Kamis, 31 Desember 2009

Sebanyak 30 Polisi di Papua Dipecat Sepanjang 2009

Sepanjang 2009, 30 anggota polisi yang selama ini bertugas di jajaran Kepolisian Daerah Papua diberhentikan tak hormat. Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Bekto Suprato mengatakan, mereka yang dipecat ini terdiri dari berbagai pelanggaran yang dilakukan dan dianggap tak layak lagi menjadi anggota Polri.

“Jumlah yang dipecat ini naik dibanding 2008, sebab tahun lalu hanya tiga orang yang dipecat,” katanya kepada wartawan di Kota Jayapura, Jumat (31/12) sore.

Berdasarkan data, 30 anggota polisi yang dipecat ini terdiri dari 18 orang akibat desersi, dua orang terlibat kasus pembunuhan, empat orang terlibat kasus psikotrapika, tiga orang terlibat kasus penganiayaan, dua orang terlibat kasus pencurian, dan satu orang yang terlibat kasus asusila.

“Pemecatan ini dilakukan sebagai tindakan tegas, sebab mereka dianggap sudah merusak citra kepolisian dan tak pantas lagi menjadi anggota Polri,” tegas Bekto.

Menurut Bekto, pihaknya akan terus melakukan tindakan tegas dan tak peduli apakah yang berpangkat rendah atau tinggi. Mereka yang dipecat terdiri dari berbagai golongan kepangkatan, yakni ada dua orang berpangkat Tamtama, dua berpangkat Perwira, serta sisanya 26 orang berpangkat Bintara.

"Jadi kami tak pandang bulu, jika terbukti bersalah pasti dipecat. Ini juga sebagai efek jera bagi yang lainnya,” tegasnya.

sumber tempo interaktif

Kapolda: Mantan Kanit Jatanras Diduga Terlibat Perampokan

Kapolda Lampung, Brigjen Edmon Ilyas, menyatakan ada dugaan perampokan uang sebesar Rp 2,75 miliar pada mobil Bank Mandiri di depan portal PT Gunung Madu Plantation (GMP) beberapa waktu lalu, melibatkan oknum mantan anggota Polri.

"Dugaan kami mengarah ke sana, salah satu dari empat anggota sidikat yang belum tertangkap merupakan mantan Kanit Jatanras Polres Oku Timur," kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Meski demikian, dia belum dapat memastikan kebenaran dugaan tersebut, karena hingga saat ini timnya, bekerjasama dengan Polda Sumbagsel, dan Mabes Polri, masih melakukan pengejaran di lapangan. "Hal ini sekaligus membantah pemberitaan bahwa ada oknum anggota Polri yang terlibat dalam aksi perampokan itu," kata dia.

Saat ini aparat kepolisian masih melakukan pengejaran terhadap empat anggota gerombolan perampok yang beraksi di portal PT GMP Lampung Tengah, beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Ditreskrim Polda Lampung berhasil meringkus dua anggota gerombolan, dari total enam perampok uang Bank Mandiri sebesar Rp 2,75 miliar, dan mengamankan sebagian uang hasil rampokan mereka, sebagai barang bukti.

Tim Gabungan yang terdiri atas personel dari Polda Lampung, Polda Sumatera Selatan, dan Mabes Polri, kini memfokuskan pengejaran ke wilayah Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kedua perampok yang ditangkap tersebut adalah pria berinisial So, mantan rekanan PT GMP sekaligus otak perampokan, yang dibekuk di sebuah hotel di Jalan A. Yani, Bedeng 15A Metro, pada Jumat (25/12) siang, dan MA (38), warga Belitang dan menetap di Kampung 1, Ilir, Pematang Panggang, OKI, Sabtu (26/12) dini hari, pukul 04:00 WIB.

"Penangkapan Ma atas pengembangan petugas, yang sebelumnya berhasil meringkus So," kata Kapolda. Polisi juga berhasil mengamankan dua pucuk senpi laras panjang dan satu laras pendek dari tangan tersangka, dan sebagian uang hasil rampokan, senilai Rp 386,5 juta.

Gerombolan perampok berhasil membawa kabur uang tunai Rp2,75 miliar milik Bank Mandiri yang hendak digunakan untuk melayani nasabah di PT Gunung Madu Plantation (GMP). Aksi perampokan itu dilakukan di portal PT GMP, Kecamatan Terusan Nunyai, Lampung Tengah, pada 22 Desember 2009 lalu, sekitar pukul 09:30 WIB.

Aksi pelaku berlangsung hanya beberapa menit saat mobil Kijang Innova bernopol BE-1344-MV berangkat dari Bank Mandiri, Malahayati, Bandar Lampung. Saat mobil yang dikendarai Chairudin bersama dua karyawati bank, Madya Permata (21) dan Heri Yuni A. (28), serta anggota Samapta Polda Lampung Briptu Yudhi itu mendekati pintu masuk PT GMP yang dijaga satpam, perampok yang menggunakan mobil Kijang LGX BE-2663-LS menyalip, berhenti di depannya, dan menodong mereka.

Mobil tersebut kemudian dibawa lari oleh gerombolan perampok, yang di dalamnya memuat uang milik Bank Mandiri senilai Rp 2,75 miliar.

sumber : kompas

Rabu, 30 Desember 2009

Citra Polisi Indonesia di Mata Dunia

Citra polisi Indonesia di mata dunia, terkesan seperti runyam. Amnesty International (AI) yang bermarkas di London menyatakan, Polri masih sering terlibat kekerasan dan penyiksaan para tersangka. Laporan AI ini yang disiarkan Rabu (24/6), juga menyebutkan, para pelakunya jarang diadili. Lembaga ini mengakui, berbagai upaya dalam satu dasa warsa ini telah dilakukan untuk membuat polisi lebih profesional dan akuntabel. Namun langkah ini gagal.

Dalam laporannya AI juga menyebutkan aparat Polri kerap melakukan penyiksaan terhadap tahanan, bahkan biasanya bersikap brutal terhadap para pecandu narkoba dan kaum wanita khususnya pelacur. Selain itu Polri kerap meminta uang sogokan dari para tahanan jika ingin mendapatkan perlakukan yang lebih baik atau hukuman yang lebih ringan. Laporan AI menunjukkan betapa meluasnya budaya penyiksaan yang dilakukan kalangan polisi Indonesia.

Wakil Direktur AI untuk Asia Pasifik, Donna Guest, Rabu mengatakan, peran utama polisi adalah menerapkan hukum dan melindungi hak-hak azasi manusia, namun sering kali banyak perwira polisi yang bersikap seakan-akan berada di atas hukum.

AI melakukan penelitian kurun waktu Juni 2008 hingga April 2009, mengindikasikan meningkatnya penyiksaan bagi tersangka usai penangkapan, ujar Peneliti Indonesia dan Timur Leste AI, nyonya Issabelle Arradon di Jakarta, Rabu. Mereka yang menjadi korban kekerasdan polisi, mayoritas kaum marginal dan pekerja seks komersial. Gawatnya, mayoritas polisi yang melakukan tindakan tersebut tidak dihukum. Umumnya mereka dikenakan sanksi disiplin dan mutasi tempat kerja.

Penilaian dari lembaga internasional itu bukan cerita baru bagi rakyat Indonesia mengenai citra polisi. Polisi mutlak diperlukan, walau pun tingkah laku dan sikapnya perlu dibenahi. Masih perlu ditelusuri, mengapa polisi rajin menyiksa tersangka dalam tahanan. Kemungkinan ini merupakan warisan polisi kolonial Belanda yang terbilang kejam terhadap penduduk, yang sampai saat ini sulit dihilangkan.

Masuk sekolah polisi di tanah air ini khususnya di Medan bukan kerja gampang. Para calon siswa tidak hanya mengandalkan otak yang cerdas, fisik yang kokoh dan ketrampilan, tetapi juga harus ada ujung-ujungnya, yang semua orang awam mampu merabanya. Untuk membuktikannya sangat mustahil, karena seperti “menangkap angin, memang terasa tapi tidak terpegang”. Masalah seperti ini sudah menjadi rahasia umum dan dari produk seperti ini sulit diperoleh polisi yang professional.

Dalam pemeriksaan tersangka di tahanan juga kerap terjadi ucapan klise. Jika ada tahanan yang tidak mengaku, seenak perutnya juru periksa mengatakan, “Mana ada maling yang mengaku”. Dari sikap seperti ini diperoleh petunjuk, polisi perlu belajar lebih banyak lagi mengenai tekhnik-tekhnik pemeriksaan, yang akan menggiring tersangka memberikan pengakuan dengan sukarela. Tapi yang kerap terjadi seperti yang dikemukakan AI, juru periksa main “puk-pak” untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka.

Barangkali masih ada kurikulum “menggimbal tahanan” yang harus dibuang dari sekolah polisi, hingga polisi kerap main gimbal terhadap tahanan, mirip pembajak di sawah yang melecut lembunya hingga bilur-bilur agar berjalan menarik mata bajak. Penyiksaan terhadap tahanan menunjukkan, aparat kepolisian tidak secuil pun menghormati HAM dalam upaya mengorek pengakuan.

Ada semacam anekdot yang berkembang semasa era Orde Baru, yang sampai sekarang tidak diketahui siapa penggubahnya. Konon ada seorang polisi pensiunan Indonesia sedang jalan-jalan ke Perancis. Ketika itu di Perancis, para arkeolog sedang menditeksi usia satu mummy yang tiba dari Mesir. Selain pakar Perancis, juga dari Rusia, Jerman, Inggeris dan Timur, tidak mampu mengetahui berapa ratus tahun mayat yang terbungkus kain putih dalam kotak tembaga itu.

Isreal yang kesohor memiliki arkeolog handalan, juga tidak mampu menetapkan usia mummy tersebut. Seseorang memberi tahu, ada seorang pensiunan polisi dari Indonesia sedang jalan-jalan di kota Paris. Pensiunan polisi itu diundang dan diberitahu permasalahannya. Dengan membusungkan dada dan langkah percaya, polisi pensiunan itu masuk ke ruang mummy. Para arkeolog dari negara-negara lain dengan hati berdebar-debar menunggu hasil penelitian.

Berbeda dengan pakar lain yang melakukan penelitian dengan satu tim dan membutuhkan waktu berhari-hari, polisi pensiunan itu hanya cukup satu jam.
Ia pun berteriak di hadapan para arekolog itu dengan mengatakan, “Tiga ribu tahun usia mummy itu”. Para pakar dari negara-negara lain ternganga karena takjub mendengar hasil penelitian. Ketika seorang pakar bertanya, bagaimana anda bisa memastikannya. Polisi pensiunan itu mengatakan, “Kugimbal dia hingga mengaku”.

Anekdot itu membuat banyak pendengar tertawa, tapi menampar muka polisi. Dari gambaran ini menunjukkan, tingkah laku polisi masih belum berubah, mungkin warisan dari sikap polisi kolonial yang sampai kini tidak terhapus. Banyak anekdot lain yang memojokkan polisi, tapi yang satu ini memang ada kaitannya dengan penilaian AI yang bermarkas di London, mengenai tingkah laku polisi yang perlu dibenahi. (R01MOS).-

sumber:www.antarasumut.com

Kapolda Gorontalo Minta Maaf Terkait Bentrok

Kapolda Gorontalo Brigjen Sunaryono secara pribadi meminta maaf kepada masyarakat Gorontalo terkait bentrok antara mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dan polisi pada Selasa sore (29/12).

Kapolda mengatakan dirinya siap bertanggungjawab atas tragedi tersebut termasuk menerima segala keluhan dari masyarakat. Sunaryono juga menegaskan pihaknya siap menanggung biaya ganti rugi kerusakan rumah warga yang dirusak oleh polisi.

Bentrok antara mahasiswa dan polisi berawal ketika mahasiswa yang hendak menggelar aksi unjuk rasa terkait kedatangan Wakil Presiden Boediono di Gorontalo, Selasa, dihalangi oleh polisi. Polisi menjaga ketat kampus tersebut dan hanya mengizinkan mahasiswa menyampaikan orasinya di depan kampus.Hal tersebut memicu kemarahan mahasiswa yang akhirnya melempari polisi dengan batu, karena menginginkan polisi segera meninggalkan kampus.

Bentrok terjadi sekitar pukul 15.00 Wita Selasa sore dan kembali `meledak` pada pukul 17.00 Wita. Kapolda Gorontalo dan Rektor UNG sempat berupaya melakukan negsosiasi, namun gagal karena mahasiswa dan polisi enggan untuk berdamai.

Warga mengecam aksi brutal sejumlah polisi yang merusa merusak rumah warga yang berada di sekitar kampus, karena mengira mahasiswa bersembunyi di rumah warga. Dua warung Internet, toko dan sejumlah rumah diobrak-abrik polisi. Beberapa warga juga menyebut polisi memukuli warga yang sedang berkunjung ke tempat tersebut.

Warga ketakutan saat polisi mengeluarkan tembakan dan lari menyelamatkan diri dari ancaman peluru nyasar.Rencananya warga akan menuntut perbuatan polisi tersebut serta meminta ganti rugi atas kerusakan yang dialami.


sumber CyberNews.

Rapor Polri Memprihatinkan

Kinerja Polri selama kurun 2009 dinilai memprihatinkan. Berbagai kasus yang terjadi menggerus kepercayaan publik terhadap Polri dari waktu ke waktu. Kelemahan Polri yang dinilai masih harus diperbaiki adalah integritas dan akuntabilitas.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai, dalam kurun 2009, masalah transparansi masih disikapi Polri secara abu-abu. Anggota Kompolnas, Novel Ali, menilai, kultur transparansi abu-abu ini masih terpelihara di tubuh Polri. Polri baru bersikap terbuka atas keberhasilan penegakan hukum atau ketertiban masyarakat, tetapi tertutup atas kegagalan profesi ataupun etika.

”Akibatnya, transparansi Polri tidak berhasil membangun akuntabilitas eksternalnya. Dampaknya, dari waktu ke waktu, kepercayaan publik terhadap Polri merosot,” tutur Novel Ali.

Kompolnas juga menyorot soal reformasi birokrasi Polri yang dinilai tidak sepenuhnya terwujud. Penyebabnya, menurut Novel, sentralisasi yang dominan di tubuh Polri. Ia mencermati, banyak kebijakan dan tindakan yang seharusnya diserahkan ke tingkat bawah justru dilakukan tingkat atas.

”Demi efisiensi, birokrasi Polri perlu dirampingkan. Mabes Polri bergerak di bidang kebijakan dan strategi. Organisasinya cukup kecil saja. Polda ke bawah lebih bergerak di bidang taktis, teknis,” papar Novel.

Rapor merah

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat menilai kinerja Polri berada pada urutan terendah dibandingkan dengan seluruh institusi penegakan hukum di Indonesia.

Polri mendapat indeks prestasi minus 2,92 dalam skala rentang minus 4 hingga 4. Padahal, LBH mencatat, Polri mengawali tahun 2009 dengan baik, khususnya dalam mengamankan pemilu serta membongkar jaringan terorisme.

Namun, awal yang baik tersebut akhirnya dianggap rusak setelah Polri ambil bagian dalam drama berbau politis, yaitu perkara kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sempat memidanakan dua pimpinannya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

LBH Masyarakat yang diwakili Taufik Basari, Ricky Gunawan, dan Dhoho A Sastro menyampaikan, catatan evaluasi LBH Masyarakat terhadap lembaga penegak hukum itu disusun berdasarkan peringkat yang kriterianya telah ditentukan.

Aspek yang diukur adalah kinerja tiap lembaga, ketersediaan dan berjalannya mekanisme pengawasan internal, mekanisme penghargaan dan hukuman di tiap lembaga, persepsi publik, penilaian terhadap integritas lembaga tersebut, transparansi terhadap pengawasan eksternal, serta tingkat akuntabilitas.

Ketujuh kriteria tersebut masing-masing memiliki bobot poin, yang totalnya 24 poin. Dari hasil penghitungan, akan diperoleh skala yang terentang antara minus 4 hingga 4.



Berdasarkan itu, Polri, dibandingkan dengan delapan lembaga lainnya, berada di peringkat paling bawah. Sementara peringkat teratas diduduki oleh KPK dengan indeks prestasi 3,42.



Selain soal kriminalisasi KPK yang menjadi noda bagi prestasi Polri, LBH juga menyoroti keputusan penghentian penyidikan terhadap perkara Lumpur Lapindo oleh Polda Jawa Timur. Selain itu, praktik kekerasan oleh oknum Polri terhadap rakyat juga menjadi sorotan evaluasi tersebut.(*)

sumber tribun timur

Selasa, 29 Desember 2009

Berantas Markus, Mabes Polri Minta Saran ICW

JAKARTA - Jajaran Mabes Polri sejak pagi hingga petang tadi menggelar diskusi tertutup bersama aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), kriminolog, serta sejumlah tokoh masyarakat lain.

Dalam diskusi tersebut, dibahas mengenai upaya penanggulangan makelar kasus. “Tadi kita ada round table soal Markus, agar soal Markus tak ada lagi,” ujar Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/12/2009).

Hadir dalam acara ini Emerson Junto dari ICW, kriminolog Universitas Indonesia Ronny Nitibaskara, dan mantan Kabareskrim Chaerudin, serta penasihat Kapolri Bachtiar Aly.

“Diskusi ini menunjukkan Bareskrim menampung aspirasi masyarakat. Ke depan kita akan optimalkan pengawasan untuk para penyidik nakal,” tandas Bachtiar Aly.(ful)

sumber okezone

Pungli Oknum Polisi di DKI Jakarta Naik 53,84 Persen

— Pada tahun 2009, jumlah polisi yang melakukan pungutan liar di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya meningkat 53,84 persen, atau dari 13 orang pada 2008 menjadi 20 orang pada 2009. Sementara itu, polisi yang melakukan penyalahgunaan narkoba juga naik sebesar 5,55 persen, dari 18 orang pada 2008 menjadi 19 orang pada 2009.

Data ini disampaikan Kepala Polda Metro Jaya Irjen Wahyono, Selasa (29/12/2009) di Polda Metro Jaya. "Bila dibandingkan dengan jumlah personel Polda pada 2009 sebanyak 31.365 orang, persentase anggota yang melakukan pungli dan narkoba adalah 0,063 persen dan 0,06 persen," ujar Wahyono.

Sepanjang tahun 2009, Polda juga mengajukan 79 personel yang melanggar kode etik ke Komisi Kode Etik Profesi Polri. Pada sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, 37 personel di antaranya dipecat dengan tidak hormat, 6 personel dipecat dengan hormat, 6 personel diminta meminta maaf, 10 personel harus mengikuti pendidikan ulang, 9 personel dimutasi, 6 personel dinyatakan tidak terbukti bersalah, dan 7 personel lainnya dinyatakan melakukan perbuatan tercela.

Terkait pengaduan, Wahyono mengatakan bahwa pada tahun ini jumlah pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan tindakan anggota Polri/PNS Polri, baik secara langsung maupun tidak langsung, menurun menjadi 674 pengaduan. Pada tahun lalu, angka pengaduan mencapai 844 kasus.

sumber KOMPAS.com

Selama 2009, 60 Polisi Depok Langgar Disiplin

Sepanjang 2009, Polres Depok menggelar 36 kali sidang pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota polisi. Sedikitnya sebanyak 60 anggota Polres Depok dan jajarannya dikenakan hukuman disiplin karena berbagai kasus, salah satunya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal itu berupa kekerasan yang kerap dilakukan oleh polisi saat proses penyidikan. Pelanggaran disiplin yang paling mencuat adalah kasus penembakan supir angkutan kota D 102 jurusan Lebak Bulus-Limo saat penggerebekan judi. Dalam kasus tersebut, 10 anggota Polsek Limo Depok, menjalani sidang disiplin.

Kasus lainnya adalah insiden salah tangkap yang dilakukan tiga anggota Polsek Beji terhadap penulis buku dari komunitas bambu JJ Rizal. Ironisnya, JJ Rizal terbukti dipukul polisi saat diperiksa.

Kepala Unit Pelayanan Pengaduan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Depok AKP Ngadi mengatakan, hukuman 60 anggota polisi tersebut bervariasi, baik tahanan husus 21 hari, penundaan kenaikan pangkat selama satu hingga dua periode, dan demosi atau mutasi.

"Landasannya adalah PP RI Nomor 1, 2, dan 3 tahun 2003 serta Peraturan Kapolri. Jadi memang tidak boleh ada kekerasan,” tegasnya kepada wartawan di Polres Depok, Selasa (9/12/2009).

Pelanggaran disiplin lainnya, kata Ngadi, adalah berupa keberpihakan terhadap kasus tertentu, pencemaran nama baik polisi, serta meninggalkan tugas selama 30 hari. "Ini pasti bisa menimbulkan efek jera, dan kasus pelanggaran disiplin bisa lebih menurun," tandasnya.

Sesuai data Polres Depok, kasus pelanggaran disiplin yang terjadi sepanjang 2009 menurun 15 persen dibanding tahun lalu. Tahun 2008, Polres Depok menggelar sidang disiplin sebanyak 42 kasus pelanggaran disiplin.
(teb)


sumber okezone

Usai Bentrok, Polisi Serbu Kampus Universitas Negeri Gorontalo

Sekitar seribu polisi yang terlibat bentrok dengan mahasiswa, masuk dan merusak Kampus Universitas Negeri Gorontalo, Selasa (29/12). Sejumlah fasilitas ruangan kuliah dihancurkan dengan menggunakan pentungan. Bahkan motor-motor yang terparkir dihalaman kampus semuanya ikut hancur.

Satu persatu motor diinjak dan dirusak oleh polisi yang terdiri dari kepolisian resort Kota Gorontalo, kepolisian daerah, serta satuan Brigadir Mobil.

Aksi itu merupakan buntut dari bentrok antara mahasiswa dan polisi yang berlangsung sejak siang hari, sekitar pukul 12.30 waktu setempat. Mahasiswa yang mulai terdesak dengan lemparan batu, tembakan peluru karet, dan juga tembakan gas air mata dari polisi dikejar hingga ke dalam kampus.

Sejumlah mahasiswa yang ditemukan didalam kampus langsung dihajar dan menjadi bulan-bulanan polisi lainnya. Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 waktu setempat, mahasiswa yang bertahan dalam kampus melakukan perlawanan dengan melemparkan batu ke arah polisi. Namun itu tak berlangsung lama ketika polisi dengan tembakan dan juga water cannon berhasil memukul mundur mahasiswa. Aksi itu berlangsung sekitar kurang lebih lima jam, dan baru berhenti pukul 18.00 waktu setempat.

Akibat aksi itu, sekitar sepuluh orang mahasiswa menjadi korban luka-luka terkena lemparan batu, dan delapan orang mahasiswa lainnya dipukul polisi hingga babak belur saat ditangkap. Sementara dipihak anggota polisi, kurang lebih tujuh orang polisi terluka akibat terkena lemparan batu dikepala.

”Sekitar tujuh orang anggota polisi yang terkena lemparan batu. Kemungkinan akan bertambah,” kata Kata Kasat Samapta Polda Gorontalo, Komisaris Polisi, Muchit.

Hingga saat ini, suasana kampus Universitas Negeri Gorontalo masih mencekam. Polisi masih terus berjaga-jaga di depan kampus terbesar di Gorontalo itu.

Bentrok antara mahasiswa dan polisi bermula ketika mahasiswa yang menggelar unjuk rasa menolak kedatangan Wakil Presiden, Boediono ke daerah itu. Mahasiswa yang memaksa ingin menemui wakil presiden ditahan oleh anggota kepolisian. Akibatnya kericuhanpun terjadi hingga menyebabkan kedua belah pihak luka-luka.

sumber tempointeraktif.com

Polisi Penembak Rifki Didemosi

Jakarta - Anggota Kepolisian Sektor Koja, Brigadir Satu Riswanto Hari, penembak Rifki Hidayatulah, 15 tahun, dihukum mutasi bersifat demosi, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari. "Terbukti melakukan pelanggaran, menyalahgunakan wewenang. Dan setelah melakukan penembakan tidak ada upaya untuk mengeluarkan proyektil," kata Pimpinan sidang disiplin Ajun Komisaris Besar Suherman Febriyanto, Kamis (17/12).

Briptu Suhartono dikenai hukuman mutasi bersifat demosi, penundaan kenaikan pangkat selama 6 bulan, dan penempatan dalam tempat khusus selama 21 hari.

Sedangkan Ipda Agus Widjajanto dihukum berupa teguran tertulis, dan pembebasan jabatan, "Dia tidak melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan tidak memberikan bimbingan kepada bawahan," kata dia.

Briptu Hari dan Briptu Suhartono dinilai tidak menguasai secara teknis dan taktis cara-cara di Reskrim. "Terbukti dari cara menangkap dan cara membawa tahanan tidak sesuai prosedur," katanya.

Ketiga terperiksa juga tidak melaporkan secara detil kasus yang ditangani kepada pimpinan atau Kapolsek. Hal yang meringankan adalah ada upaya melakukan perawatan medis meski tidak optimal. "Terperiksa mengakui perbuatan belum pernah melakukan pelanggaran sebelumnya, loyalitas, dan kinerja cukup bagus," katanya.

sumber
TEMPO Interaktif,

Wartawan Gorontalo Dipukul Polisi

Arlank Pakaya, koresponden Indosiar, ikut menjadi korban pemukulan polisi ketika terjadi bentrok antara mahasiswa dan polisi di kampus Universitas Negeri Gorontalo, Selasa (29/12). Dia dipukul ketika sedang mengambil gambar pengrusakan motor di halaman kampus tersebut.

“Polisi langsung menonjok saya di kepala ketika mengambil gambar pengrusakan motor oleh polisi di halaman kampus,” kata Arlank.

Menurut Arlank, polisi itu memintanya agar tidak mengambil gambar pengrusakan motor dan sejumlah fasilitas kampus lainnya. Namun Arlank yang tak mengikuti perintah polisi itu malah dipukul.

Selain Arlank, sebuah studio televisi lokal yang berkantor di dalam kampus, Civica TV, ikut diacak-acak lima orang polisi. Mereka menganggap di studio itu menjadi tempat bersembunyi mahasiswa yang terlibat bentrok dengan mereka.

“Tanpa alasan yang jelas, polisi masuk dan mengacak-ngacak studio kami,” kata Kharis Kustiawan, salah seorang kru Civaca TV.

Di lain tempat, polisi juga merampas handycam milik Rustam Dumbi, salah seorang wartawan Mimozha Chanel, televisi lokal lainnya di daerah itu. Kameranya dirampas saat dia mengambil gambar pemukulan polisi terhadap mahasiswa.

”Saat saya mengambil gambar polisi mengeroyok mahasiswa, kamera saya langsung dirampas,” ungkap Rustam.

Hal serupa juga terjadi kepada, Osama Alamri, salah seorang wartawan Gorontalo Post. Kameranya ikut dirampas polisi saat pengeroyokan terhadap mahasiswa. ”Tiba-tiba seorang anggota polisi merampas kamera saya,” kata Osama.

Polisi itu, menurut Osama, beberapa jam kemudian mengembalikan kameranya, namun foto-foto pemukulan polisi terhadap mahasiswa langsung dihapus. ”Saat dikembalikan foto pengeroyokan terhadap mahasiswa langsung dihapus,” ujar Osama.

Seorang polisi yang ada di lapangan dari Kepolisian Daerah Gorontalo, Jon, mengaku tidak tahu ada kejadian itu. "Polisi yang mana," ujar Jon ketika ditanya soal kekerasan polisi terhadap wartawan. Pihak Kepolisian Daerah Gorontalo sampai saat berita diturunkan belum bisa dimintai keterangannya.

CHRISTOPEL PAINO

sumber
TEMPO Interaktif,

Senin, 28 Desember 2009

Hasrudin Tertembak Anggota Densus 88 di Cafe

Seorang warga di Kota Palu, Sulawesi Tengah, terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat terkena tembakan oknum anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polda setempat. Hasrudin, 33, warga Jl MH Thamrin, Kecamatan Palu Timur, terkena tembakan di tangan kanan dan perutnya, Jumat pukul 02.30 Wita, di Spacebar dan Lounge –tempat hiburan malam terbesar di Palu.

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Drs Irfaizal Nasution, di Palu , mengakui adanya insiden itu. Namun dia membantah jika korban Hasrudin ditembak oknum anggotanya, Briptu MF.
“Korban itu bukan ditembak tapi tertembak akibat peluru nyasar,” katanya.

Menurut Irfaizal, insiden tersebut dipicu adanya pemukulan. Pelaku MF saat itu baru saja keluar dari kamar kecil. Tiba-tiba dirinya dikeroyok sejumlah orang tak dikenal dari arah belakang sehingga pelipis kirinya terluka.

Karena merasa terpojok, MF kemudian ingin mencabut senjata api dari balik pinggang. Sejumlah aparat internal Spacebar yang melihat kejadian itu segera mengamankan senjata api dari tangan MF.
“Menurut keterangan pelaku, saat itu yang bersangkutan berniat untuk membuang tembakan ke atas. Namun ternyata senjata tersebut sudah meledak,” katanya.

Polisi yang mendengar kejadian ini segera mendatangi lokasi dan mengamankan pelaku. “Saat ini MF bersama barang bukti telah diamankan aparat Bid Propam untuk diproses lebih lanjut,” tegas Irfaizal.
“Saat ini yang bersangkutan dikenai sanksi disiplin polri. Namun belum diketahui apa sanksinya karena masih menunggu hasil putusan sidang dari pelanggaran pidananya,” tambahnya.
Sementara itu, sejumlah kerabat Hasrudin datang ke RS Bhayangkara Palu untuk melihat kondisinya. Ilham, kakak korban, mengatakan pihak keluarga meminta kasus ini segera diusut dan diproses tuntas. “Kami minta biaya pengobatan di RS ini juga dipertanggungjawabkan oleh polisi,” katanya. ant

sumber surya online

Diduga Terlibat Curanmor, Oknum Anggota Polsekta Sawahan

Oknum anggota Unit Reskrim Polsekta Sawahan diduga terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang ditangkap awal bulan Desember 2009 lalu. Komplotan curanmor yang berhasil diungkap tersebut melibatkan empat tersangka, masing-masing Fery, 42, warga Perum Pondok Benowo. Pria ini melakukan aksinya sebanyak 20 kali dan ditangkap empat kali dalam kasus yang sama.Tersangka kedua, Kastru, 42, juga tinggal di Perum Pondok Benowo. Merupakan spesialis pembuat kunci T. Kastru melakukan kegiatannya hampir 20 tahun dan menjual kunci T per biji Rp 20 ribu.Tersangka ketiga Hany, 27, warga Banyu Urip dan tersangka keempat, Antonius Alexander alias Tony, 32, warga Tambaksari. Keduanya eksekutor atau pelaku pencurian.Dari hasil pemeriksaan terhadap keempat tersangka terungkap peran serta oknum polisi bernama Bripka MA, anggota unit patroli Polsekta Sawahan.Informasinya, dalam komplotan ini MA berperan tidak secara langsung. Salah satunya membiarkan komplotan beraksi di wilayahnya. Padahal jelas-jelas tahu mereka beraksi.
Selain itu, sebagai anggota unit patroli, kabarnya Bripka MA justru memberi informasi kepada para pelaku, kawasan mana saja yang aman sehingga komplotan itu bisa beraksi dengan leluasa. Tidak heran kalau wilayah hukum Polsek Sawahan banyak sekali kasus curanmor, bahkan tertinggi di wilayah Surabaya Selatan..“Jadi memang peran Bripka MA di komplotan itu tidak terlibat secara langsung, namun dia juga bisa dibilang penting. Sebagai imbalannya dia juga terkadang menerima setoran dari komplotan itu,” ujar seorang sumber.Bripka MA berumur sekitar 40 tahun dan dulunya pernah bertugas Polresta Surabaya Selatan kemudian pindah ke Polsek Lakarsantri, lalu pindah ke Polsek Sawahan dan bertugas di Reskrim. Namun beberapa waktu lalu, Bripka MA yang informasinya tinggal di kawasan Babadan Rukun, telah dipindahkan ke unit patroli Polsek Sawahan.Kapolresta Surabaya Selatan, AKBP Bahagia Dachi ketika dikonfirmasi, menyatakan bahwa hingga saat ini oknum anggota Polsek Sawahan tersebut sudah dimintai keterangan sehubungan dengan hal itu. Namun, pihaknya belum menjatuhkan sanksi apapun kepada oknum tersebut.“Bahasanya bukan kami periksa. Memang dia sudah kami mintai keterangan, tapi belum ada sanksi terhadapnya,” kata Dachi, Senin (21/12).Ketika ditanya tentang peranan oknum tersebut dalam sindikat curanmor, Dachi belum bisa menyimpulkan. Masalahnya, hingga kini kasusnya masih didalami. “Keterangannya masih terus kami dalami dan pertajam. Kini sebagai bentuk pengawasan terhadap oknum itu, dia kami suruh untuk apel pagi di Mapolresta,” tandas Dachi.rie


sumber surya online

Minggu, 27 Desember 2009

2 Kapolsek Selingkuh, Digrebek Kapolres

Kejadian ini sudah lama terjdi kira-kira terjadi pertengahan mei 2008 tapi menarik untuk disimak.

Aparat penegak hukum harusnya menjadi contoh masyarakat. Namun yang dilakukan dua orang Kapolsek di wilayah Polres Sleman ini tidak patut ditiru. Keduanya kedapatan selingkuh di dalam sebuah kamar hotel di kawasan Babarsari, Sleman, Yogyakarta tepatnya disalah satu kamar Hotel Pondok Seturan yang sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sebagai hotel untuk tempat mesum.

Kedua aparat penegak hukum yang tertangkap basah selingkuh tersebut AKP. AR dan AKP RWS, keduanya menjabat sebagai salah satu Kapolsek di wilayah Polres Sleman, Yogyakarta.

Perselingkuhan terbongkar setelah suami AKP RWS, Dodi Paris Hermawan (30) melaporkan skandal tersebut ke Kapolres Sleman AKBP Suharsono pada Rabu, (14/5) malam. Mendapat laporan itu Dodi bersama petugas dari P3D, Kasat Reskrim Intelkam Mapolres Sleman langsung mendatangi lokasi kejadian dan melakukan penggrebekan terhadap kedua pasangan.

Menurut Dodi, dia mencium perselingkuhan istrinya setelah dengan AKP AR berawal AKP RWS setelah melakukan pengintaian terhadap gerak gerik istrinya.

Pada malam itu Rabu (14/5), dia mengetahui istrinya menghadiri acara tirakatan hari jadi Kabupaten Sleman. Sekira pukul 21.00 WIB RWS meninggalkan lokasi tirakatan dengan mobil patroli menuju kantor Polsek. Sesaat kemudian meninggalkan Mapolsek dengan mengendarai mobil sedan. Setelah sampai di sekitar lapangan Denggung, mobil berhenti dan AKW RWS turun mengganti plat nomor mobilnya.

Kedua pasangan tersebut bertemu dan langsung menuju hotel Pondok Seturan dan masuk ke salah satu Kamar Hotel yang di depannya terdapat garasi. Setelah mobil masuk garasi kemudian garasi ditutup dan kedua pasangan tersebut menuju kamar.

Dodi mengaku melihat istrinya masuk dengan pasangan selingkuhnya yang juga sama-sama polisi. Ia langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Kapolres Sleman. Petugas dari Mapolres Sleman datang ke hotel dan melakukan penggrebegan pada kamar pasangang selingkuh tersebut dan ditemukan keduanya sedang berada di dalam kamar.

Kapolres Sleman AKBP Suharsono ketika dikonfirmasi (Kamis, 15/5/2008) membenarkan kejadian tersebut dan saat ini masih melakukan pemeriksaan kepada kedua pelaku yang juga anggotanya.

"Jika keduanya terbukti melakukan tindakan tak bermoral tersebut sanksi berat siap diberikan. Keduanya telah mencoreng nama baik Polri dan telah melanggar kode etik," tegasnya. (Daru Waskita/Trijaya/fit)

sumber okezone

Terkait Penangkapan Jurtul Togel, Puluhan Warga Datangi Mapolresta Binja

INJAI – Tidak terima warganya ditangkap dengan tuduhan sebagai jurtul togel, puluhan warga, mendatangi Mapolresta Binjai meminta agar pihak Kepolisian melepaskan salah seorang warga tersangka kasus togel.

Puluhan warga yang terdiri dari kaum perempuan dan laki-laki itu, membantah tuduhan pihak Kepolisian yang telah meringkus Muliaman alias Kembar, 25, warga Kampung Bangsal Malang, Km 19 Kecamatan Binjai Timur,dari rumahnya kemarin dengan tuduhan sebagai tukang tulis togel.

“Muliaman itu bukan tukang tulis togel, Polisi salah tangkap makanya kami ramai-ramai datang ke Mapolresta Binjai ini minta agar Muliaman dilepaskan, dia (tersangka-red) tidak itu anak yang baik, sehari-hari bekerja di peternakan ayam, memang polisi mendapat informasi bahwa ada seorang berpakaian corak liris-liris berprofesi sebagai jurtul togel dikampung kami, tapi masa semua yang berpakain liris-liris ditangkapi, ini (sambil menunjuk salah seorang teman tersangka, red) juga sempat mau ditangkap polisi.” Terang Boinem, 35, salah seorang tetangga korban yang turut datangi Mapolresta untuk mendukung agar Muliaman dibebaskan.

Dari hasil pantauan wartawan di Mapolresta Binjai, tampak seorang petugas kepolisian bermarga Ginting mencoba menenangkan warga dan berbicara dengan Bapak tersangka, setelah diadakan pembicaraan, Bapak korban meminta agar warga yang dating ke Mapolresta Binjai sejak pukul 07.00 Wib agar pulang ke rumah masing-masing.

sumber www.onlinemadani.com

Jumat, 25 Desember 2009

Ditelanjangi dan Dihina 6 Oknum Polisi Lebak, Ibu Muda Lapor Propam Polda Banten

SERANG - Merasa telah dilecehkan oleh ulah beberapa oknum polisi dari Unit Narkoba Polres Lebak, Yayu Ilham Wahyuni (30), ibu rumah tangga asal Kampung Angsana Rt 01/02 Desa Kadu Agung Barat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak melaporkan diri ke Mapolda Banten dengan ditemani oleh suami dan sejumlah kerabat dan rekan korban.
Korban mengaku telah ditelanjangi serta digerayangi oleh beberapa oknum polisi. Tidak itu saja, korban dituduh tanpa bukti dan dihina dengan kata-kata kotor oleh enam anggota polisi saat melakukan penggeledahan terhadap korban yang disangkanya sebagai pelaku tindak pidana Narkotika.

Kepada wartawan, kemarin (20/11), suami korban Eli Syahroni mengungkapkan akibat perbuatan tersebut istrinya sok dan mengalami depresi yang cukup berat. Menurutnya, prilaku para oknum tersebut sudah sangat melecehkan dan tidak bertanggungjawab serta mencoreng nama baik kepolisian.

“Demi penegakan supremasi hukum dan atas nama keluarga saya meminta agar oknum yang menyebabkan istri saya depresi harus dituntut sesuai dengan ketentuan yang berlaku,”tegas Eli yang mengaku baru saja melayangkan surat pengaduan kepada Kapolda Banten, melalui Bidang Propam Polda Banten.

Disebutkan, pada Senin (16/11) lalu saat istrinya berangkat untuk mengunjungi adiknya di Kota Serang, dalam perjalanan tepatnya ketika melintas di Kota Pandeglang secara tidak terduga kendaraan Feroza B 8136 YA yang ditumpangi oleh korban dipepet oleh tiga pengendara motor dengan jumlah enam anggota polisi bersenjata lengkap.

Saat itu mobil yang dikemudikan kakak kandung korban, kemudian diminta untuk berhenti dan untuk seketika para penumpangnya diminta turun dan digeledah dengan tuduhan membawa narkoba. Saat itu secara tidak profesional para pelaku langsung melakukan pemeriksaan di lokasi.

Bahkan secara tidak manusiawi layaknya, para pelaku kemudian melakukan penggeledahan dengan cara menelanjangi korban. Tidak itu saja, korban dihardik dan dihina layaknya bukan sebagai manusia normal.

Tindakan tersebut menurut Eli tidak hanya berlangsung sekejap. Melainkan diulangi untuk kesekian kalinya saat korban berada di Mapolres Lebak.

“Bahkan tindakan yang dilakukan oleh oknum polisi itu lebih tidak manusiawi dan melecehkan martabat wanita,” tambah Eli. Karenanya dia mendesak agar Kapolda Banten segera memproses para pelaku yang telah melakukan perbuatan penghindaan dan pelcehan tersebut.

Hingga berita ini dikirim, wartawan belum memperoleh konfirmasi terkait persoalan ini dari pihak Polda Banten. Namun demikian, sejumlah petugas di Bidang Propam Polda Banten mengaku telah menerima surat yang dilayangkan oleh keluarga korban atas kasus pelecehan seksual dan penghinaan yang dilakukan oleh enam oknum anggota Polres Lebak dari Satuan Narkoba tersebut.

sumber berita banten

Oknum Polisi Memeras, Ibu-ibu Gelar Unjuk Rasa

Puluhan ibu rumah tangga di Jombang, Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa memprotes tindakan oknum polisi yang melakukan pemerasan terhadap pelaku perselingkuhan. Dalam aksinya, para ibu-ibu menuntut agar oknum polisi tersebut ditindak tegas.

Puluhan ibu rumah tangga di Desa Kepuh Kejang, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang mendatangi balai desa menuntut aparat desa ikut menyelesaikan kasus pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi. Pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi ini terkait kasus perselingkuhan yang melibatkan Marsudi dan Sumiati, warga setempat.

Dalam kasus ini oknum polisi berinisial HR berencana mendamaikan kedua belah pihak dengan membayar sejumlah uang, sayangnya dalam proses penyelesaian tersebut oknum polisi ini memeras kedua pelaku perselingkuhan. Indahwati, istri Marsudi menyatakan, selama ini suaminya menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi berinisial HR.

Bahkan pemerasan ini sudah terjadi beberapa kali. Tapi keterangan Indahwati ini dibantah Kapolsek Perak, AKP Heri Sucahyo. Dalam unjuk rasa ini sempat terjadi adu mulut antara pendemo dengan aparat desa dan polisi. Aksi unjuk rasa ibu-ibu yang juga melibatkan anak-anak baru berakhir setelah petugas kepolisian berjanji akan menindaklanjuti kasus ini dan menindak tegas oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan.

sumber indosiar.com

Video mesum oknum polisi beredar di Klaten

Klaten kembali heboh dengan beredarnya video mesum. Kali ini, aktor utama dalam film tersebut adalah oknum yang berseragam polisi beserta pasangannya. Berdasarkan informasi yang dihimpun Espos, Rabu (26/11), video mesum tersebut telah beredar luas di masyarakat Klaten.
Peredaran video mesum tersebut sudah berlangsung sejak beberapa hari terakhir. Dan kian marak beredar antar-Ponsel dengan teknologi bluetooth.
Dalam video tersebut, terungkap seragam polisi yang dikenakan berasal dari satuan lalu lintas (Satlantas). Namun, belum diketahui jelas asal oknum berseragam polisi tersebut. Video tersebut berdurasi sekitar dua menit 41 detik. Oknum yang berseragam polisi adalah laki-laki. Sementara pihak perempuan mengenakan kaos oblong warna putih. Dalam video tersebut, logat bahasa yang digunakan terkesan bukan berasal dari Jawa.
Belum bisa memastikan
Peredaran video tersebut mengundang keprihatinan masyarakat setempat. Bobby, 25, warga Klaten Tengah, Klaten mengaku kaget saat melihat video tersebut. Dia merasa kaget karena pelaku dalam video tersebut mengenakan seragam polisi. “Tidak pantas saja,” akunya.
Kapolres Klaten AKBP Tri Warno Atmojo melalui Kasatreskrim AKP Agus Darojat mengatakan pihaknya akan menyelidiki beredarnya video mesum tersebut. Dia juga belum bisa memastikan apakah pelaku memang seorang polisi atau bukan. Mengingat, belum ada identitas jelas dari pelaku. Yang hanya diketahui adalah oknum tersebut mengenakan seragam polisi. “Kami akan menyelidiki kasus tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, di Klaten juga sempat dihebohkan beberapa kali peredaran video mesum. Setelah video mesum yang melibatkan seorang kepala desa di Ceper, juga beredar video mesum yang diduga berasal dari seorang pelajar SMP. Dalam video tersebut, sang aktor masih mengenakan celana biru tua seragam SMP. Adegan itu dilakukan di sebuah kamar berdinding tripleks kayu

sumber klatenonline

Oknum Polisi Tikam Warga Sipil

Keluarga korban menuntut Kapolres Paniai, AKBP Mirzal Alwi memecat oknum anggota polisi, Bripda Dwi Anwar yang menikam Ayub Tebai (21) warga sipil di Enarotali, Selasa (8/12) kemarin.

“Kami tuntut, pecat saja pelakunya,” ujar anggota DPRD Paniai, Yan Steve Tebai saat jumpa pers, siang tadi.
Menurut Ely Boma, saksi, Ayub Tebai dibacok Dwi Anwar dengan pisau sangkur. Delapan tusukan menembus tubuh korban. “Awalnya tidak ada masalah.”
Dituturkan Boma, Ayub jatuh tersungkur dalam selokan berlumpur di Iyaibutu.
Kejadiannya tepat pukul 4.30.00 WIT. “Saat kejadian, ada dua teman. Tapi mereka takut melawan aksi brutal oknum polisi.”
Sebelum ditikam, kata Boma, pelaku melayangkan beberapa pukulan kepada Ayub. Tak menerima pukulan, korban sempat meladeni. Melihat aksi baku pukul itu, Eli datang melerai.
“Ayub terjatuh dalam selokan, kemudian pelaku menikam tubuh Ayub sebanyak 8 kali,” ceritanya
Korban terlihat lemas. Ia langsung dilarikan ke RSUD Paniai. Belum dioperasi, pihak keluarga membawa pulang korban ke rumah.
Luka-luka di sekujur tubuh korban makin parah. Ayub diantar kembali ke rumah sakit. Hingga kini masih menjalani perawatan intensif.
“Sebagai kakak kandung, saya menilai kasus penikaman ini kriminal murni. Karena tanpa alasan yang tidak masuk akal, pelaku mengambil tindakan membabi buta terhadap adik saya. Apalagi tidak ada surat perintah dari Kapolsek Paniai Timur ataupun Kapolres Paniai,” tutur Yan Steve Tebai.
Ia menyatakan, kasus ini harus diproses hingga tuntas. (Markus You)


sumber jubi

Dua Oknum Polisi Ditangkap Semua Diduga Terkait Kasus Narkoba

PALU – Polisi tidak mau main-main dengan masalah Narkoba. Siapapun yang terlibat bakal dilibas, tak peduli kawan sendiri. Seperti yang baru saja dilakukan tim Sat Narkoba Polresta Palu, yang baru-baru ini menangkap tersangka yang kedapatan bersama barang bukti berupa Narkoba jenis sabu-sabu dengan berat mencapai 1 Kg. Tidak tanggung-tanggung, yang dibekuk ternyata masih tercatat sebagai anggota polisi aktif.
Oknum polisi yang dibekuk itu, berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) dengan inisial OM (32). Dari informasi yang dihimpun, Bripda OM ditangkap di rumah kontrakannya akhir pekan lalu. “Dari tangan tersangka saat dilakukan penggerebekan, ditemukan sekitar 1 kg Narkoba jenis sabusabu,”terang sumber yang meminta namanya tidak dikorankan.

Sumber yang merupakan perwira pertama di jajaran Polres Palu itu, menyebutkan tersangka OM adalah residivis kasus yang sama. Penangkapan kali ini, merupakan yang ketiga kalinya. Tersangka dua kali ditangkap anggota Direktorat Narkoba Polda Sulteng dan yang ketiga kalinya, yakni akhir pekan kemarin, OM kembali ditangkap oleh Sat Narkoba Polres Palu.

“Setahu saya, dia (tersangka,red) bertugas di Polres Donggala. Dua tahun lalu sudah dua kali ditangkap anggota Narkoba Polda. Kali ini ditangkap lagi sama anggota Sat Narkoba Polres Palu,” ujar sumber.

Menurut sumber, tersangka OM sebelumnya ditangkap anggota Narkoba juga kasus Narkoba dan berhasil diamankan satu tas Narkoba jenis sabu dan ganja. “Dia itu kan orang Aceh yang tugas di Sulteng dan sering pulang ke kampungnya. Mungkin dia bawa Narkoba khususnya ganja dari Aceh untuk dijual di Sulteng,” ungkap sumber.

Pantauan di ruangan pemeriksaan Sat Narkoba Polres Palu kemarin, tampak beberapa wanita muda duduk menghadap arah utara. Sementara beberapa anggota Sat Narkoba, terlihat meminta keterangan wanita-wanita muda itu. Diduga, wanita-wanita itu terlibat Narkoba dari jaringan oknum polisi OM, yang dibekuk anggota Sat Narkoba Polres Palu.

Kapolres Palu, AKBP Andean Bonar Sitinjak yang dihubungi kemarin (15/12), membenarkan penangkapan oknum polisi terlibat Narkoba oleh anggota Sat Narkoba. Kapolres, juga membenarkan bahwa dari tangan tersangka diamankan barang bukti Narkoba seberat 1 kg.

Mantan Kasat I Dit Narkoba Polda Sulteng itu juga mengakui, jika tersangka OM adalah residivis kasus yang sama dan untuk ketiga kalinya ditangkap dalam kasus kepemilikan dan pengedar narkoba.

“Tersangkanya itu residivis, waktu masih menjabat Kasat I Narkoba Polda, tersangka dua kali saya tangkap. Ini ditangkap lagi sama anggota Narkoba Polres,” ujarnya.

Menurut Kapolres, ia sangat tegas dengan pelaku Narkoba, termasuk apakah ia warga sipil atau oknum polisi sekalipun. “Saya tidak main-main sama kasus Narkoba. Oknum polisi kalau tidak terlibat tetap harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Saya tidak pernah tertutup dengan kasus Narkoba, untuk lebih jelasnya tanya ke kasat Narkoba,” pungkasnya.

Polres Tolitoli, tampaknya juga tidak mau pandang bulu dalam menindak pelaku pengedar Narkoba, meski yang terlibat itu adalah anggota Polisi sekalipun. Polres Tolitoli, baru-baru ini juga menangkap salah seorang oknum polisi dari Polsek Baolan berpangkat Brigadir berinsial Sr. Penangkapan terhadap Sr, dilakukan oleh unit Satuan Narkoba Reskrim Polres Tolitoli.

Kapolres Tolitoli, AKBP Hi Ahmad Ramadhan, yang dikonfirmasi, membenarkan adanya penangkapan salah seorang anak buahnya. Kapolres, menjelaskan ditangkapnya oknum polisi berinisial Sr tersebut, berawal dari tertangkapnya Zbr, salah seorang yang diduga sebagai pengedar dan pengguna Narkoba. Ketika itu, Zbr ditangkap bersama dengan barang bukti, berupa barang plastik kecil berwarna putih yang diduga sebagai bungkus sabu-sabu dan butiran halus berwarna putih yang juga diduga sebagai sisa sabusabu.

“Dari hasil pengembangan, kita peroleh informasi tersangka Zbr kemudian mengaku melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut bersama dengan salah seorang oknum Polisi,”tandas Kapolres.

Berdasarkan informasi tersebut, langsung direspons. Kapolres, mengaku langsung memerintahkan Kasat Serse, Kanit P3D dan Kapolsek Baolan bersama anggota buser lainnya untuk segera menangkap anggota polisi yang disebutkan tersangka Zbr tersebut.

Setelah Rs dintangkap, Kapolres menjelaskan berdasarkan pemeriksaan, tersangka mengaku sudah sebulan tidak menggunakan. Meski demikian menurutnya untuk membuktikan benar salahnya keterangan tersebut Kapolres memerintahkan untuk segerah merampungkan BAP untuk selanjutnya diproses sesuai dengan tahapan hukum agar dibuktikan melalui pengadilan.

“Tidak ada pandang bulu dalam bagi pelaku baik pengguna maupun pengedar, olehnya terhadap anggota kepolisian yang terbukti, kami akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” tegas Kapolres. (ron/yus)

sumber radar sulteng

Usman Hamid: Pimpinan Juga Harus Tanggung Jawab

Jakarta - Ulah oknum polisi yang arogan meresahkan masyarakat. Apalagi kalau main todong atau tembak dengan pistol yang dipegangnya. Padahal tugas polisi yakni melayani masyarakat. Perlu ada hukuman tegas bagi oknum polisi itu termasuk pimpinan.

"Perlu dilihat juga bagaiamana sisi psikologis sensitifitas anggota di lapangan, apakah diperhatikan pimpinan? Bila ada anggota melakukan tindakan hukum, menggunakan senjata api dan melakukan pelanggaran, tanggung jawab juga ada pada pimpinan," kata Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Kekerasan (Kontras) Usman Hamid di Jakarta, Rabu (23/12/2009).

Tindakan yang dilakukan oknum polisi itu, Usman melihat lebih karena sisa-sisa semangat militerisme lalu yang salah kaprah. "Ada semacam residu semangat sisa militer," tambahnya.

Untuk itu, hukuman yang tegas mesti diberikan bagi oknum yang arogan itu, tidak hanya sekadar diberi hukuman dengan aturan pelanggaran kode etik dengan sanksi penurunan pangkat, atau pemecatan saja.

"Harus diperlakukan sama dengan warga yang lain. Yang melakukan tindak pidana yang melakukan pelanggaran hukum, harus juga masuk peradilan umum," tutupnya.

sumber detiknews

Bukan Cuma Dipaku Polisi, Kaki Kasman Juga Dipukuli Pakai Kayu

Korban salah tangkap, Kasman Noho (24), menjalani pemeriksaan perdana terkait kasus penganiayaan yang dilakukan oknum polisi terhadapnya. Kasman yang ditemani ibu dan sepupunya datang ke Polda Gorontalo untuk memberi kesaksian mengenai kasus yang menimpa dirinya.

"Saya gembira karena akhirnya oknum polisi itu akan diproses secara hukum hingga nama saya kembali pulih," kata Kasman yang dianiaya karena dituduh mencuri motor atasannya, Selasa (22/12/2009).

Sebelumnya, ia mengaku tak tahu harus mengadu kepada siapa untuk memperoleh keadilan pascaperlakuan sadis yang diterimanya selama di tahan di Polres Kota Gorontalo. Ia disiksa akibat enggan mengaku telah mencuri motor atasannya karena merasa memang tak pernah melakukan hal tersebut.

Kedua tangannya dipaku di atas meja serta dipukul dengan kayu hingga bengkak di kaki, kepala, dan punggung. Kasus tersebut terungkap saat keluarga korban mengadu kepada wartawan sehingga berita tersebut tersebar dan menghebohkan masyarakat.

Kasman menambahkan, pencurian yang dituduhkan kepadanya akhirnya tidak terbukti karena polisi menemukan motor yang hilang itu di sebuah halaman masjid. Oknum polisi buser berinisial N itu kini ditahan Polda Gorontalo dan akan dikenakan sanksi menurut aturan yang berlaku.

Pihak kepolisian dari kapolres, kapolda, hingga Kapolri memohon maaf atas kejadian tersebut dan berjanji akan memberikan ganjaran setimpal bagi oknum polisi tersebut. Polisi juga membayar biaya perawatan intensif korban di Rumah Sakit Aloei Saboe beberapa waktu lalu.

Meski kondisinya telah pulih, korban mengaku masih kesulitan menggerakkan kedua telapak tangannya.

sumber kompas

“TABRAK LARI” OKNUM POLISI

APARAT kepolisian paling tidak suka terhadap kasus tabrak lari. Tapi oknumnya yang bernama Aiptu Wartadi, 28, justru jadi pelaku tabrak lari. Jangan salah, bukan tabrak lari di jalan raya, melainkan di atas ranjang. Korbannya, Santi, 22, kini terkapar di RS Situbondo lantaran dipaksa menggugurkan kandungannya.
Tiap pak penghulu memberikan khotbah nikah, selalu mengingatkan pada mempelai: jangan lagi suka lirak-lirik pada pada perempuan/lelaki lain. Cakep atau jelek, harus setia pada pasangannya. Jika pengantennya di Jawa Tengah atau Jawa Timur, Penghulu pasti suka mengutip filosofi Jawa: meleka sing amba, banjur merema sing dipet. Maksudnya: selagi mencari pasangan harus seteliti mungkin, tapi setelah dapat tak boleh menduakan cintanya.
Ini dulu juga dialami oleh Wartadi, ketika menjadi pengantin. Kala itu dia juga manggut-manggut sepertinya perhatian sekali pada isi khotbah tersebut. Padahal hati kecilnya sih dia malah berdoa, agar semua tamu cepat pulang dan segera datang malam. Di situlah dia akan menunjukkan ekstitensinya sebagai kaum lelaki. Benar-benar pejantan tangguh, atau sekadar laki-lakian saja.
Kenyataannya, Wartadi yang anggota polisi Polres Situbondo (Jatim) ini memang lelaki tulen dan normal. Terbukti bininya segera hamil dan setahun kemudian sudah ngemban (punya anak). Wah, bahagia sekali mas polisi ini, karena telah berhasil jadi bapak sejati. Apa lagi sang istri selalu mendorong Wartadi dalam bertugas. “Doakan ya Dik, nanti siapa tahu mas jadi Kabareskrim Polri, tapi nggak ketemu manusia macam Anggodo….,” kata Aiptu Wartadi berkhayal.
Akan tetapi setelah Wartadi kenal gadis cantik bernama Santi, dia jadi lupa akan cita-cita dan lupa akan khotbah nikah Pak Penghulu dulu. Dengan pertimbangan sang istri tidak tahu ini, diam-diam dia memacarinya. Tentu saja mengaku masih perjaka tulen, belum pernah menikah. Mungkin melihat penampilan mas polisi yang galant dan simpatik, Santi langsung klepeg-klepeg. Bahkan tak hanya bertekuk lutut, tapi dia berbuka paha juga untuk oknum polisi ini.
Hari-hari selanjutnya semakin intensif saja Aiptu Wartadi memacari dan menggauli Santi, sehingga tak lama kemudian perut sigadis mengembang. Bukan kekenyangan atau mangsuk angin, tapi akibat ada unsur janin di dalamnya. Seperti lazimnya korban kecelakaan lalulintas ranjang, Santi segera mendatangi anggota bayangkara negara tersebut untuk bertanggungjawab dan segera menikahi. “Mumpung perutku belum begitu kelihatan lho Mas….,” imbau Santi.
Sayangnya Aiptu Wartadi ini kelakuannya macam kucing garong. Sewaktu mau mengawini dulu, dia ngoyoooook (mengejar) saja tanpa henti. Tapi begitu sudah jadi, malah tidak mau peduli. Boro-boro siap membawa Santi ke KUA, justru dia bilang tak sanggup jadi suaminya karena sudah punya istri. Padahal sebagai polisi dia tak boleh berbini dua. Maka dengan entengnya dia minta Santi untuk menggugurkannya. Itupun bukan kalimat berhadapan empat mata, tapi melalui telepon dari kota lain.
Andaikan perut ini bisa dipres, mau rasanya Santi menyembunyikan kehamilan itu lebih lama lagi. Tapi ini kan tidak bisa. Mengingat Wartadi tak bisa diharapkan, terpaksa dia mengikuti saran gila tersebut. Dengan minum ramuan tertentu, janin itu memang bisa digelontor, tapi akibatnya Santi mengalami pendarahan hebat. Ketika persoalan ini ditangani pihak RSU Situbondo, skandal itu jadi terbongkar. Atasan Aiptu Wartadi kini sedang menyelidiki kebenaran kasus ini. Bila terbukti, bukan mustakhil Aiptu Wartadi dipecat dari kepolisian.
Yang tinggal hanyalah aib, bukan aiptu lagi.

sumber poskota

Selasa, 22 Desember 2009

Dua Tangan Kasman Dipaku Polisi, Ternyata Salah Tangkap

Korban salah tangkap yang kedua tangannya dipaku polisi, Kasman Noho (24), akhirnya mengadukan atasannya, Imran Hidipu, ke Polda Gorontalo, Selasa (22/12/2009).

Menurut Kasman, meskipun polisi yang menganiaya dirinya telah diberi sanksi, ia baru merasa adil jika pimpinan Koperasi Jaya Lestari tempatnya bekerja diadili.

"Gara-gara bos saya menuduh saya mencuri motornya, polisi menangkap hingga menganiaya saya di tahanan. Oleh karena itu, saya juga melaporkan bos saya atas perbuatan tidak menyenangkan," tukas Kasman.

Kasman menjelaskan, pimpinan koperasi tersebut memang memberikan fasilitas motor untuk menagih pinjaman dari para anggota koperasi. Motor tersebut kemudian digunakannya untuk menghabiskan malam Minggu bersama pacar hingga akhirnya ditemukan hilang di halaman rumah.

Kasman akhirnya melaporkan hal tersebut kepada polisi, tetapi tak digubris. "Besoknya, bos saya juga melapor kalau yang mencuri motor tersebut saya sendiri sehingga saya ditangkap," tuturnya.

Kasus Kasman Noho tersebut sempat menghebohkan masyarakat Gorontalo karena ia disiksa dengan cara dipaku kedua tangannya di atas meja dan dipukuli hingga bengkak nyaris di seluruh tubuh. Ibu korban, Radi Yusuf (40), mengaku baru bisa menemui anaknya di tahanan setelah beberapa kali digagalkan oleh pihak Polres Kota Gorontalo.

"Saya membawa anak saya ke rumah sakit karena kondisinya memang sudah babak belur," katanya. Kini, oknum polisi yang menganiaya Kasman sedang menjalani proses hukum di Polda Gorontalo.

sumber kompas

Senin, 21 Desember 2009

Ditodong Polisi Pakai Pistol, Wanita Melahirkan

Todongkan pistol saat menagih hutang, oknum anggota polisi Polsek Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung, dilaporkan ke Poltabes Bandarlampung, Senin (21/12),sekitar pukul 13.00 WIB.
Ikhsan ,39, warga Jalan Padjajaran, Jagabaya, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung terpaksa melaporkan Bripka Irwan, 30, karena Matalina ,34, istri korban yang sedang hamil tua shock yang mengakibatkan anak yang seharusnya lahir 2 minggu lagi tapi mengalami pendarahan sehingga anak korban lahir secara mendadak dengan kondisi meninggal.
Peristiwa yang menimpa Ikhsan ini, bermula dari kedatangan Bripka. Irwan yang datang menagih uang sebesar Rp.12 juta. Sisa pembayaran hutang kayu racuk sebanyak 12 kubik dengan nilai Rp28 juta kepada Matalina.
Karena Ikhsan sedang tidak berada di rumah, Matalina pun menjelaskan belum bisa membayar sisa pembayaran Rp12 juta tersebut. Namun, Bripka Irwan justru mengeluarkan pistol dan mengancam akan menembak suaminya.
Shock dengan ancaman tersebut, Matalina jatuh pingsan, saat itu Bripka. Irwan pergi dari rumah korban. Ketika baru pulang ke rumah, Iksan terkejut melihat istrinya terkulai dengan kondisi pendarahan . Meski sempat dibawa ke rumah sakit dan melahirkan, anak Ikhsan meninggal meninggal.
“Saya hanya meminta keadilan dengan laporan ini,” ujar Ikhsan saat melapor di Poltabes Bandarlampung.
Kanit P3D Poltabes Bandarlampung, AKP.M. Yamin membenarkan adanya laporan warga tentang oknum anggota Polsek Tanjungkarang Pusat yang menagih hutang dengan cara mengeluarkan pistol. Kasus ini masih diselidiki. . (Koesna/B)

sumber poskota

Polisi Bunuh Sales Ditangkap

Brigadir Mulyadi, oknum anggota Polres Prabumulih yang menjadi buronan Poltabes Palembang, karena terlibat kasus pembunuhan seorang sales obat sejak tiga hari lalu, Senin (14/12) pagi menyerahkan diri.
Tersangka diantar anak dan istri ke Palembang. Mulyadi langsung diperiksa di ruang P3D Poltabes Palembang. Ia mengaku menikam korban, Muhammad Fadil,33, salah seorang sales obat, hingga tewas.
Dia mengaku cemburu, karena korban sering datang ke rumah pacarnya di kontrakan rumah susun Kelurahan 26 Ilir Palembang.
Kapoltabes Palembang, Luckhy Hermawan, Msi, mengatakan, tertangkapnya tersangka lantaran bantuan yang positif dari pihak keluarga. Saat tiba di Stasiun KA Kertapati Palembang, tersangka diringkus. (hasby/B)

sumber poskota

Minggu, 20 Desember 2009

Pelaku Penipuan Dilepas Oknum Perwira Polisi

Seorang oknum perwira polisi dituduh melepaskan tersangka Miki, tahanan dalam kasus penipuan, diadukan korbannya, Tony, pemilik shoowroom mobil ke Propam Polda Metro Jaya.
“Saya minta AKP HLB, perwira yang menangani kasus tersangka Miki diproses secara hukum karena telah melepaskan pelaku penipuan,” kata Tony saat mengadu di Propam Polda Metro Jaya beberapa hari lalu.
Menurut Tony, dirinya meragukan kebenaran surat sakit yang dikantongi Miki dari RS Polri Kramatjati. Sebab, untuk menyatakan dia sakit atau tidak, Polri harusnya memiliki rekomendasi dari ruimah sakit lainnya sebagai pembanding.
Sebelum Miki mendapat surat sakit dari RS Polri, Miki sempat ditetapkan Polres Metro Jakarta Selatan sebagai DPO atas pengaduan Tony, pemilik showroom mobil di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Surat DPO bernomor 34/VI/2009/Reskrim Jaksel ditandatangani Kasat Reserse Polres Jakarta Selatan Kompol Subandi, tanggal 15 Juni 2009.
Dalam laporannya, Miki dituduh telah membawa kabur mobil Nissan X Trail miliknya dan menggelapkan uang sebesar Rp 980.000.000, yang menjadi modal mereka selama bermitra dalam usaha penyewaan tongkang untuk alat-alat berat. Atas laporan tersebut, Miki ditangkap Polda Metro Jaya setelah kasusnya diambil alih Satuan Keamanan Polda Metro Jaya dari Polres Jakarta Selatan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Drs Boy Rafli menjelaskan, tidak benar Miki dibebaskan dari tahanan Polda Metro Jaya. “Kasus Miki tetap diproses secara hukum,” kata Boy Rafly.

sumber poskota

Todongkan Pistol, Pewira Polisi Dilaporkan ke Polda Metro

Mantan Kasat Reskrim Polres Kabupaten Tangerang, AKP Dewa Wijaya dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Perwira polisi ini dituding menodongkan pistol kepada warga sipil saat akan menemui notaris di Tangerang, Rabu (16/12) sore.
Sabungan Pandiangan, SH, kuasa hukum Niniek Sri Rejeki, menjelaskan peristiwa ini terjadi sekitar Pk.16.00 di kantor Niniek di Perumahan Lippo Karawaci, Tangerang. “Saat itu Pak Dewa ingin bertemu Niniek. Namun, Niniek belum datang hingga membuatnya menunggu cukup lama. Rupanya hal ini membuatnya kesal,” kata Sabungan, Jumat (18/12) sore.
Tanpa diduga, AKP Dewa Wijaya mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke perut asisten Niniek, Febrian Hidayat. “Ia langsung bilang, Niniek selingkuh sama adik iparnya. Karuan saja Febrian ketakutan. Ia langsung melaporkannnya ke Niniek setelah Niniek datang,” ungkap Sabungan dalam keterangan pers.
Tidak terima dengan perlakuan tersebut, Niniek Sri Rejeki melaporkan ulah mantan Kapolsek Serpong ini ke Yanmas Polda Metro Jaya dengan nomor LP 3643/K/XII/2009/SPK Unit-I dan 3644/K/XII/2009/SPK Unit-I. Sang polisi dianggap telah memfitnah dan menistakannya. Selain itu, Febrian yang menerima todongan pun melaporkan ulah Dewa ke Polda Metro Jaya.
Menurut Sabungan, kliennya terpaksa melaporkan kasus tersebut agar polisi tidak bersikap arogan terhadap warga sipil. Pada kesempatan itu, Niniek membantah dia berselingkuh dengan adik ipar Dewa Wijaya. “Saya sudah delapan bulan tidak pernah ketemu dengan Dewa Wijaya,” kata Niniek.
TANYAKAN AKTE
Kepada wartawan, AKP Dewa Wijaya menjelaskan kedatangan ke kantor Niniek untuk menanyakan masalah akte perusahaan PT Paradima yang terkait dengan keluarganya, I Gusti Ngurah Putra. “Akte tersebut dibuat Niniek. Saya tidak pernah ngomong tentang masalah selingkuh, tetapi masalah akte,” katanya.
Terkait laporan penodongan, dia tidak bersedia menjelaskan karena masih menunggu pemeriksaan di Polda Metro Jaya. “Saya serahkan semuanya pada atasan di Polda,” tandasnya.
LAPORAN SUDAH DIPROSES
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Drs. Boy Rafly menjelaskan polisi sudah memproses laporan pengaduan dari seorang warga yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seorang oknum anggota Polri.
Bila nantinya, oknum itu terlibat bersalah tentunya akan diproses secara hukum sesuai dengan perbuatannya. “Kita belum tahu apakah polisi yang bersangkutan bersalah atau tidak. Lebih baik kita lihat hasil pemeriksaan yang dilakukan Provost Polda Metro Jaya,” kata Boy Rafly. (C3/edi/yp/j)

sumber poskota.co.id

Tersandung Kayu, Kapolres Kotawaringin Timur Dicopot

Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Sigit Priyono berserta dua perwira bawahannya dicopot dari jabatannya karena tersandung kasus pembalakan liar.

"Sudah selesai diputus oleh Propam (Profesi dan Pengamanan) Polri bahwa mereka harus demosi, tanpa jabatan," kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Brigadir Jenderal (Pol) Damianus Jackie di Palangkaraya, Sabtu (19/12/2009).

Pencopotan Bambang diikuti pencopotan dua bawahannya, yakni Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kotim Ajun Komisaris Polisi (AKP) Muhammad Rommel, dan Kepala Satuan Intelijen Polres Kotim AKP Adi Winanto.

Ketiganya, kata Kapolda, dicopot karena terbukti terlibat pembiaran kasus pembalakan liar (illegal logging) di wilayah Sungai Mentaya, Kabupaten Kotawaringin Timur, pada Agustus lalu.

Kasus pembalakan liar itu terbongkar setelah tim khusus dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia terpaksa diterjunkan langsung menangkap 10 kapal bermuatan kayu ilegal yang terdiri dari sembilan kapal layar motor dan satu kapal imbal berukuran lebih kecil.

Kapala Polda menegaskan, keputusan pencopotan itu sudah final, meski saat ini ketiganya masih aktif menduduki jabatan masing-masing sembari menunggu kegiatan serah terima jabatan yang juga segera dilaksanakan.

"Mereka masih kami beri kesempatan selesaikan sisa pekerjaannya. Sebelum akhir tahun ini, saya pastikan sudah serah terima dengan pejabat yang baru," kata Damianus tanpa menyebutkan nama calon pengganti ketiganya.

Damianus mengatakan, kebijakan pencopotan itu diambil setelah melewati tahapan prosedur Propam Polri, termasuk klarifikasi hingga pembuktian keterlibatan ketiganya dalam kasus itu. Pencopotan juga merupakan langkah pembenahan internal kepolisian terhadap para anggotanya yang terlibat kasus sebagaimana arahan Kepala Polri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri untuk mencopot anggota yang dinilai tidak becus melaksanakan tugasnya.

"Memang harus seperti itu (dicopot) agar jangan sampai ada kesan pembiaran terhadap kasus pembalakan liar," katanya.

sumber kompas

Sabtu, 19 Desember 2009

Nyabu Bersama Polisi, Direktur Teknik PDAM Ditangkap

Polisi dari jajaran Polsek Lubuk Begalung (Lubeg) menangkap Direktur Teknik (Dirtek) PDAM Padang terlibat narkotika jenis sabu-sabu di Komplek Perumahan Plam Griya Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang. RL, Dirtek PDAM Padang adalah warga Komplek Plam Griya Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang.

Kasat Reskrim Polsek Lubuk begalung, Ipda Roy Noer, di Padang mengatakan, penangkapan Dirtek PDAM Padang yang terlibat sabu-sabu tersebut dilakukan Satuan Reskrim Polsek Lubek. "Selain menangkap Dirtek PDAM Kota Padang, Satuan Reskrim Polsek Lubek juga membekuk oknum dari anggota Polri yang bersama-sama dalam rumah tersebut", ujarnya.

Polisi masih merahasiakan siapa nama oknum dari anggota kepolisian yang terlibat sabu-sabu bersama dengan Dirtek PDAM Padang tersebut.

Ia menambahkan, para tersangka terkejut saat melihat anggota Satuan Reskrim Polsek Lubek tiba-tiba masuk ke dalam rumah. "Sementara itu para tersangka juga berniat mau membuang semua barang bukti terletak di atas meja yang berada dalam ruang tamu," ujarnya.

Ia mengatakan, awalnya Satuan Reskrim Polsek Lubek mendapat informasi, ada buronan yang lari ke Komplek Perumahan Plam Griya, kemudian masuk ke salah satu rumah warga Blok D N.11 yang berada di Komplek tersebut.

"Setelah mengepung buronan yang masuk dalam rumah Blok D komplek Plam Griya, ternyata bukannya buronan pelaku pencurian yang kita cari, tetapi Dirtek PDAM Padang bersama oknum polisi," katanya.

Ia menambahkan, pelaku bersama oknum polisi terkejut melihat kehadiran anggota Satuan Reskrim Polsek Lubek masuk rumah. "Mereka ini kita tangkap ketika mau pesta sabu-sabu di ruang tamu rumah Dirtek PDAM tersebut", katanya.

Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa satu paket sabu-sabu, alat penghisap, serta alat pembakar. Para terangka dapat dijerat dengan Undang-Undang No.35 tahun 2008 tentang penyalahgunaan narkotika dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

sumber kompas

Jumat, 18 Desember 2009

Polisi Aniaya Guru, Jalani Sidang Kode Etik

Oknum polisi yang diduga menganiaya Irham Mahmud guru SDN 1 Lampeuneurut Kabupaten Aceh Besar, menjalani sidang kode etik kedisiplinan di markas Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Banda Aceh, Jumat (18/12).

Kedua oknum polisi, Briptu MN dan Briptu RS menjalani sidang yang digelar Unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakan Displin (P3D) beserta empat saksi yang juga para tahanan di sel Poltabes.

Sidang dipimpin AKBP Cahyo Dudi Siswanto, didampingi Sekretaris sidang Rizal, Pendamping pimpinan Iptu Sulaiman M, Penuntut Iptu Zulkarnain, dan Pendamping Rizal Antoni terbuka untuk umum dihadiri korban dan pihak PGRI Aceh dan Aceh Besar, serta Kepala sekolah tempat korban mengajar.

Dalam sidang itu, kedua oknum polisi itu mengakui pemukulan dan tindak kekerasan yang mereka lakukan terhadap Irham.

Irham Mahmud ditahan karena laporan keluarga WH, murid kelas empat SDN 1 Lampeuneurut dengan tuduhan pencabulan.

Pemukulan dan penganiayaan yang dilakukan MN dan RS diakui keduanya hanya sebagai pelampiasan kekesalan. Irham dipukuli di luar jeruji tahanan sambil diinterogasi RS.

Pengakuan MN di depan sidang, mereka membenarkan pemukulan yang diungkapkan para saksi tersebut. Kedua oknum polisi itu mengaku menampar wajah Irham dan menghantam kepalanya ke terali besi.

Di akhir keterangannya, keduanya mngakui penyesalan mendalam atas apa yang dilakukan terhadap Irham, guru bantu yang mengajar mata pelajaran olahraga itu.

Kedua oknum polisi itu dijatuhkan vonis enam tuntutan komulatif, meliputi sanksi administrasi, penundaan kenaikan pangkat, penundaan melanjutkan pendidikan, serta ditahan berupa kurungan selama 21 hari.

Kapoltabes Kombes Pol Armensyah Thay mengatakan, pihaknya akan menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran hukum dan benar-benar melakukan perubahan.

"Memang tidak mudah melakukan perubahan tapi kita terus memulai dan kita tidak main-main melakukan perubahan," kata Kapoltabes.

sumber kompas

"Markus" Tumbuh Subur di Polri

Para pemimpin lembaga hukum di Indonesia banyak terlibat skandal korupsi, sehingga sulit memberantas mafia hukum di institusi penegakan hukum. Institusi Polri, misalnya, salah satu yang sangat marak dengan mafia hukum.

Namun, para pimpinan di lembaga ini banyak terindikasi terlibat skandal korupsi, sehingga tidak bisa memberantas mafia hukum. Hal itu dikatakan pengamat kepolisian dari Indonesian Police Watch Netta S Pane dalam diskusi tentang Pemberantasan Mafia Hukum di Jakarta, Selasa (15/12.

Dia tidak yakin lembaga kepolisian bisa memberantas makelar kasus (markus) yang berakar rumput di sana. Orang seperti Anggodo Widjojo, katanya, secara terang benderang terlibat markus, ternyata tidak ditangkap polisi.

Selain itu, pejabat kepolisian yang disebut-sebut dalam rekaman Anggodo dan diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi, juga tidak disentuh. "Transparansi Internasional Indonesia (TII) menegaskan, kalau kepolisian sebagai lembaga terkorup, namun sampai sekarang belum ada langkah untuk membenahi lembaga ini," tandasnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengakui adanya markus yang tumbuh subur di institusi Polri. Yang lebih parah, katanya, adalah markus dalam bentuk modus Mickey Mouse Lawyer. Modus ini dipraktikkan para pengacara yang memiliki gelar hukum, namun tidak paham hukum.


Tidak Paham

Pengacara seperti itu, katanya, tidak bisa beracara di pengadilan, karena memang tidak paham hukum. Namun, mereka rata-rata memiliki hubungan khusus, baik berupa kekerabatan maupun pertemanan, dengan aparat penegak hukum. Mereka bisa dimainkan atau memainkan aparat penegak hukum.

"Dengan cara seperti itu, satu kasus yang sedang ditangani kepolisian bisa dihentikan atau paling tidak orang yang sedang diusut diberikan penangguhan penahanan. Padahal, dari bukti-bukti yang ada, tersangka harus dimasukkan ke penjara," katanya.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuty menilai, pemerintahan SBY tak serius memberantas korupsi. Presiden SBY, ujarnya, lebih banyak beretorika ketimbang berkarya. "Presiden tidak menindak dengan segera bawahannya yang melanggar hukum," katanya.

Praktisi hukum Djazuni meragukan efektivitas pembentukan satgas pemberantasan mafia hukum itu. Menurutnya, satgas seperti itu tidak akan efektif, karena selalu ada resistensi dari institusi penegak hukum terhadap laporan kebobrokan aparatnya. "Susah. Apalagi, selama masih ada resistensi dari para pimpinan lembaga penegak hukum yang juga korup," ujarnya.

Ia menceritakan, dirinya harus berjuang keras melawan alasan-alasan aparat hukum untuk tidak menangani kasus yang sedang ditanganinya. Saat itu, dirinya menangani kasus penipuan bernilai ratusan juta rupiah di Cikarang, Bekasi. Polres Metro Bekasi menolak laporan itu dengan alasan belum memenuhi unsur-unsur tindak pidana. [J-11]

sumbber suara pembaharuan

Kamis, 17 Desember 2009

Oknum Polisi Suruh Pelajar Curi Motor Teman

Seorang pelajar sekolah kejuruan di Kota Jambi bernama RE nekad melakukan aksi pencurian sepeda motor milik teman sekolahnya karena disuruh oleh seorang oknum polisi dengan janji akan diberikan sejumlah uang.

RE (16) saat diamankan polisi di Polsekta Kotabaru Jambi, Selasa mengakui, dirinya nekad mencuri motor temannya di SMKN 3 Kota Jambi karena disuruh anggota polisi dengan janji akan dibayar sejumlah uang bila bisa mencuri sepeda motor jenis Suzuki FU.

Sebelum melakukan aksinya sehari sebelumnya tersangka RE meminjam sepeda motor temannya bernama Debi Hariyanto dan saat dibawa pelaku menggandakan kunci kontak sepeda motor milik korban agar bisa dengan mulus melakukan aksi tersebut.

Setelah mendapatkan kunci duplikat tersebut keesokan harinya tersangka nekad mengambil sepeda motor temannya yang berada diparkiran sekolah dengan menggunakan kunci duplikat yang dipegangnya.

Kasus ini terungkap setelah korban Debi melaporkan kejadian kehilangan sepeda motornya di sekolah dan kemudian polisi mengembangkan kasus tersebut dan berdasarkan informasi terakhir bahwa sepeda motornya dipakai pelaku.

Kapolsek Kotabaru AKP Iwan Sayuti mengaku masih meragukan pengakuan tersangka yang menyatakan tindakan yang dilakukannya atas perintah oknum polisi karena saat ditangkap sepeda motor tersebut berada di rumah pelaku.

Tersangka RE ditangkap polisi pada Sabtu 12 Desember lalu, di rumahnya di perumahan Vila Kenali Jambi Blok C No23 Kelurahan Mayang Mengurai, Kota Jambi pada pukul 16:00 WIB.

Saat ditangkap di rumahnya, tersangka mengakui perbuatannya dan barang bukti sepeda motor temannya tersebut disembunyikannya di dalam rumah dalam keadaan utuh dan belum dijual pelaku.

Dalam pemeriksaan tersangka mengakui telah mengambil sepeda motor tersebut dengan cara menggandakan kunci motor milik temannya tersebut dan barang bukti itu kini diamankan penyidik kepolisian.

RE kini diamankan polisi dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencurian sepeda motor (curanmor) sesuai pasal 363 ayat 1 ke-5 huruf e KUHP.

Sementara itu Polsekta Kotabaru Jambi juga mengamankan tiga orang tersangka lainnya dalam kasus pencurian sepeda motor di kawasan Mayang Mengurai pada 13 Desember lalu.

Ketiga pelaku pencurian sepeda motor tersebut ditangkap pada tempat yang berbeda yakni AS (18), IS (18) dan RA (19) karena mencuri sepeda motor merek Suzuki FU di salah satu warung internet (Warnet) di kawasan Mayang Jambi.

Dalam pengakuan ketiga pelaku, mereka melakukan aksi ini bersama empat orang dan di antaranya dua ditangkap di Kota Jambi dan satu di Kualatungkal, Kabupaten Jabung Jabung Barat dan satu lagi AN masih dalam pengejaran karena kabur sebelum ditangkap.(*)

Paksa Mengaku Mencuri, Polisi Dilaporkan ke Propam

Cara-cara polisi melakukan pemeriksaan kembali dipersoalkan. Hari ini, Kamis (17/12/2009), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta melaporkan empat anggota Kepolisian Resor Kabupaten Tangerang kepada petugas Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).

Anggota polisi itu dilaporkan karena melakukan pemaksaan kepada Dewi Senggani yang dituduh melakukan pencurian. Selain anggota Polsek Tiga Raksa, PBHI juga melaporkan tiga orang sipil berkait kasus itu.

"Kami melaporkan tiga orang dan Komandan Tim Buser Polres Tiga Raksa (maksudnya Polres Metro Kabupaten Tangerang--Red)," kata kuasa hukum Dewi, Supriadi Sebayang, seusai menemani korban membuat laporan ke SPK Polda Metro Jaya, Kamis ( 17/12/2009 ).

Dewi menceritakan, kejadian bermula saat ia mencari kontrakan di daerah Cukang Galih, Kabupaten Tanggerang. Ia pun mendapat informasi dari temannya berinisial Ax mengenai kontrakan milik Zn yang akan dioper kontrak. Atas tawaran itu, ia dan Ax lalu melihat ke lokasi. "Zn saat itu ngga ada di rumah, jadi ngga bisa negosiasi harga. Terus kita pulang," jelas dia.

Setelah itu, kata Dewi, ia ditelpon oleh Ax bahwa Zn telah kehilangan uang Rp 2.700.000 dan emas 18 gram di dalam kontrakan, serta menuduh Dewi sebagai pencuri. "Saya bilang ngga ambil. Ketika masuk saya tidak lihat uang dan perhiasan. Saya masuk juga ditemani Ax," ucapnya.

Pada tanggal 10 Desember, Dewi kembali ditelpon oleh Ag, teman Ax yang menawarkan kontrakan. Ia pun mendatangi lokasi bersama Ag. "Pas tiba, ternyata ada Ax, Zn, dan istrinya Ela. Mereka paksa saya mengaku mencuri. Saya ditendang sama Ax," cerita dia.

"Sorenya datang tujuh orang anggota buser dari Polres Tiga Raksa (Tangerang Kabupaten--Red). Mereka paksa saya naik ke mobil. Saya dibawa muter-muter, terus dibawa ke Pos Pol Panongan. Disitu saya dibentak-bentak, disuruh mengaku mencuri. Dia bilang 'kemana kamu jual emas itu, kamu dapat berapa, kamu sindikat ya'," jelas dia.

Tidak hanya itu, menurut Supriadi, Dewi juga disekap hingga pukul 2.00 pagi. Salah satu polisi yang melakukan penyekapan adalah Komandan Tim Buser Polres Tangerang Kabupaten dengan inisial Aipda DR. Tak tahan ancaman dan intimidasi, akhirnya Dewi terpaksa mengaku.

"Saya dipaksa buat surat pernyataan untuk mengganti seluruh uang selama dua bulan. Motor dan surat-surat saya ditahan Zn untuk jaminan," ucapnya.

sumber kompas

Selasa, 15 Desember 2009

Komnas Perlindungan Anak: Ini Tanggung Jawab Polsek Koja

Pihak kepolisian harus menanggung biaya pengobatan remaja korban penembakan oleh polisi Koja, Muhammad Rifky, sampai sembuh.

"Karena ini tanggung jawab Polres, dalam hal ini Polsek Koja ya. Pembiayaan harus ditanggung kepolisian, Polsek Koja," ujar Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait seusai menjenguk Rifky di Rumah Sakit Polri Jakarta, Selasa (15/12/2009).

Selain memperjuangkan pembebasan biaya untuk Rifky, Arist juga berpendapat bahwa pihak kepolisian harus dituntut atas tindakannya menembak Rifky. Penembakan itu, menurutnya, melanggar hukum. Pihak keluarga pun, kata dia, harus menerima ganti rugi atas peristiwa ini.

Muhammad Rifky ditangkap Polsek Koja karena berkelahi dengan temannya. Dalam proses penangkapan, polisi menembak kaki Rifky tanpa sepengetahuan pihak keluarga. Pihak keluarga baru mengetahui perihal penangkapan Rifky hampir tiga bulan kemudian.

sumber : kompas

Komnas Anak: Ini Arogansi Polisi

Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, peristiwa penembakan Muhammad Rifky (15) oleh oknum kepolisian Polsek Koja adalah bentuk arogansi polisi.

"Arogansi polisi dan tindak pidana karena yang salah tidak harus ditembak, harus ada proses hukum. Saya kira ini keadaan yang berlebihan, ini bukan binatang," ujarnya seusai menjenguk Muhammad Rifky di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, Selasa (15/12/2009).

Arist menegaskan, proses hukum terhadap kasus ini harus diperjelas. "Harus ditanya jelas, sudah divonis lima bulan kok tidak dibawa ke LP? Namun, masih di Polsek Koja? Selain itu, ini juga minimal didampingi orangtua, ada bantuan hukum. Namun, itu tidak diberikan oleh polisi," ujarnya.

Seperti diberitakan, pihak keluarga remaja korban penembakan oleh oknum polisi Polsek Koja baru mengetahui perihal penangkapan dan penembakkan korban hampir tiga bulan setelah penangkapan.

Terlebih pihak keluarga mengetahui peristiwa tersebut dari kawan korban, bukan dari pihak kepolisian. Hingga berita ini diturunkan, Muhammad Rifky masih dirawat di ruang ICU rumah sakit Polri seusai menjalani operasi.

sumber : kompas

Kapolda: Kasus Penembakan Koja Sedang Diusut

Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Wahyono mengatakan, pihaknya sedang menyelidiki kasus penembakan terhadap seorang bocah bernama MR (15) di Koja, Jakarta Utara, yang diduga dilakukan oleh oknum polisi Polsek Metro Koja.

"Pasti akan kami tindak lanjuti. Mekanisme sistem sedang bekerja sekarang. Akan kami tegakkan aturan," ucap dia di Polda Metro Jaya, Selasa (15/12/2009).

Kapolda mengaku baru mengetahui kasus itu pagi tadi. Dia mengatakan belum mengetahui apakah ada kesalahan prosedur dalam kasus itu. Setelah proses penyelidikan selesai, pihaknya akan menjelaskan kepada publik terkait masalah itu.

"Lagi diperiksa. Nanti akan kami jelaskan. Kami akan dalami itu, jangan sampai nanti ada image semua polisi begitu," ucap Wahyono.

Menurut dia, sebagai manusia biasa polisi wajar melakukan kesalahan. "Kalau ada kasus, wajar itu. Tapi bukan berarti diiyakan institusi. Kami harus teliti betul dan beri tindakan yang obyektif, karena institusi tidak pernah beri instruksi itu," ujar Wahyono.

Seperti diberitakan, penembakan terjadi hanya karena perkelahian antara korban dan kawannya berinisial AC (20) di jalan Yos Sudarso, Koja. Mereka berkelahi lantaran berebut menadah bensin dari mobil tangki Pertamina.

Akibat perkelahian itu, AC menderita luka di kepala. Setelah itu, MR melarikan diri ke Bekasi. Pelarian itu karena MR tahu bahwa AC memiliki saudara yang anggota polisi. Kemudian polisi mengetahui keberadaan korban dan menangkapnya. Selanjutnya korban dibawa ke Sunter Podomoro, lalu ditembak betis kanannya.

Penembakan terjadi tiga bulan lalu. Keluarga korban baru mengetahui 2,5 bulan setelah penembakan.

sumber kompas

Mahasiswi UNM Dipukuli Polisi

Mahasiswi Universitas Negeri Makassar (UNM) Cabang Mamuju, Sulawesi Barat, Fitriyanti, dianiaya salah seorang oknum aparat Polres Mamuju, Ed. Peristiwa penganiayaan tersebut terjadi sekitar, pukul 24.00 wita, Minggu Malam, di salah satu kafe di Jalan Yos Sudarso, yang terletak di Pantai Manakkarra Mamuju.

Menurut Accang, salah seorang warga, penganiayaan tersebut terjadi karena Ed tidak terima tunangannya Emha dibawa keluar malam oleh Fitrianti ke salah satu kafe di Pantai Manakkarra Mamuju. "Edward tidak terima tunangannya dibawa keluar malam oleh Fitrianti, kemudian Edward mendatangi Fitriyanti dan Emha yang sedang berada duduk-duduk di kafe Pantai Manakarra, kemudian bertengkar mulut dengan Fitriyanti," ujarnya.

Ia mengatakan, setelah bertengkar dengan Fitriyanti tiba-tiba Ed kemudian memukul muka Fitriyanti, yang mengakibatkan korban terjatuh, dan Ed membawa tunangannya pergi meninggalkan Fitriyanti di kafe Pantai Manakarra.

Korban yang tidak terima dipukul, dengan dibantu warga yang ada di sekitar kafe Pantai Manakkarra kemudian melaporkan penganiayaan tersebut ke kantor polisi.

Di Mapolres Mamuju, Fitriyanti yang merasa sakit di bagian kepalanya setelah dipukul mengaku tidak menerima dengan perlakuan Ed tersebut. "Saya tidak bisa terima diperlakukan seperti ini, orang tua saya tidak pernah memukul saya, apalagi orang lain," ujarnya.

Laporan penganiayaan terhadap mahasiswi tersebut kemudian diterima petugas jaga Mapolres Mamuju, Eman, untuk ditindaklanjuti.


sumber kompas

Minggu, 13 Desember 2009

Mabes Polri Selidiki Kasus Rengas

Kasus bentrok warga Desa Rengas, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, dengan anggota Brimob Polda setempat yang terjadi Jumat lalu, saat ini sedang diselidiki pihak Propam Mabes Polri.

Kepala Divisi Propam Mabes Polri, Irjen Pol Oegroseno, di Indralaya, Jumat (11/12), mengatakan, pihaknya sengaja datang ke tempat kejadian perkara guna mencari fakta sebenarnya, agar kronologis kejadian bisa diketahui secara detail.

Pihaknya akan mendengarkan keterangan dari berbagai pihak, baik masyarakat yang menjadi korban penembakan, Brimob, maupun pihak PTPN VII Cinta Manis.

Jika memang ada pelanggaran, pihaknya tak segan-segan menegakkan aturan dengan memberikan sanksi kepada pelaku, sesuai dengan hukum yang berlaku, mulai dari pelanggaran profesi, disiplin, protab, etika, hinggga pidana.

Menurutnya, sejauh ini belum dapat memberikan kesimpulan apa pun, karena masih diperlukan keterangan dari berbagai saksi. Soal banyaknya selongsong peluru yang ditemukan warga di lokasi kejadian, Oegroseno membenarkan hal itu.

"Memang selongsong peluru karet panjang seperti proyektil, tetapi kalau selongsong pendek tidak ada peluru karet, namun yang ditemukan semua selongsong peluru karet," katanya lagi.

Saat dia ini belum menyimpulkan apa pun, karena kasusnya masih diselidiki. Selama beberapa jam di Rengas, jenderal polisi berbintang dua itu sempat mewawancarai korban penembakan.

Dia juga melihat secara langsung hasil tembakan peluru oknum Brimob terhadap motor warga dan mengunjungi lokasi Rayon 6 PTPN VII Cinta Manis bekas pembakaran amukan massa.

Sementara warga Rengas II, Bustari, yang terkena tembakan peluru karet pada bagian perutnya, mengaku, tidak hanya perutnya yang terkena tembakan, tetapi juga kepalanya hampir tembus peluru, dan beruntung saat mengendarai sepeda motor pelurunya hanya mengenai helm, kap depan dan sayap motor saja.

sumber kompas

Warga Dirawat Setelah Ditembak Oknum Polisi

Budi (25), warga Desa Pajalele, Pasang Kayu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat terluka parah dan dirawat di rumah sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, setelah ditembak orang tidak dikenal diduga oknum polisi.

Penembakan terjadi Kamis malam (10/12) sekitar pukul 23:30 WITA usai pesta pernikahan seorang warga di Kota Pasang Kayu, Mamuju Utara.

Hj Salma Rahman (51), tante korban kepada wartawan hari ini mengatakan, korban yang ketika itu menonton hiburan di pesta perkawinan tiba-tiba didatangi pelaku yang meminta korek api.

Entah karena apa, orang yang diduga oknum polisi itu tersinggung dan menembak korban hingga pelurunya menembus usus besar, padahal korban sudah memenuhi permintaan pelaku.

"Namun sebelum ditembak di bagian perut, korban juga sempat diancam akan ditembak dengan menodongkan senjata api miliknya ke kepala korban," kata Salma.

Pelaku diduga saat itu tengah dalam pengaruh minuman keras.

Melihat korban terluka dan sempat tidak sadarkan diri, sejumlah warga kemudian melarikannya ke RSU Bhayangkara Palu untuk mendapat pertolongan.

Sementara pelaku melarikan diri usai menembak Budi.

Menurut pihak RS Bhayangkara, korban Budi mengalami luka cukup serius di bagian perutnya akibat peluru yang menembus usus besarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Mamuju Utara, Yaumil, mengatakan, jika pelakunya benar adalah oknum polisi, maka hal itu harus diproses hukum dan tidak pantas menjadi aparat yang seharusnya memberikan contoh yang baik.

Dia menyatakan, polisi seharusnya sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat, tetapi kenapa justru melakukan perbuatan yang menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat.

Yaumil juga meminta kepada pimpinan Polri di wilayahnya agar segera mengusut tuntas kasus penembakan warga sipil tersebut secara terbuka dan transparan ke publik, demi tegaknya supremasi hukum di Tanah Air.

Secara terpisah, Kapolres Mamuju Utara AKBP Drs Kamaruddin MSi yang dikonfirmasi ANTARA per telepon dari Palu membenarkan adanya penembakan terhadap warga sipil tersebut.

Namun Kapolres Kamaruddin, enggan berkomentar saat ditanya siapa pelakunya.

"Kejadiannya memang benar ada, tapi kalau siapa pelakunya itu kita masih cek dulu karena kebetulan saya sekarang berada di Makassar," kata dia.


sumber antara

Sabtu, 12 Desember 2009

Citra Kinerja Polisi Didominasi Kekerasan dan Korupsi

Pemukulan sejarawan Universitas Indonesia JJ Rizal oleh oknum polisi di Depok menambah catatan buruk kinerja Kepolisian Indonesia. Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, kasus ini melengkapi catatan kepolisian yang didominasi isu perilaku kekerasan dan koruptif.

"Fenomena ini yang dominan kami cermati dari kasus-kasus yang ada," katanya dalam diskusi mingguan Trijaya FM di Warung Daun Cikini, Sabtu (12/12). Oleh karena itu, yang kini harus diperjuangkan oleh pemerintah dan masyarakat sipil adalah mendorong reformasi total di tubuh kepolisian, mulai dari sistem rekrutmen, hingga pengawasan dan pembinaan.

Emerson menyoroti kasus salah pukul yang dialami Rizal mungkin saja bisa selesai karena dirinya dekat dengan media atau berasal dari kalangan akademisi. Akan tetapi tidak terbayangkan kalau itu terjadi pada orang biasa. "Lagipula, kalau preman menganiaya saja diproses, apalagi polisi. Harusnya ditindak tegas,," tandasnya.

JJ Rizal yang juga hadir dalam diskusi itu menyesalkan bahwa kasus yang menimpanya justru dilakukan oleh oknum dari institusi yang paling sering kontak dengan masyarakat. "Ternyata, menurut data Komnas HAM, pelanggaran HAM di 2008 itu paling banyak dilakukan oleh polisi. Kasus saya ini refleksi pendidikan dasar di polisi itu sudah rusak," ujarnya.

sumber kompas

Propam Segera Periksa Anggota Polres Probolinggo

Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Resor Probolinggo akan memeriksa Brigadir Satu In. Pemeriksaan dilakukan menyusul peristiwa tertembaknya Slamet, warga Desa Palang Besi, pelaku perjudian dadu dalam penggerebekan yang dilakukan Jum’at dini hari (11/12). Akibat tembakan itu, Slamet terluka.

Kepala Polres Probolinggo, Ajun Komisaris Besar Ai Afiandi kepada wartawan mengatakan, satu orang polisi akan diperiksa terkait dengan peristiwa penggerebekan yang memakan korban luka cukup serius di beberapa bagian tubuhnya.

Menurut Ai, tertembaknya Slamet ini lantaran peluru nyasar dari senjata anggotanya. Dia menceritakan, ada lima orang anggota yang melakukan penggerebekan.
Suasana sekitar tempat penggerebekan saat itu agak gelap. Sebelum penggerebekan ada tembakan peringatan sebanyak empat kali. Tembakan peringatan tersebut tampaknya membuat para penjudi panik hingga berlarian. Dalam suasa panik tersebut, In tertabrak salah satu penggerebek hingga jatuh dan senjatanya meletus. Letusan senjata itu ternyata mengenai korban.

Berkaitan dengan luka lainnya di beberapa bagian tubuh korban, Ai mengatakan masih menunggu laporan dari Propam.

Seperti diberitakan penggerebekan kalangan judi dadu di Kecamatan Lumbang mengakibatkan Slamet mengalami luka cukup serius. Ditemukan benda asing yang bersarang di bagian kepala korban, tiga jari kaki luka terputus. Sedang muka atau wajah korban mengalami bengkak-bengkak.

Dalam penggerebekan di lahan milik Lasmini ini, polisi juga menangkap Sutono, bandar judi dadu itu. Sebelum melakukuan penggerebekan tersebut, polisi sebenarnya telah melakukan tembakan peringatan sebanyak empat kali.

sumber tempointeraktif.com

Jumat, 11 Desember 2009

Komandan Brimob Diduga Menyalahgunakan Wewenang

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Oegroseno menduga ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Komandan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Selatan dalam tragedi penembakan petani di Kabupaten Ogan Ilir.

Hari ini Propam memeriksa sepuluh anggota Brimob yang melakukan penembakan pada Jumat pekan lalu.

Untuk sementara, hasil pemeriksaan menunjukan bila penempatan Brimob di lokasi pondokan petani Desa Rengas, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan itu sudah sesuai dengan prosedur, yakni untuk mendukung penertiban pondokan petani. "Prosedur perizinan dari Kapolda hingga Kapolres telah sesuai aturan," kata Oegroseno saat dihubungi, Jumat (11/12).

Dugaan penyalahgunaan wewenang itu, lanjut Oegroseno, dicurigai ada di tahap Komandan Brimob sebagai orang yang bertanggung jawab atas aktivitas anggotanya saat bertugas. "Untuk membuktikan dugaan tersebut, Propam akan melakukan pendalaman penyelidikan terhadap Komandan Brimob," kata dia.

Sedangkan dalam pemeriksaan terhadap sepuluh Brimob penembak warga, Propam masih menyelidiki apakah penembakan itu sudah sesuai aturan atau belum.

Berdasarkan prosedur, penembakan yang dilakukan aparat harus dimulai dengan penembakan peringatan ke atas dan ke bawah. "Kalau situasi tetap memanas dan warga tidak bisa dikendalikan baru diizinkan menembak ke arah massa, ke bagian kaki."

Seluruh proses penyelidikan, lanjutnya, diperkirakan akan selesai dalam waktu dua pekan.

Kekerasan di Ogan Ilir ini bermula saat lahan sekitar 40 hektare di wilayah Pabrik Gula Cinta Manis dinyatakan oleh Mahkamah Agung sah milik petani Desa Rengas, pada 1996 lalu.

Pada Oktober kemarin, petani dan Kepala Rayon PTPN VII telah sepakat agar lahan seluas 800 hektare dikembalikan ke warga setelah perusahaan negara itu melakukan panen.

Dengan adanya kesepakatan itu, warga pun membersihkan lahan dan mendirikan pondok tidak permanen di lahan tersebut. Namun, pada Jumat pekan lalu, satuan petugas PTPN VII Pabrik Gula Cinta Manis dan anggota Brimob Polda Sumatera Selatan melakukan pembongkaran pondokan milik petani Desa Rengas. Bahkan dua petani, Wan dan Rozali Semoat disandera.

Akibatnya, ribuan masyarakat Desa Rengas mendatangi Rayon 6 PTPN VII dan menahan dua pegawai perusahaan untuk ditukar dengan rekan mereka.

Sayangnya, saat pertukaran petani dan pegawai perusahaan itu berlangsung, terjadi kontak fisik antara warga dan anggota Brimob. Akibatnya, sekitar 20 warga mengalami luka tembak dan memar-memar.

Wakil Juru Bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Sulistyo Ishak mengatakan hari ini telah dilakukan proses rekonstruksi terhadap sepuluh anggota Brimob yang melakukan penembakan. "Kami tidak akan menutup-nutupi anggota yang harus dilakukan penegakan hukum secara internal maupun pidana," kata Sulistyo.

sumber tempointeraktif

Lima Oknum Polisi Dipecat

Lima anggota Polres Kota Pagaralam, Sumatra Selatan (Sumsel), diberhentikan dengan tidak hormat karena mereka terbukti terlibat menggunakan narkoba.

Kapolres Kota Pagaralam, AKBP Abdul Sholeh, di Pagaralam, Jumat, mengatakan, pemecatan itu dilakukan berdasarkan surat keputusan khusus yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel.

"Kelima anggota Polres Pagaralam yang dipecat tersebut adalah Briptu MF, Briptu AS, Briptu OI, Briptu IH dan Briptu Zo," ujarnya.

Dia mengatakan, anggota polisi ini terbukti melanggar PP No 1 tahun 2003 psl 59 (1) huruf dan UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

"Pemecatan ini merupakan bukti komitmen jajaran polri dalam menegakkan hukum, tidak peduli ia anggota polisi jika terbukti bersalah akan dikenakan sanksi termasuk pemecatan," katanya.

sumber kompas

Wartawan Bonyok Dihajar Oknum Polisi

Pemukulan terhadap wartawan kembali terjadi di Kota Balikpapan. Seorang jurnalis Post Metro Balikpapan, Fauzan (21), menjadi korban pemukulan yang dilakukan oknum polisi yang mengaku bertugas di Resnarkoba Polda Kaltim.

Info yang dihimpun, Selasa (13/10/2009), pemukulan terjadi pukul 00.30 Wita dini hari tadi di Jalan Siaga saat korban wartawan bersama empat rekanya asik bermain Play Station.

"Fauzan didatangi dua orang polisi dan dua temannya untuk menegur karena berisik saat bermain PS. Sekalipun sudah sudah minta maaf. Fauzan tetap didorong hingga kepalanya terbentur," ungkap rekan Fauzan, Minu, di RS Restu Ibu Balikpapan, Selasa (13/10/2009).

Menurut Minu, pemukulan terjadi karena Fauzan menolak permintaan oknum polisi tersebut untuk melakukan push up, sehingga terjadi pendorongan dan pemukulan kepada Fauzan. "Kamu berani menantang? Saya tidak takut," tegas polisi tersebut seperti yang ditirukan Minu.

Menurut pengakuan Fuzan, salah satu oknum polisi yang melakukan pemukulan dari mulutnya tercium bau minuman keras. Akibat pemukulan itu, Fauzan harus dirawat di RS Restu Ibu dengan luka geger otak ringan di kepala dan luka di lambung.

Atas kejadian tersebut, Komunitas Wartawan Balikpapan akan melayangkan protes dengan mendatangi Polres Balikpapan. Mereka meminta proses penegakan hukum atas pemukulan yang dialami Fauzan. (teb)

sumber okezone

Selingkuhi Istri Teman, Oknum Polisi Digerebek Warga

Pagar makan tanaman, pribahasa tersebut layak disandang Cn, warga Desa Papahan,Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Bagaimana tidak, Cn, tega berbuat asusila dengan Nuning, istri temannya sendiri.

Parahnya lagi, antara Cn dan As, suami Nuning, adalah seorang polisi yang berdinas di Polres Karanganyar, Jawa Tengah. Dari informasi di lapangan menyebutkan, warga mencurigai Naning tengah berselingkuh saat seorang pria datang ke rumah tersebut.

Pasalnya, Kejadian itu bukan kali pertama. Warga sering melihat keduanya berduaan saat suami Nuning tidak ada di rumah. Malam itu, AS suami Naning pun tengah menjalankan tugas rutinya di kantor.

"Sampai malam hari, Cn, masih terus berada di rumah Nuning. Padahal As suaminya sedang tidak ada di rumah. Itu membuat kami resah dan risih. Akhirnya kami mendatangi mereka," ungkap Hery Setyawan, salah satu warga Kodokan yang ikut dalam penggerebekan, Minggu (18/10/2009).

Menurut Hery, bukan hanya di rumah Nuning saja perselingkuhan dilakukan. Ibu dua anak itu juga pernah kepergok berselingkuh di salah satu kawasan wisata di Karanganyar. "Sekarang diulang lagi. Padahal dulu sudah pernah ketahuan," imbuhnya.

Mendapati keduanya tengah berduaan, warga pun langsung menyidang keduanya. Persidangan dilakukan hingga dinihari kemarin. Hery pun berharap kejadian tersebut menjadi pelajaran bagi keduanya.

Sementara itu, Kapolres Karanganyar AKBP Sri Handayani saat dikonfirmasi terkait ulah anak buahnya mengaku belum dapat berkomentar. Dirinya berdalih belum mengetahui secara pasti kejadian tersebut. "Saya akan cek dulu. Saya belum menerima laporan itu secara lengkap," jelas Kapolres.

sumber okezone
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya