Sabtu, 02 Januari 2010

5 Perwira Polisi Depok Dimutasi

Polres Depok menggelar serah terima jabatan lima perwira polisi setingkat Kasat dan Kapolsek. Sertijab digelar pascadua kasus besar yang dilakukan anggota polisi Depok di antaranya kasus salah tangkap terhadap penulis JJ Rizal serta penembakan sopir angkutan kota D 102 Jurusan Limo-Lebak Bulus, Subagyo, dalam penggerebekan judi.
Kelima perwira tersebut adalah Kasat Reskrim, Kasat Intel, Kapolsek Pancoran Mas, Kapolsek Limo, serta Kapolsek Beji. Ketiga kapolsek yang dimutasi dipindahkan ke Polres Depok tanpa jabatan. Sedangkan dua kasat dimutasi ke Polda Metro Jaya juga tanpa jabatan.

Kapolres Depok AKBP Saidal Mursalin membantah mutasi tersebut terkait dengan kesalahan anggota dalam kasus JJ Rizal dan Subagyo. Menurut Saidal, mutasi tersebut hanya bagian dari penyegaran internal Polres Depok.

“Tidak ada kaitan dengan apapun, ini hanya mutasi biasa,” ujarnya kepada wartawan di Polres Depok, Sabtu (02/01/10).

Jabatan mantan kapolsek yang ditempatkan di Polres, kata Saidal, masih dirumuskan oleh bagian administrasi. “Kita belum tahu, lihat kebutuhan nanti, masih dirumuskan Kabag Administrasi,” katanya.

Sebelumnya, sepuluh anggota Polsek Limo terkena hukuman disiplin pada November 2009 lantaran menembak Subagyo dalam penggerebekan judi. Sedangkan tiga anggota Polsek Beji juga dikenakan hukuman disiplin pada Desember 2009 pascakasus JJ Rizal dan sempat melakukan pemukulan saat pemeriksaan.
(teb)

sumber okezone

Tujuh Personel Polda Kaltim Dipecat

Dalam pembinaan personel selama 2009 dilingkungan Polda Kalimantan Timur, sebanyak 5 anggota bintara dipecat secara tidak hormat karena desersi.

“Sembilan anggota Polisi dua diantaranya telah dipecat karena tindak pidana. Tujuh lainya masih dalam proses pemeriksaan. Tujuh yang diperoses itu berpangkat bintara terkait pidana seperti narkoba, asusila, perbuatan tidak menyenangkan judi dan membawa kayu tanpa dokumen,” tandas Kapolda Kaltim Irjen Pol Mathius Salempang, (31/12/2009).

Selain itu Kapolda juga mengungkapkan sebanyak 30 perwira ditemukan telah melakukan pelanggaran indisipliner. Sedangkan 434 anggota berpangkat bintara ke bawah melakukan pelanggaran indisipliner dalam menjalankan tugas selama tahun 2009 ini. dari 700 perwira lebih 30 perwira kami temukan pelanggaran indisipliner.

“Ini memang lebih banyak kalau kita lihat dari jumlah perwira yang ada di lingkungan Polda Kaltim,” tambahnya.

Kapolda juga menjelaskan sejak diluncurkan program reformasi birokrasi di tubuh Polri 29 Januari 2009 sejumlah tindakan dan kebijakan organisasi yang dilakukan yakni Quick Respons atas laporan masyarakat atas terjadinya tindakan kejahatan.

Kedua transparansi penyidikan, transparansi proses pembuatan SIM, dan transparansi proses penerimaan calon polisi. Dalam transparansi penyidikan masyarakat diberikan akses seluas-luasnya untuk menanyakan proses kelanjutan penyidikan yang ditangani aparatnya.

“Kalau di transparan proses SIM kita meraih no satu se Indonesia karena fator masyarakat yang menahan untuk tidak memberikan uang tip/suap,” terangnya.

sumber okezone

Polda DIY Pecat Delapan Anggota

Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), selama 2009 memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap delapan anggota yang melakukan pelanggaran disiplin.

"Ada delapan anggota yang diberhentikan dengan tidak hormat karena melakukan pelanggaran disiplin. Mereka terdiri tujuh bintara dan satu orang tamtama," kata Kepala Divisi Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti, Jumat.

Menurut dia, jumlah anggota yang melakukan pelanggaran disiplin selama 2009 sebanyak 268 orang, atau menurun dibanding 2008 sebanyak 290 orang.

Sedangkan mereka yang melakukan tindak pidana sebanyak 11 orang, atau menurun dibanding 2008 sebanyak 24 orang, dan pelanggaran kode etik profesi Polri (KKEP) sebanyak 16 orang selama 2009, atau meningkat di banding 2008 sebanyak 17 orang.

"Anggota yang mendapat penghargaan atas prestasinya selama 2009 sebanyak 13 orang, atau meningkat dibanding 2008 yang hanya sembilan orang," katanya.

Ia mengatakan anggota yang pensiun dini pada 2009 sebanyak 11 orang, terdiri perwira menegah tiga orang, perwira pertama satu orang, bintara lima orang, dan tamtama dua orang.

"Sedangkan untuk klasifikasi pelanggaran berdasarkan kepangkatan, selama 2009 sebanyak 295 kasus yang terdiri dari pelanggaran disiplin oleh dua perwira menengah, 16 perwira pertama dan 248 bintara," katanya.

Kemudian untuk pelanggaran KKEP ada dua perwira menengah, satu perwira pertama, dan delapan bintara.

"Sedangkan pelanggaran pidana tiga kasus oleh perwira menengah, satu kasus oleh perwira pertama, 10 bintara, dan dua tamtama," katanya.

Ia mengatakan masih adanya anggota yang melakukan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana itu, menjadi tantangan bagi Polda DIY untuk melakukan pembenahan dan pembinaan personel agar ke depannya dapat lebih baik lagi.

"Masih adanya anggota yang melanggar disiplin maupun melakukan tindak pidana ini merupakan kendala tersendiri bagi Polda DIY dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta upaya mencegah gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas)," katanya.(*)

sumber antara

Mahasiswa Gorontalo Tuntut Polri Copot Kapolda

Mahasiswa seluruh perguruan tinggi seprovinsi Gorontalo, menuntut Kepolisian Republik Indonesia mencopot Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Brigjen Sunarjono dan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kota Gorontalo AKBP Yosal Zein menyusul kekerasan yang dilakukan polisi kepada mahasiswa.

"Kedua pejabat kepolisian ini adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa penyerangan kampus dan pemukulan mahasiswa Selasa (29/12) kemarin," ujar Sunaryo Dulanimu dan Rahmat, koordinator aksi ketika rapat forum rektor seprovinsi Gorontalo di Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Rabu,

Mereka menilai, Polri harus mencopot kedua petinggi polisi di daerah itu, selain mengganti rugi semua fasilitas kampus yang rusak dan membiayai perawatan mahasiswa yang terluka dipukuli polisi.

Mereka juga meminta rektor UNG Nelson Pomalingo mengeluarkan rekomendasi untuk mencopot kedua petinggi polisi itu.

Nelson, yang menemui mahasiswa demonstran itu mengatakan, apa yang menjadi tuntutan mereka itu sudah sejalan dengan keputusan forum rektor seprovinsi Gorontalo.

"Saya baru saja menggelar rapat dengan 13 perguruan tinggi seprovinsi Gorontalo, keputusannya juga sudah sama dengan apa yang diinginkan mahasiswa," ujar Nelson.

Dia menambahkan, rekomendasi forum rektor untuk mencopot Kapolda dan Kapolres kota Gorontalo itu, juga akan disampaikan ke tingkat pusat.

Perusakan fasilitas kampus dilakukan polisi ketika serangan balasan pada tawuran antara kubu polisi dan mahasiswa, Selasa petang, sekitar pukul 18.00 waktu setempat.

Tidak hanya kaca gedung perkuliahan, polisi juga merusak puluhan motor yang terparkir di areal kampus itu, serta memukul setiap mahasiswa yang mereka temukan.

Tawuran itu dipicu oleh pembubaran polisi terhadap aksi demo mahasiswa terkait kedatangan Wakil Presiden Boediono di Gorontalo, mahasiswa membalas pembubaran paksa itu dengan lemparan batu ke arah polisi. (*)

sumber antara

Kasus UNG, Insiden Kemanusiaan Terburuk 2009

- Serangan polisi ke Universitas Negeri Gorontalo, yang disertai pemukulan puluhan mahasiswa, Selasa (29/12), dinilai sebagai insiden kemanusiaan terburuk di Indonesia sepanjang tahun 2009.

"Ini adalah catatan akhir tahun yang tidak boleh terlupakan, apapun alasannya, menyerang kampus, apalagi sampai memukuli mahasiswa di dalamnya, merupakan pelanggaran berat, karena kampus adalah zona ilmiah yang menjamin kebebasan berpendapat," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Gorontalo, Elnino M.Hussein Mohi, Rabu.

Pengamat masalah pendidikan dan sosial serta kolumnis itu menilai, penyerangan yang banyak memakan korban orang tak bersalah itu melukai citra polisi sebagai sosok yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat.

"Insiden ini harus terus dikawal oleh media, dan juga seluruh elemen masyarakat," ujar Elnino, yang akan berada di Gorontalo hingga pertengahan Januari 2010, dalam rangka masa reses.

Dia sangat menyayangkan tindakan polisi menyerang dan merusak kampus. "Kalau pengayom masyarakat berubah menjadi peneror masyarakat, maka rakyat kecil harus mengadu kemana lagi," ujarnya.

Dia telah melaporkan insiden ini keada Komisi Polisi Nasional, agar para pelaku yang terlibat dikenai sanksi tegas.

Perusakan fasilitas kampus oleh polisi terjadi manakala polisi membalas mahasiswa dengan menyerang kampusnya Selasa petang kemarin.
Tidak hanya kaca gedung perkuliahan, polisi juga merusak puluhan motor yang terparkir di areal kampus itu, serta memukul setiap mahasiswa yang mereka temukan.

Tawuran dipicu oleh pembubaran polisi terhadap demonstrasi mahasiswa yang menentang kedatangan Wakil Presiden Boediono di Gorontalo. Mahasiswa membalas pembubaran paksa itu dengan lemparan batu ke arah polisi.

Tawuran yang berlangsung sejak pukul 12.30 hingga pukul 18.00 itu, menimbulkan puluhan korban terluka pada kedua belah kubu. (*)

sumber antara

Saksi: Polisi Tangkap dan Pukul Orang Sembarangan

Sejumlah saksi mata yang menyaksikan tawuran antar polisi dan mahasiswa Selasa (29/12) di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menyatakan bahwa polisi menangkap dan memukul siapa saja tanpa menanyakan identitas terlebih dahulu.

"Yang dipukuli itu bukan hanya mahasiswa, tapi juga Siswa SMA, pengemudi becak motor, bahkan masyarakat biasa," Kata Fajar, salah seorang saksi mata, Rabu.

Dengan mata kepala sendiri, Fajar menyaksikan sejumlah orang tak bersalahserta merta ditangkap, lantas dipukuli beramai-ramai oleh polisi yang tampak buas dan emosional.

Saksi mata lainnya, Ema mengungkapkan, tidak sedikit anggota polisi yang mendatangi tempat kos mahasiswa dan langsung memukuli siapa saja yang berada di dalamnya.

"Pokoknya main pukul, kemudian ditinggal begitu saja," ujarnya.

Tidak hanya tempat kos mahasiswa, polisi juga merusak dua warung internet di samping kampus, dan menghajar sejumlah penghuni di dalamnya.

"Padahal di dalamnya banyak anak SMA yang sedang main internet, ada juga seorang ibu yang nyaris dipukuli polisi, namun segera dihadang masyarakat," ujar Udin yang mengaku menyaksikan peristiwa itu.

Tawuran berlangsung sejak pukul 12.30 hingga pukul 18.00 dan berakhir setelah polisi menyerbu kampus, hingga meluas ke rumah-rumah penduduk dan tempat kos di sekitarnya.

Tawuran dipicu oleh pembubaran paksa polisi terhadap demonstrasi mahasiswa menentang kedatangan Wapres Boediono di Gorontalo.

Kapolda Gorontalo, Brigjen Sunarjono telah menyatakan permohonan maafnya kepada semua pihak yang dirugikan dan bersedia menanggung semua kerugian yang ada.

Tetapi, rektorat UNG dan seluruh perguruan tinggi di Gorontalo, akan menuntut dan melaporkan tindakan polisi itu ke Komnas HAM, kementerian terkait, dan Presiden RI. (*)

sumber antaranews

Penyelidik: Ganjil, Motif Perusakan Kampus UNG

Tim penyelidik Mabes Polri menemukan keganjilan di balik motif perusakan Kampus Universitas Negeri Gorontalo (UNG) oleh polisi saat bentrok polisi dengan mahasiswa pada Selasa lalu (29/12).

"Yang ganjil adalah mengapa sampai sebegitu banyak anggota polisi yang masuk bahkan merusak kampus," Kata Sulistyo Prihadi, Tim Penyelidik Mabes Polri.

Dia menilai, seharusnya Polisi hanya mengutus perwakilannya saja untuk meredam emosi kedua belah kubu.

"Jadi sangat disayangkan, karena yang merusak kampus itu justru polisi, yang seharusnya bertugas mengamankan dan melindungi, apalagi penyerangan itu juga meluas hingga ke rumah warga," katanya.

Bentrok yang berlangsung lebih dari lima jam itu dipicu oleh langkah polisi membubarkan demonstrasi mahasiswa menentang kedatangan Wakil Presiden Boediono di Gorontalo yang dibalas dengan lemparan batu ke arah polisi.

Bentrok berujung dengan disernagkan kampus oleh polisi, yang membuat jatuhnya korban di kubu mahasiswa dan masyarakat biasa, bahkan termasuk wartawan yang meliput peristiwa itu.

Tim penyelidik Polri telah mengantongi petunjuk teknis pengamanan dari Polda dan Polres Kota Gorontalo, terkait kedatangan wapres termasuk lokasi dan pimpinan anggotanya yang diserahi tanggung jawab melakukan pengamanan, terutama di sekitar kampus.

Hingga tujuh hari ke depan, Mabes Polri akan memeriksa dan menyelidiki kasus ini untuk mengetahui akar permasalahan dan pelaku yang terlibat dalam insiden itu. (*)

sumber antara

Polisi Pemaku Tangan Kasman Sudah Aktif Lag

Brigadir Nafri, anggota polisi yang bertugas di Polres Kota Gorontalo dan menjadi tersangka pemaku tangan Kasman Noho, kembali bertugas. "Yang bersangkutan kembali bertugas seperti biasa," Ungkap Kapolres Kota Gorontalo, Ajun Komisaris Besar (Pol) Yosal Zein. Nafri diduga memaku tangan Kasman, tersangka pencurian sepeda motor.

Yosal mengatakan, anak buahnya itu sudah ditugaskan kembali setelah menjalani hukuman disiplin berupa penjara selama 21 hari. "Tanggal 28 Desember dia (Nafri) sudah dikeluarkan dalam sel khusus," kata Kapolres.

Sanksi disiplin yang diterapkan kepada Nafri itu, jelasnya, juga sesuai dengan prosedur kepolisian dan yang bersangkutan telah mengakui kesalahannya. Terkait gugatan hukum yang akan dilakukan keluarga Kasman Noho, Yosal mengatakan bahwa hal itu sudah diserahkan kepada pihak kepolisian daerah (Polda) Gorontalo.

Menurut Kapolres, dua anggota polisi lainnya, yakni Dedy dan Taufik yang turut bersama Nafri saat terjadi penyiksaan kepada Kasman itu, tetap diproses namun tidak diberi sanksi penjara di sel khusus.

"Karena yang memaku tangan si Kasman itu hanya Nafri, maka hanya dia saja yang di sel khusus," Kata Yosal yang mengaku tengah mengupayakan agar kasus tersebut juga diselesaikan secara kekeluargaan dengan pihak korban.

Kasus itu berawal pada 1 Desember 2009 saat Kasman Noho dijemput polisi di rumahnya, di desa Moutong, Kecamatan Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango. Dia dituduh mencuri sepeda motor, milik koperasi "Fadillah", tempat lelaki berusia 24 tahun itu bekerja.

Saat diinterogasi, Kasman mengalami berbagai penganiayaan, yang berujung pada pemakuan kedua belah tangannya. Kasman bersikukuh bahwa dirinya tidak mencuri sepeda motor yang dimaksud itu.(*)

sumber kompas

POLDA RIAU PECAT 42 POLISI SELAMA 2009

Kepolisian Daerah (Polda) Riau telah memecat secara tidak hormat sebanyak 42 anggotanya yang bermasalah dan dinilai mempermalukan nama baik institusi itu.

Kapolda Riau Brigjen Pol Adjie Rustam Ramdja di Pekanbaru, Jumat, mengatakan pelanggaran yang banyak terjadi menyangkut kode etik.

"Pemecatan paling banyak anggota tingkat Bintara yang mencapai 39 orang," katanya.

Berdasarkan data Polda Riau, kasus yang melibatkan anggota kepolisian selama tahun 2009 mencapai 189 kasus. Selain melibatkan anggota di tingkat Bintara, terdapat juga kasus yang melibatkan perwira pertama (Pama), perwira menengah (Pamen) dan PNS di lingkungan Polda.

Namun setelah dilakukan proses penyidikan, lanjutnya, sebanyak tujuh orang dari Pamen dinyatakan tidak terbukti. Sedangkan untuk kasus anggota Pama, sebanyak 13 orang dilakukan penyelidikan. Sebanyak enam anggota Pama terbukti bersalah, namun hanya tiga orang yang dipecat dan sisanya diberikan sanksi kode.

Untuk kasus yang melibatkan anggota Bintara mencapai 105 orang. Setelah diproses, sebanyak 105 terbukti bersalah dan 39 diantara dipecat dengan tindak hormat.

"Pemerian sanksi telah diberikan mulai dari yang teringan hingga pemecatan," ujarnya.

Ia mengatakan kasus yang melibatkan anggota kepolisian terungkap berkat laporan masyarakat ataupun dari internal kepolisian. Kapolda berjanji akan tidak akan pandang bulu dalam menindak anggota kepolisian yang terbukti bersalah.

Menurut dia, profesionalisme korps Polri harus terus ditingkatkan dan tidak ada tempat untuk polisi yang melakukan pelanggaran hukum.

"Polisi adalah pamong masyarakat, bukan untuk membuat takut masyarakat," katanya. (T.F012)

sumber news.id.finroll.com

Polda Aceh Pecat 13 Polisi Nakal

Dalam tahun 2009 ini, jajarapan Kepolsiaan Daerah (Polda) Aceh memberhentikan dengan tidak hormat (PDTH) atau pecat sebanyak 13 personil Polri nakal yang terlibat berbagai kasus tindak pidana pelanggaran.

Dari 13 personil yang terkena PDHT tersebut, sebanyak empat personil berasal dari Polda Aceh sedangkan selebihnya dari jajaran di tingkat wilayah atau Polres. Di samping itu juga sebanyak 17 kasus masih dalam proses.

Kapolda Aceh, Irjen Pol Adityawarman mengungkapkan, ada tiga kasus kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan para oknum polisi nakal ini, yakni kasus narkoba sebanyak 23 kasus, pencurian satu kasus dan perampokan dan penculikan sebanyak delapan kasus.

"Ini bukti, kita tegas dalam menegakkan hukum, bukan saja kepada masyarakat, bagi personil yang melanggarpun kita tindak tegas bahkan pecat," ujar Kapolda Irjen Pol Adityawarman dalam press realease akhir tahun di Lobi Mapolda, Kamis (31/12) malam.

Selain yang diberhentikan dari kedinasan, banyak juga personil lain yang dikenakan sanksi berupa penundaan kenaikan pangkat, di sel dan sanksi lainnya. Jadi, siapapun yang bersalah pasti akan dikenakan sanksi tegas sesuai kesalahan yang dilakukan oknum polisi tersebut.

Dikatakan, Polri tidak perlu menjaga dan mentolerir setiap personil yang melakukan kesalahan. Karena hal tersebut bisa merusak citra Polri sebagai pelindung, pengayom bagi masyarakat secara menyeluruh.

Di samping tindak pidana, sebanyak 63 personil juga diproses pada Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Sebanyak 15 personil disidangkan di Polda dengan 11 kasus selesai dan selebihnya dalam proses sedangkan di tingkat Poltabes dan Polres sebanyak 48 kasus dengan 24 kasus selesai dan selebihnya dalam proses.

"Jadi yang pidana kita sidangkan di peradilan umum, sedangkan pelanggaran displin diproses KKEP," ujar Kapolda dalam paparan akhir tahun yang juga dihadiri Wakapolda Brigjen Pol Bambang Suparno dan sejumlah pejabat teras Polda Aceh.

Dikatakan, selain hukuman atau sanksi, pada tahun 2009 ini juga bagi personil yang berprestasi juga dihargai, dimana 211 personil mendapat penghargaan dan kenaikan pangkat setingkat dan sebanyak 2.197 personil lainnya mendapat kenaikan pangkat reguler.

Dari 2.197 yang mendapat kenaikan pangkat per 1 Januari 2010 ini, dua di antaranya perwira menengah dari AKBP ke Kombes Pol yakni Dirlantas Polda NAD dan Dansat Brimobda, lalu 123 perwira pertama serta 630 bintara Polda dan 1.442 di jajaran Poltabes dan Polres di Aceh.

"Korp raport kenaikan pangkat ini akan kita lakukan pada Sabtu (2/1) ini," ujar Kapolda. (irn)

sumber analisadaily.com

Tahun 2009 Polres Bantul Pecat Dua Personelnya

Sepanjang tahun 2009, kepolisian resor kabupaten Bantul telah memecat dua personelnya yang terbukti melakukan pelanggaran berat. Total personel yang terlibat pelanggaran ada 33 orang. "Selain dipecat ada juga yang dimutasi, penundaan sekolah, dan penundaan kenaikan pangkat, kata Kepala Polres Bantul, Ajun Komisaris Besar Stephen M Napiun," Sabtu (2/1/2010).

Ia berjanji akan menindak setiap anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran. "Sebagai polisi seharusnya malu kalau sampai melakukan pelanggaran, baik sifatnya kriminal maupun kedisiplinan. Polisi harus jadi contoh bagi masyarakat," ujarnya.

Tahun 2010, Polres Bantul akan melakukan restrukturisasi. Bila sebelumnya personel lebih banyak ditempatkan di Polres, nantinya akan digeser ke Polsek. Polisi juga diarahkan menjadi sosok humanis dan mengayomi.

sumber kompas

Kepala Polri Minta Maaf kepada Presiden

Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri meminta maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Permintaan maaf yang disampaikan seusai inspeksi mendadak Presiden di Markas Besar Polri itu dikarenakan Kepala Polri merasa belum bisa memenuhi beberapa kebijakan presiden pada 2009.

"Mohon maaf bila dalam 2009 masih ada kebijakan Pak Presiden yang belum dapat dilaksanakan Polri," kata Kepala Polri di ruang teleconference lantai 5 Gedung Utama Mabes Polri, Jumat (1/1).

Kapolri pun berjani akan mengoptimalkan semua kebijakan Presiden Yudhoyono pada 2010 ini. Menurut dia, semua bentuk kejahatan transnasional, penebangan hutan ilegal, penyelundupan kayu, penambangan ilegal, hingga penjualan dan penyelundupan manusia akan menjadi fokus Polri. "Semua yang diarahkan untuk zero ilegal logging dan sebagainya akan menjadi perhatian Polri."

Selain meminta maaf kepada presiden, kapolri juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat karena belum memberikan yang terbaik. "Semoga di 2010 akan lebih baik," ujarnya.

sumber tempointeraktif

Jumat, 01 Januari 2010

Pembunuh Berseragam Polisi

Polisi yang melakukan pembunuhan berantai ditangkap di Riau. Ia menghabisi korbannya karena alasan sepele.

Tubuh perempuan muda itu terbujur bersimbah darah. Dingin. Kaku. Sebuah lubang akibat tertembus peluru menganga di bagian pelipis. Lima peluru lain bersarang di bagian tubuh, melubangi kemeja bermotif Cina yang dikenakannya.

Setahun lalu, temuan mayat itu menggegerkan Dusun Kemang, Palalawan, Riau, yang biasanya sunyi. Tak ada warga yang mengenali jati diri wanita malang tersebut. Ia jelas bukan penduduk setempat. Warga dusun yang lugu kemudian mengubur jenazah di lahan belukar, dua kilometer dari jalan beraspal.

Misteri baru terkuak Senin tiga pekan lalu. Petugas dari Kepolisian Daerah Riau yang melakukan pembongkaran makam dan pengenalan jenazah memastikan wanita muda itu adalah Nurmarta Lily, karyawati sebuah salon di Jambi. Usianya 33 tahun.

Nurmarta adalah istri sekaligus salah satu korban kebiadaban Inspektur Satu Gribaldi Hamdayani. Anggota Kesatuan Telematika Polda Jambi ini diduga terlibat serangkaian kasus pembunuhan. Setidak-tidaknya ia telah menghabisi tujuh nyawa di wilayah yang terentang antara Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan.

Semua terbongkar setelah Gribaldi ditangkap oleh petugas dari Polda Riau dua bulan lalu dalam kasus lain. Perwira polisi berusia 38 tahun itu diduga terlibat kasus penipuan dan pemilikan kendaraan bermotor dengan nomor palsu.

Tak disangka, ketika melakukan penggeledahan untuk mencari barang bukti di rumah tersangka di Jambi, petugas menemukan ratusan peluru senjata jenis Colt 38, revolver yang biasa digunakan polisi. Kecurigaan pun mencuat. Soalnya, sejak berdinas lima tahun lalu di Polda Jambi, ia tak pernah diberi kepercayaan memegang senjata api.

Kebetulan akhir tahun lalu polisi Sumatera Selatan dan Riau menemukan sejumlah mayat di wilayah mereka dengan bekas luka tembak. Di kawasan Banyu Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, misalnya, polisi menemukan jenazah Listy Kartika Baiduri, 30 tahun, dan Ngadimin, 50 tahun.

Kedua korban ditemukan tewas dengan kepala tertembus peluru dan tubuh hangus terbakar. Listy, janda beranak satu, adalah warga Payo Silincah, Kota Jambi. Begitu juga Ngadimin adalah warga Kota Jambi dan bekerja sebagai wartawan tabloid Derap Hukum. Tempat tinggal kedua korban berjarak ratusan kilometer dengan lokasi ditemukannya jenazah mereka.

Di Bagan Batu, Riau, polisi juga menemukan jenazah Gusmarni, 31 tahun. Lagi-lagi dengan bekas luka tembak di bagian kepala dan tubuh hangus terbakar. Janda tanpa anak warga Kota Baru Jambi tersebut dilaporkan hilang tiga tahun lalu dengan membawa sebuah sepeda motor dan mobil Toyota Hardtop.

Dari hasil penyelidikan polisi, diketahui bahwa peluru yang bersarang di tubuh ketiga korban sama jenisnya dengan yang disita dari rumah Gribaldi. Maka, petugas mencurigai sejawat mereka itu terkait dengan tewasnya orang-orang tersebut.

Namun polisi kesulitan mengungkap kasus itu secara cepat karena Gribaldi selalu diam membisu. Kekhawatiran mencuat. Jangan-jangan tersangka tak waras. Pemeriksaan kejiwaan pun dilakukan. Hasilnya? "Dia sehat. Tak menderita gangguan jiwa akut atau gila," kata juru bicara Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Polisi Amien Rachimsyah.

Pemeriksaan yang telaten disertai pengajuan sejumlah bukti kembali dilakukan. Akhirnya Gribaldi mau buka mulut. Dia mengaku telah merampas nyawa ketiga orang tersebut. Pengakuan perwira yang memulai karier dari jenjang bintara itu belum berakhir.

Ternyata masih ada empat korban lain yang telah ia bunuh. Mereka adalah Rusdin Sidauruk, warga Medan, Sumatera Utara, Mohammad Ali alias Mamad, warga Jambi Selatan, dan Yeni Farida, warga Telanai Pura, Kota Jambi. Dan terakhir adalah istri simpanannya sendiri, Nurmarta Lily.

Berdasar keterangan Gribaldi, polisi bergerak menelusuri lokasi-lokasi pembuangan mayat korban. Tiga jenazah dapat ditemukan dan dikenali. Hanya satu yang belum ditemukan, yaitu Yeni Farida, yang jenazahnya, menurut pengakuan Gribaldi, dibuang di daerah Air Molek, Riau.

Polisi tentu tak hanya bersandar pada pengakuan Gribaldi. Upaya pencarian tetap dilakukan. Mengingat kepintarannya mengaburkan identitas korban dan kegilaannya yang telah berlangsung sejak enam tahun lalu, polisi juga tak menutup kemungkinan adanya korban lain. "Ini masih terus kita kembangkan," kata seorang penyidik di Polda Riau.

Entah setan apa yang bersemayam di tubuh Gribaldi. Perwira muda berkulit cerah itu enteng saja mencabut nyawa orang. Alasannya kadang sepele. Nurmarta, misalnya, ia bunuh hanya karena rasa cemburu. Ia mencurigai istri simpanannya itu memiliki kekasih lain.

Adapun Rusdin, Mamad, dan Gusmarni harus meregang nyawa karena Gribaldi ingin menguasai mobil dan motor milik mereka. Hal itu terbukti dari ditemukannya Kijang hitam yang biasa dikemudikan Rusdin yang telah berganti nomor polisi. Semula nomornya adalah BK 1274 EP, Gribaldi kemudian mengubahnya menjadi B 2539 AD. Begitu pula Isuzu Panther kepunyaan Mamad, yang semula bernomor B 8467 CE dan telah diganti dengan nomor pelat Jambi.

Lain lagi alasan yang membuat maut menjemput Ngadimin dan Listy. Kedua orang itu diduga mengetahui permainan curang Gribaldi sebagai calo penerimaan pegawai negeri dan polisi di sekolah calon bintara Jambi. Maka keduanya harus dilenyapkan. Dalam melakukan kejahatannya, Gribaldi diduga menggunakan pistol milik anggota Polres Bungo, Jambi, yang hilang empat tahun lalu.

Beberapa tahun terakhir Gribaldi memang terlihat lebih asyik dengan pekerjaan sampingan sebagai calo ketimbang tugas utamanya sebagai polisi. Tak mengherankan bila ia bisa menempati rumah besar di Perumahan Pondok Sejahtera, Kota Jambi. Dalam bekerja, ia biasanya menggunakan beberapa nama samaran seperti Heri, G. Handa T.G., dan Grihanda.

Beberapa rekannya di Polda Jambi bercerita, Gribaldi kurang profesional dalam menjalankan tugas kepolisian. Dia tak serius be-kerja, bahkan tak betah tinggal lama di kantor. Biasanya ia datang ke kantor untuk apel pagi. Seusai apel, ia segera meninggalkan kantor dengan berbagai alasan. Sering ia pergi berjam-jam dengan mengabaikan tugas dan baru kembali saat apel sore.

Di luar sikap yang tak profesional, perilaku Gribaldi relatif wajar. Tak ada gelagat kelainan. Ia suka bergaul dengan siapa saja. Tapi ia juga gampang marah. "Sikapnya keras terhadap petugas yang pangkatnya lebih rendah," kata sejawatnya di Polda Jambi yang tak mau disebut namanya.

Perilaku Gribaldi yang tak profesional diakui Ajun Komisaris Besar Polisi Djoko Turochman. Sebagai ganjaran, beberapa kali Gribaldi terkena hukuman. Ia juga pernah menjalani sidang disiplin akibat kasus perempuan dan asusila.

Gribaldi bahkan pernah menjual nama salah seorang pimpinannya untuk kepentingan pribadi sewaktu bertugas di Polres Kerinci, Jambi. "Dia pernah ditahan dan mengalami penundaan kenaikan pangkat selama dua periode," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jambi itu.

Kini Gribaldi masih terus menjalani pemeriksaan di Polda Riau. Berkali-kali Tempo berusaha mewawancarainya, tapi selalu tidak diizinkan oleh petugas.

Akibat dari perbuatannya, tersangka diancam dengan hukuman mati. Ini sesuai dengan harapan keluarga korban yang ia bunuh. "Nyawa harus diganti nyawa." Begitu keinginan Emi, 55 tahun, ibu kandung Mamad. "Saya minta penegak hukum menjatuhkan hukuman mati kepada tersangka. Sama seperti dia membunuh anak saya."

Nugroho Dewanto, Jupernalis Samosir (Pekanbaru), Syaiful Bakhori (Jambi)


sumber majalah tempo

Tebang Pohon Miliknya Sendiri Ditangkap Polisi

Kepolisian Resor Blitar menahan Sakidi, 74, warga Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar yang dituduh menebang dua batang kayu Mindi. Ironisnya dua kayu yang tumbuh di halaman rumahnya tersebut ditanam sendiri oleh Sakidi beberapa tahun silam.

Ketua lembaga sosial Insan Pecinta Bung Karno (IPBK) Haryo Kusumo yang mendampingi Sakidi mengatakan penangkapan tersebut terjadi Senin (7/12), tiga hari setelah bapak tiga anak itu memotong dua buah tanaman Mindi di belakang rumahnya. Rencananya kayu tersebut akan digunakan untuk kayu bakar. “Penangkapan ini sama sekali tidak manusiawi,” kata Haryo, Senin (14/12).

Masih menurut Haryo, Sakidi digelandang dan diperiksa penyidik kepolisian tanpa didampingi siapapun. Padahal kakek yang sudah renta itu sama sekali tidak bisa membaca dan menulis alias buta huruf. Bahkan beberapa hari sebelum menghuni tahanan Polres Blitar Sakidi mengeluh sakit.

Penangkapan Sakidi sendiri dilakukan atas pengaduan Perhutani Blitar yang mengklaim memiliki tanah yang ditempati Sakidi termasuk semua tanaman yang tumbuh di atasnya. Saat ini warga dan KPH Perhutani setempat tengah terlibat sengketa perebutan lahan seluas 990 hektar. Masing-masing pihak mengklaim berhak mengelola dan menempatinya sebagai tanah negara.

Sulami, salah satu tim pembebasan lahan yang juga warga Desa Tambakrejo mengatakan jika tanaman Mindi yang ditebang Sakidi merupakan tanamannya sendiri. Bahkan tanaman itu ditanam sendiri oleh Sakidi beberapa tahun silam sebelum dipangkas menjadi kayu bakar. “Saya sebagai tetangganya siap menjadi saksi,” kata Sulami.

Menurut dia, saat ini terdapat lima ratus kepala keluarga atau sekitar 6 ribu jiwa yang berdiam di atas lahan tersebut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 417/Kep/-2/1999 yang dikantongi warga, Perhutani Blitar hanya berhak atas 142 hektar dari 1.132 hektar lahan di tempat itu. Sedangkan 990 hektar lainnya telah dilepas menjadi tanah negara.

Juru bicara KPH Perhutani Blitar Heri Purwanto mengakui pengaduan mereka kepada Sakidi. Menurut dia upaya tersebut untuk menciptakan efek jera kepada warga agar tidak mengambil kayu Perhutani. “Jadi sekecil apapun kayu yang diambil tetap pengerusakan,” katanya.

HARI TRI WASONO
sumber tempointeraktif

20 Polisi Polda Lampung Dipecat

Sebanyak 20 personel Polda Lampung diberhentikan dengan tidak hormat, karena terlibat tindakan kriminal dan penyalahgunaan wewenang selama tahun 2009.

"Pembinaan dan perbaikan kinerja personel menjadi salah satu prioritas saya dalam menjalankan kepemimpinan di Polda Lampung. Untuk itu, saya sudah instruksikan kepada Propam untuk tegas dalam menindak anggota yang melanggar kode etik kepolisian," kata Kapolda Lampung, Brigjen Edmon Ilyas, di Bandarlampung, Jumat.

Dia menyampaikan ada tiga jenis pelanggaran yang dilakukan oleh aparat, yaitu pelanggaran disiplin, pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum pidana. Sementara itu, jenis hukuman terhadap pelanggaran anggota juga ada delapan jenis hukuman, yaitu teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penundaan pendidikan, penundaan kenaikan gaji, mutasi, sanksi administrasi, kurungan, dan pemberhentian dengan tidak hormat.

Secara umum, Kapolda mengatakan, pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan anggota kepolisian sepanjang 2009 menurun 0,16 persen dibandingkan 2008.

Berdasarkan data Polda Lampung, sepanjang tahun 2008 jumlah pelaku pelanggaran kode etik dan disiplin di Polda Lampung sebanyak 858 personel, sedangkan pada 2009 sebanyak 642 orang. Meski demikian, jumlah personel kepolisian yang diberhentikan secara tidak hormat akibat pelanggaran kode etik meningkat 117 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sepanjang tahun 2009 jumlah personel yang diberi sanksi pemberhentian dengan tidan hormat sebanyak 20 orang, sementara pada 2008 sebanyak 17 orang. Upaya penegakan disiplin itu, kata dia, merupakan upaya polisi untuk memperbaiki pencitraan mereka di mata masyarakat, sekaligus reformasi internal kepolisian, berdasarkan perintah Mabes Polri.

"Saya berharap, wajah polisi akan lebih baik di masa mendatang, karena ini menyangkut kehormatan salah satu institusi hukum negara," kata Edmon.

sumber kompas

Kamis, 31 Desember 2009

Sebanyak 30 Polisi di Papua Dipecat Sepanjang 2009

Sepanjang 2009, 30 anggota polisi yang selama ini bertugas di jajaran Kepolisian Daerah Papua diberhentikan tak hormat. Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Bekto Suprato mengatakan, mereka yang dipecat ini terdiri dari berbagai pelanggaran yang dilakukan dan dianggap tak layak lagi menjadi anggota Polri.

“Jumlah yang dipecat ini naik dibanding 2008, sebab tahun lalu hanya tiga orang yang dipecat,” katanya kepada wartawan di Kota Jayapura, Jumat (31/12) sore.

Berdasarkan data, 30 anggota polisi yang dipecat ini terdiri dari 18 orang akibat desersi, dua orang terlibat kasus pembunuhan, empat orang terlibat kasus psikotrapika, tiga orang terlibat kasus penganiayaan, dua orang terlibat kasus pencurian, dan satu orang yang terlibat kasus asusila.

“Pemecatan ini dilakukan sebagai tindakan tegas, sebab mereka dianggap sudah merusak citra kepolisian dan tak pantas lagi menjadi anggota Polri,” tegas Bekto.

Menurut Bekto, pihaknya akan terus melakukan tindakan tegas dan tak peduli apakah yang berpangkat rendah atau tinggi. Mereka yang dipecat terdiri dari berbagai golongan kepangkatan, yakni ada dua orang berpangkat Tamtama, dua berpangkat Perwira, serta sisanya 26 orang berpangkat Bintara.

"Jadi kami tak pandang bulu, jika terbukti bersalah pasti dipecat. Ini juga sebagai efek jera bagi yang lainnya,” tegasnya.

sumber tempo interaktif

Kapolda: Mantan Kanit Jatanras Diduga Terlibat Perampokan

Kapolda Lampung, Brigjen Edmon Ilyas, menyatakan ada dugaan perampokan uang sebesar Rp 2,75 miliar pada mobil Bank Mandiri di depan portal PT Gunung Madu Plantation (GMP) beberapa waktu lalu, melibatkan oknum mantan anggota Polri.

"Dugaan kami mengarah ke sana, salah satu dari empat anggota sidikat yang belum tertangkap merupakan mantan Kanit Jatanras Polres Oku Timur," kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Meski demikian, dia belum dapat memastikan kebenaran dugaan tersebut, karena hingga saat ini timnya, bekerjasama dengan Polda Sumbagsel, dan Mabes Polri, masih melakukan pengejaran di lapangan. "Hal ini sekaligus membantah pemberitaan bahwa ada oknum anggota Polri yang terlibat dalam aksi perampokan itu," kata dia.

Saat ini aparat kepolisian masih melakukan pengejaran terhadap empat anggota gerombolan perampok yang beraksi di portal PT GMP Lampung Tengah, beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Ditreskrim Polda Lampung berhasil meringkus dua anggota gerombolan, dari total enam perampok uang Bank Mandiri sebesar Rp 2,75 miliar, dan mengamankan sebagian uang hasil rampokan mereka, sebagai barang bukti.

Tim Gabungan yang terdiri atas personel dari Polda Lampung, Polda Sumatera Selatan, dan Mabes Polri, kini memfokuskan pengejaran ke wilayah Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kedua perampok yang ditangkap tersebut adalah pria berinisial So, mantan rekanan PT GMP sekaligus otak perampokan, yang dibekuk di sebuah hotel di Jalan A. Yani, Bedeng 15A Metro, pada Jumat (25/12) siang, dan MA (38), warga Belitang dan menetap di Kampung 1, Ilir, Pematang Panggang, OKI, Sabtu (26/12) dini hari, pukul 04:00 WIB.

"Penangkapan Ma atas pengembangan petugas, yang sebelumnya berhasil meringkus So," kata Kapolda. Polisi juga berhasil mengamankan dua pucuk senpi laras panjang dan satu laras pendek dari tangan tersangka, dan sebagian uang hasil rampokan, senilai Rp 386,5 juta.

Gerombolan perampok berhasil membawa kabur uang tunai Rp2,75 miliar milik Bank Mandiri yang hendak digunakan untuk melayani nasabah di PT Gunung Madu Plantation (GMP). Aksi perampokan itu dilakukan di portal PT GMP, Kecamatan Terusan Nunyai, Lampung Tengah, pada 22 Desember 2009 lalu, sekitar pukul 09:30 WIB.

Aksi pelaku berlangsung hanya beberapa menit saat mobil Kijang Innova bernopol BE-1344-MV berangkat dari Bank Mandiri, Malahayati, Bandar Lampung. Saat mobil yang dikendarai Chairudin bersama dua karyawati bank, Madya Permata (21) dan Heri Yuni A. (28), serta anggota Samapta Polda Lampung Briptu Yudhi itu mendekati pintu masuk PT GMP yang dijaga satpam, perampok yang menggunakan mobil Kijang LGX BE-2663-LS menyalip, berhenti di depannya, dan menodong mereka.

Mobil tersebut kemudian dibawa lari oleh gerombolan perampok, yang di dalamnya memuat uang milik Bank Mandiri senilai Rp 2,75 miliar.

sumber : kompas

Rabu, 30 Desember 2009

Citra Polisi Indonesia di Mata Dunia

Citra polisi Indonesia di mata dunia, terkesan seperti runyam. Amnesty International (AI) yang bermarkas di London menyatakan, Polri masih sering terlibat kekerasan dan penyiksaan para tersangka. Laporan AI ini yang disiarkan Rabu (24/6), juga menyebutkan, para pelakunya jarang diadili. Lembaga ini mengakui, berbagai upaya dalam satu dasa warsa ini telah dilakukan untuk membuat polisi lebih profesional dan akuntabel. Namun langkah ini gagal.

Dalam laporannya AI juga menyebutkan aparat Polri kerap melakukan penyiksaan terhadap tahanan, bahkan biasanya bersikap brutal terhadap para pecandu narkoba dan kaum wanita khususnya pelacur. Selain itu Polri kerap meminta uang sogokan dari para tahanan jika ingin mendapatkan perlakukan yang lebih baik atau hukuman yang lebih ringan. Laporan AI menunjukkan betapa meluasnya budaya penyiksaan yang dilakukan kalangan polisi Indonesia.

Wakil Direktur AI untuk Asia Pasifik, Donna Guest, Rabu mengatakan, peran utama polisi adalah menerapkan hukum dan melindungi hak-hak azasi manusia, namun sering kali banyak perwira polisi yang bersikap seakan-akan berada di atas hukum.

AI melakukan penelitian kurun waktu Juni 2008 hingga April 2009, mengindikasikan meningkatnya penyiksaan bagi tersangka usai penangkapan, ujar Peneliti Indonesia dan Timur Leste AI, nyonya Issabelle Arradon di Jakarta, Rabu. Mereka yang menjadi korban kekerasdan polisi, mayoritas kaum marginal dan pekerja seks komersial. Gawatnya, mayoritas polisi yang melakukan tindakan tersebut tidak dihukum. Umumnya mereka dikenakan sanksi disiplin dan mutasi tempat kerja.

Penilaian dari lembaga internasional itu bukan cerita baru bagi rakyat Indonesia mengenai citra polisi. Polisi mutlak diperlukan, walau pun tingkah laku dan sikapnya perlu dibenahi. Masih perlu ditelusuri, mengapa polisi rajin menyiksa tersangka dalam tahanan. Kemungkinan ini merupakan warisan polisi kolonial Belanda yang terbilang kejam terhadap penduduk, yang sampai saat ini sulit dihilangkan.

Masuk sekolah polisi di tanah air ini khususnya di Medan bukan kerja gampang. Para calon siswa tidak hanya mengandalkan otak yang cerdas, fisik yang kokoh dan ketrampilan, tetapi juga harus ada ujung-ujungnya, yang semua orang awam mampu merabanya. Untuk membuktikannya sangat mustahil, karena seperti “menangkap angin, memang terasa tapi tidak terpegang”. Masalah seperti ini sudah menjadi rahasia umum dan dari produk seperti ini sulit diperoleh polisi yang professional.

Dalam pemeriksaan tersangka di tahanan juga kerap terjadi ucapan klise. Jika ada tahanan yang tidak mengaku, seenak perutnya juru periksa mengatakan, “Mana ada maling yang mengaku”. Dari sikap seperti ini diperoleh petunjuk, polisi perlu belajar lebih banyak lagi mengenai tekhnik-tekhnik pemeriksaan, yang akan menggiring tersangka memberikan pengakuan dengan sukarela. Tapi yang kerap terjadi seperti yang dikemukakan AI, juru periksa main “puk-pak” untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka.

Barangkali masih ada kurikulum “menggimbal tahanan” yang harus dibuang dari sekolah polisi, hingga polisi kerap main gimbal terhadap tahanan, mirip pembajak di sawah yang melecut lembunya hingga bilur-bilur agar berjalan menarik mata bajak. Penyiksaan terhadap tahanan menunjukkan, aparat kepolisian tidak secuil pun menghormati HAM dalam upaya mengorek pengakuan.

Ada semacam anekdot yang berkembang semasa era Orde Baru, yang sampai sekarang tidak diketahui siapa penggubahnya. Konon ada seorang polisi pensiunan Indonesia sedang jalan-jalan ke Perancis. Ketika itu di Perancis, para arkeolog sedang menditeksi usia satu mummy yang tiba dari Mesir. Selain pakar Perancis, juga dari Rusia, Jerman, Inggeris dan Timur, tidak mampu mengetahui berapa ratus tahun mayat yang terbungkus kain putih dalam kotak tembaga itu.

Isreal yang kesohor memiliki arkeolog handalan, juga tidak mampu menetapkan usia mummy tersebut. Seseorang memberi tahu, ada seorang pensiunan polisi dari Indonesia sedang jalan-jalan di kota Paris. Pensiunan polisi itu diundang dan diberitahu permasalahannya. Dengan membusungkan dada dan langkah percaya, polisi pensiunan itu masuk ke ruang mummy. Para arkeolog dari negara-negara lain dengan hati berdebar-debar menunggu hasil penelitian.

Berbeda dengan pakar lain yang melakukan penelitian dengan satu tim dan membutuhkan waktu berhari-hari, polisi pensiunan itu hanya cukup satu jam.
Ia pun berteriak di hadapan para arekolog itu dengan mengatakan, “Tiga ribu tahun usia mummy itu”. Para pakar dari negara-negara lain ternganga karena takjub mendengar hasil penelitian. Ketika seorang pakar bertanya, bagaimana anda bisa memastikannya. Polisi pensiunan itu mengatakan, “Kugimbal dia hingga mengaku”.

Anekdot itu membuat banyak pendengar tertawa, tapi menampar muka polisi. Dari gambaran ini menunjukkan, tingkah laku polisi masih belum berubah, mungkin warisan dari sikap polisi kolonial yang sampai kini tidak terhapus. Banyak anekdot lain yang memojokkan polisi, tapi yang satu ini memang ada kaitannya dengan penilaian AI yang bermarkas di London, mengenai tingkah laku polisi yang perlu dibenahi. (R01MOS).-

sumber:www.antarasumut.com

Kapolda Gorontalo Minta Maaf Terkait Bentrok

Kapolda Gorontalo Brigjen Sunaryono secara pribadi meminta maaf kepada masyarakat Gorontalo terkait bentrok antara mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dan polisi pada Selasa sore (29/12).

Kapolda mengatakan dirinya siap bertanggungjawab atas tragedi tersebut termasuk menerima segala keluhan dari masyarakat. Sunaryono juga menegaskan pihaknya siap menanggung biaya ganti rugi kerusakan rumah warga yang dirusak oleh polisi.

Bentrok antara mahasiswa dan polisi berawal ketika mahasiswa yang hendak menggelar aksi unjuk rasa terkait kedatangan Wakil Presiden Boediono di Gorontalo, Selasa, dihalangi oleh polisi. Polisi menjaga ketat kampus tersebut dan hanya mengizinkan mahasiswa menyampaikan orasinya di depan kampus.Hal tersebut memicu kemarahan mahasiswa yang akhirnya melempari polisi dengan batu, karena menginginkan polisi segera meninggalkan kampus.

Bentrok terjadi sekitar pukul 15.00 Wita Selasa sore dan kembali `meledak` pada pukul 17.00 Wita. Kapolda Gorontalo dan Rektor UNG sempat berupaya melakukan negsosiasi, namun gagal karena mahasiswa dan polisi enggan untuk berdamai.

Warga mengecam aksi brutal sejumlah polisi yang merusa merusak rumah warga yang berada di sekitar kampus, karena mengira mahasiswa bersembunyi di rumah warga. Dua warung Internet, toko dan sejumlah rumah diobrak-abrik polisi. Beberapa warga juga menyebut polisi memukuli warga yang sedang berkunjung ke tempat tersebut.

Warga ketakutan saat polisi mengeluarkan tembakan dan lari menyelamatkan diri dari ancaman peluru nyasar.Rencananya warga akan menuntut perbuatan polisi tersebut serta meminta ganti rugi atas kerusakan yang dialami.


sumber CyberNews.

Rapor Polri Memprihatinkan

Kinerja Polri selama kurun 2009 dinilai memprihatinkan. Berbagai kasus yang terjadi menggerus kepercayaan publik terhadap Polri dari waktu ke waktu. Kelemahan Polri yang dinilai masih harus diperbaiki adalah integritas dan akuntabilitas.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai, dalam kurun 2009, masalah transparansi masih disikapi Polri secara abu-abu. Anggota Kompolnas, Novel Ali, menilai, kultur transparansi abu-abu ini masih terpelihara di tubuh Polri. Polri baru bersikap terbuka atas keberhasilan penegakan hukum atau ketertiban masyarakat, tetapi tertutup atas kegagalan profesi ataupun etika.

”Akibatnya, transparansi Polri tidak berhasil membangun akuntabilitas eksternalnya. Dampaknya, dari waktu ke waktu, kepercayaan publik terhadap Polri merosot,” tutur Novel Ali.

Kompolnas juga menyorot soal reformasi birokrasi Polri yang dinilai tidak sepenuhnya terwujud. Penyebabnya, menurut Novel, sentralisasi yang dominan di tubuh Polri. Ia mencermati, banyak kebijakan dan tindakan yang seharusnya diserahkan ke tingkat bawah justru dilakukan tingkat atas.

”Demi efisiensi, birokrasi Polri perlu dirampingkan. Mabes Polri bergerak di bidang kebijakan dan strategi. Organisasinya cukup kecil saja. Polda ke bawah lebih bergerak di bidang taktis, teknis,” papar Novel.

Rapor merah

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat menilai kinerja Polri berada pada urutan terendah dibandingkan dengan seluruh institusi penegakan hukum di Indonesia.

Polri mendapat indeks prestasi minus 2,92 dalam skala rentang minus 4 hingga 4. Padahal, LBH mencatat, Polri mengawali tahun 2009 dengan baik, khususnya dalam mengamankan pemilu serta membongkar jaringan terorisme.

Namun, awal yang baik tersebut akhirnya dianggap rusak setelah Polri ambil bagian dalam drama berbau politis, yaitu perkara kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sempat memidanakan dua pimpinannya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

LBH Masyarakat yang diwakili Taufik Basari, Ricky Gunawan, dan Dhoho A Sastro menyampaikan, catatan evaluasi LBH Masyarakat terhadap lembaga penegak hukum itu disusun berdasarkan peringkat yang kriterianya telah ditentukan.

Aspek yang diukur adalah kinerja tiap lembaga, ketersediaan dan berjalannya mekanisme pengawasan internal, mekanisme penghargaan dan hukuman di tiap lembaga, persepsi publik, penilaian terhadap integritas lembaga tersebut, transparansi terhadap pengawasan eksternal, serta tingkat akuntabilitas.

Ketujuh kriteria tersebut masing-masing memiliki bobot poin, yang totalnya 24 poin. Dari hasil penghitungan, akan diperoleh skala yang terentang antara minus 4 hingga 4.



Berdasarkan itu, Polri, dibandingkan dengan delapan lembaga lainnya, berada di peringkat paling bawah. Sementara peringkat teratas diduduki oleh KPK dengan indeks prestasi 3,42.



Selain soal kriminalisasi KPK yang menjadi noda bagi prestasi Polri, LBH juga menyoroti keputusan penghentian penyidikan terhadap perkara Lumpur Lapindo oleh Polda Jawa Timur. Selain itu, praktik kekerasan oleh oknum Polri terhadap rakyat juga menjadi sorotan evaluasi tersebut.(*)

sumber tribun timur

Selasa, 29 Desember 2009

Berantas Markus, Mabes Polri Minta Saran ICW

JAKARTA - Jajaran Mabes Polri sejak pagi hingga petang tadi menggelar diskusi tertutup bersama aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), kriminolog, serta sejumlah tokoh masyarakat lain.

Dalam diskusi tersebut, dibahas mengenai upaya penanggulangan makelar kasus. “Tadi kita ada round table soal Markus, agar soal Markus tak ada lagi,” ujar Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/12/2009).

Hadir dalam acara ini Emerson Junto dari ICW, kriminolog Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara, dan mantan Kabareskrim Chaerudin, serta penasihat Kapolri Bachtiar Aly.

“Diskusi ini menunjukkan Bareskrim menampung aspirasi masyarakat. Ke depan kita akan optimalkan pengawasan untuk para penyidik nakal,” tandas Bachtiar Aly.(ful)

sumber okezone

Pungli Oknum Polisi di DKI Jakarta Naik 53,84 Persen

— Pada tahun 2009, jumlah polisi yang melakukan pungutan liar di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya meningkat 53,84 persen, atau dari 13 orang pada 2008 menjadi 20 orang pada 2009. Sementara itu, polisi yang melakukan penyalahgunaan narkoba juga naik sebesar 5,55 persen, dari 18 orang pada 2008 menjadi 19 orang pada 2009.

Data ini disampaikan Kepala Polda Metro Jaya Irjen Wahyono, Selasa (29/12/2009) di Polda Metro Jaya. "Bila dibandingkan dengan jumlah personel Polda pada 2009 sebanyak 31.365 orang, persentase anggota yang melakukan pungli dan narkoba adalah 0,063 persen dan 0,06 persen," ujar Wahyono.

Sepanjang tahun 2009, Polda juga mengajukan 79 personel yang melanggar kode etik ke Komisi Kode Etik Profesi Polri. Pada sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, 37 personel di antaranya dipecat dengan tidak hormat, 6 personel dipecat dengan hormat, 6 personel diminta meminta maaf, 10 personel harus mengikuti pendidikan ulang, 9 personel dimutasi, 6 personel dinyatakan tidak terbukti bersalah, dan 7 personel lainnya dinyatakan melakukan perbuatan tercela.

Terkait pengaduan, Wahyono mengatakan bahwa pada tahun ini jumlah pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan tindakan anggota Polri/PNS Polri, baik secara langsung maupun tidak langsung, menurun menjadi 674 pengaduan. Pada tahun lalu, angka pengaduan mencapai 844 kasus.

sumber KOMPAS.com

Selama 2009, 60 Polisi Depok Langgar Disiplin

Sepanjang 2009, Polres Depok menggelar 36 kali sidang pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota polisi. Sedikitnya sebanyak 60 anggota Polres Depok dan jajarannya dikenakan hukuman disiplin karena berbagai kasus, salah satunya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal itu berupa kekerasan yang kerap dilakukan oleh polisi saat proses penyidikan. Pelanggaran disiplin yang paling mencuat adalah kasus penembakan supir angkutan kota D 102 jurusan Lebak Bulus-Limo saat penggerebekan judi. Dalam kasus tersebut, 10 anggota Polsek Limo Depok, menjalani sidang disiplin.

Kasus lainnya adalah insiden salah tangkap yang dilakukan tiga anggota Polsek Beji terhadap penulis buku dari komunitas bambu JJ Rizal. Ironisnya, JJ Rizal terbukti dipukul polisi saat diperiksa.

Kepala Unit Pelayanan Pengaduan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Depok AKP Ngadi mengatakan, hukuman 60 anggota polisi tersebut bervariasi, baik tahanan husus 21 hari, penundaan kenaikan pangkat selama satu hingga dua periode, dan demosi atau mutasi.

"Landasannya adalah PP RI Nomor 1, 2, dan 3 tahun 2003 serta Peraturan Kapolri. Jadi memang tidak boleh ada kekerasan,” tegasnya kepada wartawan di Polres Depok, Selasa (9/12/2009).

Pelanggaran disiplin lainnya, kata Ngadi, adalah berupa keberpihakan terhadap kasus tertentu, pencemaran nama baik polisi, serta meninggalkan tugas selama 30 hari. "Ini pasti bisa menimbulkan efek jera, dan kasus pelanggaran disiplin bisa lebih menurun," tandasnya.

Sesuai data Polres Depok, kasus pelanggaran disiplin yang terjadi sepanjang 2009 menurun 15 persen dibanding tahun lalu. Tahun 2008, Polres Depok menggelar sidang disiplin sebanyak 42 kasus pelanggaran disiplin.
(teb)


sumber okezone

Usai Bentrok, Polisi Serbu Kampus Universitas Negeri Gorontalo

Sekitar seribu polisi yang terlibat bentrok dengan mahasiswa, masuk dan merusak Kampus Universitas Negeri Gorontalo, Selasa (29/12). Sejumlah fasilitas ruangan kuliah dihancurkan dengan menggunakan pentungan. Bahkan motor-motor yang terparkir dihalaman kampus semuanya ikut hancur.

Satu persatu motor diinjak dan dirusak oleh polisi yang terdiri dari kepolisian resort Kota Gorontalo, kepolisian daerah, serta satuan Brigadir Mobil.

Aksi itu merupakan buntut dari bentrok antara mahasiswa dan polisi yang berlangsung sejak siang hari, sekitar pukul 12.30 waktu setempat. Mahasiswa yang mulai terdesak dengan lemparan batu, tembakan peluru karet, dan juga tembakan gas air mata dari polisi dikejar hingga ke dalam kampus.

Sejumlah mahasiswa yang ditemukan didalam kampus langsung dihajar dan menjadi bulan-bulanan polisi lainnya. Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 waktu setempat, mahasiswa yang bertahan dalam kampus melakukan perlawanan dengan melemparkan batu ke arah polisi. Namun itu tak berlangsung lama ketika polisi dengan tembakan dan juga water cannon berhasil memukul mundur mahasiswa. Aksi itu berlangsung sekitar kurang lebih lima jam, dan baru berhenti pukul 18.00 waktu setempat.

Akibat aksi itu, sekitar sepuluh orang mahasiswa menjadi korban luka-luka terkena lemparan batu, dan delapan orang mahasiswa lainnya dipukul polisi hingga babak belur saat ditangkap. Sementara dipihak anggota polisi, kurang lebih tujuh orang polisi terluka akibat terkena lemparan batu dikepala.

”Sekitar tujuh orang anggota polisi yang terkena lemparan batu. Kemungkinan akan bertambah,” kata Kata Kasat Samapta Polda Gorontalo, Komisaris Polisi, Muchit.

Hingga saat ini, suasana kampus Universitas Negeri Gorontalo masih mencekam. Polisi masih terus berjaga-jaga di depan kampus terbesar di Gorontalo itu.

Bentrok antara mahasiswa dan polisi bermula ketika mahasiswa yang menggelar unjuk rasa menolak kedatangan Wakil Presiden, Boediono ke daerah itu. Mahasiswa yang memaksa ingin menemui wakil presiden ditahan oleh anggota kepolisian. Akibatnya kericuhanpun terjadi hingga menyebabkan kedua belah pihak luka-luka.

sumber tempointeraktif.com

Polisi Penembak Rifki Didemosi

Jakarta - Anggota Kepolisian Sektor Koja, Brigadir Satu Riswanto Hari, penembak Rifki Hidayatulah, 15 tahun, dihukum mutasi bersifat demosi, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari. "Terbukti melakukan pelanggaran, menyalahgunakan wewenang. Dan setelah melakukan penembakan tidak ada upaya untuk mengeluarkan proyektil," kata Pimpinan sidang disiplin Ajun Komisaris Besar Suherman Febriyanto, Kamis (17/12).

Briptu Suhartono dikenai hukuman mutasi bersifat demosi, penundaan kenaikan pangkat selama 6 bulan, dan penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari.

Sedangkan Ipda Agus Widjajanto dihukum berupa teguran tertulis, dan pembebasan jabatan, "Dia tidak melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan tidak memberikan bimbingan kepada bawahan," kata dia.

Briptu Hari dan Briptu Suhartono dinilai tidak menguasai secara teknis dan taktis cara-cara di Reskrim. "Terbukti dari cara menangkap dan cara membawa tahanan tidak sesuai prosedur," katanya.

Ketiga terperiksa juga tidak melaporkan secara detil kasus yang ditangani kepada pimpinan atau Kapolsek. Hal yang meringankan adalah ada upaya melakukan perawatan medis meski tidak optimal. "Terperiksa mengakui perbuatan belum pernah melakukan pelanggaran sebelumnya, loyalitas, dan kinerja cukup bagus," katanya.

sumber
TEMPO Interaktif,

Wartawan Gorontalo Dipukul Polisi

Arlank Pakaya, koresponden Indosiar, ikut menjadi korban pemukulan polisi ketika terjadi bentrok antara mahasiswa dan polisi di kampus Universitas Negeri Gorontalo, Selasa (29/12). Dia dipukul ketika sedang mengambil gambar pengrusakan motor di halaman kampus tersebut.

“Polisi langsung menonjok saya di kepala ketika mengambil gambar pengrusakan motor oleh polisi di halaman kampus,” kata Arlank.

Menurut Arlank, polisi itu memintanya agar tidak mengambil gambar pengrusakan motor dan sejumlah fasilitas kampus lainnya. Namun Arlank yang tak mengikuti perintah polisi itu malah dipukul.

Selain Arlank, sebuah studio televisi lokal yang berkantor di dalam kampus, Civica TV, ikut diacak-acak lima orang polisi. Mereka menganggap di studio itu menjadi tempat bersembunyi mahasiswa yang terlibat bentrok dengan mereka.

“Tanpa alasan yang jelas, polisi masuk dan mengacak-ngacak studio kami,” kata Kharis Kustiawan, salah seorang kru Civaca TV.

Di lain tempat, polisi juga merampas handycam milik Rustam Dumbi, salah seorang wartawan Mimozha Chanel, televisi lokal lainnya di daerah itu. Kameranya dirampas saat dia mengambil gambar pemukulan polisi terhadap mahasiswa.

”Saat saya mengambil gambar polisi mengeroyok mahasiswa, kamera saya langsung dirampas,” ungkap Rustam.

Hal serupa juga terjadi kepada, Osama Alamri, salah seorang wartawan Gorontalo Post. Kameranya ikut dirampas polisi saat pengeroyokan terhadap mahasiswa. ”Tiba-tiba seorang anggota polisi merampas kamera saya,” kata Osama.

Polisi itu, menurut Osama, beberapa jam kemudian mengembalikan kameranya, namun foto-foto pemukulan polisi terhadap mahasiswa langsung dihapus. ”Saat dikembalikan foto pengeroyokan terhadap mahasiswa langsung dihapus,” ujar Osama.

Seorang polisi yang ada di lapangan dari Kepolisian Daerah Gorontalo, Jon, mengaku tidak tahu ada kejadian itu. "Polisi yang mana," ujar Jon ketika ditanya soal kekerasan polisi terhadap wartawan. Pihak Kepolisian Daerah Gorontalo sampai saat berita diturunkan belum bisa dimintai keterangannya.

CHRISTOPEL PAINO

sumber
TEMPO Interaktif,

Senin, 28 Desember 2009

Hasrudin Tertembak Anggota Densus 88 di Cafe

Seorang warga di Kota Palu, Sulawesi Tengah, terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat terkena tembakan oknum anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polda setempat. Hasrudin, 33, warga Jl MH Thamrin, Kecamatan Palu Timur, terkena tembakan di tangan kanan dan perutnya, Jumat pukul 02.30 Wita, di Spacebar dan Lounge –tempat hiburan malam terbesar di Palu.

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Drs Irfaizal Nasution, di Palu , mengakui adanya insiden itu. Namun dia membantah jika korban Hasrudin ditembak oknum anggotanya, Briptu MF.
“Korban itu bukan ditembak tapi tertembak akibat peluru nyasar,” katanya.

Menurut Irfaizal, insiden tersebut dipicu adanya pemukulan. Pelaku MF saat itu baru saja keluar dari kamar kecil. Tiba-tiba dirinya dikeroyok sejumlah orang tak dikenal dari arah belakang sehingga pelipis kirinya terluka.

Karena merasa terpojok, MF kemudian ingin mencabut senjata api dari balik pinggang. Sejumlah aparat internal Spacebar yang melihat kejadian itu segera mengamankan senjata api dari tangan MF.
“Menurut keterangan pelaku, saat itu yang bersangkutan berniat untuk membuang tembakan ke atas. Namun ternyata senjata tersebut sudah meledak,” katanya.

Polisi yang mendengar kejadian ini segera mendatangi lokasi dan mengamankan pelaku. “Saat ini MF bersama barang bukti telah diamankan aparat Bid Propam untuk diproses lebih lanjut,” tegas Irfaizal.
“Saat ini yang bersangkutan dikenai sanksi disiplin polri. Namun belum diketahui apa sanksinya karena masih menunggu hasil putusan sidang dari pelanggaran pidananya,” tambahnya.
Sementara itu, sejumlah kerabat Hasrudin datang ke RS Bhayangkara Palu untuk melihat kondisinya. Ilham, kakak korban, mengatakan pihak keluarga meminta kasus ini segera diusut dan diproses tuntas. “Kami minta biaya pengobatan di RS ini juga dipertanggungjawabkan oleh polisi,” katanya. ant

sumber surya online

Diduga Terlibat Curanmor, Oknum Anggota Polsekta Sawahan

Oknum anggota Unit Reskrim Polsekta Sawahan diduga terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang ditangkap awal bulan Desember 2009 lalu. Komplotan curanmor yang berhasil diungkap tersebut melibatkan empat tersangka, masing-masing Fery, 42, warga Perum Pondok Benowo. Pria ini melakukan aksinya sebanyak 20 kali dan ditangkap empat kali dalam kasus yang sama.Tersangka kedua, Kastru, 42, juga tinggal di Perum Pondok Benowo. Merupakan spesialis pembuat kunci T. Kastru melakukan kegiatannya hampir 20 tahun dan menjual kunci T per biji Rp 20 ribu.Tersangka ketiga Hany, 27, warga Banyu Urip dan tersangka keempat, Antonius Alexander alias Tony, 32, warga Tambaksari. Keduanya eksekutor atau pelaku pencurian.Dari hasil pemeriksaan terhadap keempat tersangka terungkap peran serta oknum polisi bernama Bripka MA, anggota unit patroli Polsekta Sawahan.Informasinya, dalam komplotan ini MA berperan tidak secara langsung. Salah satunya membiarkan komplotan beraksi di wilayahnya. Padahal jelas-jelas tahu mereka beraksi.
Selain itu, sebagai anggota unit patroli, kabarnya Bripka MA justru memberi informasi kepada para pelaku, kawasan mana saja yang aman sehingga komplotan itu bisa beraksi dengan leluasa. Tidak heran kalau wilayah hukum Polsek Sawahan banyak sekali kasus curanmor, bahkan tertinggi di wilayah Surabaya Selatan..“Jadi memang peran Bripka MA di komplotan itu tidak terlibat secara langsung, namun dia juga bisa dibilang penting. Sebagai imbalannya dia juga terkadang menerima setoran dari komplotan itu,” ujar seorang sumber.Bripka MA berumur sekitar 40 tahun dan dulunya pernah bertugas Polresta Surabaya Selatan kemudian pindah ke Polsek Lakarsantri, lalu pindah ke Polsek Sawahan dan bertugas di Reskrim. Namun beberapa waktu lalu, Bripka MA yang informasinya tinggal di kawasan Babadan Rukun, telah dipindahkan ke unit patroli Polsek Sawahan.Kapolresta Surabaya Selatan, AKBP Bahagia Dachi ketika dikonfirmasi, menyatakan bahwa hingga saat ini oknum anggota Polsek Sawahan tersebut sudah dimintai keterangan sehubungan dengan hal itu. Namun, pihaknya belum menjatuhkan sanksi apapun kepada oknum tersebut.“Bahasanya bukan kami periksa. Memang dia sudah kami mintai keterangan, tapi belum ada sanksi terhadapnya,” kata Dachi, Senin (21/12).Ketika ditanya tentang peranan oknum tersebut dalam sindikat curanmor, Dachi belum bisa menyimpulkan. Masalahnya, hingga kini kasusnya masih didalami. “Keterangannya masih terus kami dalami dan pertajam. Kini sebagai bentuk pengawasan terhadap oknum itu, dia kami suruh untuk apel pagi di Mapolresta,” tandas Dachi.rie


sumber surya online

Minggu, 27 Desember 2009

2 Kapolsek Selingkuh, Digrebek Kapolres

Kejadian ini sudah lama terjdi kira-kira terjadi pertengahan mei 2008 tapi menarik untuk disimak.

Aparat penegak hukum harusnya menjadi contoh masyarakat. Namun yang dilakukan dua orang Kapolsek di wilayah Polres Sleman ini tidak patut ditiru. Keduanya kedapatan selingkuh di dalam sebuah kamar hotel di kawasan Babarsari, Sleman, Yogyakarta tepatnya disalah satu kamar Hotel Pondok Seturan yang sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sebagai hotel untuk tempat mesum.

Kedua aparat penegak hukum yang tertangkap basah selingkuh tersebut AKP. AR dan AKP RWS, keduanya menjabat sebagai salah satu Kapolsek di wilayah Polres Sleman, Yogyakarta.

Perselingkuhan terbongkar setelah suami AKP RWS, Dodi Paris Hermawan (30) melaporkan skandal tersebut ke Kapolres Sleman AKBP Suharsono pada Rabu, (14/5) malam. Mendapat laporan itu Dodi bersama petugas dari P3D, Kasat Reskrim Intelkam Mapolres Sleman langsung mendatangi lokasi kejadian dan melakukan penggrebekan terhadap kedua pasangan.

Menurut Dodi, dia mencium perselingkuhan istrinya setelah dengan AKP AR berawal AKP RWS setelah melakukan pengintaian terhadap gerak gerik istrinya.

Pada malam itu Rabu (14/5), dia mengetahui istrinya menghadiri acara tirakatan hari jadi Kabupaten Sleman. Sekira pukul 21.00 WIB RWS meninggalkan lokasi tirakatan dengan mobil patroli menuju kantor Polsek. Sesaat kemudian meninggalkan Mapolsek dengan mengendarai mobil sedan. Setelah sampai di sekitar lapangan Denggung, mobil berhenti dan AKW RWS turun mengganti plat nomor mobilnya.

Kedua pasangan tersebut bertemu dan langsung menuju hotel Pondok Seturan dan masuk ke salah satu Kamar Hotel yang di depannya terdapat garasi. Setelah mobil masuk garasi kemudian garasi ditutup dan kedua pasangan tersebut menuju kamar.

Dodi mengaku melihat istrinya masuk dengan pasangan selingkuhnya yang juga sama-sama polisi. Ia langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Kapolres Sleman. Petugas dari Mapolres Sleman datang ke hotel dan melakukan penggrebegan pada kamar pasangang selingkuh tersebut dan ditemukan keduanya sedang berada di dalam kamar.

Kapolres Sleman AKBP Suharsono ketika dikonfirmasi (Kamis, 15/5/2008) membenarkan kejadian tersebut dan saat ini masih melakukan pemeriksaan kepada kedua pelaku yang juga anggotanya.

"Jika keduanya terbukti melakukan tindakan tak bermoral tersebut sanksi berat siap diberikan. Keduanya telah mencoreng nama baik Polri dan telah melanggar kode etik," tegasnya. (Daru Waskita/Trijaya/fit)

sumber okezone

Terkait Penangkapan Jurtul Togel, Puluhan Warga Datangi Mapolresta Binja

INJAI – Tidak terima warganya ditangkap dengan tuduhan sebagai jurtul togel, puluhan warga, mendatangi Mapolresta Binjai meminta agar pihak Kepolisian melepaskan salah seorang warga tersangka kasus togel.

Puluhan warga yang terdiri dari kaum perempuan dan laki-laki itu, membantah tuduhan pihak Kepolisian yang telah meringkus Muliaman alias Kembar, 25, warga Kampung Bangsal Malang, Km 19 Kecamatan Binjai Timur,dari rumahnya kemarin dengan tuduhan sebagai tukang tulis togel.

“Muliaman itu bukan tukang tulis togel, Polisi salah tangkap makanya kami ramai-ramai datang ke Mapolresta Binjai ini minta agar Muliaman dilepaskan, dia (tersangka-red) tidak itu anak yang baik, sehari-hari bekerja di peternakan ayam, memang polisi mendapat informasi bahwa ada seorang berpakaian corak liris-liris berprofesi sebagai jurtul togel dikampung kami, tapi masa semua yang berpakain liris-liris ditangkapi, ini (sambil menunjuk salah seorang teman tersangka, red) juga sempat mau ditangkap polisi.” Terang Boinem, 35, salah seorang tetangga korban yang turut datangi Mapolresta untuk mendukung agar Muliaman dibebaskan.

Dari hasil pantauan wartawan di Mapolresta Binjai, tampak seorang petugas kepolisian bermarga Ginting mencoba menenangkan warga dan berbicara dengan Bapak tersangka, setelah diadakan pembicaraan, Bapak korban meminta agar warga yang dating ke Mapolresta Binjai sejak pukul 07.00 Wib agar pulang ke rumah masing-masing.

sumber www.onlinemadani.com
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya