Sabtu, 29 Mei 2010

Polisi Indonesia Diduga Terima Suap dari Tahanan Narkoba

Lahore - Aparat kepolisian Indonesia diduga menerima suap dari tahanan narkoba yang dibebaskan dari penjara. Hal ini terungkap setelah seorang ibu salah satu tahanan asal Pakistan mengungkapkan anaknya tidak dibebaskan lantaran tidak memberikan suap dan malah dijatuhi hukuman mati.

Seperti dilansir The Nation, Minggu (2/5/2010), seorang warga Pakistan, Shamsa Begum telah mengajukan banding kepada Presiden, Perdana Menteri, dan Kepala Menteri Punjab.

Dia meminta pemerintah Pakistan melakukan kontak dengan Kedutaan Besar Indonesia yang menahan anaknya Zulfiqar Ali di penjara di Semarang.

Shamsha yang berbicara kepada media dalam konfrensi pers di Lahore, Pakistan mengatakan, anaknya Zulfiqar Ali yang pergi ke Indonesia sekitar 8 tahun lalu untuk mencari penghidupan telah ditangkap oleh kepolisian Indonesia pada tahun 2005.

Zulfiqar ditangkap oleh polisi Indonesia karena dituduh memiliki 300 gram heroin bersama 11 orang lainnya. Mereka lalu dijebloskan ke penjara.

Anehnya, 11 orang lain yang ditangkap bersama anaknya itu sudah dibebaskan setelah memberikan suap kepada polisi di Indonesia. Sementara anaknya malah dijatuhi hukuman mati karena tidak menyediakan gratifikasi ilegal kepada polisi dan kini mendekam di sebuah penjara di Semarang.

Shamsha meminta anaknya dibebaskan karena yakin tidak bersalah. Mengutip salah satu saksi kasus ini, Gardeep Singh yang telah membuat pernyataan di pengadilan di Indonesia bahwa Zulfiqar bukanlah pelaku sesungguhnya. Tetapi Zulfiqar tetap tak kunjung dibebaskan dari penjara.

Atas hal ini, Shamsha mendesak pemerintahnya membantu pembebasan anaknya. Dia juga memuji peran Penasehat Khusus HAM UNO, Ansar Barni yang menentang hukuman mati yang diberikan kepada Zulfiqar. Ansar disebut juga sudah menjalin kontak dengan pemerintah Indonesia dalam hal ini. (Rez/Rez)


GRATIS kaos cantik dan voucher pulsa! ikuti sms berlangganannya, ktk REG DETIK kirim ke 3845 (Telkomsel, Indosat, Three)

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

Kapoldasu bantah tindakan kekerasan

Kapoldasu, Irjen Pol Oegroseno, membantah kalau telah terjadi kekerasan terhadap tersangka kerusuhan Sibolga.

“Saya sudah cek ke Polres Sibolga tidak ada penganiayaan oleh polisi. Kalau ada penganiayaan silahkan dilaporkan ke Bidang Propam Poldasu dengan bukti-bukti yang cukup,” tegasnya, tadi malam.

Sebelumnya, pengacara tersangka kerusuhan di Sibolga, Julheri Sinaga, menyesalkan kekerasan yang dilakukan oknum Kepolisian Polres Sibolga terhadap para tersangka.

Julheri, mengaku memiliki cukup bukti berupa rekaman video untuk mempropamkan oknum polisi yang melakukan kekerasan kepada tersangka saat pemeriksaan yang berlangsung di ruang penyidik Polres Sibolga beberapa waktu lalu.

“Ini buktinya kalau mereka (polisi-red) telah melanggar HAM saat melakukan pemeriksaan salah seorang tersangka,” ujarnya.

Dikatakannya, dalam rekaman tersebut salah seorang tersangka Akbar (34) mendapat perlakukan kasar oleh oknum polisi saat mengintrogasi berupa pukulan dan remasan jari di sekujur pinggang tersangka.

Akibatnya, Akbar mengalami luka memar di pinggang dan wajah. Bahkan dalam video tersebut beberapa oknum polisi terlihat tertawa saat korban mengerang kesakitan. Ironisnya lagi, polisi melakukan kekerasan terhadap Akbar dihadapan dua tersangka lainnya.
http://www.waspada.co.id

Gaji Oknum Polisi Ditunda

Oknum anggota Polsek Sukarami Aiptu SI kasus pencabulan dijatuhi hukuman kurungan dalam sel khusus Unit P3D selama 14 hari.

“Anggota tersebut juga ditunda gajinya secara berkala selama satu tahun serta penundaan pendidikan. Kalau untuk tindak pidananya masih terus berjalan dan diperiksa Reskrim,” terang Wakapoltabes Palembang AKBP S Ginting, Kamis (27/5).

Dalam sidang disiplin secara tertutup dihadirkan delapan orang anggota lainnya sebagai terperiksa di Aula Mapoltabes Palembang. Mereka itu AKP N dari Kanit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) dan Aiptu H.

Keduanya menjadi terperiksa karena laporan dari korban KDRT yang tidak puas dengan kinerja dari kasus yang ditangani Unit PPA Poltabes Palembang. Akhirnya pemimpin sidang menyatakan bahwa laporan tersebut belum cukup bukti.

Kemudian seorang anggota Babinkamtibmas Polsek Ilir Timur II yakni Aiptu SJ. Anggota ini disidang karena kasus pencatutan nama Kasat Narkoba Kompol Syahril Musa.

Sidang selanjutnya yakni kasus penganiayaan dengan terperiksa Bripka R dari Polsek IT I. Ternyata kasus yang diajukan merupakan kasus yang terjadi di tahun 2006. Diduga anggota ini melakukan penganiayaan dengan pelapor Erwin Jaya (31), warga Gg Rawo Ujung RT 56 RW 16 Bukit Lama IB I.

Lalu Briptu PM dari Samapta Poltabes Palembang yang disidang karena menikah tanpa ijin dan melakukan tindakan KDRT terhadap istrinya. Anggota ini dijatuhi hukuman kurungan dalam sel khusus Unit P3D selama 14 hari.

Briptu MR juga dijatuhi hukuman kurungan selama tujuh hari di sel khusus karena kasus pungli. Sedangkan kasus asmara Briptu HA anggota Intelkam Poltabes Palembang dengan pacarnya yang meminta pertanggungjawaban dimasukkan dalam sel khusus selama 7 hari. sripo

Oknum Polisi Minta Jatah Satu Tangki BBM

Rapat dengar pendapat mengenai kelangkaan BBM di Kotim, terungkap sebuah informasi bahwa ada oknum polisi yang meminta jatah satu tangki BBM ke Pertamina, dan kemudian dititipkan di sebuah SPBU di Kotim.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi II DPRD Kotim Jhon Krisli SE yang langsung memimpin rapat tersebut. "Informasi ini sebenarnya sekitar dua tahun lalu sudah saya dengar, namun karena saat itu tidak ada kelangkaan seperti saat sekarang ini. Namun kondisi saat ini berbeda, masalah ini harus diungkap. Saya belum tahu persis siapa oknumnya dan dimana SPBU-nya. Rencananya besok (hari ini, Red) data konkritnya saya terima," terang Jhon dalam rapat tersebut.

Jika memang informasi tersebut benar adanya,kata Jhon, maka pihaknya merekomendasikan kepada Pemkab Kotim untuk mencabut ijin SPBU yang bersangkutan, khususnya perijinan yang diterbitkan oleh Pemkab Kotim.

Terkait dengan informasi yang terungkap dalam rapat dengar pendapat tersebut, Kapolres Kotim AKBP Sugito SH saat dikonfirmasi mengungkapkan, pihaknya akan mempelajari informasi tersebut dan menyelidiki kebenarannya. "Kita tetap berpegang pada azas praduga tak bersalah dan secara logika memang itu tidak mungkin polisi meminta jatah ke Pertamina. Namun informasi ini akan tetap kita selidiki," terang Kapolres saat dikonfirmasi melalui telpon seluler.

Menurutnya, jika memang informasi tersebut terbukti maka pihaknya akan bertindak dan akan diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Rapat dengar pendapat ini dihadiri oleh sejumlah anggota DPRD Kotim, Pemkab Kotim yang diwakili oleh Plt Asisten II Setda Kotim Sanggul L Gaol, perwakilan SPBU di Kotim serta sejumlah LSM di Kotim yang peduli masalah kelangkaan BBM ini. (arb/dar)http://www.jpnn.com

Rabu, 26 Mei 2010

Tiga Anggota Polres Jakut Dilaporkan

Usep Saefudin yang telah divonis bebas dalam kasus kepemilikan ganja melaporkan tiga petugas Polres Jakarta Utara karena melakukan tindak penganiayaan terhadap dirinya ke Polda Metro Jaya.

"Kami sudah melayangkan laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya atas tindakan ketiga petugas," ujar kuasa hukum Usep, Fiska M Gultom kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin 24 Mei 2010.

Ketiga petugas yang diduga melakukan tindak pemukulan, yakni Bripda CB, Briptu IWK, serta Briptu WDJ. Ia melanjutkan, pelaporan itu dilakukan atas tindakan yang dilakukan petugas yang menyalahi aturan dan kode etik kepolisian. Selain itu, ketiganya dituding melakukan pelanggaran pidana, terkait tindak pengeroyokan.

"Karena itu kita melaporkan pasal pidana, disamping juga melapor ke Propam," imbuhnya.

Menurut Fiska, tindakan pemukulan polisi menyalahi prosedur, terutama dalam menangani orang yang dicurigai. Terlebih, Usep, bukanlah pelaku kejahatan, melainkan korban salah tangkap polisi.

"Masalah rekayasa kasus juga kami persoalkan dan masih dalam penanganan bidang Propam Polda Metro Jaya," kata Friska

Untuk memperkuat laporan yang telah dilayangkan, tim kuasa hukum Usep juga menyertakan bukti visum dari rumah sakit. "Kami juga menyertakan kesaksian seorang tahanan yang melihat Usep mengalami muntah darah," ujarnya.

Laporan yang dilayangkan Usep kini sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi. Rencananya pada Selasa 25 Mei 2010 ini, Usep akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor. "Besok rencananya akan dipanggil pada pukul 10.00 Wib," ujarnya.

Diberita sebelumnya, kronologis salah tangkap dan penganiayaan terhadap Usep berawal saat lima oknum anggota Polrestro Jakarta Utara meminjam korek kepada pria lulusan kelas II Sekolah Dasar itu, di Stasiun Kereta Api Kampung Bandan, Jakarta Utara, 20 Januari 2010.

Kemudian polisi itu menyuruh Usep mengambil uang Rp 50 ribu dan bungkusan koran berukuran kecil dari jaket salah satu anggota kepolisian itu, saat memungut uang itu mendadak Usep mendapat pukulan dan tendangan dari para oknum tersebut.

Setelah itu, polisi memaksa Usep agar mengaku barang itu miliknya, ternyata belakangan diketahui isi bungkusan kecil itu adalah ganja.

Saat kejadian para oknum aparat itu menganiaya di dekat rel kereta api Stasiun Bandan dan membawanya ke kantor Polrestro Jakarta Utara, bahkan korban mendapat perlakuan kasar saat di dalam kendaraan menuju kantor polisi.

Selanjutnya, Usep menjalani pemeriksaan dan disuruh menandatangani berita acara pemeriksaan, bahkan kasus itu dilanjutkan hingga ke tingkat pengadilan.

Namun berdasarkan hasil putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara, Usep divonis bebas karena tidak terbukti memiliki narkoba dan kasusnya direkayasa.

"Saya ingin anggota polisi yang diduga merekayasa penangkapan dan terlibat penganiayaan terhadap saya mendapatkan hukuman yang sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Usep beberapa waktu lalu. (adi)

• VIVAnews

Rusuh Mojokerto: Polda Jawa Timur Usut Dugaan Keterlibatan 14 Oknum Polisi

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Polisi Pudji Astutik mengatakan, saat ini sedang diusut keterlibatan oknum polisi dalam kerusuhan Mojokerto yang terjadi Jum’at pekan lalu.

"Empat belas oknum polisi sedang diperiksa tim penyidik," kata Pudji Astutik di Markas Polda Jawa Timur Rabu (26/5). Pernyataan ini menjawab pertanyaan wartawan tentang keterlibatan oknum polisi dan anggota TNI Angkatan Darat dalam kerusuhan tersebut.

Pudji belum bisa menjelaskan seperti apa peran dan keterlibatan mereka dalam kerusuhan itu. Sebab, pemeriksaan masih terus berlanjut. Empat belas oknum polisi itu pun masih berstatus sebagai saksi.

Kerusuhan Mojokerto yang terjadi pada saat tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati menyampaikan visi dan misinya di depan anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mojokerto.

Massa yang digerakkan Lembaga Pemberdayaan Rakyat (LPR), yang memprotes pelaksanaan pemilihan kepala daerah berunjuk rasa untuk memprotes kinerja Komisi Pemilihan Umum yang dinilai melakukan berbagai pelanggaran.


Massa pendukung Dimyati Rosyid, bakal calon bupati yang tidak diloloskan KPU karena alasan kesehatan ikut bergabung. Aksi pun berlangsung anarkhis. Selain merusak gedung DPRD dan kantor Pemerintah Kabupaten Mojokerto, massa merusak dan membakar 33 unit kendaraan rooda empat.

Pudji menerangkan tim penyidik saat ini juga meminta keterangan dari 34 orang yang terdiri dari pemilik kendaraan dan petugas keamanaan. "Mereka saksi-saksi yang mengetahui bagaimana kejadian itu," ujarnya.

Tim penyidik lanjut dia hingga saat ini belum menetapkan tersangka. Semua informasi, kata Pudji, akan dikembangkan untuk mengungkap siapa dalang di balik kerusuhan itu. www.tempointeraktif.com

Rusuh Pilbup Mojokerto Kerusuhan Diduga Ditunggangi Oknum Polisi dan TNI

Kerusuhan yang terjadi di area DPRD dan Pemkab Mojokerto, Jumat (21/5/2010) lalu, diduga melibatkan seorang oknum Polri dan TNI aktif. Saat ini keduanya masih diperiksa di Polda Jawa Timur dan Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya.

“Keduanya diduga terlibat, karena saat sebelum terjadi kerusuhan, polisi yang bersangkutan ikut rapat. Sedang anggota TNI malah ikut berunjukrasa,” kata seorang sumber kepolisian yang tidam mau disebut namanya saat berbincang dengan wartawan di kawasan gedung DPRD Kabupaten Mojokerto, Rabu (26/5/2010).

Oknum Polri yang diduga terlibat, berinisial SH. Polisi berpangkat Bripda ini diduga sebagai anggota Brimob Polda Jawa Timur di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Brimob, Watukosek, Gempol, Pasuruan. Sedang oknum TNI yang diduga terlibat berinisial RFI yang bertugas di Mojokerto.

Dari informasi yang dihimpun, rumah SH berada di salah satu desa di Kecamatan Ngoro, yang berdekatan dengan Pusdik Brimob, Watukosek. Rumah SH menjadi tempat rapat beberapa orang yang diduga terlibat dalam kerusuhan di kawasan gedung DPRD dan Pemkab Mojokerto.

Namun belum diketahui, apakah SH ikut dalam rapat itu atau tidak. “Kabarnya, mertua SH merupakan pendukung salah satu bakal calon bupati yang tidak lolos,” kata sumber kepolisian itu. Sementara RFI diketahui merupakan anggota TNI aktif yang mengajukan pensiun dini.

Pantauan detiksurabaya.com, RFI sering terlibat dalam unjukrasa salah satu kelompok selama tahapan Pilkada di KPUD maupun DPRD Kabupaten Mojokerto. Dia juga termasuk salah satu anggota keamanan bakal calon bupati yang tidak lolos.

Kerusuhan di kawasan gedung DPRD dan Pemkab Mojokerto beberapa hari lalu, menyebabkan sedikitnya 33 mobil dinas dan pribadi rusak dan dibakar. Selain itu, kaca-kaca gedung DPRD dan Pemkab Mojokerto juga banyak yang rusak akibat lemparan batu.

(bdh/bdh)balianzahab.wordpress.com

Selasa, 25 Mei 2010

Densus 88 Lepaskan Satu Mahasiswa UMS

Detasemen Khusus Antiteror Mabes Polri membebaskan Abdurohman mahasiswa UMS, Solo, setelah mahasiswa jurusan teknik elektro itu tidak terbukti terlibat dalam aksi teror.

Didampingi kuasa hukumnya dari Biro Konsultasi UMS, Sudarsono, Abdurohman tiba di Stasiun Solo Balapan sekira pukul 2.30 WIB dini hari dengan menggunakan kereta api Gajayana.

Sedangkan Abdurohim saudara kembar Abdurohman, menurut Sudarsono, masih ditahan di Mabes Polri. Bahkan status Abdurohim sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka.

Ini didasarkan atas penelusuran Densus 88, dari tangan Abdurohim ditemukan sepucuk senjata api AK 47. Selain senjata, Abdurohim terbukti mendapatkan kaset jihad dan menyebarkannya lewat internet.

"Abdurohim ternyata ditemukan sejumlah bukti, pertama setelah menerima VCD langsung diunggah melalui internet, dan menerima titipan senjata api AK 47," papar Sudarsono di Stasiun Solo Balapan, Solo, Selasa (25/5/2010).

Dengan status baru yang disandang Abdurohim, lanjut Sudarsono, UMS tetap akan memberikan pendampingan dan bantuan hukum bagi Abdurohim. Selama ditahan, kedua kaka beradik ini ditempatkan di Mabes Polri dan mendapatkan perlakuan baik.(Bramantyo/Trijaya/kem)

/news.okezone.com

Pascapenahanan Densus 88, Mahasiswa UMS Tertekan

Pascapenahanan yang dilakukan Densus 88, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Solo (UMS), Abdurrahman, berubah menjadi pendiam.

Bahkan rumah Abdurrahman di Skip, Kadipiro, Solo selalu tertutup. Terkesan keluarganya belum bersedia menemui para wartawan yang mencari informasi. Kalaupun ada, pihak keluarga hanya menyarankan untuk meminta keterangan dari kuasa hukum.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum Abdurahman dari Biro Konsultasi Bantuan Hukum UMS, Solo, Badrus Zaman membenarkan bila kliennya belum mau berbicara banyak. Bahkan dengan dirinya selaku kuasa hukum, Abdurrahman belum banyak berbicara.

“Klien kami untuk sementara belum bersedia berbiacara. Klien kami tertekan psikisnya akibat penahanan tersebut,” jelas Badrus, Selasa (25/5/2010).

Dia menambahkan, kliennya baru bercerita selama ditahan Densus 88, dia berserta kakaknya selalu dibawa kemana-mana tanpa mengetahui kemana tujuannya. Pasalnya kedua mata Abdurrahman selalu ditutup.

“Densus selalu membawa keduannya kemana-mana. Mereka sendiri tidak mengetahui mau dibawa kemana dan sedang berada di mana. Sebab, mata mereka selalu ditutup,” tutur Badrus.

Meski demikian, keduannya mengaku mendapatkan perlakuan yang baik selama di tahanan. Menyangkut status tersangka yang saat ini disandang kakaknya, Abdurrahim, Badrus menjelaskan pihaknya sudah tidak lagi menjadi kuasa hukumnya. Pasalnya, Abdurrahim sudah menunjuk kuasa hukum yang baru untuk mengawal dirinya selama ditahan, di Jakarta.

“Kebetulan, Abdurrahim telah menunjuk kuasa hukum baru di Jakarta dan kami tidak lagi menanganinya,” imbuhnya. Abdurrohim kini masih ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Badrus menambahkan pihaknya masih menunggu kondisi kejiwaan kliennya untuk menentukan apakah akan mengajukan tuntutan atau tidak.
(Bramantyo/Trijaya/ton)

news.okezone.com

Maling Helm Merajalela di Polda Metro

Pencurian helm di halaman tempat parkir di belakang gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, sangat meresahkan. Dalam dua bukan terakhir ini tiga wartawan yang meliput di lingkungan polda pun jadi korban.
Korban terakhir adalah Budi Tanjung, Senin (24/5/2010) sore. Wartawan Trans TV ini kehilangan helm warna hitam merek BMC seharga Rp 250.000. "Saya lagi mau ke Ditreskrimum mau cari data. Setelah itu saya kembali ke parkiran dan helm sudah nggak ada," ucap Budi.
Budi berusaha mencari siapa kira-kira orang yang menggasak penutup kepala untuk pengendara motor itu. Lantaran tidak ketemu, dia melapor ke petugas piket sekaligus minta jaminan polisi agar tidak ditilang saat mengendarai motor sewaktu pulang.
"Menurut saya, aksi pencurian helm di parkiran belakang gedung Ditkrimsus merupakan sindikat. Pasti ada yang mengobservasi, mengintai, dan ada juga yang menggasak. Jadi, bukan satu orang tapi bisa jadi lebih dari satu orang," tutur Budi Tanjung.
Korban kehilangan helm lainnya yakni Fidel Ali, dari Media Indonesia. Kejadiannya dua minggu yang lalu masih di bulan Mei 2010. Fidel, saat itu bersama wartawan lain menghadiri konferensi pers penangkapan kawanan perampok di Gedung Ditreskrimum.
Fidel memarkir motornya di halaman parkir di belakang gedung Ditreskrimsus yang bersebelahan dengan gedung Ditreskrimum. Helmnya diletakkan di stang motor dan dikunci dengan rantai gembok. Seusai acara Fidel kaget bukan kepalang karena helmnya merek INK seharga Rp 600.000, raib.
Fidel mengatakan, maling yang mencuri helmnya memang sudah niat. "Buktinya helm saya sudah dikunci dengan rantai gembok tapi tetap masih bisa hilang juga. Sepertinya digunting sampai nggak ada sisanya. Ini benar-benar keterlaluan, " ucap Fidel.
Baik Budi maupun Fidel berharap di sekitar tempat parkir tersebut dilakukan pengawasan oleh polisi. "Kami berharap aksi pencurian ini segera bisa ditangkap pelakunya, karena sudah meresahkan," ujar Budi


kompas.com

Lagi, Pencuri Beraksi di Polda Metro

Kompleks Markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya ternyata bukan tempat aman. Setidaknya dalam tempo dua bulan terakhir terjadi tiga kasus kehilangan helm yang ditaruh di atas sepeda motor, lalu diparkir di tempat parkir sepeda motor di belakang Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Kebetulan para korban adalah wartawan yang sehari-hari bertugas meliput di Polda Metro Jaya.

Ternyata kantor polisi bukan tempat aman, kayaknya pelakunya sindikat.
-- Budi

Korban terakhir, Budi Tanjung, wartawan televisi Trans TV. Senin (24/5/2010) sekitar pukul 16.00, ia kehilangan helm merk BMC yang ditaruh di atas sepeda motor yang diparkir di belakang Direktorat Reskrimsus Polda. "Hanya saya tinggal sekitar 30 menit untuk minta data ke Direktorat Reserse Kriminal Umum. Begitu mau ambil motor, eh, helmnya hilang," tutur Budi lirih.
Budi menyatakan heran atas kejadian itu, apalagi ternyata sebelumnya pernah terjadi kasus yang sama. "Ternyata kantor polisi bukan tempat aman, kayaknya pelakunya sindikat," kata Budi.
Helm seharga Rp 220.000 itu baru seminggu lalu ia beli setelah helm miliknya hilang di area parkir sepeda motor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat itu ia sedang meliput pendaftaran gugatan praperadilan oleh pengacara mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji.
Kasus kehilangan helm sebelumnya dialami wartawan Media Indonesia, Fidel Ali. Helm merk INK seharga Rp 600.000 yang digembok di atas sepeda motor raib pada 4 Mei sekitar pukul 15.00-16.00, saat ia meliput konferensi pers tentang judi online di Direskrimsus Polda Metro Jaya.
Tanggal 9 April 2010, Wira Satria, fotografer Inilah Dotcom, juga kehilangan helm berikut jaket di tempat yang sama saat meliput pemeriksaan pejabat Ditjen Pajak Bahasyim, tersangka korupsi dan pencucian uang. Helm itu seharga Rp 200.000, sedangkan jaket merk Levi's ia beli beberapa waktu sebelumnya dengan harga Rp 450.000. Akhirnya, ketiga orang yang kehilangan helm itu harus pulang tanpa memakai helm dan melanggar aturan lalu lintas. "Tapi saya sempat minta izin ke piket Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya untuk tak memakai helm," kata Fidel.
kompas.com

Dua Hari, Empat Helm Raib di Polda Metro

Kasus pencurian helm di Markas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya kembali terjadi, Selasa (25/5/2010) sore tadi sekitar pukul 16.00.
Lagi-lagi korbannya wartawan, yakni Ferril Dennys dari Kompas.com. Sepeda motor Dennys diparkir di depan Direktorat Intel dan Pengamanan Polda Metro Jaya. Posisi helm ditaruh di bawah jok.
Sore tadi, saat akan hadir pada jumpa pers tentang judi online, Dennys kaget melihat helmnya hilang, sedangkan logam untuk pengait helm masih tersisa di bawah jok. "Hah, helm gue hilang...," katanya setengah tak percaya.
Sekitar satu setengah jam kemudian, wartawan Kantor Berita Antara Taufik Ridwan juga mengalami nasib yang sama. Helmnya raib, tinggal logam pengait di bawah helm saja yang tersisa.
Sepeda motor Taufik diparkir di depan Biro Personil Polda Metro Jaya. Senin sore kemarin, Budi Tanjung dari Trans TV juga kehilangan helm. Sebelumnya, Fidel Ali (Media Indonesia) dan Wira (Inilah.com) juga mengalami nasib yang sama.
Juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Amar menyatakan, info tentang kasus kehilangan helm itu menjadi masukan untuk lebih meningkatkan pengamanan di lingkungan Markas Polda Metro Jaya.

megapolitan.kompas.com

Terlibat Narkoba, Dua Polisi Jadi Napi

Kasus penyalahgunaan narkoba yang menyeret dua oknum anggota Polresta Parepare bersama dua warga sipil lain kini menjalani hukuman sebagai narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-B Parepare. Itu setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Parepare menjatuhkan vonis pada mereka.

Penuntut umum (PU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare, Atang Pujianto SH, Senin 254 Mei mengatakan, para penikmati narkoba itu resmi menjalani hukuman sebagai napi di Lapas Parepare. Mereka masing-masing Nasrum dan Junaid (kedua anggota Polresta Parepare). Keduanya divonis empat tahun penjara dengan denda Rp 800 juta subsidier dua bulan penjara.

Demikia pula Kumkum, warga sipil yang ikut diciduk bersama kedua oknum polisi itu dalam kasus penyalahgunaan narkoba juga dituntut empat tahun penjara denda Rp.800 juta subsidier dua bulan penjara. Kumkum disebutkan telah menguasai dan menggunakan narkoba. "Ketiganya menjalani hukuman sesuai vonis majelis hakim," ungkap jaksa.

Selanjutnya seorang lainnya, Sulkifly, masih menjalani proses persidangan dengan agenda tuntutan jaksa. "Vonis Sulkifli menyusul, terangnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Lapas Parepare, H Abd Rajab Leppe membenarkan tentang adanya tiga dari empat terdakwa kasus narkoba yang telah resmi menjadi tahanan napi berdasarkan vonis pengadilan. Seorang terdakwa lain, masih menuggu vonis. "Namun semuanya kini telah menjadi warga binaan Lapas Parepare," ungkapnya. (pp)

/lokalnews.fajar.co.id
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya