang, ketika dihubungi ANTARA dari Pekanbaru, Sabtu (24/4) malam.

Sekitar 300 warga yang diduga berasal dari enam desa di Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, merusak dan membakar sedikitnya 40 rumah warga Desa Batang Kumu. Penyerangan terjadi sekitar pukul 14.00 WIB dan berlangsung hingga malam hari.

Nasir mengatakan warga Desa Batang Kumu mengenal oknum Brimob itu karena selama ini ia bertugas di perusahaan pengolahan kelapa sawit PT Mazuma Agro Indonesia (MAI) yang berlokasi di Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas.

Menurut dia, warga Desa Batang Kumu selama ini memang berkonflik dengan perusahaan tersebut sejak sekitar tahun 1998.

“Kami tidak pernah bermasalah dengan warga Padang Lawas, tapi dengan perusahaan memang iya. Hal itu mengenai tapal batas daerah,” ujar Nasir.

Gugatan Warga

Direktur Eksekutif Kaliptra Sumatera, Irsyadul Halim, menilai penyerangan tersebut kemungkinan besar terkait gugatan warga Desa Batang Kumu terhadap PT MAI. Konflik tersebut kini dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pangarayan, Kabupaten Rokan Hulu.

“Selain itu, penyerangan serupa pernah terjadi pada tahun 1998 ketika rumah warga Desa Batang Kumu juga dirusak massa yang diduga didalangi perusahaan,” katanya.

PT MAI selama ini bermitra dengan enam desa di Padang Lawas, Sumut, dan mengklim wilayah Desa Batang Kumu juga masuk ke dalam wilayah tersebut.

Perusahaan itu beroperasi dengan berbekal izin penunjukan lokasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tapanuli Selatan Nomor 460.132/IL/I/1996, tentang pemberian izin lokasi untuk keperluan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang diterbitkan tanggal 23 Januari 1997.

Didukung Surat Keputusan Bupati Tapanuli selatan Nomor 525.26/1656/K/2003 tentang izin budidaya perkebunan yang diterbitkan tanggal 11 november 2003, yang intinya memberikan izin pada PT MAI untuk merealisasikan pembangunan perkebunan sawit diatas lahan seluas 9.000 hektar.

“Namun, sebagian wilayah yang dikelola perusahaan berada di wilayah teritori Propinsi Riau tepatnya di Kabupaten Rokan Hulu yang berbatasan dengan Sumut. Akibatnya banyak lahan yang sudah dikelola masyarakat Riau dirampas oleh perusahaan tersebut,” ujar Halim.

Pada sidang lanjutan berupa ketrangan saksi di PN Pasir Pangarayan, Selasa (21/4) lalu, saksi ahli dari BPN Provinsi Riau, Tata Pemerintahan Provinsi Riau, Depatemen Kehutanan RI, dan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, menyatakan memberatkan konsesi yang diklaim perusahaan masuk dalam wilayah Riau.

Saksi dari BPN juga menyatakan perusahaan diduga telah menggeser patok sejauh 5 kilometer dari perbatasan Riau-Sumut. Akibatnya, sekitar 5.508 hektar areal yang dikelola oleh perusahaan itu masuk di wilayah Riau.

http://joglopos.com
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya