Sabtu, 13 Maret 2010

Dua Mahasiswa Akper Ditabrak Anggota Lantas


Dua mahasiswa Akademi Keperawatan Kupang, Lince Lete dan Ayu Pulu Lebu, diseruduk motor patroli polisi yang di kemudikan oknum anggota Polres Kupang,Yopi Raga.




Peristiwa ini yang terjadi di ruas jalan El Tari II Jumat ( 12/3/2010) sekitar pukul 06.00 wita menyebabkan dua korban pingsan di lokasi kejadian. Lince menderita luka dibagian kepala sementara Ayu mengalami luka memar di pinggang kanan.

Peristiwa ini diiduga karena Yopi Raga memacu motor dalam kecepatan tinggi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa teman korban, yang tidak bersedia namanya di korankan, di ruang Unit Gawat Darurat (UDG) RSU- Johannes menyebutkan, peristiwa ini berawal ketika sekitar 50 orang mahasiswa sedang jalan santai di ruas jalan El Tari.

Saat itu, jelas sumber itu, semua mahasiswa sudah berjalan di sebelah kiri jalan dari arah Bundaran PU menuju kampus Undana.

Ketika tiba, di depan sebua warnet, tiba-tiba sebuah motor patroli polisi, dari arah belakang langsung menabrak Lince Lete dari arah belakang. Saat itu Lince berada dalam barisan bagian tengah. Lince bergandengan tangan dengan Ayu Palu Lebu. (*)

post kupang

Sembilan Oknum Polisi Diperiksa Propam


Mesiel Mendofa (26) seorang warga asal Desa Telukbelukar, Gunungsitoli, Kabupaten Nias kritis ditembak polisi dalam sebuah penggrebekan lokasi perjudian dari sebuah rumah, Senin (9/3) sekitar pukul 22.30 WIB.

Akibatnya, sembilan orang oknum kepolisian dari Polres Nias diamankan dan diperiksa oleh Propam Polda Sumut karena ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyidikan dan operasional pada penggerebekan yang dilakukan. Hal ini diungkapkan Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Baharuddin Djafar kepada wartawan, Rabu (10/3). "Kapolda sudah perintahkan Propam usut tuntas. Biar jadi pelajaran anggota lain agar tak main tembak," tegasnya.

Djafar menyebutkan kalau Kapolda Sumut Irjen Oergoseno sudah memerintahkan pihak Propam turun tangan mengusut kronologis penembakan itu. Ditegaskannya, bila dalam tindakan itu ditemui kejanggalan, maka anggota tersebut akan dikenai sanksi berat

Disampaikannya, penggrebekan itu menurutnya diawali razia rutin tiga anggota intel Polres Nias. Saat menemukan lokasi yang dicurigai dijadikan arena judi, ketiga petugas menghubungi enam rekannya, untuk menggrebek rumah milik salah satu tersangka.
"Seorang anggota tanpa sengaja menginjak seng, sehingga membuat keenam pelaku kabur," ungkap Djafar.

Kekacauan itulah yang disebut Djafar membuat kesembilan anggota polisi itu meletuskan senjata api, hingga satu butir bersarang di tubuh tersangka MM. "Kondisinya tak parah, tapi tetap harus dirawat intensif," lanjutnya.

Tersangka yang dilaporkan menderita luka tembakan di bagian bokong tersebut selanjutnya dibawa ke Medan untuk dirawat di RS Bhayangkara. Sementara tiga rekan tersangka yang berhasil diamankan telah ditahan di Polres Nias.

Polisi juga mengamankan uang tunai Rp 510 ribu, serta dua set kartu domino sebagai barang bukti.
"Dua pelaku lagi masih dikejar. Total di dalam rumah itu ada enam orang," pungkas mantan Wadir Intelkam Poldasu tersebut. (min)

sumber rakyat aceh

Dua Oknum Polisi Sandera Lurah Naioni


Dua oknum polisi menyandera Lurah Naioni, Melianus Jerobiam Penun, di wilayah RT 002 RW 001, Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Kamis (11/3/2010) sekitar pukul 23.30 Wita. Oknum polisi itu bernama AKP Anis Kobis (Intel SPN Kupang) dan Adi Adu (intel Polda NTT).

Penyanderaan dilakukan karena lurah menahan dua truk pengangkut mangan dari wilayah kelurahan itu. Di dalam truk tersebut terdapat dua oknum polisi tadi yang diduga mengawal pengangkutan mangan tersebut.

Ketika lurah meminta surat izin pengangkutan mangan kepada sopir truk, ternyata permintaan tersebut tidak dipenuhi sang sopir. Malah kedua oknum polisi yang bereaksi dengan mengancam lurah karena mengangggap lurah tidak berwenang untuk mengecek dan menahan truk tersebut.

Namun, lurah bersikeras untuk meminta surat izin pengangkutan mangan. Melihat sikap lurah itu, kedua oknum polisi menarik kerah baju sang lurah dan mendorong secara paksa masuk ke dalam truk. Dalam posisi terdesak, Lurah Melianus Jerobiam berontak dan menendang pintu depan truk dan lari berlindung di belakang sebuah kios di lokasi kejadian.

Melihat lurah melarikan diri, oknum polisi bernama Adi Adu langsung mengeluarkan tembakan yang mengakibatkan warga setempat panik dan terbangun. Setelah melepaskan tembakan, kedua oknum polisi itu langsung lari bersama dua truk mangan dan sebuah mobil.

Salah satu kondektur dari truk mangan bernama Nahor Benfaton, warga Noelbaki, tertinggal di lokasi kejadian. Dia pun menjadi sasaran amukan warga setempat. Nahor menderita luka-luka serius pada wajahnya.

Anggota Provost Polda NTT sudah membawa sang lurah dan sejumlah warga sebagai saksi ke Bagian Provost Polda NTT untuk dimintai keterangan dan diambil visum. (den/ben)
sumber : post kupang

Jumat, 12 Maret 2010

"Tembak Mati Dulmatin, Polisi Berbuat Kriminal"


Sependapat dengan Komnas HAM, pihak keluarga Dulmatin menyesalkan kebijakan polisi yang dengan gampangnya membunuh orang yang sudah diklaim sebagai teroris.

“Penangkapan itu kan pasti ada protapnya. Jangan terus karena alasan terdesak lalu main tembak. Kalau begitu polisi juga berbuat kejahatan,” ujar pengacara keluarga Dulmatin, Ahmad Kholid kepada okezone melalui telepon, Jumat (12/3/2010).

Alasan polisi terdesak dan takut membahayakan masyarakat dinilai Kholid mengada-ada sebab di sisi lain polisi mengaku sudah melakukan pengintaian sejak lama.

“Katanya kan mereka (polisi) sudah tahu karena sudah diincar sejak lama. Kenapa tidak ditangkap hidup-hidup? Dengan begitu kan bisa menguntungkan mereka juga. Apakah ini cuma main-main saja, ada teroris langsung dibunuh ada lagi dibunuh lagi,” keluh Kholid.

Jika polisi kemudian mendalilkan UU terorisme, Kholid mengusulkan agar pemerintah segera mengkaji UU itu. ”UU teroris itu enggak sesuai. Itu kan hanya copy paste dari UU di Amerika setelah bom Bali,” katanya.

Namun yang aneh, kata dia, di Amerika sendiri justru pemberantasan teroris selalu dilakukan dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia si tersangka.
“Saya terakhir dapat kabar, kalau Hambali di Amerika, kasusnya akan segera diproses secara hukum. Kenapa di sini belum diadili sudah langsung dihakimi polisi,” katanya.
(ded)
okezone

Kamis, 11 Maret 2010

Gelapkan Belasan Mobil Oknum Polisi Divonis Satu Tahun


Terbukti menggelapkan belasan mobil rental, Briptu HR mantan ajudan Kapolresta Cirebon divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Cirebon, Kamis (11/3/2010).

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa selama 1,6 tahun penjara.

Sidang pembacaan vonis itu dipimpin ketua majelis hakim Irdalinda SH MH, didampingi dua hakim anggota yakni Ahmad Rifai SH MH dan Moh Istiadi SH MH. Jaksa Penuntut Umum, Taswin Imransyah SH MH.

Menurut hakim, perbuatan terdakwa Briptu HR terbukti melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

"Setelah kami mendengarkan keterangan dari 26 saksi dan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, kami berkeyakinan terdakwa Briptu HR terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penggelapan sesuai dengan pasal 372 KUHP. Maka dari itu terdakwa Briptu HR kami jatuhi hukuman penjara selama 1 tahun," kata
ketua majelis hakim Irdalinda SH MH.

Setelah mendengarkan pembacaan putusan hukuman dari majelis hakim, terdakwa Briptu HR mengatakan pikir-pikir. Terdakwa juga menyampaikan permintaan maaf atas perbuatannya.

"Atas nama pribadi dan keluarga, saya meminta maaf kepada seluruh pihak yang telah dirugikan," kata Briptu HR

kompas

Rabu, 10 Maret 2010

Kapolwil dan Kapolresta Dicopot

Diduga Terkait Bentrokan Polisi dengan Mahasiswa ; Kombes Gatta Baru Empat Bulan Tugas di Makassar ; Dirintelkam Polda Sulselbar Juga Diganti ; Kama Cappi sebagai Tersangka Rencana Pembakaran ; 3 Polisi Dibui
-Markas Besar (Mabes) Polri mencopot tiga pejabat di jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar.


Mereka adalah Kapolwilbes Makassar Kombes Polisi Gatta Chaeruddin, Direktur Intelijen dan Kemanan (Dirintelkam) Polda Sulselbar Kombes Sugi Pamilih, dan Kapolresta Makassar Timur AKBP Mansyur.
Penggantian ketiga pejabat penting tersebut tertuang di dalam
Telegram Rahasia (TR) Kapolro bernomor STR/193/III/2010, Selasa (9/3). Diduga kuat
Penggantian tersebut diduga terkait dengan bentrokan antara polisi dengan mahasiswa selama tiga hari berturut-turut, pekan lalu. Bentrokan diawali dengan penyerbuan sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar di Jl Botolempangan.
Kapolda Sulselbar Irjen Polisi Adang Rochjana membenarkan adanya mutasi ketiga pejabat tersebut. Namuan dia mengaku tak mengetahui penyebab mutasi bagi ketiga pejabat yang belum lama bertugas di jabatannya masing-masing.
"Saya kira (mutasi) itu kebijakan pimpinan. Memang benar ada mutasi tapi bukan kapasitas saya memberikan komentar lebih jauh. Saya hanya bisa bersyukur Kota Makassar sudah kondusif," jelas mantan Wakapolda Jawa Tengah ini.
Baru Bertugas
Gatta baru empat bulan menjabat kapolwiltabes. Pria asli Sulsel ini selanjutnya mendapat jabatan baru sebagai Kepala Biro (Karo) Bina Mitra Polda Jawa Barat menggantikan Kombes Wasito Hadi Purnomo.
Jabatan Kapolwultabes Makassar selanjutnya akan diisi oleh Kombes Chairul Anwar yang saat ini bertugas di Bareskrim Mabes Polri.
Sedangkan Sugi yang juga baru beberapa bulan bertugas di Makassar ditarik ke Mabes Polri sebagai Analis Utama Baintelkam Polri. Sugi digantikan oleh Kombes Polisi Erwin Triwanto.
Ada pun AKBP ditempatkan sebagai Kepala Sub Bagian Perencanaan Bimbingan Teknis Pusdalops Mabes Polri. Dia digantikan oleh AKBP Totok Lisdiarto yang kini tercatat sebagai Kepala Detasemen A Satuan Brimob Polda Sulselbar.
Satu pejabat lainnya yang juga ikut dalam gerbong mutasi ini adalah Kepala Rumah Sakit (Karumkit) Tingkat II Ujung Pandang Kombes Polisi Didi Agus Mintadi yang diangkat menjadi Kabid Dokkes Polda Sumatra Utara.
Didi digantikan oleh AKBP Dr Purwadi yang kini menjabat sebagai Kabid Dokkes Polda Riau.
Kama Tersangka
Kapolda juga menegaskan pihaknya sudah menetapkan tersangka dalam kasus kekerasan dan penyerangan di Wisma HMI Cabang Makassar, Jl Botolempangan.
Namun, kepastian tersebut juga masih menunggu hasil investigasi tim pencari fakta (TPF) kasus tersebut. "Nanti kita nunggu dari TPF. Kalau dari kita ada yang ditetapkan sebagai tersangka tetapi perlu menunggu hasil TPF karena mereka juga ada tim hukum, PBHI, dan semua unsur. Supaya tidak melahirkan salah persepsi. Polemik lain dan jangan sampai ada plintiran-plintiran," kata Adang di kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo, Selasa (9/3).
Adang juga tidak menampik penetapan Kama Cappi sebagai tersangka dalam insiden tersebut. "Ya menurut saya itulah biang provokatornya. Kita akan melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak ada perbedaan. Kita mau menyelesaikan masalah. Jangan penyelesaian masalah menimbulkan masalah. Karena ini perlu pemahaman dan pengertian. Karena itu step by step kita laksanakan," jelasnya.
Kemarin, Adang melakukan pertemuan tertutup dengan Gubernur Syahrul Yasin Limpo di ruang kerja gubernur. Pertemuan berlangsung satu jam. Kedua petinggi di Sulsel ini membahas perkembangan situasi Kota Makassar yang sudah kondusif.
Secara khusus, Syahrul juga mengapresiasi aksi besar-besaran Senin (8/3) yang berlangsung damai. "Tadi saya berpesan agar jaga pencitraan. Tidak perlu ada martil, tidak perlu lagi ada yang dikatakan over. Mari kita ciptakan suasana. Adik-adik mahasiswa kita lihat kemarin dengan aksi damai. Sesuatu yang mereka perlihatkan luar biasa. Saya angkat dua jempol untuk HMI dan mahasiswa atas aksi simpatik yang telah dilakukan kemarin," jelas Syahrul.
Warga Sipil
Terkait keterlibatan warga sipil dalam penyerangan maupun bentrokan mahasiswa, pihak kepolisian, maupun masyarakat, akan melakukan evaluasi.
Sejumlah warga sipil "bersenjata" tertangkap kamera media televisi maupun media cetak turut memprovokasi warga maupun mahasiswa.
"Media dan kita semua belum bisa menentukan siapa orang itu. Dari mana dia. Kalau sudah bisa menunjukkan ini namanya dan di mana rumahnya, misalnya, akan langsung kita tindak," ujar kapolda.
Namun, Adang menegaskan pihaknya akan mengusut tuntas kasus tersebut termasuk dugaan keterlibatan warga sipil "bersenjata" dalam setiap insiden yang terjadi. "Oh jelas itu," tegasnya.
Adang menjelaskan pertemuannya tersebut untuk melaporkan kondisi dan situasi terakhir kepada gubernur sebagai penguasa wilayah.
"Saya bilang bahwa kita bersyukur dari pihak HMI, Badko, dan mahasiswa semua sudah kondusif dan rekan-rekan mahasiswa betul-betul konsekuen. Kita lihat aksinya kemarin sudah betul-betul damai. Tidak ada yang bermasalah yang menambah runyam kondisi Makassar," jelasnya.
Adang juga meminta pemprov melalui Syahrul untuk bisa memperhatikan aspek kesejahteraannya termasuk perbaikan fasilitas yang rusak bersama-sama pihak kepolisian.
Namun, Syahrul yang dikonfirmasi terkait hal tersebut belum memberikan sinyal. Mantan Bupati Gowa dua periode ini mengaku kondisi yang terjadi bukan hanya harus diselesaikan melalui pendekatan materi tetapi akar masalah dan persoalan harus benar-benar ditangani dengan baik.
"Saya belum bisa jawab itu. Saya kira ada juga keinginan kita bersama. Tetapi, yang harus banyak terlibat di situ pihak kepolisian. Bagimana melihat masalah. Karena bukan soal materi. Kan gampang itu. Gubernur tangani sekali itu selesai. Tetapi bukan itu. Saya mau lihat itu sebagai tanggungjawab utuh.
Saya tidak mau diinterpretasikan keberpihakan. Anda bisa pegang janji saya. Saya berjanji keberpihakan saya kepada rakyat dan kepentingan Sulsel," jelasnya sebelum naik di mobil Toyota Alphard DD 54 TU di kantor gubernur.
Disel
Sementara itu, tiga anggota Samapta Polwiltabes Makassar menjalani sidang etik, kemarin, di mapolwiltabes. Sidang berlangsung pukul 13.00-17.30 wita.
Dalam sidang tersebut, Kepala Unit (Kanit) Pengaduan Pelayanan dan Penegakan Disiplin (P3D) Polwiltabes Makassar, AKP Djoko, sebagai penuntut membacakan tuntutan kepada AKP Eliasar, Briptu Sardi, dan Aiptu Kanapi.
Ketiganya dijerat pasal 4A Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 tentang Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian dan dijatuhi hukuman penjara selama 21 hari di sel Provos Polwiltabes Makassar.
Mereka dikenai hukuman disiplin karena melakukan pemukulan terhadap sejumlah aktivis HMI Rabu (3/3) sesaat setelah terjadinya kericuhan di sekretariat HMI Cabang Makassar.
Sidang tersebut dipimpin Wakapolwiltabes AKBP Endi Sutendi didampingi Kepala Bagian Bina Mitra Polwiltabes Makassar, AKBP Dicki, dan Wakasat Reskrim Kompol M Nurdin.
Dalam proses persidangan dua aktivis HMI dihadirkan sebagi saksi. Mereka adalah Ketua Umum HMI Cabang Makassar Amal Sakti dan Sekretaris HMI Makassar, Jumadin.
Dihadapan ketua sidang, Akmal membenarakan bahwa pemukulan yang dilakukan sejumlah anggota Samapta Polwiltabes. "Bahkan saya juga dipukul," katanya dengan suara lantang
Kesaksian Amal juga diperkuat dengan tayangan siara salah satu televisi swasta yang saat kejadian merekam langsung aksi pemukulan yang mengakibatkan beberapa aktivis mahasiswa menjadi korban amukan polisi.
Jumadin juga membenarkan kasus pemulukan tersebut. Suasana dalam proses persidangan berjalan dengan lancar, selain perwira polisi beberapa aktivis HMI lainnya turut hadir.
PBHI
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Syamsuddin Radjab menjelaskan hasil temuannya dilapangan mengungkapkan kasus yang kericuhan yang terjadi di Makassar adalah hasil rekayasa pihak tertentu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Syamsuddin saat menggelar jumpa pers di Makassar, kemarin. Menurutnya beberapa indikasi rekayasa kerusuhan tersebut adalah, adanya rantai komado di internal kepolisian yang tidak diketahui oleh Kapolda Sulselbar.
Selain itu sejumlah warga yang melakukan pengrusakan terhadap sekertariat HMI Cabang Makassar adalah warga yang juga melempari mahasiswa baik di UIN dan UNM.
Temuan lainnya, oknum polisi dari Polsek Ujungpandang berinisial AR dari satuan intelkam yang mengakomodir warga melakukan penyerangan ke sekertariat HMI.
Yang paling ganjil menurut Syamsuddin, adalah adanya mantan resedivis yang berinisial AG yang ikut merusak sekertariat HMI dan ikut menyerang mahasiswa dalam aksi unjuk rasa, baik di UIN dan UNM.(cr6/ali/axa)


Tribun Timur

Ricuh HMI - Polisi Pelaku Penganiayaan Dibui


Rentetan aksi unjukrasa mahasiswa tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang kerap berujung kerusuhan, agaknya bakal segera berakhir. “Kemarahan” HMI cabang Makassar, tempat kerusuhan bermula, mulai mereda setelah Kepolisian RI, menjatuhkan sanksi pada anggotanya yang melakukan penganiayaan terhadap mahasiswa.
Sidang disiplin anggota Polri, yang digelar di Mapolwiltabes Makassar, Selasa (9/3), menjatuhkan vonis bersalah pada tiga anggota dari Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Makassar. Ajun Komisaris Besar Eli Yasar, Aiptu Kanafi dan Briptu Sardi, masing-masing dijatuhi hukuman penjara selama 21 hari. Ketiganya terbukti melakukan penganiayaan terhadap sejumlah kader HMI, termasuk Ketua Umum HMI Cabang Makassar, Amal Sakti, Rabu malam, pekan lalu, saat akan melaporkan kasus penyerangan dan perusakan Wisma HMI Cabang Makassar.

Sidang disiplin yang dipimpin Ajun Komisaris Besar Endi Sutendi berlangsung lebih kurang selama tiga jam. Ketiga oknum Polri tersebut dihadirkan dengan menggunakan seragam lengkap. Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Pimpinan sidang, ketiga oknum polisi tersebut dikenai pasal 4 huruf A/peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 2003, tentang pelanggaran disiplin anggota Polri. Mereka menjalani hukuman tersebut di tahanan Provost Polwiltabes Makassar.

Komisi Nasional (Komnas) HAM sebelumnya menengarai adanya oknum lain yang ikut bermain dalam bentrok yang melibatkan polisi, warga dan mahasiswa di Makassar. Temuan-temuan Komnas HAM di Makassar mengindikasikan sejumlah kejanggalan.

Sekjen Komnas HAM Ridha Saleh menjelaskan, di antara kejanggalan itu adalah keterlibatan Densus 88, dan dugaan pembiaran warga menyerang mahasiswa. “Kita melihat peristiwa ini tidak berdiri sendiri. Apalagi soal keterlibatan anggota Densus 88, dan itu yang harus diselidiki. Yang paling janggal, kenapa polisi membiarkan warga menyerang mahasiswa,” paparnya di Makassar, kemarin.

Menurut Ridha, peristiwa ini harus diteliti lebih jauh. Penyebab seringnya bentrok bukan hanya sekadar persoalan pribadi. “Kenapa unjuk rasa di Makassar selalu berujung bentrok, inikan tidak satu dua kali,” sebut Ridha seraya menambahkan temuan ini akan dipaparkan di Rapat Paripurna Komnas HAM nanti.

Versi polisi sendiri menyebutkan unjukrasa yang berakhir rusuh dan lantas merembet menjadi aksi massal di sejumlah kota besar Indonesia, berawal dari kesalahpahaman saja. Dilatarbelakangi persoalan pribadi, sejumlah orang diduga polisi penyerangan dan melakukan pengrusakan Wisma HMI Cabang Makassar, pada Rabu malam lalu.

Atas petunjuk Kapolda Sulselbar, Irjen Polisi Adang Roechjana, Amal Sakti dan rekan-rekannya berencana membuat pengaduan ke Polwiltabes Makassar. Namun saat tiba di Mapolwil, polisi yang menjaga pintu gerbang langsung memukul mahasiswa. Menurut polisi, pemukulan ini disebabkan Amal Sakti dan kawan-kawannya langsung masuk tanpa meminta izin ke bagian penjagaan. Pemukulan petugas itu esoknya dibalas mahasiswa dengan penyerangan sejumlah pos jaga dan satu Mapolsek.

harian-global.com

Pura-pura Menggerebek, 5 Oknum Diduga Curi Rp 87 Juta


Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal (Pol) Erwin TPL Tobing, Selasa, menyatakan bahwa lima orang polisi yang diduga melakukan pencurian dengan modus melakukan penggerebekan judi telah diproses hukum.
"Kelima oknum polisi itu datang dan melakukan penggerebekan secara liar karena tidak mempunyai surat penggeledahan," kata Erwin TPL Tobing di Pontianak.
Kelima polisi tersebut yaitu dari Direskrim Polda Kalbar Brigadir PR dan Bripda JR, dari Polres Mempawah Bripka GT, dan dari Polsek Teluk Pakedai Bripka BH dan Bripda IS.
Sebelumnya, kelima polisi itu, Jumat (26/2), melakukan penggerebekan di rumah Cu Syiu Nyan (64), warga Dusun Beringin, Desa Kalimas, Kecamatan Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, dengan alasan untuk menertibkan praktik judi di rumah tersebut.
Setelah penggerebekan itu, korban kehilangan uang sebesar Rp 87 juta yang disimpan di laci tempat tidurnya. Saat penggerebekan dilakukan, korban sedang tidak berada di dalam rumah dan tidak ada aktivitas permainan judi.
Korban melaporkan kehilangan uangnya yang semula akan digunakan untuk membangun rumah. Korban menyatakan uang tersebut diperoleh dari kiriman anaknya yang bekerja di Jakarta, Amerika Serikat, dan Taiwan.
Kapolda Kalbar mengatakan, atas tindakan kriminal itu, kelima oknum polisi itu kini menjalani sidang kode etik oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Kalbar. Sedangkan Direktorat Reserse Kriminal Umum menangani kasus pidananya.
"Selain menjalani proses hukum kode etik, kelimanya juga akan menjalani proses hukum pidana kalau terbukti melakukan pencurian," kata Erwin.
Kapolda Kalbar berkomitmen tidak akan menutup-nutupi kasus tersebut. "Saya, mewakili institusi kepolisian, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Kalbar atas perbuatan tidak terpuji yang telah dilakukan lima anggota polisi tersebut," katanya.
Sementara itu, Kepala Ditserse Polda Kalbar Komisaris Besar Rafli mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana yang dilakukan kelima oknum polisi tersebut.
"Penyidikan itu untuk mengetahui apakah benar uang milik korban itu hilang, bersamaan saat penggerebekan, atau sebelumnya. Selain itu, kami juga akan menyelidiki asal uang apakah benar uang itu dikirim oleh anaknya seperti pengakuan dalam BAP," kata Rafli.
Sementara itu, proses hukum kode etik kepolisian tetap berlanjut karena kelima polisi itu terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan penggerebekan tanpa didukung surat perintah dari atasannya.
Kelima polisi itu saat ini ditahan di sel Mapolda Kalbar dua orang dan sel Mapolres Mempawah tiga orang. Polda Kalbar selama tahun 2009 telah memecat 18 anggota di jajarannya dari 1.493 orang yang melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin. (Ant/Dwi Putro AA)

3 Warga Jadi Tsk, Oknum Pama Polda Masih Dibui


Sementara untuk seorang perwira menengah (Pama) di lingkungan Polda berinisal AKP An hingga berita ini diturunkan telah di jebloskan ke sel. Sebab, penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan memiliki waktu penahanan hingga 3 hari kedepan.

Sedangkan, ketiga temannya, berinsial As (31), Wn (34) dan So (35) akan di lepas karena dari hasil tes urinenya, negatif mengandung amfeitamin. Dari para tersangka, petugas berhasil mengamankan barang bukti (BB), berupa 4 gram atau setengah kantong sabu senilai Rp 10 juta. Sejauh ini, BB tersebut akan dibawa ke Puslabfor Palembang untuk dites.

Keberhasilan untuk memutus habis peredaran narkoba itu, jajaran Sat 2 langsung mendapat dukungan langsung dari Wakapolda Bengkulu Kombes Pol Drs Makmun Saleh yang langsung datang ke gedung Dit Narkoba guna melihat proses pemeriksaan para pelaku narkoba.

Saya yakin anggota kita dapat membasmi habis peredaran narkoba di Bengkulu. Begitu juga jika ada anggota kita yang terlibat, juga akan kita berikan sanksi yang berat, ucap Wakapolda didampingi Dir Narkoba Kombes Pol Drs M Budi Tono, kemarin.

Ditambahkan Wakapolda, jika dalam pemeriksaan nanti, Pama itu terlibat dalam kasus narkoba juga akan diberikan sanksi yang tegas. Namun, juga sebaliknya.
Selain itu, kronologis penangkapan pengusaha tiket, Ja bermula dari petugas dari Sat 2 mendapat informasi jika pengedar sabu yang telah keluar masuk penjara dengan kasus yang sama pulang dari luar kota membawa barang haram itu.

Begitu, Ja akan turun langsung diringkus bersama 3 gram atau 3 jie sabu. Kemudian, petugas langsung melakukan pengembangan terhadap Ja . Sehingga langsung digelandang ke hotel di kawasan Pantai Panjang, dan berhasil meringkus 2 lelaki dan 3 wanita termasuk oknum Pama tersebut. Selain itu, petugas kembali menemukan BB, berupa 1 jie sabu di kantong celana wanita yang berinsial Am.

Selanjutnya, rombongan oknum pama itu, langsung digelandang ke Mapolda Bengkulu. Jika terbukti, mereka akan kita jerat dengan pasal 112 No 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman diatas 4 tahun penjara, jelasnya. (111)

http://www.bengkuluekspress.com

Merasa Ditipu, 3 Warga Adukan 2 Oknum Polisi


Ketiga IRT tersebut adalah Heli Totani (26) warga Jl RE Martadinata Kelurahan Pagar Dewa, Minarni (39) warga Jl Merapi RT 7 Kelurahan Sawah Lebar dan Ruswati (35) warga Jl Merawan 4 RT 27 Kelurahan Sawah Lebar.

Mereka mengadukan 2 oknum polisi Polda berinisial Es dan Si karena diduga melakukan penipuan, terkait penangguhan penahanan suami ketiga IRT tersebut yang tengah tersangkut perjudian di Bengkulu Utara, dengan kompensasi uang Rp 45 juta. Namun begitu uang tersebut diserahkan suami ketiganya tak juga dikeluarkan dari tahanan.

Menurut ketiga korban saat melapor dugaan kasus penipuan itu, bermula dari suami ketiga korban tersebut tengah berurusan dengan pihak Polres Bengulu Utara dalam kasus perjudian.

Kemudian, kedua oknum polisi itu, mendatangi rumah ketiga korban dan menawarkan jasa untuk dapat mengurus penangguhan terhadap suami ketiga korban. Sebagai kompensasinya, korban harus memberikan uang sebesar Rp 15 juta untuk tiap tahanan yang dibebaskan. Dengan demikian total uang yang wajib disetorkan mencapai Rp 45 juta.

Tak ingin suaminya lama-lama di pejara, korban menyanggupi permintaan itu. Uang tersebut diberikan dalam 5 tahap. Naasnya, suami ketiganya tak juga ditangguhkan dari tahanan, sementara uang Rp 45 juta tak kembali.

Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs M Ruslan Riza melalui Dir Reskrim Kombes Pol Drs R Sunanto dan Kabid Humas AKBP Drs Suyatmo membenarkan telah menerima laporan ketiga warga tersebut.

Kita akan pelajari dulu laporannya. Jika ada unsur pidananya akan kita tindak lanjuti dengan memproses 2 oknum aparat itu, imbuhnya.(111)

http://www.bengkuluekspress.com

Selasa, 09 Maret 2010

Massa Mahasiswa Minta Presiden Copot Kapolri


Ratusan pengunjuk rasa di Makassar, Senin, meminta kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencopot Kapolri Bambang Hendarso Danuri dari jabatannya.

Dalam aksinya di gedung DPRD Sulsel, massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) dan lembaga mahasiswa lainnya menuntut Kapolri diberhentikan sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas penyerangan dan pengrusakan wisma HMI Cabang Makassar yang diduga dilakukan oknum polisi.

Tuntutan serupa juga dialamatkan kepada Kapolda Sulselbar dan Kapolwiltabes Makassar yang diminta turun dari jabatannya atas insiden yang memicu aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai penjuru tanah air.

Pasca pengrusakan Wisma HMI Makassar, pengunjuk rasa menuding oknum polisi telah melakukan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa dengan sengaja melakukan provokasi yang menyebabkan bentrokan antara mahasiswa dengan warga.

Mereka juga meminta transparansi Kapolda Sulselbar mengenai proses hukum atas oknum polisi yang diduga terlibat dalam penyerangan tersebut.

Dalam orasinya, salah satu anggota HMI menyebut aparat kepolisian tidak tau berterima kasih, karena HMI disebut salah satu organisasi pergerakan dibalik kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, HMI, LMND, bersama massa dari Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Lembaga Dakwah Mahasiswa Indonesia, juga menuntut pengusutan tuntas kasus Bank Century.

Aparat kepolisian sendiri dalam menghadapi pengunjuk rasa, melakukan pendekatan persuasif dengan menempatkan Polisi Wanita (Polwan) di garda depan pintu masuk DPRD Sulsel.

Pengunjuk rasa akhirnya membubarkan diri dengan tertib setelah mereka diterima anggota DPRD Sulsel, serta pernyataan sikap mereka di fax ke pusat oleh staf DPRD. (AAT/K004)

sumber antara

Oknum Polisi Diduga Mobilisasi Massa Serang Mahasiswa


Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyatakan bahwa sejumlah oknum polisi di Makassar diduga memobilisasi massa ketika melakukan penyerangan untuk meredam aksi unjuk rasa mahasiswa.

Ketua PBHI Syamsuddin Radjab dalam konfrensi pers di Makassar, Selasa (9/3/2010) mengatakan, hal tersebut disimpulkan berdasar hasil investigasi PBHI terhadap kasus penyerangan polisi ke sekretariat HMI Makassar, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin dan Universitas Negeri Makassar (UNM).

"Kami sudah menanyai warga setempat, baik di sekitar HMI maupun di kampus. Tidak ada yang mengenal para penyerang yang disebut polisi sebagai warga," katanya.

Dia menjelaskan, berdasar hasil investigasi itu pula, mereka berhasil mendapat nama sejumlah oknum polisi yang diduga terlibat tindakan memobilisasi massa dari satu kampus ke kampus lainnya.

Menurutnya, laporan tentang nama-nama oknum polisi dan warga diluar hasil investigasi terus masuk ke PBHI, baik dari warga setempat maupun mahasiswa, namun PBHI sendiri belum menindaklanjuti hal tersebut karena masih konsentrasi pada laporan pertama.

"Hasil investigasi ini akan memperkuat bukti bahwa gerakan warga tidak suka mahasiswa memang sudah didesain, sebagai pengalihan isu pengusutan kasus Bank Century," ujarnya.

Dia menambahkan, selain mobilisasi massa, tim PBHI juga mengumpulkan visum medis untuk membuktikan bahwa para mahasiswa yang diperiksa untuk keperluan pengisian Berita Acara Pemeriksaan (BAP), mendapat penyiksaan dari oknum kepolisian di Polwiltabes Makassar.

"Kalau penyiksaan, Saya tidak tahu apakah itu merupakan bagian dari rangkaian desain atau tidak," katanya.

Terkait pengrusakan sejumlah pos polisi oleh mahasiswa di sejumlah ruas jalan di Makassar, dia mengakui berdasar hasil investigasi HMI Makassar turut melakukannnya.

Namun, dalam hal ini HMI bukan sebagai pemicu, tapi sebagai reaksi setelah sejumlah mahasiswa dari kelompok lain lebih dulu melakukan pengrusakan tersebut.

Kendati begitu, sebagai kuasa hukum HMI Makassar, PBHI tetap mendorong HMI Makassar memproses secara internal kader-kadernya yang terlibat pengrusakan pos polisi.

"Kalau terbukti bahwa itu kriminal, kami juga mendorong HMI agar membantu aparat kepolisian dalam melakukan penyelidikan," katanya.

sumber kompas

Kapolda Malu Besar


Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Brigadir Jenderal Erwin TPL Tobing mengaku malu besar terkait kasus penggerebekan liar yang dilakukan oleh lima oknum polisi. Pasalnya, tindakan kelima oknum polisi itu tidak sesuai dengan upaya jajaran kepolisian untuk membangun citra positif di masyarakat.
Demikian diungkapakan Erwin saat serah terima jabatan Inspektur Pengawasan Kepolisian Daerah Kalbar di Mapolda Kalbar, Selasa (9/3/2010). Pekan lalu, kelima oknum polisi yakni Brigadir PR dan Brigadir JR (dari Direktorat Reserse Narkotika), Brigadir dua BH dan Bripda IS (dari Polsek Teluk Pakedai), dan Bripda GT (Polres Mempawah) melakukan penggeledahan di sebuah rumah warga dengan sangkaan terjadi perjudian.
"Tindakan mereka amat memalukan dan mencoreng Polda Kalbar. Di satu sisi kami sedang berupaya menegakkan disiplin, di sisi lain mereka justru melanggar disiplin. Selain kode etik disiplin, saya sudah perintahkan anggota untuk menyelidiki unsur pidananya," kata Erwin.
Erwin mengatakan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan, oknum-oknum polisi itu bertindak liar karena tidak ada surat penugasan dari atasannya.

Karena Motor, Oknum Polisi Hajar Oknum TNI di Sulbar


Seorang oknum TNI dipukuli oleh seorang oknum anggota polisi karena persoalan motor. Bripka Bambang memukuli wajah Kopral Kepala Nuhung yang sebentar lagi memasuki usia pensiun. Kejadiannya di depan kantor Polres Mamuju.

Sore tadi, Kapolres Mamuju AKBP Andries Hermanto langsug mengadakan pertemuan dengan Dandim Mamuju Letkol Inf Resmanto Widodo Putro untuk membahas hal ini agar tidak berdampak luas seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

Bambang menyita motor adik Nuhung yaitu Saharuddin karena sudah tiga bulan tidak membayar cicilan motor.

Sistem pembayaran cicilan motor adalah barter dengan menggunakan batu merah. Setiap sudah membakar batu merah, Saharuddin harus menyerahkan batu merah sebagai pembayaran motor.

Ketika Nuhung mempertanyakan dimana motor itu disimpan oleh Bambang, bukanya jawaban yang didapatkan melainkan sebuah pukulan yang mendarat di wajahnya.

Wajah bagian kanan Nuhung bengkak akibat pemukulan ini. (*)

Tribun Timur

Budaya "Upeti" di Kepolisian Suburkan Penjebakan


Budaya setoran yang masih terpelihara di tubuh kepolisian menjadi salah satu penyebab krusial maraknya praktik penjebakan perkara pidana oleh oknum polisi. Sistem kontrol internal ataupun eksternal dinilai masih belum maksimal mengatasi budaya tersebut.

Hal itu disampaikan Adnan Pandu Praja, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Senin (8/3/2010). Secara terpisah, Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Nanan Soekarna juga membenarkan, salah satu akar masalah dari fenomena praktik penjebakan adalah budaya setoran yang belum benar-benar pupus.

”Memang itu kami sadari, selama para atasannya masih ingin ’dilayani’, maka bawahan jadi terbebani. Dampaknya ke masyarakat. Oknum jadi cari-cari perkara. Kami masih terus berusaha sebisa mungkin memangkas praktik seperti itu (setoran),” tutur Nanan.

Budaya setoran yang dimaksud adalah pemberian ”upeti” rutin dari bawahan kepada atasan. Upeti diperoleh dengan cara-cara yang tidak patut, seperti memeras orang-orang yang bermasalah hukum sampai merekayasa perkara pidana terhadap orang yang justru tak bersalah.

Sudah menjadi pengetahuan umum sejak lama, misalnya, polisi lalu lintas memperoleh modal upeti dengan ”memangsa” pengendara di jalanan, lalu berdamai dengan sejumlah uang. Namun, menurut Nanan, saat ini praktik buruk polantas sudah lebih berkurang karena terus-menerus disorot. Sementara di reserse, problem itu belum sepenuhnya teratasi. ”Kini perubahan di reserse yang harus dipercepat. Karena itu, Kapolri juga sudah menegaskan untuk kita sama-sama ’mengeroyok’ reserse,” ujar Nanan.

Seperti disebutkan Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, sebanyak 5.531 polisi yang memimpin unit reserse sejak di tingkat polsek, polres, hingga polda, dalam waktu dekat akan dikumpulkan untuk pembenahan. Kapolri berharap warga tak perlu ragu melapor jika dikerjai oknum polisi.

Adnan mengatakan, fenomena rekayasa perkara merupakan problem di satuan reserse yang paling mendesak untuk dibenahi. Dari pengaduan atau keluhan yang masuk ke Kompolnas pada 2009, sebagian besar (1.386 aduan) mengadukan soal perilaku reserse di lapangan. Jumlah total aduan masyarakat ke Kompolnas juga mengalami lompatan cukup tinggi, yakni dari 344 aduan pada 2008 menjadi 1.466 aduan pada 2009.

Menurut Adnan, pimpinan kepolisian dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan komitmennya akan menindak tegas oknum aparat yang menyeleweng. Namun, pada kenyataannya di lapangan, implementasinya kerap kali tidak seindah retorika. ”Kalau kita mau menguji akuntabilitas pimpinan, yaitu pada saat ketika pelanggaran terjadi, apakah pelanggaran itu diberi ganjaran hukuman atau tidak,” kata Adnan.

Senada dengan Adnan, Nanan juga mengatakan, bad cop (polisi nakal) sampai kapan pun boleh jadi akan selalu ada. ”Namun, yang terpenting adalah bagaimana setiap bad cop, di level apa pun, secara konsisten selalu dihukum. Dengan begitu, Polri baru bisa disebut akuntabel,” kata Nanan. (SF/ONG)
sumber kompas

Dicekik, PR III UNM Tuntut Polisi


PEMBANTU Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Dr Hamsu Gani MPd mengumpulkan bukti-bukti untuk menuntut aparat kepolisian yang mencekik lehernya saat bentrokan antara mahasiwa UNM dengan polisi di kampus UNM, Jl AP Pettarani, Jumat (5/3) lalu.


"Saya sedang mengumpulkan dokumentasi yang bisa menguatkan tuntutan saya. Seharusnya polisi memiliki informasi yang cukup sebelum turun ke lapangan. Masak kita sudah pakai batik dan peci masih juga dicekik," kata Hamsu.
Dia juga mempertanyakan warga masyarakat yang ikut melempari mahasiswa saat bentrokan tersebut. "Warga masyarakat yang mana? Kalau memang warga, tentu mahasiswa kenal. Yang saya lihat, polisi yang berpakaian seperti warga biasa yang melempari mahasiswa," lanjut Hamsu.
Dalam japretan foto kamera Tribun, Hamsu sempat dipiting oleh polisi saat bermaksud menenangkan bentrokan tersebut. Bahkan, ada polisi yang mencabut kopiah guru besar UNM ini (Tribun, 6/3).
Sejumlah polisi kala itu emosional dan bermaksud menyerang salah satu pucuk pimpinan UNM tersebut. Sejumlah polisi juga sempat meneriaki Hamsu.
Beruntung ada dua polisi lainnya yang sigap datang melerai dan berteriak agar Hamsu dilepaskan karena yang bersangkutan adalah pimpinan di kampus tersebut.
Bentrokan antara mahasiswa UNM dengan polisi meletus usai salat Jumat. Saat itu, sejumlah mahasiswa menyandera mobil patroli Polsekta hingga berujung pada pengrusakan.
Saat itulah, puluhan polisi membubarkan aksi mahasiswa yang berujung pada aksi saling lempar batu selama hampir tiga jam.(cr8/sur)


Tribun Timur



Ngaku Dilecehkan Polisi, Direktur LBH Ngadu ke Poldasu


Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Sibolga -Tap Tengah Benny Harris Nainggolan SH ngadu ke Poldasu di Medan karena merasa dilecehkan oknum polisi saat mendampingi keluarga tersangka kasus pencurian berkunjung ke Mapolres Tapteng di Jalan Dr L Tobing Sibolga.
Dalam siaran persnya kepada sejumlah wartawan, Minggu (7/3) di Sibolga ia menjelaskan, personil SPK di Mapolres Tapteng tidak memberi ijin untuk mengunjungi seorang tersangka yang ditahan di Mapolres.
“Oknum tersebut juga berlaku kasar dengan meng kau kan dan terkesan mengusir pengacara yang ingin jumpa dengan kliennya,” sebut dia.
Tindakan oknum tersebut sudah menyalahi perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku dan diharapkan Kapolda memberi tindakan sesuai kode etik yang ada dalam rangka menjaga citra polisi sebagai pengayom masyarakat.
Di tempat terpisah, Kapolres Tapteng melalui Pabung Kompol Muchsin via telepon seluler kepada wartawan, menjenguk seorang tahanan atau tersangka sepenuhnya merupakan hak dan tanggungjawab petugas piket boleh atau tidak karena disesuaikan dengan jadwal.
“Pengacara juga tahu itu, dan kalau kedatangan pengacara untuk mendampingi kemungkinan tersangka belum masuk dalam tahap pemeriksaan,” ujarnya seraya menambahkan, masalah arogan sulit untuk menilainya dan apa bila ini dilaporkan silahkan saja. (T3/i)

Parangi Siswa, Polisi Toraja Terancam Dipecat


Salah satu oknum anggota polisi yang bertugas di Kepolisian Resor (Polres) Tana Toraja, ZF, hingga Minggu (7/3/2010) masih ditahan di tahanan Mapolres Toraja. ZF bahkan terancam dipecat dari Korps Polri.



"Kasusnya pidana murni dan saat ini sementara dalam proses pemeriksaan saksi-saksi," kata Wakil Kepala Polres (Wakapolres) Tana Toraja, Kompol A Enoch kepada wartawan.

ZF ditahan terkait kasus pemarangan terhadap tiga siswa SMK TAgari Rantepao, Toraja, Jumat (5/3/2010) lalu.

Ketiga siswa yang menjadi korban pemarangan oleh ZF masing-masing, Markus, Rispen dan Yando. Yando mengalami luka serius karena terkena sabetan parang di bagian kepala dekat telinga kanan. Hingga saat ini ketiganya masih dirawat di RS Elim Ratepao.(*)

Tribun Timur



Minggu, 07 Maret 2010

Rekayasa Kasus Pemulung, 4 Polisi Dimutasi

Selain mutasi, kenaikan pangkat mereka juga ditunda.
Empat anggota Polsek Kemayoran dijatuhkan sanksi disiplin karena terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus Chairul Saleh (38), pemulung yang dituduh memiliki ganja seberat 1,6 gram. Saleh ditangkap pada 3 September 2009 lalu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar, 1 Maret 2010, mengatakan berdasarkan hasil sidang disiplin yang digelar oleh Polres Jakarta Pusat, Kamis, 25 Februari 2010, telah dijatuhkan sanksi disiplin terhadap 4 petugas anggota Polsek Kemayoran.

Ia menjelaskan, untuk Brigadir Rusli ditunda pendidikan dan kenaikan pangkat selama satu tahun, kemudian dimutasi secara demosi, dan ditempatkan ke tempat khusus semalam 21 hari. Sedangkan, Apitu Suyanto dimutasi secara demosi tidak menjadi anggota narkoba dan ditempatkan ke tempat khusus selama 21 hari.

Kemudian Aiptu Ahmad Riyanto ditunda kenaikan pangkat selama satu tahun, serta dimutasi secara demosi. Dan untuk Brigadir Dicky ditempatkan ke tempat khusus selama 7 hari.

Boy Rafli mengakui kasus tersebut layak untuk diajukan ke pengadilan dan setelah itu baru akan dilakukan sidang kode etik.

Boy menjelaskan, Saleh memang membawa ganja. Namun yang jadi masalah adalah tidak ada alat bukti yang memadai yakni keterangan saksi saat pemulung itu dibawa ke kantor polisi. "Nah itulah yang direkayasa," kata Boy.

Kemungkinan, kata Boy, penyidik kewalahan karena tidak ada keterangan saksi, sehingga dibuatlah rekayasa yakni keterangan dari seorang anggota polisi. Padahal polisi tersebut tidak ikut menangkap Saleh.

"Untuk pemeriksaan tersangka memang tidak masalah, yang ada hanya rekayasa dari keterangan saksi," tegas dia.

• VIVAnews

Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya