Sabtu, 10 April 2010

Anggota Kompolnas harus Independent


Salah satu penyebab terjadinya penyimpangan di kepolisian karena lemahnya pengawasan terhadap institusi kepolisian. Maka perlu untuk dilakukan reformasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan meletakkan Kompolnas sebagai komisi yang bersifat Independent.

Demikian dikatakan oleh Poenky Indarti, Direktur Imparsial yang beralamat di JL Raden Saleh Raya No 19 Matraman, Jakarta Timur, Jumat (9/4/2010).

"Kompolnas harus bersifat independent. Dia harus punya kewenangan yang lebih investigatif. Kalau hanya bersifat di Jakarta sulit untuk mengungkap kasus di daerah," kata direktur Imparsial ini.

Hal ini dilakukan ahar kepolisian memiliki kewenangan investigatif dan diperluas hingga ke daerah dengan membentuk komisi kepolisian daerah. harus punya komisi di daerah.

Maka desakan untuk membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) tersendiri Tentang Kompolnas dalam upaya memperkuat Komisi Kepolisian Nasional. Karena, menurut Poenky Indarti, hanya dengan itulah usaha untuk memaksimalkan pengawasan terhadap kepolisian guna memperkecil ruang penyimpangan kepolisian bisa terwujud.(*)

Tribun Timur
Lebih Interaktif, Lebih Akrab

Oknum Polisi Ditangkap Sedang Nyabu di Rumah


Seorang oknum polisi Brigadir DGS, 31 tahun, ditangkap di rumahnya di Jalan Matahari 1 Nomor 16 Lingkungan Sayo Baru BTN Sweta Kelurahan Babakan, Mataram, Nusa Tenggara Barat, sedang asyik memakai sabu-sabu, Rabu malam (7/4).

Petugas Direktorat Provost dan Pengamanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Ditpropam Polda NTB) melakukan penangkapan setelah menerima pengaduan masyarakat.

DGS ditangkap bersama dua orang rekannya bukan polisi, IKK, 32 tahun, asal Karang Kecicang Cakra Selatan dan INB, 26 tahun, asal Panaraga Cakra Selatan. Barang bukti yang disita Ditpropam Polda NTB berupa enam paket sabu-sabu, uang Rp 26 ribu, telepon seluler Nokia 1100i dan sepotong celana jins.

Ketiga orang tersebut kini sudah diamankan di Satuan Idik I Direktorat Narkoba Polda NTB untuk menjalani pemeriksaan. Kepala Urusan Penerangan Umum Humas Polda NTB Ajun Komisaris R Sujoko Aman kepada Tempo, Kamis (8/4) sore, semula masyarakat melaporkan adanya perjudian kepada Ditpropam Polda NTB.

"Setelah digeledah ternyata ditemukan sabu-sabu di tangan IKK,’’ kata Sujoko. Pengakuannya, IKK membeli sabu-sabu seharga Rp 1 juta dari SGL yang masih dalam pelacakan. Setelah dibeli, sabu-sabu tersebut dipecah menjadi delapan paket dan dua paket telah dikonsumsi mereka.

Untuk mengembangkan perkara tersebut polisi bekerja sama dengan Balai Besar POM Mataram, Rumah Sakit Jiwa Mataram, dan kejaksaan.

12 Oknum Polisi Diancam Empat Tahun Penjara


Sebanyak 12 oknum polisi Polresta Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung (Babel), masing-masing diancam empat tahun penjara karena didakwa mengelapkan 2000 liter bahan bakar jenis solar milik PT. Donna Kembara Jaya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eko Purwanto di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Jumat, mengatakan, sebanyak 12 oknum aparat kepolisian tersebut didakwa melanggar Pasal 372 jo 55 ayat (1) ke (1) jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP tentang penggelapan.

Persidangan dalam agenda pemeriksaan para terdakwa, JPU mengatakan, sebanyak 12 oknum aparat kepolisian yang mengelapkan solar milik PT Donna Kembara Jaya tersebut adalah Noryadi (50), Sujari (45), Defiarsyah (32), Oktoni Heriyadi (31), Niko Paderi (29), Sukarli (28), Al Faizun (30), Cecep Prayatno (27), Eric Fitriansyah (28) dan Guntur Sunavel (27).

"Para terdakwa yang berkerjasama dengan karyawan PT Donna Kembara Jaya, terpidana Suratno dan Martono sebagai sopir minyak pada perusahaan tersebut yang bergerak peleburan bijih timah itu telah mengelapkan 2000 liter solar sehingga pihak PT Donna Kembara Jaya mengalami kerugian Rp1.424.472.000," ujarnya.

Ia mengatakan, berdasarkan keterangan saksi dan pengakuan Suratno dan Martono mantan karyawan PT Donna Kembara Jaya yang telah divonis Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada bulan lalu dengan masing-masing hukuman empat bulan penjara.

Serta barang bukti berupa sisa minyak solar yang belum terjual, para terdakwa terancam pidana empat tahun penjara.

"Berdasarkan pengakuan para terdakwa di persidangan, para terdakwa membeli bahan bakar solar itu kepada terdakwa Suratno seharga Rp900 ribu perdrum dan minyak telah dibeli para terdakwa itu dijual kepada penambang bijih timah dan nelayan seharga Rp1,5 juta perdrum.

Pengelapan minyak solar tersebut telah berlansung selama setahun, setelah pihak perusahaan mencurigai pengelapan BBM jenis solar itu yang dilakukan Suratno dan Martono, hasil pengembangan dan pemeriksaan di pengadilan pada saat itu, pengelapan solar itu melibatkan 12 orang aparat kepolisian," ujar Eko Purwanto. (KMN/K004)

Jumat, 09 April 2010

Kalau Terbukti Pantas Dipecat Kasus Oknum Polisi yang Diduga Memeras


Advokat senior Hilman Samsi SH menyatakan salut atas sikap Provos unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakkan Disiplin (P3D) Polresta Balikpapan yang menindak 4 oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan dan perampasan terhadap warga dengan dalih menjual miras tanpa izin. Dalam waktu dekat, 4 oknum polisi muda itu akan disidang kode etik di Polresta Balikpapan.

Hilman Samsi menegaskan, apabila terbukti merampas, oknum polisi tersebut tidak cukup hanya disidang kode etik. Mereka harus diseret ke peradilan umum. “Melihat dari pengakuan korban yang mengalami kerugian hingga Rp 19 juta, ini termasuk pidana. Menurut saya, oknum polisi yang terbukti memeras, pantas dipecat,” tegasnya kepada Post Metro, kemarin.

Dijelaskan Hilman, saat ini Polri sedang bekerja keras menjaga nama baiknya diantaranya memberantas makelar kasus (markus) di tubuh Polri seperti yang saat ini ramai di media, pengungkapan markus pajak Gayus Tambunan. “Di tingkat atas, polisi sedang mengungkap kasus besar yakni markus Pajak. Kok polisi di bawah melakukan tindakan pemerasan.

Wah….ini jelas mencoreng nama polisi. Padahal polisi itu baik, karena perbuatan oknum bisa tercoreng. Dulu Kabareskrim Komjen Suyitno Landung dipidanakan dan masuk penjara hanya gara-gara menerima pemberian 1 mobil X Trail dari tersangka korupsi bank yang tidak ditahan. Lha kalau 4 polisi itu terbukti memeras, ya pantas dipecat.

Jendral saja bisa dibawa ke pidana, apalagi cuma bintara. Tindakan pemerasan jelas merugikan masyarakat dan efeknya membuat tak nyaman warga,” kata Hilman Samsi. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Provos unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakkan Disiplin (P3D) Polresta Balikpapan akan menggelar sidang kode etik dan disiplin interen kepolisian atas perilaku anggotan polisi dari satuan Samapta yang menyakiti warga dan menyalahi tugas dan fungsi sebagai polisi.

Keempat anggota polisi itu antara lain HE, GR, IN dan KT berpangkat Brigadir Dua (Bripda) dan Brigadir Satu (Briptu). Oknum polisi tersebut diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pemilik warung kawasan Jalan Soekarno Hatta, Somber Balikpapan Utara pada pertengahan bulan Februari 2010 lalu.

Informasi berhasil dihimpun, mereka melakukan razia di warung milik Allam Tuerah warga Jl AW Syahrani RT 5 no 7 Kelurahan Batu Ampar (56) dengan dalih mencari minuman keras atau (miras) Februari lalu dalam rangka operasi penyakit masyarakat atau Pekat.

Operasi ini dilakukan jajaran kepolisian selama lebih kurang satu bulan. Hanya aja , keempat oknum tersebut tidak ada surat perintah (sprin) untuk melakukan razia atau penggeledahan. Saat itulah oknum polisi tersebut mengambil perhiasan milik korban.

Merasa tidak terima, Allam Tureah melapor ke Provos Polresta Balikpapan. “Saya belum tahu kapan pastinya, yang jelas dalam waktu dekat sidang akan digelar, guna mengetahui pengakuan terperiksa serta tuntutan penuntut ,” jawab Kapolresta Balikpapan AKBP A Rafik ditemui Selasa (6/4).

Dari hasil pemeriksaan sementara, ketiga rekan HE mengaku diajak oleh HE dalam melakukan aksi. Mereka juga mengelak apabila melakukan pemerasan dengan mengambil sejumlah perhiasan emas milik korban Allam warga Somber Balikpapan Utara. Diketahui dari empat anggota polisi ini, salah satunnya berinisial HR sudah masuk dalam daftar penindakan oleh Provos, mengingat HR desersi atau sering meninggalkan tugas tanpa ada pemberitahuan.

HR sendiri terancam dipecat apalgi tersangkut kasus pemerasan. Kini keempatkan masih terus jalani pemeriksaan dan ditempatkan di sel khusus. Nantinya dari persidangan kode etik, barulah proses hukum dilanjutkan ke peradilan umum. Sebab, terlapor diduga melakukan pemerasan serta mengambil barang berharga milik korban.

Sementara itu, Allam Tuerah warga Jl AW Syahrani RT 5 no 7 Kelurahan Batu Ampar (56) selaku korban pemerasan pernah menegaskan keinginannya agar para oknum polisi yang memeras dirinya diproses hukum pidana.

Allam iklas apabila perhiasan dan uang yang diperkirakan senilai Rp 20 juta yang dirampas oknum polisi tidak dikembalikan. Yang diinginkan Allam adalah para oknum polisi pemeras itu diseret ke jalur pidana karena ulahnya mencoreng nama baik polisi dan merugikan masyarakat.(ono/bai)

Nyabu, Oknum Polisi Terancam Dipecat


OKNUM Polisi dari Polsek Brebes Polres Brebes Bripda Samodro S, terancam dipecat dari jabatannya sebagai anggota Polisi. Pemecatan secara tidak hormat, yang bakal diterimanya sehubungan keterlibatannya dalam Sabu-Sabu (SS). Dan setelah dilakukan penyidikan intensif perkara Polisi nyabu ini Kamis (8/4), mulai digelar Pengadilan Negeri (PN).
Dalam kasus ini selain terdakwa Samodro S, dua temanya Edi dan Man, sama ditetapkan sebagai tersangka. Terungkap di persidangan, sebelum ditetapkan tersangka dia lebih dulu dipanggil anggota Provost. Sedangkan alasan pemanggilan atas dugaan pemakaian narkotika. Dan untuk membuktikan benar tidaknya terlibat SS, yang kemudian dilakukanlah test urine. Tes urine dilakukan tidak di Mapolres Brebes, tapi dilakukan di Polda Jateng, dan hasilnya itu benar-benar positip.
Dari hasil ini Bripda Samodra, yang telah mengabdi 16 tahun di Kepolisian langsung ditahan. Dan akibat perbuatannya terdakwa diancam Pasal 14 Ayat 1 atau 127 ayat 1 (a) UU Nomor 35/ 2009, dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara. Maksimal seumur hidup. Selain itu terdakwa dikenai ancaman denda Rp 1 milliar, atau subsider 6 bulan.
Saat ditanya dari mana mendapatkan barang haram tersebut, yang dijawab barang haram di dapatkan dari seseorang di Cirebon. Sebagai anggota Polisi menurut majelis hakim, begitu mengetahui ada barang haram harusnya ditangkaplah. "Tapi kenapa saudara biarkan. Bukankah melekat saudara sebagai anggota Polisi. Sebaliknya ini malah dibiarkan begitu saja. Tapi ini saudara juga ikut memakainya. Tidak menangkap. Ini bagaimana, " kata anggota hakim Anisah Shofiati SH,
Sementara terdakwa Edi serta Man, yang disidang terpisah mengakui pada (2/2), bertandang ke rumah temannya Joni di Saditan Kecamatan Brebes. Setelah masuk rumah disitu sudah ada alat-alat, yang biasa dipakai untuk nyabu.
Setelah itu pemilik rumah tanpa disangka izin pamit keluar. Dan semenit kemudian setelah Joni keluar, masuk sejumlah petugas. “Saya waktu itu baru menghisap sekali , dan langsung ditangkap. Saya disuruh menghisap, katanya biar kuat," kata Edi.
Pengakuan terdakwa ini tidak begitu saja diiyakan, dan dalam kasus ini hakim berpendapat terdakwa sebagai anggota jaringan yang satu sama lain saling tertutup. "Tidak mungkin orang biasa tahu barang-barang itu (alat-alat shabu-red). Terus kamu datang ke rumah Joni untuk apa. Kalau tidak jaringan tidak mungkin, dan hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk. Atau menjadi kelompok itu," kata hakim Kadarwati SH didampingi Ketua Majelis Hakim H Wadji Purnomo SH.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zakaria SH, selanjutnya meminta pada terdakwa untuk jujur dan tidak berbeli-belit dalam menyampaikan keterangan. Kejujuran kata JPU penting, karena hukuman yang akan dijatuhkan sudah ada aturannya.
Sidang perkara sabu-sabu, yang digelar selama kurang lebih empat jam dimulai sekitar Pkl 10 00 WIB, dan akan digelar kembali minggu depan. Agenda utamanya pembacaan tuntutan. Selama persidangan sejumlah anggota Provost Polres Brebes, ikut melakukan pengkawalan. Termasuk hadirnya saksi dari unit Narkoba. Sementara itu terdakwa Samodro S, selama persidangan hingga digiring masuk mobil tahanan nampak pasrah. "Saya ambil hikmahnya," kata Samodro. (din)


Dua Oknum Polisi Turut Membantu Pencurian


Brigadir Polisi Samsiono dan Brigadir Dua Andi Praka diduga ikut membantu aksi pencurian mobil boks BE 9147 AS milik Syafrin Soleh (32), warga Tanjungraya, Tanjungsenang, Bandarlampung. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik Satuan I Kriminal Khusus (Krimsus) Ditreskrim Polda Lampung.

’’Mereka dikenakan pasal 55 dan 56 tentang penyertaan dalam tindak pidana,” ujar Kasat I Krimum Ditreskrim Polda Lampung AKBP Tatar Nugroho, S.I.K. kepada wartawan di Mapolda Lampung kemarin (8/4).

Bagaimana dengan pengakuan kedua oknum polisi yang menyebut-nyebut keterlibatan oknum TNI-AD bernama Praka Tri Tatar mengungkapkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Detasemen Polisi Militer (Denpom).

’’Ya, kita tidak bisa langsung main tuduh begitu. Kita akan berkoordinasi dengan Denpom untuk membuktikan kebenaran pengakuan kedua oknum polisi ini,” pungkasnya.

Sebelum ditahan, dua oknum polisi itu kedapatan mengendarai mobil boks curian. Saat itu, mereka berpapasan dengan korban di Desa Talangbaru, Sidomulyo, Lampung Selatan, Selasa (6/4) sekitar pukul 17.00 WIB. Pelat nomor polisi mobil boks tersebut sudah diganti dari BE 9147 AS menjadi B 9051 BV.

Melihat mobil boks miliknya yang dicuri, korban mengejar dan berhasil mendahului. Korban kemudian menghadang mobil boks itu. Hal ini menyebabkan keributan yang kemudian menarik perhatian warga.
Kedua oknum polisi ini hampir dimassa lantaran dituduh mencuri. Sebelum ditahan di Mapolda Lampung, keduanya sempat dibawa ke Polres Lamsel.

Kabid Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Lampung AKBP Asdjima’in mengatakan, jika terbukti terlibat tindak pidana umum, keduanya akan diajukan ke peradilan umum. Jika sudah divonis dengan pidana lebih dari tiga bulan dan memiliki kekuatan hukum tetap, keduanya bisa di-PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat).

Di sisi lain, jika tidak ditemukan keterlibatan dalam kasus ini, keduanya akan diajukan sidang pelanggaran disiplin karena mengendarai kendaraan bermotor tanpa surat-surat. (whk/ais)

Markus di Indramayu, Oknum Polisi Jadi Tersangka


Kasus mafia hukum atau yang mulai dikenal dengan istilah makelar kasus (markus) yang melibatkan anggota Polres Indramayu akhirnya terungkap. Polres setempat menetapkan Ajun Inspektur Dua Polisi (Aipda) NS sebagai tersangka dalam kasus tersebut, Kamis (8/4). Tersangka yang sehari-hari berdinas di SPK Polres Indramayu ini dikenai pasal 378 KUHP tentang penipuan, terhadap korbannya keluarga pelaku pembunuhan.

Kapolres Indramayu AKBP Nasri Wiharto kepada "PRLM" mengatakan, setelah adanya laporan dugaan markus yang melibatkan anggotanya dalam kasus pembunuhan, pihaknya segera melakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan terungkap, Aipda NS telah meminta uang sekira Rp14 juta kepada Darmi (40 tahun), keluarga terdakwa pelaku pembunuhan, warga Gg.Enam Desa Karangampel Lor, Kec.Karangampel, Kab.Indramayu. Uang itu, menurut Aipda NS kepada Darmi, akan digunakan untuk membantu proses pembebasan Kadana, suami Darmi yang terjerat dakwaan kasus pembunuhan.

Alih-alih uang telah disetorkan Darmi kepada Aipda NS, hakim di Pengadilan Negeri (PN) Indramayu malah memvonis Kadana dengan hukuman tujuh tahun penjara pada Senin (5/4) lalu. Merasa tak terima, Darmi dan kerabatnya lalu memprotes putusan hakim PN dan menyampaikan dugaan markus yang melibatkan Aipda NS kepada media.

"Dari berbagai keterangan yang terhimpun itu, kami lalu menyelidikan sampai kemudian diketahui keterlibatan Aipda NS. Kami langsung melakukan pemeriksaan terhadap Aipda NS dan saat itu juga dilakukan penahanan dengan sangkaan penipuan," ungkap Nasri.

Kapolwil Cirebon Komisaris Besar Polisi Tugas Dwi Aprianto menyatakan, tindakan tegas diberlakukan kepada Aipda NS karena dinilai telah melakukan perbuatan pidana. Ia juga menyatakan, kasus ini menjadi tamparan keras jajarannya di saat berada dalam upaya pencitraan Polri dari praktik mafia hukum.

"Kami tidak main-main, sepekan ini saja ada empat anggota Polwil Cirebon yang kami ajukan dalam sidang internal karena terlibat berbagai kasus. Jika pelanggarannya berat, tentu akan sampai pada pemecatan," tegas Dwi Aprianto. (C-25/das)***

JAWA BARAT PIKIRAN RAKYAT ONLINE

Dua Kapal Nelayan Bintan Kembali Diperas Oknum Polair di Perairan Kalbar


Nelayan Kawal, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, kembali mengaku diperas oknum anggota Polisi Airud. Pemerasan kali ini dialami nelayan dua kapal penangkap ikan, masing-masing KM Batu Licin II yang dinakhodai Reli M dan KM Nusa Jadi yang dinakhodai Andi Baharuddin, saat sedang menangkap ikan di perairan Kalimantan Barat (Kalbar).
Aksi tidak terpuji ini dilakukan oleh oknum berseragam coklat sekitar pukul 13.00 Wib, Senin (5/4/2010) kemarin. Para nelayan ini ditangkap lalu kapalnya diambil alih oknum Polairud, dengan membawa kapal menuju perairan Bangka Belitung (Babel ). Selanjutnya, di perairan Babel, terjadi negoisai antara oknum Polairud dan nelayan dengan meminta tebusan uang sebesar Rp 35 juta.

“Kami tidak tahu oknum Polairud itu bertugas di mana. Namun, saat penangkapan mereka berpakaian dinas dan dilengkali dengan senjata laras panjang serta pistol. Mereka juga menggunakan dua kapal patroli bertuliskan Polisi Airud di samping lambung kapal," ujar nakhoda KM Batu Licin II Reli M kepada Batamtoday, Kamis (8/4/2010) di Kawal.

Dijelaskan Reli, sebelum menangkap dan menguasasi kapal mereka, oknum Polairud itu melepaskan tembakan ke arah kapal mereka. Dan saat ditangkap, oknum aparat itu langsung mengecek kelengkapan surat dan alat navigasi berlayar. Menurut oknum Polairud itu, kedua kapal nelayan ini tidak memiliki surat izin berlayar dan navigasi penerangan pada saat malam hari.

“Kami akui memang tidak memiliki surat izin berlayar, tapi kenapa harus ditebus dengan uang jutaan rupiah. Kalau kami nelayan kecil yang kurang mengerti dengan hukum pelayaran ada melakukan kesalahan mestinya diberikan pengarahan. Kalau dimintai uang tebusan itu kan bukan malah melindungi nelayan kecil, tapi memeras," kata Reli.

Reli menambahkan, saat bernegoisasi dan sepakat, akhirnya toke kapal mentransfer uang tebusan Rp 35 juta ke Bank Mandiri dengan nomor rekening 111.0004376889 atas nama Lita Ruri Andika. Setelah mendapatkan kabar uang tebusan telah ditransfer, baru nelayan dibebaskan pada pukul 10.00 Wib, Selasa (6/4/2010).

“Pada saat ditangkap, kapal berada dipoisi 149.136 Lintang Selatan (LS) dan 108.33706 Bujur Timur (BT). Saat transaksi posisi kapal berada pada 2.20. 585 Lintang Selatan (LS) dan 107.45.386 Bujur Timur (BT).

Kami berharap pemerasan terhadap nelayan yang dilakukan oleh oknum Polairud ini tidak terjadi lagi, karena itu kami berharap jajaran Polairud Kepri dapat berkoodinasi dengan Polairud Babel untuk mengungkap kasus pemerasan ini," ujar Reli.

Pengurus HNSI Gunung Kijang, Syamsul, yang menerima pengaduan nelayan ini sangat menyayangkan terjadi lagi pemerasan terhadap nelayan asal Bintan.

“Kita harapkan kasus pemerasan nelayan ini bisa diungkap oleh polisi, agar tidak terulang lagi. Inikan menyangkut nama institusi Polri, sehingga oknum yang melakukan pemerasan ini dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar Syamsul.(Btn/Btd)



Anggota Reskrim Dibekuk Polisi Saat Nyabu

Satuan Narkoba Polwiltabes Makassar bersama Unit Pelayanan, Pengaduan, dan Penegakan Disiplin (P3D) berhasil menangkap anggota Polri yang sedang menggunakan narkoba.

Kasat Narkoba Polwiltabes Makassar AKBP Hasbi Hasan yang dikonfirmasi, Rabu (7/4), mengatakan, pelaku Aiptu AA (40) yang bertugas di unit Reskrim Polsekta Mariso sudah lama menjadi target operasi (TO) dari anggota Narkoba Polwiltabes karena banyaknya laporan yang masuk. "Kita sudah lama mendapatkan informasi mengenai seringnya Aiptu AA menggunakan narkoba karena itu kita hanya menunggu waktu yang tepat sebelum melakukan penangkapan," katanya.

Ia mengungkapkan, sebelum dilakukan penangkapan terhadap pelaku, anggota yang sudah lama membuntutinya tidak bisa berbuat banyak karena pelaku melakukan perlawanan.

Akhirnya anggota narkoba kemudian meminta bantuan ke unit P3D untuk melakukan penangkapan. Setelah belasan orang anggota P3D yang dipimpin langsung oleh Kanit P3D Polwiltabes Makassar AKP Djoko MW datang ke Jalan Tupai Makassar untuk meringkus tersangka pelaku.

Tersangka yang terus melarikan diri dengan menggunakan sepeda motornya tidak mampu lagi melakukan perlawanan setelah Unit P3D ikut melakukan penangkapan.

Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti satu paket sabu-sabu seharga Rp500 ribu dan tiga butir somadril. Barang bukti tersebut didapatkan dalam gantungan kunci yang berada di saku celana tersangka saat digeledah oleh anggota Sat Narkoba.

Barang bukti sabu-sabu yang ditemukan dalam saku celana tersangka telah dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Sulsel untuk diperiksa lebih lanjut. Sedangkan tersangka masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

"Tersangka sudah ditahan dan penyidik masih mendalami kasusnya apakah tersangka ini pengedar atau hanya pengguna narkoba saja," ujarnya.

Kepala Unit P3D Polwiltabes Makassar, AKP Djoko MW mengaku, tersangka positif mengonsumsi narkoba setelah dilakukan tes urine. Karena itu, pihaknya akan memproses lebih lanjut kasus ini.

"Tersangka tentunya akan dikenakan sanksi disiplin dan proses hukum pidana tetap jalan," terang Djoko.

Selain Aiptu AA, saat ini penyidik Sat Narkoba Polwiltabes Makassar juga masih menyelidiki dugaan keterlibatan seorang anggota bagian Tata Urusan Dalam (Taud) Polwiltabes Bripka AM yang juga mantan anggota Sat Narkoba.

Bripka AM disinyalir terlibat dalam peredaran sabu-sabu bersama tersangka Bimo yang ditangkap beberapa waktu lalu di basement sebuah hotel berbintang di metropolitan ini

Satu Tersangka Oknum Polisi


Kepolisian Resort (Polres) Indragiri Hulu berhasil mengamankan tiga tersangka yakni bandar sekaligus pengedar narkotika jenis sabu-sabu antar Kabupaten. Tiga tersangka itu masing-masing berinisial, MP (47) oknum Anggota Polri warga Jalan Patimura Gang Geger Kecamatan Rengat, RS (44) warga SP 1 Bukit Gajah Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan dan RG (22) warga Jalan Cokro Aminoto Rengat.
Dari tangan tersangka Polisi berhasil mengamankan Barang Bukti (BB) 18 paket sabu-sabu dengan berat 6,56 gram, uang tunai dari penjualan sabu-sabu sejumlah Rp 3,105 juta dan peralatan hisap sabu-sabu. Kini kasus tersebut masih dalam tahap pengembangan dan tersangka bersama BB sudah di Mapolres Inhu.

Kapolres Inhu, AKBP Hermasyah, SH, SIk ketika dikonfirmasi Pekanbaru Pos Selasa (6/4) melalui Kasat Reskrim, AKP Darmawan Marpaung, SIk didampingi Kaurbin Ops, IPDA Ismawansa AMd Ik mengatakan penangkapan ketiga tersangka dilakukan di tiga tempat terpisah dan waktu berbeda. Dimana untuk tersangka, MP diamankan pada Selasa (30/3) pekan lalu sekitar pukul 13.00 Wib di kediamannya.

Dari tangan tersangka Polisi berhasil mengamankan sejumlah alat pengisap sabu-sabu berupa pipet, kaca firex, korek api, gunting. Dari sejumlah BB tersebut langsung dilakukan penggeledahan namun tidak ada ditemukan.

Setelah dilakukan intrograsi, akhirnya MP mengaku sabu-sabu yang dipakainya didapat dari salah seorang rekannya RS. Tanpa menunggu lama, pada Jumat (2/4) sejumlah personil langsung bergerak mengejar tersangka RS. Kemudian, pada Sabtu (3/4) sekitar pukul 03.00 Wib keberadaan tersangka RS terlacak disebuah penginapan di Ukui dan langsung dilakukan penggeledahan.(kas)

Polsek Gebang Kalah, Nur Aini Bebas dari Rutan


-Akhirnya ibu beranak satu ini, benar-benar mendapat keadilan. Usahanya mempraperadilkan (Prapid) Polsek Gebang ke Pengadilan Negeri (PN) Stabat, atas penangkapan dirinya yang dipaksa mengaku sebagai agen judi Togel, kemarin akhirnya diputus oleh majelis hakim PN Stabat. Putusan tersebut pun membawanya kembali berkumpul dengan keluarga besarnya.

Dia adalah Nur Aini. Ibu beranak satu ini di Dusun I, Desa Air Hitam, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Menurut majelis hakim, putusan Prapid yang bernomor No.01/Pra.pid/Per/2010/PN.Stb, tersebut diambil setelah melihat bukti serta mendengarkan keterangan saksi-saksi yang telah dihadirkan dalam beberapa persidangan sebelumnya.

Atas dasar itu, majelis hakim, selanjutnya menyimpulkan kalau permohonan penggugat atas kasus tersebut dikabulkan. Atas dasar itu pula, oleh hakim diperintahkan untuk segera membebaskan Nur Aini dari Rutan Pangkalan Brandan.

Sidang yang berlangsung lima hari berturut-turut tersebut, digelar pagi hari dengan hakim M. Taufik SH. Berbagai keterangan saksi yang terungkap dipersidangan hingga membuktikan kalau keterlibatan Nur Aini atas sangkaan agen togel terhadap dirinya lemah.

Apalagi, saksi (polisi) yang menangkap Nur Aini, dipersidangan mengatakan kalau sewaktu penangkapan dilakukan, polisi tidak dilengkapi dengan surat perintah penangkapan (Spkap), sebagaimana mestinya.

Selain tidak adanya surat penangkapan, polisi juga tidak membawa surat ijin pengeledahan rumah tersangka dari pengadilan negeri setempat. “Mana lebih dulu keluar, surat perintah penangkapan kah, atau pelakunya dulu yang ditangkap baru surat penangkapannya dikeluarkan,” tanya hakim kepada saksi yang terlihat gugup.

Sidang perkara Praperadilan Polsek Gebang ini berawal saat petugas Polsek Gebang melakukan pemeriksaan di rumah Nur Aini (28) warga Dusun I, Desa Air Hitam, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, pada 8 Maret 2010.

Saat itu wanita malang ini ditangkap polisi karena diduga sebagai agen togel di wilayah hukum Polsek Gebang. Waktu ditangkap, ibu malang ini sedang berada di dapur mencuci piring, sedangkan suaminya Ngadri, pergi membeli onderdil kendaraan mereka.

Begitulah. Selanjutnya setelah diinterogasi tanpa menunggu lama, saat itu juga Nur Aini dibawa ke Mapolsek Gebang untuk menjalani serangkaian pemeriksaan. Bahkan karena dibawah ancaman Nur Aini pun terpaksa menandatangani BAP, (selengkapnya baca; Diancam Tunjang dan Dipaksa Tandatangani BAP) .

Putusan Hakin Harus Dipatuhi Semua Pihak

Sementara itu, kuasa hukum Nur Aini, Dahsyat Tarigan SH, mengatakan kalau putusan itu harus dipatuhi semua pihak.

“Putusan hakim untuk mengeluarkan Nur Aini dari Rutan Pangkalan Brandan harus dipatuhi semua pihak yang terkait dalam kasus ini,“ ujar Dahsyat Tarigan SH penasehat hukum Nur Aini. Tentang upaya hukum yang akan dilakukan setelah dikabulkannya Prapid ini, dengan enteng Dahsyat mengatakan akan berkordinasi dengan kliennya.

“Untuk upaya hukum atas musibah klien kita, akan segara kita kordinasikan, dan yang bakal kita laporkan adalah terjadinya penyiksaan terhadap Nur Aini selama ditahanan Polsek Gebang,“ tukas Dahsyat.

Sementara suami Nur Aini mengaku tidak menerima perlakuan oknum polisi yang diduga telah menyiksa istrinya sewaktu berada di dalam sel Polsek Gebang. “Istri saya sampai pendaharan disiksa karena disuruh sit up, untuk itu kita berencana akan melaporkan kasus ini ke Propam Poldasu,“ ucap pria ini. (darwis)

Kapolres Selayar Bersikap Kurang Simpatik kepada Media


Sikap kurang simpatik Kapolres Selayar, AKBP Nursubhan dieluhkan oleh sejumlah wartawan jika hendak melakukan konfirmasi mengenai penanganan kasus kriminalitas yang terjadi di wilayah hukum Selayar

Malah sikap ketertutupan kapolres, dinilai tidak mencerminkan dan menjalankan program Polri Quickwins dan Quickrespon. Dan yang membingungkan para kulitinta, perwira polisi pangkat melati dua tersebut acapkali melontarkan kalimat yang tak wajar diucapkan.

Seperti halnya perlakuan yang diterima oleh 3 wartawan dari Kota Makassar, elum lama ini, yang mencoba melakukan konfirmasi mengenai persiapan pengamanan menghadapi Pilkada dan penanganan kasus Narkoba.

"Saat kami melontarkan pertanyaan khusus penanganan narkoba, Kapolres enggang memberi komentar. Malah ia mengingatkan pada kami jika hendak mengkonfirmasi atau mencari kasus mending pulang aja ke Makassar," ucap Ishak, reporter Indotim News, Sabtu (6/3), di Makassar.

Menurutnya, saat mengkonfirmasi malah kapolres mengatakan "jangan memancing ikan di air keru". Ironosnya lagi, dari data penanganan kasus dalam kurung waktu 3 bulan sebanyak 10 kasus. Sedang Kapolres mengaku tak ada kasus apapun.

Akankah pelayanan penegak hukum dalam pemberian informasi demi kepentingan publik harus tertutup?

Polisi Tertangkap Bawa Sabu-sabu


P
MAKASSAR -- Belum tuntas kasus Briptu Simon Siloy yang terbukti sebagai pengedar narkoba, Kesatuan Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya (Narkoba) Polwiltabes Makassar kembali menangkap seorang polisi yang terbukti membawa sabu-sabu. Oknum polisi dimaksud bernama Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) Amiruddin Azis.

Tersangka merupakan anggota Unit Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polsekta Mariso. Aiptu Amiruddin Azis ditangkap saat mengendarai sepeda motor di Jalan Tupai, Rabu subuh, 7 April. Penangkapan dilakukan Kesatuan Narkoba dibantu Unit Pelayanan, Pengaduan, dan Penegakan Disiplin (P3D) Polwiltabes Makassar.

Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti satu paket sabu-sabu seharga Rp 500 ribu dan tiga butir somadril. Barang bukti tersebut didapatkan dalam gantungan kunci yang berada di saku celana tersangka, saat digeledah oleh sesamanya polisi.

Sebelumnya, tersangka dibuntuti dari Jalan Kerung-kerung. Namun, polisi tidak berani melakukan penangkapan lantaran tersangka melakukan perlawanan. Akhirnya, Kesatuan Narkoba meminta bantuan Unit P3D sambil terus membuntuti tersangka yang mengendarai sepeda motor.

Di Jalan Tupai, tersangka tidak mampu lagi melakukan perlawanan dan menyerahkan diri setelah belasan anggota Unit P3D melakukan penangkapan dipimpin Kepala Unit P3D, Ajun Komisaris Polisi Djoko MW.

Hingga siang kemarin, tersangka masih diperiksa intensif di Unit II Kesatuan Narkoba Polwiltabes Makassar. Barang bukti sabu-sabu yang ditemukan dalam saku celana tersangka, telah dikirim ke Laboratorium Forensik Polda Sulsel untuk diperiksa lebih lanjut.

Kepala Urusan Bina Operasional Kesatuan Narkoba Polwiltabes Makassar, AKP Rahman, mengatakan, tersangka sudah lama menjadi target operasi setelah mendapat laporan dari masyarakat. Sementara Kasat Narkoba Polwitabes, Ajun Komisaris Besar Polisi Hasbi Hasan, menyatakan, tersangka sudah ditahan dan masih didalami apakah pengedar atau hanya pengguna narkoba saja.

Kepala Unit P3D Polwiltabes Makassar, AKP Djoko MW, mengaku, tersangka positif mengonsumsi narkoba setelah dilakukan tes urine. Karena itu, pihaknya akan memproses lebih lanjut kasus ini. "Tersangka tentunya akan dikenakan sanksi disiplin dan proses hukum pidana tetap jalan," terang Djoko.

Selain Aiptu Amiruddin Azis, saat ini penyidik Kesatuan Narkoba Polwiltabes Makassar juga masih menyelidiki dugaan keterlibatan seorang anggota bagian Tata Urusan Dalam Polwiltabes bernama Bripka A Mus yang juga mantan anggota Kesatuan Narkoba.

Bripka A Mus disinyalir terlibat dalam peredaran sabu-sabu, bersama tersangka Bimo yang ditangkap beberapa waktu lalu di basement sebuah hotel berbintang di metropolitan ini. (ram)

Oknum Polisi Perkosa Mahasiswi


Lagi-lagi, citra Korps Polri tercoreng akibat ulag seorang anggota polisi yang dilaporkan telah melakukan tindak perkosaan seorang mahasiswi.

Anggota itu adalah Bripka Wayan Sukerta, anggota Unit Bina Mitra Polresta Kupang. Sementara, korban mahasiswi berinisial APR (20), warga Jalan Biring Romang Lorong III Kompleks Universitas Kristen Indonesia Paulus.

Kejadian berlangsung di Wisma Zahira, Jalan Kapasa Raya, Biringkanaya, pada 5 April lalu.

Kepada penyidik, APR mengaku bahwa dia dihubungi untuk bertemu di wisma tersebut. Namun, sesampainya di wisma Zahira itu, pelaku kemudian menariknya ke dalam kamar.

“Tangan saya ditarik hingga ke dalam kamar. Selanjutnya baju saya disobek kemudian diperkosa,” kata APR.

Namun Wayan Sukerta membantah telah memerkosa APR. Kepada penyidik dan wartawan, Wayan menampik laporan pemerkosaan tersebut.

Menurut dia, hubungan badan yang dilakukannya dengan pelapor murni dilandasi suka sama suka.

“Kami sudah sering ketemuan. Setiap kali saya ke Makassar. Saya bahkan tidak pernah memaksanya untuk berhubungan badan,” jelas Wayan.

Kendati membantah, namun Wayan yang berambut cepak ini tetap menjalani proses hukum di Polresta Makassar Timur.

Sementara APR dibawa ke Rumah Sakit Polri Bhayangkara untuk menjalani visum. [hmt/inl]

Korban Markus, Kadana dan Keluarganya Tidur di Kandang Kambing


- Malang benar nasib Kadana(40) warga Karang Ampel Lor, Indramayu, Jawa Barat. Tidak hanya dituduh membunuh oleh pihak kepolisian, istri beserta enam orang anaknya rela tidur di kandang kambing berukuran 1,5 X 2 meter lantaran harta bendanya termasuk rumah ludes hanya untuk membayar seorang oknum kepolisian, jaksa dan pegawai Lembaga Pemasyarakatan.



Kadana(40) dituduh membunuh oleh pihak Polres Indramayu, padahal pelakunya sudah membuat pengakuan bahwa sudah melakukan pembunuhan.

Tidak sampai disitu, petani Indramayu tersebut juga dimintai uang oleh Polisi, Jaksa dan di Pengadilan serta oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan Indramayu hingga 14, 3 juta rupiah. Oknum polisi tersebut diketahui bernama Nana, sementara oknum Jaksa bernama Domo.

"Polisi minta 6 juta agar adik saya tidak dipukulin, jaksa juga minta nelpon saya minta 3 juta, tengah malamnya polisi nelpon lagi minta 1,5 juta buat menutupi berkas pak Kadana. Pagi harinya, jaksa nelpon lagi minta 2 juta agar dakwaan jadi ringan, di LP juga diminta oleh sipir, 300 ribu, 900 ribu dan 600 ribu, " ujar Chasnawi (51) adik Kadana saat jumpa pers di Kantor Satgas Mafia Hukum, Jalan Veteran III, Jakarta, Kamis(8/4/2010).

Kejadian tersebut terjadi pada Juli 2009 lalu. Saat itu, Kadana(40) seorang petani sedang berladang di sawah majikannya bernama Catu, tiba-tiba mendengar suara orang berteriak karena diduga melihat mayat tergeletak di pematang sawah, kontan Kadana yang saat itu berada di ladang, langsung berlari mencoba mencari tahu apa yang terjadi.

Sesampainya di lokasi, Kadana terkejut lantaran tiba-tiba ia dituduh membunuh jenazah yang diketahu bernama Anto anak majikannya sendiri oleh Medi, warga Karang Ampel Lor, Indramayu, Jawa Barat. Menurut perkembangan terakhir, Medi sendiri menurut Chasnawi (51) sudah mengakui bahwa dirinyalah yang membunuh anak majikan Kadana.

Tribun Timur
Lebih Interaktif, Lebih Akrab

Markus Indramayu Berhasil Ditangkap


Oknum polisi bernama Nana yang diduga meminta sejumlah uang kepada tersangka pembunuhan di Indramayu, Jawa Barat sudah diketahui keberadaannya dan akan segera ditangkap.

"Kabarnya sudah ditangkap dan pasti akan jadi tersangka, " ujar Sekretaris Satgas Mafia Hukum, Denny Indrayana di Kantor Satgas, Jalan Veteran III, Jakarta, Kamis(8/4/2010).

Satgas bersama pihak kepolisian dari Mabes Polri, menurut Denny, sore ini berangkat menuju Indramayu, Jawa Barat untuk menjemput Nana dan membawanya ke Jakarta.

"Tadi sudah berangkat dari Satgas dan beberapa orang dari Mabes Polri, " jelasnya.

Sebelumnya, Kadana(40) warga Karang Ampel Lor, Indramayu, Jawa Barat, dituduh membunuh oleh pihak kepolisian, istri beserta enam orang anaknya rela tidur di kandang kambing berukuran 1,5 X 2 meter lantaran harta bendanya termasuk rumah ludes hanya untuk membayar seorang oknum kepolisian, jaksa dan pegawai Lembaga Pemasyarakatan.

Kadana(40) dituduh membunuh oleh pihak Polres Indramayu, padahal pelakunya sudah membuat pengakuan bahwa sudah melakukan pembunuhan.

Tidak sampai disitu, petani Indramayu tersebut juga dimintai uang oleh Polisi, Jaksa dan di Pengadilan serta oleh pegawai Lembaga Pemasyarakatan Indramayu hingga 14, 3 juta rupiah. Oknum polisi tersebut diketahui bernama Nana, sementara oknum Jaksa bernama Domo.

Kejadian tersebut terjadi pada Juli Tahun 2009 lalu, saat itu Kadana(40) seorang petani sedang berladang di sawah majikannya bernama Catu, tiba-tiba mendengar suara orang berteriak karena diduga melihat mayat tergeletak di pematang sawah, kontan Kadana yang saat itu berada di ladang, langsung berlari mencoba mencari tahu apa yang terjadi.

Sesampainya di lokasi, Kadana terkejut lantaran tiba-tiba ia dituduh membunuh jenazah yang diketahu bernama Anto anak majikannya sendiri oleh Medi, warga Karang Ampel Lor, Indramayu, Jawa Barat. Menurut perkembangan terakhir, Medi sendiri menurut Chasnawi(51) sudah mengakui bahwa dirinyalah yang membunuh anak majikan Kadana. (Tribunnews.com

Mencuri Mobil, 2 Oknum Polisi Diamankan Polda Lampung


erbukti terlibat dalam aksi pencurian, dua oknum polisi diamankan Polda Lampung, Brigadir Sam ,25, anggota Polsek Tanjungsenang dan Bripda An ,26, anggota Direktorat Polisi Air Polda Lampung, kini menjalani pemeriksaan intensif bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Lampung. Keduanya dimasukkan sel Propam Polda Lampung, Kamis (8/04).
Kasat I Reskrim Polda Lampung, AKBP. Tatar membenarkan bahwa kedua anggota terlibat dalam aksi pencurian dan kini sudah diserahkan ke Propam Polda Lampung untuk dilakukan tindakan.
Semula kedua anggota ini menjalani pemeriksaan di Pelayanan Pengaduan dan Penegakkan Disiplin (P3D) Poltabes Bandarlampung.
Kanit P3D, AKP. M Yamin mengatakan keduanya dijemput dari Polsek Sidomulyo saat akan dikeroyok massa di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Desa Talangbaru Sidomulyo Lampung Selatan, pada Rabu (7/04).
Brigadir Sam mengatakan, bahwa dia disuruh mengambil mobil Mitsubishi jenis box nopol B-9051-BV oleh salah seorang anggota Candi Mas Praka Tr.
”Dia mengaku disuruh mengambil mobil lalu diserahkan ke Tanjungbintang, belum sampai pada alamat yang dimaksudkan tersangka berpapasan dengan Sarpin Soleh, pemilik mobil itu,” ujar M Yamin.
Ternyata mobil box yang dibawa itu adalah mobil curian. Korban mengaku mobilnya itu hilang sejak (2/4) lalu ,saat di parkir di depan pertokoan Jatimulyo, dekat SPBU.
Saat berpapasan, pemilik mobil nekad memberhentikan mobil tersebut, hingga mengundang perhatian warga setempat dan segera melapor ke polisi.
Tidak berapa lama pelaku diamankan di Polsek Sidomulyo lalu dibawa ke polda. Akibat kejadian ini korban mengalami kerugian Rp.200 juta. Sebab dalam box mobil terdapat obat-obatan pertanian yang mau dijual. (Koesma/ir)

Gayus Sebut Oknum Polisi, Jaksa, dan Hakim Terima Uang


an kasusnya dia mengeluarkan uang dari rekeningnya yang disetorkan ke oknum Polri, Jaksa, dan Hakim.

"Pengakuan Gayus mengalirkan ke beberapa penyidik oknum jaksa, oknum hakim," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Kamis (8/4/2010).

Namun, lanjut Edward, pengakuan Gayus itu uang diserahkan melalui pengacaranya Haposan Hutagalung. Oleh Haposan keterangan ini dibantah.

"Melalui satu pintu Haposan tetapi dia Haposan bilang tidak. Jadi putus atau mentok," tambah Edward.

Karena dibantah Haposan itu, Polri kesulitan untuk melakukan penelusuran.

"Haposan bilang tidak, jadi putus atau mentok," terangnya.

Sampai saat ini, Edward menegaskan belum ada penambahan tersangka, dan pemeriksaan masih dilakukan.


Diperas Oknum Polisi dan Jaksa Rp 14 Juta, Chasnawi Lapor ke Satgas


Ulah oknum polisi dan jaksa terkuak lagi. Keluarga petani miskin di Indramayu diperas oknum polisi dan jaksa hingga Rp 14 juta. Bahkan mereka menjual rumah dan rela tinggal di kandang kambing.

"Untuk proses hukum adik saya, Kandana, keluarga kita telah mengeluarkan uang Rp 14,3 juta. Adik saya lalu dituntut 13 tahun namun hanya divonis 7 tahun pada minggu lalu," ujar petani Indramayu, Chasnawi di Kantor Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (8/4/2010).

Chasnawi dan mantunya, Darmi serta 6 orang anak Darmi mendatangi Satgas untuk melaporkan adanya praktek mafia hukum yang dilakukan oleh oknum Polres Indramayu bernama Nana dan oknum jaksa dari Kejari Indramayu bernama Domo.

Mereka diterima Sekretaris Satgas Denny Indrayana dan anggota Satgas Mas Ahmad Sentosa.

Menurut Chasnawi, rincian uang yang diminta oknum polisi dan jaksa itu antara lain awalnya oknum itu meminta Rp 6 juta supaya adiknya Chasnawi, Kandana, yang terkena kasus pembunuhan di Indramayu, jangan dipukuli. Lalu minta lagi Rp 3 juta buat menyuap jaksa Domo, lalu minta lagi Rp 1,5 juta buat membawa ke LP dan Polres.

"Pukul 01.00 WIB Nana pernah minta Rp 300 ribu. Pukul 16.00 WIB minta lagi Rp 900 ribu, Rp 2 juta buat jaksa," kata Chasnawi.

Kandana diduga melakukan pembunuhan namun belakangan ada yang mengaku melakukan pembunuhan yang dituduhkan pada Kandana.

Gara-gara diperas oknum polisi dan jaksa, lanjut Chasnawi, pihaknya rela menjual rumah dan rela tinggal di kandang kambing selama 9 bulan.

"Saya juga meminjam uang keluarga Rp 15,1 juta selama sidang 9 bulan itu. Itu demi adik saya," ungkap Chasnawi

Kamis, 08 April 2010

Polisi Tertangkap Tangan Bawa Narkoba


n - Aiptu Amiruddin Khalik, anggota Polsekta Mariso, tak bisa berbuat banyak saat digerebek sejumlah polisi berpakaian preman dari Unit Narkoba Polwiltabes Makassar, Rabu (7/4).

Ia kedapatan membawa narkoba.
Awalnya Amiruddin sempat mengelak saat akan ditangkap. Bahkan dia sempat terlibat adu jotos dengan sejumlah anggota lainya yang akan menangkapknya. Kalah banyak, Amiruddin akhirnya menyerah.
Dari tanggan Amiruddin, polisi menemukan satu paket sabusabu yang tersimpan di salah satu kantong celananya. Ia sempat berupaya mengelabui petugas keberadaan dengan menggabungkan barang haram seharga Rp 500 ribu itu dengan obatan-obatan kapsul lainnya di dalam kantongnya.
Identitas Amiruddin mulai diendus Tim Unit Narkoba Polwiltabes Makassar saat ia terlihat berada di Jl Kerung-kerung.
"Kami mendapatinya berada di Kerung-kerung dan terlihat akrab dengan sejumlah pengguna narkoba lainnya. Saat itu pula kami membuntutinya," ujar salah seorang polisi yang enggan disebut namanya.
Sekitar pukul, 04.00 wita saat tersangka melintas di Jl Tupai, aparat kepolisian langsung menyergapnya. Usai mendapatkan barang bukti tersangka kemudian digiring dan diperiksa di Unit II Narkoba Mapolwiltabes Makassar.
Kepala Satuan Narkoba Polwiltabes Makassar, AKBP, Hasbi Hasan, mengatakan, kasus ini sementara dalam penyelidikan.
"Kami akan selidiki apakah yang bersangkutan memang menggunakan barang tersebut atau memang mengedarkan," jelas Hasbi yang saat ini masih berada di Jakarta.(ali)


Tribun Timur
Lebih Interaktif, Lebih Akrab

Rabu, 07 April 2010

Pembawa Ineks Ngaku Dipasok Oknum Polisi

Bi alias Bambang (33), warga Jl Rambutan, Desa Ketiaw, Kecamatan Lubuk Keliat, Kabupaten Ogan Ilir (OI), ditangkap dalam kasus narkoba oleh aparat Direktorat Narkoba Polda Sumsel. Pengakuannya, empat butir ineks yang disita polisi darinya itu, dipasok oleh oknum polisi berinisial H yang bertugas di sebuah kesatuan elit polri di Palembang.
Tersangka Bambang sendiri, ditangkap di depan salah satu room di KTV Mahkota Mas (MM), Jl SMB II, Km 11, Kecamatan Alang-alang Lebar (AAL) Palembang, Kamis (1/4) sekitar pukul 00.30 WIB. Tim yang dipimpin Kompol Marianto, berhasil menemukan bungkusan timah rokok berisi empat butir ineks warna pink berlogo SS dari bawah jok tengah mobil tersangka Bambang.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Abdul Gofur, melalui Direktur Narkoba Polda Sumsel Kombes Pol Teguh Prayitno, membenarkan tersangka mengaku mendapat pasokan pin ineks itu dari oknum polisi. ”Dia kenal dengan oknum polisi itu, saat sedang bertugas di Cinta Manis, beberapa waktu lalu. Identitas oknum polisi tersebut sudah kita kantongi, sudah kita laporkan pada ankumnya. Jika benar identitas yang dimaksud, kita akan melakukan tindakan dan kita tidak pandang bulu dengan siapa pun oknum tersebut,” tegas Teguh.
Penangkapan itu sendiri, berawal polisi curiga dengan gerak-gerik tersangka Bambang saat terlihat di kawasan Diskotek Darma Agung (DA), Jl Kolonel H Barlian, Palembang. Setelah menemui seseorang, tersangka langsung tancap gas mobilnya membawa serta dua orang wanita. Setelah diikuti, ternyata tersangka telah memesan room di KTV MM tersebut. Begitu sudah di depan room yang dipesannya, polisi langsung mencegat dan melakukan penggeledahan hingga ditemukannya BB ineks itu.
Ketika ditemui di Mapolda Sumsel, tersangka Bambang mengaku pemimpin satuan tugas (Satgas) di PT Cinta Manis, OI. Dia mengenal oknum Brimob berinisial H itu, saat oknum polisi itu ngepam di P Cinta Manis yang bergejolak beberapa waktu lalu. ”Saya tahu namanya, dari bet namanya. Saya kenal dekat, karena saya pimpinan satgas. Sudah tiga kali saya beli (ineks) dengan H, kami selalu janjian di DA. Sebutirnya aku beli Rp100 ribu, untuk makai dewek dengan cewek-cewek yang aku bawa. Sehari sebelumyo juga saya nyabu, Pak,” aku tersangka Bambang, kemarin.

Pengedar Ganja Lagi Fly
Kasus narkoba lainnya, jajaran Polsek Gandus pimpinan AKP Sukri A Rivai SSos SH, berhasil meringkus pengedar ganja di wilayah hukumnya. Bahkan saat ditangkap, pengedar ganja itu dalam kondisi fly usai mengisap ganja dagangannya sendiri. Sementara darinya, berhasil disita 12 amp ganja kering siap edar.
Tersangkanya, Anang (19) warga Jl Waringin II, RT 07, Kelurahan Karang Jaya, Kecamatan Gandus, Palembang. Dia ditangkap ketika sedang menunggu pasiennya (pembeli ganja), tak jauh dari rumahnya, Kamis (1/4) sekitar pukul 20.00 WIB. ”Dari hasil penyelidikan kami, diketahui selain pemakai tersangka juga menjual daun ganja. Dan saat kita tangkap, darinya didapati BB ganjanya,” terang Kapolsek Gandus AKP Sukri A Rivai SSos SH.
Diakui tersangka Anang, dia sudah mengonsumsi ganja sejak tahun 2006. Sementara dalam satu bulan terakhir ini, dia sudah tiga kali mendapat pasokan ganja dari bandarnya, berinisial Tn. Pertama 14 amp, kedua 6 amp, terakhir 12 amp. ”Aku lagi nunggu pasien, sambil make ganja. Terus polisi datang, aku dak sadar karena lagi megu (termenung),” aku tersangka Anang. (mg10/mg37)

Aniaya Saksi oknum polisi diperiksa PROPAM




NONGSA- Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Kepri masih memeriksa lima oknum anggota Satreskrim Polresta Tanjungpinang yang diduga telah melakukan penganiayaan terhadap saksi kasus pencurian kendaraan bermotor, Candra alias Eko.

"Masih diperiksa," ujar Kabid Propam Polda Kepri, AKBP Yacobus kepada wartawan di Mapolda Kepri, kemarin.

Menurut Yacobus, korban belum mau terbuka mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polresta Tanjungpinang terhadap dirinya.

"Dia belum terbuka," katanya.

Yacobus menyebutkan, dari hasil visum yang dilakukan Propam Polda Kepri terhadap korban tak ditemukan adanya bekas tanda-tanda kekerasan.

Meskipun begitu, perwira menengah yang pernah bertugas di Poltabes Barelang ini tak memungkiri ada kesalahan yang dilakukan oknum anggota terhadap korban.

"Secara prosedural penangkapan yang dilakukan sudah ada kesalahan. Diantaranya saat melakukan penangkapan terhadap korban, anggota hanya mempunyai kekuatan informasi yang belum diperkuat oleh bukti-bukti. Harusnya diperkuat dengan bukti. Tak seenaknya saja memangkap orang hanya mengandalkan informasi," ujarnya.

Dia menjelaskan ada lima oknum anggota buru sergab Polresta Tanjungpinang yang diduga terlibat. Sejauh ini, baru dua orang saja yang menjalani pemeriksaan secara intensif.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Mingu (28/3) lalu, lima oknum anggota buser Reskrim Polresta Tanjungpinang menangkap korbna di kediamannya, Kamis (25/3) sekitar pukul 07.00 WIB dengan tuduhan pelaku pencurian kendaraan bermotor (Curanmor). Namun setelah diinterogasi, ternyata tuduhan itu tidak terbukti. Dan akhirnya baru dilepas, Jumat (26/3) sekitar pukul 17.00 WIB.

Sebelum dilepas korban dianiaya dengan menggunakan setrum listrik. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Propam Polda Kepri. (sm/ed)

Oknum Polisi Pencabul ABG 14 Tahun Itu Dituntut 8 Tahun


Oknum anggota Polres Bangka, Bripda Heri Syaputra, dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sungailiat dalam sidang perkara pencabulan di PN Sungailiat, Senin (5/4/2010)

Heri didakwa telah melakukan pencabulan terhada ABG yang berumur 14 tahun. Gadis berambut hitam lurus panjang sebahu, bermata sipit dan memiliki hidung mancung.

Ternyata Bunga (inisial--red), gadis inilah yang disebut menjadi korban pencabulan oknum polisi Bripda Heri Syaputra. Sayangnya, keterangan korban di hadapan jaksa dan hakim tak bisa dikonsumsi langsung oleh para wartawan maupun pengunjung lainnya.

JPU Kejari Sungailiat Sugito SH melakukan tuntutan delapan tahun penjara kepada Terdakwa Heri Syahputra karena dinyatakan melanggar UndangUndang Perlindungan Anak. Selain itu, terdakwa juga diharuskan membayar denda Rp 60 juta subsider enam bulan kurungan.

"Agar Majelis Hakim menjatuhi pidana penjara kepada Terdakwa Heri Syaputra selama delapan tahun, denda Rp 60 juta subsider enam bulan kurungan," ancam Sugito di hadapan Majelis Hakim PN Sungailiat dipimpin CH Retno Damayanti SH, Senin (5/4/2010). (*)

Editor : Tjatur
Source : bangkapos.com

ANGKUTAN BATUBARA DI JALAN UMUM, DIDUGA DIBEKINGI OKNUM POLISI.


Tanah Bumbu,
Adanya Peraturan Daerah (Perda) Propinsi terkait larangan penggunaan jalan umum untuk angkutan tambang dan hasil kebun, tetap dilanggar oleh pengusaha.
Mobil pengangkut batubara milik seorang pengusaha berinisial H. Muk di Batulicin, tetap saja beroperasi mengangkut batubara menggunakan jalan umum. Hal ini diungkapkan beberapa warga yang tinggal di kawasan lokasi Kapis Baru Desa Sungai Dua Kecamatan Simpang Empat. Menurut mereka mobil angkutan tersebut melakukan kegiatan pengangkutan batubara melewati jalan masuk ke lokasi Kapis Baru, kemudian masuk ke jalan umum. “Mereka biasanya beroperasi menjelang maghrib hingga menjelang subuh,” ungkap seorang warga mewakili warga lainnya.
Mereka mengatakan telah melaporkan kegiatan tersebut ke pihak kepolisian setempat, namun tetap saja mobil-mobil angkutan tersebut masih beroperasi. Diduga kegiatan pengangkutan yang dilarang oleh Perda Propinsi Kalsel itu melibatkan oknum kepolisian. Warga pun berencana akan membuat laporan tertulis ke pihak Dinas Perhubungan setempat. “Bila terus dibiarkan maka baik jalan ke lokasi tempat tinggal kami maupun jalan umum akan cepat rusak,” tambah warga pula.

Oknum Polisi Dituntut 10 Tahun Penjara


Oknum polisi anggota Samapta Polda Aceh Briptu Yasir Arafat, dituntut 10 tahun penjara karena bersalah menembak mati Serka Ismail Lopa, anggota TNI yang bertugas di Kodim 0101 Aceh Besar.
Pada sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu [31/03] , Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Akbar menyatakan, terdakwa warga gampong (desa) Cot Lamkeuweuh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, itu terbukti bersalah melanggar Pasal 338 KUHPidana.
Terdakwa mengenakan baju krim dengan celana hitam dan berpeci didampingi penasihat hukum, Aulia dan dihadiri belasan anggota personel TNI dan keluarga korban. Sidang itu mendapat pengawalan sejumlah polisi.
JPU mengatakan, korban ditembak tidak jauh dari rumahnya pada 19 Oktober 2009 sekitar pukul 19.30 WIB. Serka Ibrahim Lopa meninggal setelah ditembak terdakwa.
Sebelum menembak, terdakwa mengintip korban dari rumah seorang warga tempat tinggal Serka Ismail Lopa. Ketika melihat korban keluar rumah dengan memasuk beberapa karung dan kotak ke dalam mobilnya.
Terdakwa mencoba memanggilnya karena curiga namun korban tidak menggubris, malah korban kabur bersama mobilnya berusaha meninggalkan terdakwa.
Melihat gelagat itu, terdakwa lari mengejar. Dalam pengejaran, terdakwa sempat melepaskan peringatan. Namun, korban tetap tidak menggubrisnya. Terdakwa kembali melepaskan tembakan ke arah kaca belakang mobil korban.
“Tembakan membuat mobil terperosok ke rawa-rawa yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah korban. Tembakan itu menebus tempat duduk hingga mengenai kepala korban bagian belakang dan meninggal dunia di rumah sakit karena pendarahan,” ungkap Jaksa.
Sebelum menuntut korban, jaksa mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan, terdakwa telah menghilangkan nyawa orang lain. Korban merupakan anggota TNI aktif dan juga kepala keluarga.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Sebagai anggota Polri mencurigai sesuatu perbuatan yang melanggar hukum dan terdakwa membantu menolong korban untuk dibawa ke rumah sakit.
JPU menambahkan, barang bukti sebuah pistol jenis revolver beserta amunisi dan Kartu Tanda Anggota (KTA) Polri milik terdakwa dikembalikan ke Polda Aceh. Sedangkan puluhan botol minum keras yang ditemukan di mobil korban disita untuk dimusnahkan.
Usai mendengarkan tuntutan jaksa, majelis hakim diketuai M. Arsyad Sundusin menanyakan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya apakah mengajukan pembelaan. ”Ya Pak Hakim, saya mengajukan pembelaan,” jawab terdakwa seraya menganggukkan kepala. Begitu juga penasihat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan tertulis. Sidang dilanjutkan Rabu (7/4) dengan agenda mendengar pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya. ( ant )

Polisi Curi Mobil, Diringkus Korbannya


Memalukan! Terlibat pencurian mobil, oknum polisi diringkus korbannya. Plat dan nomor mobil telah diganti pelaku sebagai upaya pengecohan.
Briptu Yad, sehari-hari dinas di Polda Metro Jaya, diringkus di Sukaraja, Jawa Barat, Sabtu (3/4) sore. Saat itu pemuda 27 tahun itu tengah bersama Ri, 22, kekasihnya, dan Rif, teman.
Ia tak berdaya saat Irvan Sistari Murad, 40, pemilik Toyota Avanza B 1798 TFU, membekuknya dibantu sejumlah petugas Polsek Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat.
“Rencananya, mobil itu dijual Rp 29 juta,” ungkap Yad kepada petugas Polsek Sukaraja, Sukabumi.
Pencurian Toyota Avanza warna silver ini terkuak karena kendaraan itu dilengkapi alat lacak Global Psition Sytem (GPS).Hingga Senin (5/4) siang, oknum polisi dan Rif diperiksa secara intensif di Polsek Palmerah, Jakarta Barat.
Di hadapan Kapolsek Kompol M Yusuf dan anggota Provost Polres Jakarta Barat, Yad mengaku berperan sebagai perantara sekaligus mengantar mobil ke calon pembeli di daerah Sukaraja, Sukabumi. Pencurian dilakukan temannya yang kini masih dalam pengejaran polisi.
DILACAK PEMILIK
Mobil dicuri saat diparkir di pinggir Jl. KS Tubun, Palmerah, Sabtu pagi lalu. Irvan Sistari Murad yang kehilangan kendaraan tersebut tidak langsung melapor ke kantor polisi setempat. Warga Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat itu memanfaatkan alat lacak GPS yang terpasang di mobilnya.
Mengunakan alat itu, diketahui posisi kendaraannya dibawa menuju Sukaraja. Setelah yakin mobil berada di daerah tersebut, Irvan dan seorang temannya menggunakan minibus meluncur ke Sukaraja.
Melihat plat nomor mobilnya sudah diganti dengan nomor lain dan berada di jalan sempit, Irvan putar akal. Ia memarkir minibus yang dikendarainya dalam posisi menghalangi laju mobil yang dicuri.
Otomatis, mobil curian itu tak bisa keluar karena untuk mencapai jalan raya terhalang minibus. Diam-diam, Irvan melapor ke Polsek Sukaraja. Tak lama, petugas datang mengepung dua lelaki dan seorang wanita yang berada dalam Toyota Avanza curian. Penyergapan pun dilakukan tanpa perlawanan. warto/B/Pos Kota

LSM Minta Oknum Polres Diproses


Ketua Komisi Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan Forum Lintas LSM Kabupaten Bangka yang juga Pekerja Sosial Masyarakat Anak Babel, Nurmala Dewi Hernawati meminta agar oknum Polres Bangka yang melakukan penganiayaan terhadap Jupri diproses secara hukum.

"Jelas itu penganiayaan harus ditindak tegas oleh pimpinannya karena diluar banyak saksi bujang dianiaya, dipukuli, diserat diputerputer dan rumah diobrak ambrik," kata Dewi saat dikonfirmasi Bangka Pos Group melalui telepon Senin (5/4) ketika menemui Sudarno di Pangkalpinang.

Menurutnya penganiayaan yang dilakukan oknum polisi ini harus ditindak tegas agar aparat tidak bertindak arogan. Ia juga minta UndangUndangan Perlindungan Anak juga disosialisasikan di kalangan polisi sehingga mereka mengerti bagaimana menangani perkara anakanak tanpa harus melakukan penganiayaan.

"Tindakan seperti itu menciptakan aparat yang tidak beres. Saya sebagai pekerja sosial masyarakat yang menangani masalah anak menilai sudah melanggar HAM. Walaupun damai itu sudah terjadi, pemukulan di ketahui orang banyak sebagai saksinya," tegas Dewi.

Ia juga menyesalkan adanya upaya dari oknum polisi dan Ketua RT Perumahan Taman Pesona Bangka yang datang menemui orang tua korban mengancam agar tidak tinggal lagi di Sungailiat. "Ini sudah melanggar HAM, orang mau tinggal dimana saja, ya terserah yang bersangkutan. Pendatang mau tinggal di Bangka Belitung ini kita terima masak orang Bangka Belitung sendiri dilarang tinggal dih)Sungailiat," sesal Dewi.

Untuk itu, ia akan melaporkan masalah penganiayaan ini yang dilakukan oknum polisi ini kepada Kapolres Bangka langsung.

"Kita akan menemui kapolres lagi meminta masalah ini ditindaklanjuti," tegas Dewi.

Sementara itu saksi mata yang melihat langsung kejadian ini, saat dikonfirmasi Bangka Pos Group melihat Jupri ditempeleng oleh oknum polisi tersebut sebanyak dua kali. "Saya lihat waktu Jupri di tampar dua kali diwajahnya oleh polisi itu, wajahnya sampai pucat biru," kata saksi mata yang meminta tidak disebutkan namanya.

Ia melihat juga Jupri kemudian lari dan dikejar kedua oknum polisi tersebut setelah itu ditampar kembali. "Banyak yang lihat anak itu bajunya berdarah dari hidung dan mulutnya keluar darah. Ada juga yang bilang jangan pak ini anak kecil tetapi tetap aja dipukuli," ungkapnya. (chy)
bangkapost

Selasa, 06 April 2010

Wartawan Dipukuli Oknum Polisi


Seorang wartawan mengalami luka setelah mengalami pengeroyokan dari sekelompok orang yang diantaranya adalah polisi dan petugas dishub, pada Selasa 6 April 2010.

Pengeroyokan yang dialami Kristian Ginting, wartawan Koran Jakarta itu terjadi di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan. Kejadian berawal saat Kristian menanyakan kondisi kemacetan di jembatan layang Ciputat karena ada truk terguling

Karena kemacetan di atas jembatan layan terjadi hingga satu jam, korban kemudian menanyakan hal ini kepada petugas dan memberikan saran agar ada petugas lain yang berjaga sebelum jembatan layang agar pengguna jalan di melintas kawasan tersebut karena terjadi kemacetan panjang.

"Polisi saya lihat kurang sigap dan saya memberi saran. Kenapa tidak ada petugas sebelum fly over," ujar Kristian Ginting di Polsek Ciputat.

Tidak berselang lama, seorang pria berpakaian hitam yang memegang radio komunikasi atau HT polisi tiba-tiba memukul dada kiri Kristian. "Kamu kenapa. Kami sudah capek dari pagi. Tapi saya bilang, saya hanya kasih solusi. Orang itu malah mengancam membunuh saya," ujarnya.

Tidak hanya selesai disitu, pemukulan teradap Krisitian berlanjut saat dirinya menghampiri petugas dan menanyakan indentitas orang yang memukulnya.

"Saya tanya petugas siapa orang tadi. Petugas jawab tidak kenal dan mungkin preman. Saya sampaikan kalau preman kenapa tidak ditangkap," ujarnya lagi

Belum selesai berbicara, tiba-tiba dari arah belakang sejumlah orang antara lain berseragam polisi dan dishub memukuli Kristian. "Saya juga diteriaki provokator. Karena takut dikeronya massa saya langsung lari ke Polsek Ciputat," ujarnya.

Saat berada di Polsek Ciputat, Kristian ditemui Wakapolsek, Ajun Komisaris Basuk, dan dia diminta kuntuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik dan meminta dipikirkan lagi untuk membuat laporan ke Propam Polda Metro.

Kini Kristian akan membuat laporan Propam Polda Metro terkait pemukulan yang dialaminya.

• VIVAnews

Polsek Ciputat Usut Pemukulan Warga Pamulang Oleh Oknum Polisi


Polsek Ciputat akan mengusut oknum polisi yang diduga memukul Kristian (29), warga Pamulang, Tangerang Selatan, karena menanyakan kemacetan panjang. Penyelidikan akan segera dilakukan.

"Ya tentu diselidiki," kata Kapolsek Ciputat AKP Ngisa Asngari saat dihubungi detikcom, Selasa (6/4/2010).

Polsek Ciputat akan segera memanggil oknum polisi yang diduga melakukan pemukulan tersebut. "Kita akan meminta keterangan," janji Ngisa.

Peristiwa pemukulan ini terjadi saat Kristian menanyakan kemacetan yang terjadi di jembatan layang Ciputat. Adanya truk terguling telah menyebabkan kemacetan selama 1 jam dan tidak tampak petugas yang bertugas mengatur lalu lintas.

Saat Kristian menanyakan soal tidak ada polisi yang mengatur lalu lintas, sempat muncul adu mulut yang berujung pada pemukula
detik

Urine Anggota Polwiltabes Makassar Positif Mengandung Amphetamine


Satu dari 225 anggota Polwiltabes Makassar yang urinennya diperiksa oleh Badan Narkotika Kota (BNK) Makassar positif berkandungan zat amphetamine yang banyak terkandung di dalam narkoba.

Hasil tes urine yang dilakukan sejak Selasa (30/3) lalu itu diserahkan BNK Makassar ke Kapolwiltabes Makassar Kombes Pol. Chaerul Anwar di Makassar, Senin.

"Hasil tes urine ini akan kami pelajari dan mendalaminya terlebih dahulu karena banyak obat-obatan medis lainnya juga mempunyai kandungan zat amphetamine," kata Kapolwiltabes.

Meskipun urine yang diketahui milik anggota Samapta Briptu HP itu positif mengandung zat amphetamin, namun kapolwiltabes tidak mau menuduh tanpa bukti yang kuat sesuai dengan asas praduga tidak bersalah.

Chairul mengatakan bahwa berkandungan zat amphetamine ini bukan berarti akibat mengonsumsi narkoba, melainkan ada obat-obatan lain atau juga karena mengonsumsi minuman kesehatan.

Untuk itu, ia memerintahkan unit Pelayanan, Penindakan, dan Penegakan Disiplin (P-3D) Polwiltabes Makassar melakukan pemeriksaan terhadap polisi yang urinenya positif mengandung zat ampetamine.

Hal itu perlu dilakukan, kata dia, untuk memberi bukti kepada masyarakat bahwa polisi pun akan ditindak jika terbukti bersalah.

"Jika positif narkoba, yang bersangkutan akan mendapat sanksi disiplin dan juga pidana," katanya menegaskan.

Kepala Unit P-3D Polwiltabes Makassar, Ajun Komisaris Polisi Djoko M.W. menyatakan kesiapannya memeriksa polisi yang terbukti mengonsumsi narkoba.

"Kalau hasilnya dari BNK sudah ada, tentu saja kami di P-3D siap menindaklanjuti perintah atasan," kata menegaskan. (MH/K004)
antara

Diduga Salah Tangkap, Polres Lahat Dipraperadilankan


Seorang pengacara mempraperadilankan Kepolisian Resort (Polres) Lahat, Sumatera Selatan, karena dugaan salah tangkap dalam kasus pencurian dan kekerasan. "Praperadilan atas kasus itu sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Lahat", kata Agus Yuliono, pengacara Markian alias Yon, di Palembang, Selasa.

Agus menyatakan, sudah beberapa kali mengadukan persoalan salah tangkap terhadap warga Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang itu kepada Kapolres Lahat AKBP Iwan Yusuf Chairudin, namun tidak ditanggapi.

"Sebelumnya kami sudah mengecek ke lapangan serta mencari saksi-saksi, ternyata benar klien kami, Yon, tidak terlibat sama sekali dalam kasus tersebut. Ada beberapa poin sudah kami ajukan dalam gugatan yang baru didaftarkan, dan semuanya jelas sudah merugikan klien kami," katanya lagi.

Akibat salah tangkap itu, Markian telah dirugikan, baik karena tidak bisa mencari pekerjaan maupun nama baiknya sehingga menuntut kerugian kepada polisi Rp1,5 miliar, kata Agus.

Dia menegaskan korban yang saat ini di tahan Polres Lahat adalah warga biasa yang berprofesi pekerja swasta, dan alamatnya jelas, bukan pelarian seperti yang dituduhkan polisi.

Pada 23 Februari 2010, pemohon gugatan itu ditangkap oleh Polres Lahat dengan tuduhan telah mencuri dengan kekerasan secara bersama-sama, namun korban langsung ditetapkan sebagai tersangka keesokan harinya pada 24 Februari

Agus menilai, tindakan Polres itu sewenang-wenang, sangat subjektif dan keliru.

Penangkapan itu, menurutnya, hanya berdasarkan pada keterangan sesaat dan cenderung mengada-ada dari seseorang yang bermasalah, yaitu seorang tersangka yang sudah dibekuk sebelumnya dalam kasus ini.

"Ketika dipertemukan, semua pihak yang diduga berhubungan dan saling kenal ini malah tidak saling mengenal salam sekali," ungkap Agus.

Sementara itu Kapolres Lahat AKBP Iwan Yusuf Chairudin menyatakan tidak akan menghalangi setiap proses hukum dan siap menjalani proses persidangan.

"Sebelumnya, kami sempat ditemui penasehat hukumnya, bahkan jika memang sudah didaftarkan ke pengadilan, kita lihat saja nantinya, serta hasilnya benar atau tidaknya dia melakukan semua itu," kata Iwan. (*)

antara

PWI Jambi Akan Laporkan Ulah Oknum Polisi


Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jambi
Mursyid Sonsang menyatakan akan melaporkan ulah oknum polisi Poltabes Jambi yang menghalangi tugas wartawan saat akan meliput dengar pendapat penyelesaian konflik antara PT TLS dan petani di gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin.

"Saya sangat menyayangkan ulah oknum polisi itu. Saya akan segera membuat surat keberatan ke Mabes Polri dan melaporkan kasus itu PWI Pusat dan Dewan Pers. Kita sangat sayangkan sikap aparat yang melarang wartawan meliput di gedung dewan," ujarnya di Jambi, Senin.

Ia menegaskan, dalam menjalankan tugasnya, wartawan dilindungi undang-undang (UU), apalagi rapat dengar pendapat itu dinyatakan terbuka untuk umum.

Apalagi, baru-baru ini Wakapolda Jambi saat pembekalan wartawan di Polda Jambi berjanji untuk tidak akan menutup-nutupi persoalan. Sehubungan dengan pemberlakuan UU Kebebasan Informasi Publik (KIP).

Menurut Mursyid, rapat kerja penyelesaian konflik PT TLS dengan petani bukan merupakan rahasia negara yang harus ditutup-tutupi, tapi persoalan masyarakat atau publik yang harus diliput oleh media.

Pelarangan yang dilakukan aparat kepolisian atas kerja wartawan telah melanggar UU.

Sementara itu, Wakapolda Jambi Kombes Drs Satriya Hari Prasetya ketika diminta tanggapannya terkait adanya pelarangan dari oknum polisi itu tidak menjawab secara konkrit.

Ia mengatakan, tempat berlangsungnya dengar pendapat tersebut di DPRD, jadi yang mempunyai kewenangan adalah pihak dewan, karena itu ia mempersilakan wartawan bertanya ke dewan.

Ketika terus ditanya terkait ada atau tidaknya intruksi dari pimpinan kepolisian terkait pelarangan itu, Hari enggan menjawab dan langsung berlalu menuju kendaraannya.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Effendi Hatta menegaskan pihaknya tidak melakukan pelarangan kepada media untuk meliput dengar pendapat itu, namun karena ruangannya semput tidak seluruh wartawan bisa masuk.

Sebelumnya, belasan wartawan Jambi terlibat keributan dengan oknum polisi karena merasa dihalang-halangi ketika akan meliput dengar pendapat penyelesaian konflik antara PT TLS dan petani di gedung DPRD Provinsi Jambi. (YJ/K004)

antara

Lapor Motor Hilang Dimintai Uang


Gara-gara kehilangan motor, Adi Suhartanto dimintai uang Rp 500.000 oleh penyidik yang menangani kasusnya di Polres Metro Jakarta Pusat.

Alasan mereka untuk membeli kertas dan diminta atasannya.

Hingga Senin (5/4/2010), surat-surat laporan kehilangan motor belum dikantongi oleh Adi. Padahal, kehilangan motor ini sudah sejak tanggal 29 Januari 2010.
Kejadian berawal ketika sepeda motor merek Yamaha Vixion bernomor polisi B 6814 SOG hilang di lapangan parkir Bank Danamon Cabang Pecenongan, tempat Adi bekerja.
Setelah kejadian, Adi melapor ke Polres Metro Jakarta Pusat. Dia membutuhkan surat laporan kehilangan untuk mengurus asuransi sepeda motor.
Adi dimintai keterangan oleh Tim Pencurian Kendaraan Bermotor Polres Metro Jakarta Pusat. Penyidik berjanji menyelesaikan berita acara pemeriksaan (BAP) dalam waktu dua minggu.
Hingga lewat dua minggu, belum ada kabar dari polisi. Adi menelepon ke penyidik untuk mengonfirmasi kelanjutan pemeriksaannya. Penyidik meminta Adi mengajukan saksi yang akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas pemeriksaan.
Adi mendatangkan tiga saksi untuk diperiksa, yakni dua orang satpam kantornya dan seorang pesuruh kantor. Setelah dimintai keterangan, polisi meminta waktu sepekan lagi untuk merampungkan BAP.
Sampai 10 hari kemudian, belum juga ada kabar sehingga Adi mengontak lagi penyidik. Penyidik meminta agar didatangkan saksi tambahan. Adi bermaksud meminta tukang buah di depan kantornya untuk menjadi saksi, tetapi tidak berhasil karena tukang buah yang biasa berdagang di depan kantornya menolak.
Akhirnya, saksi tambahan urung dihadirkan. Setelah itu, Adi disuruh menunggu lagi.
Awal Maret, Adi kembali menanyakan nasib BAP kehilangan motornya. Penyidik menyampaikan bahwa BAP sudah rampung dan tinggal ditandatangani saja. ”Saya diminta datang lagi pada pertengahan Maret,” kata Adi.
Sekitar dua pekan lalu, penyidik mengatakan BAP sudah siap dan bisa diambil. Saat itulah penyidik meminta uang Rp 500.000 dari Adi, tetapi ditawar dan disepakati Rp 300.000. Salah satu yang meminta adalah Briptu A.
”Alasan mereka untuk membeli kertas dan diminta atasannya,” ucap Adi yang sampai sekarang belum juga menyerahkan uang kepada polisi.
Saat dikonfirmasi, Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Hamidin mengatakan akan menyelidiki anak buahnya yang meminta uang kepada warga yang melapor. ”Kalau terbukti benar, anak buah itu akan saya tindak tegas,” kata Hamidin. (ART)
kompas

Senin, 05 April 2010

Oknum Polisi Rusak Rumah Warga


Puluhan warga Dusun Kedungcaluk, Jombang, nyaris kehilangan kesabarannya, menyaksikan ulah seorang oknum polisi berpangkat Briptu yang sewenang-wenang melakukan pengrusakan rumah milik warga bernama Nyami. Untungnya oknum itu segera diamankan petugas sehingga selamat dari amukan warga.

Sejumlah aparat kepolisian, kemudian mengamankan TKP dan memeriksa rumah Nyami, yang pintunya jebol dan sejumlah pot bunga hancur akibat ulah oknum polisi itu.

Sejumlah warga menuturkan, aksi pengrusakan ini berawal dari permasalahan hutang piutang. Oknum itu merasa kesal, karena Nyami tidak juga melunasi hutang-hutangnya kepada oknum polisi itu.

Terkait aksi pengrusakan ini, Kepolisian Polres Jombang, belum bersedia dimintai keterangannya dan untuk kepentingan penyelidikan, oknum itu dibawa ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan.
(Diak Eko Purwoto/Sup)
www.indosiar.com

Petani Lapor ke Kapolri Terkait Bentrokan Tebo


Ratusan petani di Desa Teluk Rendah, Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten Tebo, Jambi berencanan melapor ke Kapolri terkait bentrokan petani setempat dengan aparat Brimob Polres Tebo yang terjadi pada Kamis (1/4) lalu.

"Kami semua sudah sepakat melalui musyawarah usai bentrokan Kamis kemari. Akibat insiden tersebut kami akan melapor Kapolri," ujar salah seorang ketua kelompok petani sawit di Desa Teluk Rendah, Razali (42) saat dihubungi di Muaratebo, ibukota Kabupaten Tebo, Minggu.

Menurut Razali, kesepakatan tersebut akan diwujudkan dalam laporan tertulis yang rencananya akan dilayangkan pada Senin (5/4).

Razali mengatakan, dirinya dan petani lainnya merasa tidak terima, atas perlakuan aparat Brimob yang berjaga di Simpang Teluk Rendah karena telah menghalangi aktifitas petani saat menjual hasil panennya.

Apalagi, katanya, saat insiden tersebut diketahui telah menyebabkan salah satu petani bernama Mathori (50) warga Desa Teluk Rendah Pasar dilarikan kerumah sakit akibat luka terkena serempetan peluru yang dikeluarkan oleh aparat.

"Saat ini kami tengah mengupayakan pendampingan oleh penasihat hukum untuk mendampingi kami saat melapor ke Mabes Polri. Sebab, tidak hanya surat yang akan kami layangkan. Namun perwakilan petani juga akan berangkat ke Jakarta untuk melaporkan langsung insiden tersebut ke Kapolri," tuturnya.

Menurut pengakuan beberapa petani setempat, kejadian bentrokan dengan aparat Brimob terjadi pada Kamis (1/4) siang sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu lima truk pengangkut sawit milik petani melintas didepan pos jaga Brimop, tepatnya di Simpang Teluk Rendah, Kecamatan Tebo Ilir.

Saat akan keluar lahan plasma milik PT. Tunjuk Langit Sejahatera (TLS), lima truk pengangkut sawit itu dihentikan oleh aparat untuk dicek surat menyuratnya.

"Kami dihentikan dan dilarang keluar, alasannya surat-surat kami tidak lengkap. Padahal, sesuai keputusan DPRD Provinsi Jambi terkait masalah ini, petani diperbolehkan menjual sawitnya ke pihak lain selain PT. TLS dengan persetujuan kepala desa setempat. Petani sudah mengantongi izin tersebut, namun tetap ditahan," tutur Syargawi salah seorang petani setempat.

Tidak terima dengan perlakukan aparat, petani pembawa sawit langsung melaporkan kejadian tersebut ke petani lainnya. Petani yang kesal langsung berkumpul didepan pos, ratusan petani langsung melempari pos jaga dengan batu dan kayu. Lemparan tersebut mendapat balasan tembakan dari aparat jaga, bentrokan pun tak terhindarkan.

Dihubungi terpisah, Kapolres Tebo, AKBP. Arifin membantah jika ada korban yang tertembak. Sebab, balasan aparat hanya tembakan yang mengarah ke atas sebagai peringatan. Mengingat, warga yang emosi tidak hanya melemparkan batu maupun kayu, namun juga bom molotov dan cuka getah.

Dari kejadian itu, lanjutnya, polisi telah mengamankan barang bukti berupa batu, satu bom molotov, satu botol air mineral ukuran sedang berisi cuka getah, dan 17 unit sepeda motor.

Permasalah antara petani dengan PT TLS, mulai muncul sekitar tahun 2003. Para petani mengklaim hutang kepada PT TLS atas bagi hasil pengelolaan lahan sawit plasma telah lunas sejak tahun 2003.

Dalam perjanjian awal, petani diharuskan menjual hasil panennya kepada PT TLS dengan perbandingan 70 persen untuk petani dan 30 persen sebagai kompensasi dari pengelolaan lahan sawit milik petani yang dibiayai oleh PT TLS.

Lahan sawit hasil kerja sama antara PT TLS dengan petani menyebar di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi, meliputi Kabupaten Tebo, Sarolangun, Tanjung Jabung Barat, Muarojambi dan Kabupaten Batanghari.

Ribuan petani sebelumnya juga beberapa kali telah melakukan aksi demonstrasi terkait permasalahan yang sama dan mengadukannya ke DPRD Provinsi Jambi dan Gubernur Jambi.

Saat ini, DPRD Provinsi Jambi, Pemprov Jambi dan PT TLS masih dalam tahap pembahasan dan belum menemukan solusi atas masalah tersebut. (BS/K004)
antaranews

Oknum polisi curi uang keluarga teroris


Dalam penggerebekan yang dilakukan Tim Gabungan Polda Sumut dan Polda NAD yang seharus bekerja secara professional sepertinya telah dikotori oleh aparat petugas kepolisian yang meringkus, M. Jabar (25) dan rekannya, Ijal alias Basar (21).

Pasalnya, saat penggerebekan di jalan Pendidikan I Gang Buntu Desa Sei Rotan Percut Sei Tuan dirumah kediaman, Bagindo Siregar (48) tak lain dan tak, bukan mertua, M. Jabar, selain meringkus kedua tersangka, petugas juga mengambil uang sebesar Rp2 juta dari bawah kasur tempat tidurnya.

“Padahal itu uang untuk kami makan sehari-hari. Kalau mau menangkap tersangka silahkan saja. Tapi jangan uang yang kami simpan. Selama ini, kami tidak pernah dinafkahi oleh suami anak saya, ungkap, Maysyarah istri, Bagindo Siregar, Rabu (24/03) kepada Waspada Online.

Begitu juga yang dirasakan, Dian Putri. Ia bukannya sedih melihat suami ditangkap. Tetapi ia sedih karena uang ibunya diambil aparat dalam penggerebekan itu dari dalam kasur.

“Polisi itu kurang ajar, bilang sama Bapak Kapolri, kami kecewa kali dibuatnya,” kata Dian Putri, yang sebelumnya bekerja sebagai pengajar mengaji anak-anak di kawasan tempat tinggalnya di Sei Rotan.
www.waspada.co.id

Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya