Sabtu, 21 November 2009

Polisi Bekuk Pasutri Pengedar 70 Kg Ganja di Depok

Tindakan Rafi (38), mengajak istrinya, Ernita (29) berjualan ganja, sungguh tak patut ditiru. Tak tanggung-tanggung, pasutri itu mengedarkan 70 kilogram ganja kering di wilayah Depok dan sekitarnya.

Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, keduanya kini harus mendekam di sel Mapolres Depok. Penangkapan keduanya bermula pada pada Minggu, 15 November malam. Petugas yang mendapat informasi bahwa Ernita sering mengedarkan ganja, mulai melakukan penyamaran sebagai pembeli.

Namun upaya ini tak membuahkan hasil. Hingga tiga kali mengontak Ernita, petugas Satuan Narkoba Polres Depok selalu gagal. Akhirnya pada Jumat, 20 November sore, polisi yang menyamar dijanjikan Ernita bertemu di Mal Cijantung Jakarta Timur.

Namun hingga malam, Ernita juga tak kunjung datang. Namun memberi kabar agar polisi yang menyamar bertemu di Jalan RA Fadilah, Cijantung, Jakarta Timur, dan bertransaksi di pinggir jalan. Tak lama berselang, datang Rafi dengan membawa dua tas yang berisikan ganja kering sebanyak 30 bungkus. Rafi pun langsung diringkus dan dipaksa menunjukkan rumahnya.

Di rumah kontrakan Rafi di Kampung Lebak Sawah Kelurahan Cijantung Pasar Rebo Jakarta Timur, polisi membekuk Ernita beserta sejumlah barang bukti tambahan.

Kaplores Depok AKBP Saidal Mursalin mengatakan, di rumah kontrakan Rafi ditemukan barang bukti sebanyak 25 bungkus ganja kering dengan total seluruhnya sebanyak 70 kilogram. "Satu bungkus saja harganya senilai Rp 2,5 juta, berarti total seluruhnya mencapai Rp 175 juta." tegasnya dalam rilis di Polres Depok Jalan Margonda Raya (21/11/09).

Saidal menambahkan, hingga saat ini kedua tersangka masih diperiksa terkait peranan masing-masing dalam mengedarkan ganja. "Kita belum tahu Rafi ini kurir atau apa, tapi masih kita periksa terus, dan ganja ini belum sempat edar dan siap diedarkan di wilayah Jakarta dan Depok." katanya.

Dari tangan dua tersangka, polisi berhasil menyita 1 buah tas berisi 12 bungkus ganja kering, 1 buah tas berisi 18 bungkus ganja kering, 1 buah karung berisi 12 bungkus ganja kering, serta 1 buah karung berisi 13 ganja kering. (ful)

Salah Tangkap dan Salah Menghukum

Dominikus Dalu S

Kepolisian sepertinya terperosok pada lubang yang sama, terkait kasus salah tangkap.

Para korban bahkan dijebloskan ke penjara atas kasus pidana yang tidak pernah mereka lakukan, peradilan sesat terjadi di depan mata. Keinginan mengungkap kejahatan oleh para penegak hukum malah membuat kejahatan baru dengan menghukum orang tidak bersalah.

Kita diingatkan kisah klasik Sengkon dan Karta (1974) yang dijebloskan ke penjara karena dituduh merampok dan membunuh, hal yang tidak pernah mereka lakukan terhadap korban suami-istri Sulaiman dan Siti Haya di Desa Bojong, Bekasi.

Budi Harjono yang disangka membunuh ayah kandungnya tahun 2002 di Bekasi ternyata bernasib sama karena tidak pernah membunuh ayahnya sendiri.

Tahun 2007, terjadi peradilan sesat atas Risman Lakoro dan Rostin Mahaji, warga Kabupaten Boalemo, Gorontalo, dan menjalani hukuman di balik jeruji besi atas pembunuhan anak gadisnya, Alta Lakoro. Namun, pada Juni 2007, kebenaran terkuak, korban masih hidup dan muncul di kampung halamannya.

Kejadian paling akhir adalah kasus Asrori, korban ke-11 yang diakui Very Idam Henyansyah alias Ryan, si pembunuh berantai. Setelah dilakukan penggalian mayat, ternyata jasad Asrori alias Aldo sesuai hasil pemeriksaan DNA sama dengan jenis darah kedua orangtua almarhum.

Meski Mabes Polri lalu meralat kejadian kesalahan penangkapan itu dengan alasan belum ada kepastian akan kebenarannya karena ada dua mayat yang konon bernama Asrori yang sedang diidentifikasi kepolisian, beritanya menjadi simpang siur. Sementara itu, tiga orang telah ditahan karena sudah berstatus terpidana dan terdakwa atas kasus pembunuhan yang menurut mereka— Devid Eko Prianto, Imam Hambali alias Kemat yang telah divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Jombang 10 tahun lebih, serta Maman Sugianto alias Sugik yang sedang disidang Pengadilan Negeri Jombang—tidak pernah mereka lakukan.

Hukum pidana kita telah mengatur pembuktian (Pasal 184 Ayat 1 KUHAP) bukan hanya pengakuan tersangka yang dapat dijadikan alat bukti. Dalam praktik, agar tersangka mengakui perbuatannya, penyidik kepolisian menggunakan berbagai cara, termasuk kekerasan, dan hampir semua korban salah tangkap mengalaminya.

Praktik penyiksaan

Kisah salah tangkap memang tidak menggambarkan citra kepolisian secara keseluruhan. Namun, sudah menjadi pengetahuan umum praktik penyiksaan tahanan serta kekerasan oleh kepolisian sering menghiasi keseharian tugas kepolisian. Harapan terhadap kepolisian sebagaimana bunyi Pasal 13 (c) UU No 2 Tahun 2002, yaitu ”Kepolisian RI bertugas memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”, sepertinya masih jauh panggang dari api.

Komite Anti-penyiksaan PBB dalam laporannya, 5-7 Mei 2008, menyatakan, praktik penyiksaan yang melanggar HAM di Indonesia cenderung meluas meski kita merupakan salah satu negara pihak yang telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia melalui UU No 5/1998.

Kita berharap pimpinan kepolisian menindak tegas oknum polisi yang terbukti bersalah melakukan kesalahan penangkapan, apalagi melakukan kekerasan kepada korban tidak bersalah. Kejadian salah tangkap dan salah menghukum menjadi salah satu alasan utama penolakan hukuman mati oleh pendapat yang kontra hukuman mati (abolisionis).

Alangkah berbahayanya pelaksanaan hukuman mati bila ternyata terpidana tidak bersalah, di mana sistem hukum di negara kita yang masih lemah, terlebih aparatnya masih tidak profesional seperti saat ini. Namun, bagi mereka yang prohukuman mati (retentionis) menyatakan, hukuman mati adalah tepat bagi pelaku pembunuhan (paham pembalasan). Jika demikian, agar hukum tetap tegak dan konsisten bagi terpidana mati yang ternyata tidak bersalah, dapatkah penegak hukum, yaitu polisi, jaksa, dan hakim, yang terlibat penghukuman mati itu harus dihukum mati juga sebagai balasannya. Sejauh ini belum ada preseden dan sistem hukum kita belum mengakomodasi hal ini.

Darurat hukum

Para korban salah tangkap dan salah hukum berhak mengajukan upaya hukum, seperti permohonan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung dengan menyerahkan bukti baru (novum) serta gugatan ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur di dalam KUHAP. Akan tetapi, upaya itu membutuhkan waktu lama dan birokrasi bertele-tele. Karena itu, terobosan menghadapi situasi seperti ini perlu diterapkan langkah darurat. Mengingat para korban kini masih mendekam di penjara dan di tahanan, dibutuhkan langkah cepat dan tepat.

Penegak hukum hendaknya tidak saling lempar tanggung jawab, menyalahkan, dan tidak boleh bersikap pasif jika ada fakta bahwa korban tidak bersalah, seperti bunyi Pembukaan UUD 45, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia.

Negara melalui penegak hukum—yang paling bertanggung jawab, yaitu Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung—hendaknya berkoordinasi dan mengambil langkah prioritas membantu memproses PK para korban dan menyidangkan gugatan ganti rugi serta merehabilitasi nama baik korban.

Para korban yang tidak bersalah itu sebaiknya mendapat ganti rugi yang layak dari negara dan bila perlu ganti rugi itu dibebankan kepada para penegak hukum yang terlibat peradilan sesat atas diri korban.

Kasus salah menghukum adalah kasus pelanggaran HAM yang sistematis dan termasuk jenis kejahatan amat serius. Karena itu, penanganannya harus bersifat extra ordinary. Para korban dapat pula menuntut para penegak hukum yang salah menghukum secara pidana dan perdata, misalnya karena penganiayaan sesuai dengan Pasal 351 KUHP dan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.

Pelajaran dari berulangnya salah tangkap dan salah hukum bagi semua aparat penegak hukum adalah male enim nostro iure uti non debemus, janganlah kita salah menggunakan hukum kita.

Dominikus Dalu S Asisten Ombudsman pada Komisi Ombudsman Nasional; Pendapat Pribadi

sumber kompas

Polres Tobasa Diduga Salah Tangkap

Seorang wanita, D Br T (40) penduduk Desa Hinalang, Kecamatan Balige, Tobasa yang mengaku sebagai salah satu dari 7 perampok sesungguhnya benda purba-kala (pinggan pasu) bernilai miliaran rupiah di Desa Lintong Jalan, Kecamatan Lumban Julu, Tobasa, pada 20 Agustus 2008 lalu menyerahkan diri ke Propam Poldasu, Jumat siang (28/8). Penyerahan diri wanita itu, setelah dua dari empat pelaku yang ditangkap Polsek Lumban Julu, Polres Tobasa dihukum masing-masing 3 tahun penjara. Sedangkan seorang lainnya dibebaskan pengadilan dan seorang lagi yakni RG, anggota DPRD Simalungun masih dalam proses pengusutan. Dikatakannya, tersangka yang ditangkap pihak kepolisian di Tobasa bukan pelaku sesungguhnya.
Dengan penyerahan diri wanita itu, ada dugaan bahwa pihak Polres Tobasa telah melakukan kesalahan menangkap dan memproses tersangka.
Wanita D Br T, datang ke Poldasu didampingi dua pengacara yakni Johansen Simanihuruk SH, yang bertindak selaku kuasa hukum Undang Sirait yang telah dibebaskan PN Balige dan anggota DPRD Simalungun RG, yang kini kasusnya dalam tahap pemberkasan serta pengacara Pdt Doritz Bidould Tampubolon, SH sebagai kuasa hukum Henedi Morasi Purba dan Hema Fristiwati Br Naibaho, yang masing-masing divonis PN Balige dan PT Sumut selama 3 tahun penjara dalam kasus perampokan itu.
Johansen Simanihuruk dan Doritz Bidould Tampubolon, yang dihubungi wartawan di Mapoldasu Jumat petang menyebutkan, dengan adanya pengakuan baru D Br T, bahwa ia dan 6 temannya sebagai pelaku perampokan tersebut, pihaknya memohon perlindungan hukum kepada Kapoldasu, agar pengakuan itu diusut hingga tuntas. Sebab, dengan pengakuan itu, apa yang dituduhkan aparat hukum kepada kliennya adalah tidak benar. Untuk itu mereka mengharap Poldasu melakukan pengusutan dengan segera dan cermat.
Seiring dengan penyerahan diri wanita beranak satu itu, pihak Propam Poldasu langsung memeriksanya dari pagi hingga menjelang petang. Pemeriksaan di Propam itu juga terkait dengan pengaduan RG melalui pengacaranya Johansen Simanihuruk beberapa waktu lalu tentang penganiayaan yang dilakukan oknum polisi di Polsek Lumban Julu, Tobasa saat penyidikan.
Menjelang malam hari, D Br T rencananya diserahkan ke Dit Reskrim Poldasu. Namun, Kasat I Tipidum Poldasu menyarankan agar wanita D Br T diserahkan ke Polres Tobasa yang menangani kasus itu.
Sebuah sumber di Mapoldasu menyebutkan, wanita itu menyerahkan diri dengan kesadaran sendiri, karena dia tidak tega melihat orang tidak bersalah dihukum. Dia mengaku sebagai salah seorang dari kelompok perampok yang berjumlah 7 orang. Katanya, perampokan itu dilakukannya bersama ST, penduduk Simpang Tambunan (kordinator), KTB dan isterinya M Br Htg, penduduk Mejan, Sibulele, Balige, M, penduduk Arjuna, Laguboti, Sur dan Srg serta seorang lagi temannya yang tidak diketahui namanya. Sedangkan donatur kegiatan jahat itu disebut-sebut seorang pengusaha berinisial MT warga Balige.
Sesuai dengan pengakuan wanita D Br T yang dituangkan dalam surat bermeterai, perampokan itu direncanakan di kediaman KTB. Setelah berhasil merampok dua pinggan pasu dari rumah korbannya bermarga Sirait di Lumbanjulu, besoknya keaslian benda purbakala itu dites dan ternyata tidak berkekuatan (berkhasiat) apa-apa. Benda itu kemudian mereka buang di jurang Sipitu-pitu, Tobasa.
Di pihak lain, dua minggu setelah perampokan itu, Polsek Lumban Julu menangkap tiga pria dan seorang wanita sebagai tersangka pelaku. Keempat tersangka ini kemudian diproses Polsek Lumbanjulu dan berkasnya dilanjutkan ke PN Balige.
Dalam proses persidangan, terdakwa Henedi Morasi Purba dan Hema Fristiwati Br Naibaho dihukum masing-masing tiga tahun. Melalui penasehat hukumnya Pt Doritz Bidould Tampubolon, keduanya banding namun Pengadilan Tinggi Sumut mengukuhkan putusan PN Negeri Balige. “Pada tanggal 18 Agustus lalu saya telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut,” kata Bidould Tampubolon.
Sedangkan tersangka Undang Sirait dibebaskan PN Balige dan tersangka RG, yang penahanannya ditangguhkan hingga kini kasusnya masih dalam tahap pemberkasan.
Namun sejauh ini, pihak Poldasu belum menahan D Br T sebagai tersangka dalam kasus perampokan yang terjadi tanggal 20 Agustus 2008 lalu itu. “Kalau hanya pengakuan tersangka saja tidak cukup unsur untuk menahannya. Harus ada bukti-bukti lain. Namun demikian pengakuan wanita itu perlu diusut tetapi sebaiknya diserahkan ke Polres Tobasa karena kasusnya di sana,” kata pejabat berkompeten di Mapoldasu.(Pr2/d)

sumber sinar indonesia baru

2 Oknum Polisi “Bejat” di Langkat Gilir Cewek di Hotel Saina

Sekali lagi terungkap kelakuan Polisi yang tergolong bejat, semakin tercoreng saja citra polisi di mata masyarakat sekarang ini. Sejak kasus Cicak vs Buaya yang masih membingungkan masyarakat sampai kasus mesum dan perbuatan tak senonoh berikut ini. 2 Oknum Polisi Samapta yang bertugas di daerah Langkat Sumatera Utara menggilir cewek di sebuah hotel.
MEDAN-Terungkap sudah identitas 4 dari 5 pria berpistol yang menyumkuning atau menggiliri tubuh Intan, cewek yang ditangkap dari pesta sabu rumah kost di Jl.SM Raja, Medan, Sabtu (30/10) lalu. Dua dari mereka adalah polisi yang bertugas di Sat Samapta Polres Langkat, yakni Bripka Tamba dan Briptu Poltak Pasaribu.
“Dua orang lagi, sipil. Taufik Pradana (13) dan Maraganda Habincara (30). Keempatnya diserahkan ke Mapolsek Medan Kota. Oknum polisi itu juga dikenakan pasal pidana umum,”terang Kapoltabes Medan, Kombes Imam Margono. Sementara itu, hingga kemarin, keberadaan T Deni Syahputra alias Putra belum juga diketahui. Sedangkan Wawan alias Mbah Surip, telah pulang.
Itu dikatakan Latifah Hanum, kakak Putra. Ditemui kembali di kediamannya di Jl.Karya Bakti, Medan, Latifah berkata Mbah Surip datang ke rumahnya dan bercerita penyiksaan yang dialaminya bersama Putra. Namun Mbah Surip tak tahu kemana Putra.
Pada keluarga Putra, Mbah Surip menceritakan sadisnya penyiksaan yang dilakukan ke 5 pria yang mengaku aparat itu. Menurut pria berkulit putih bersih, dan berpostur tubuh tinggi itu, usai menggilir Intan di kamar 30 Hotel Saina, Pancurbatu, dia dan Putra dipukuli di kamar 24, hotel yang sama. Keesokan harinya, Minggu (1/11) siang, Intan dibebaskan.
Sedangkan Mbah Surip dan Putra diboyong naik Avanza hitam ke sebuah rumah kosong, tepat di belakang hotel JW Marriott Jl.Putri Hijau, Medan. Di sana, keduanya kembali disiksa. Siksaan demi siksaa yang dilakukan ke 5 pria itu mengakibatkan Putra pingsan tak sadarkan diri. Puas menyiksa, Rabu (4/11) dinihari, ke 5 pria itu membuang keduanya di Jalan Tol, Tanjung Slamat, Tembung.
“Kata si Wawan (Mbah Surip), mereka dibawa ke rumah kosong di belakang JW Marriott. Di sana, mereka ditunjangi dan dipijak-pijak, sampe adik saya (Putra) pingsan,” terang Latifah, diamini Jeck (32) abang kandungnya. “Kutengok pun, di badannya (Wawan), banyak luka-luka bekas disiksa,” tambah Jeck. “Kata si Wawan, si Putra lebih parah lagi. Muka dan kakinya luka-luka,”timpal Latifah.
Anehnya, hingga pukul 23.00 WIB kemarin, Putra belum juga kembali. Padahal, pengakuan Mbah Surip, keduanya jalan kaki usai dibuang. Keduanya jalan menuju kost Mbah Surip di Jl.SM Raja. Di sana, dia pisah dengan Putra. Putra berkata mau pulang ke rumah. “Si Wawan udah pulang. Tadi malam dia tidur sini. Paginya dia pergi, katanya mau ke Binjai tempat uwaknya. Tapi kenapa adikku (Putra), belum pulang juga?” ujar Latifah cemas.
Diloby Keluarga Pelaku
Asik cerita dengan Latifah, dua wanita gemuk paruh baya mengendarai Supra hitam BK 4137 OH, mendatangi Latifah. Sayang, kedua wanita gemuk itu melarang POSMETRO MEDAN masuk ke rumah. “Kami mau bicara, jangan dulu ya..” larangnya seorang wanita gemuk itu.
Tak lama, kedua wanita itu pergi. Latifah berkata, keduanya adalah keluarga dari seorang pelaku yang telah ditangkap. “Kata ibu-ibu yang datang tadi, yang ditangkap itu, satunya anak polisi yang tugas di Medan K ota,” terang Latifah.(surya/johan)

sumber infotekkom.wordpress.com

Oknum Polisi Nipu Diganjar 2 Tahun

Vonis ini lebih ringan 1 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), H. Supratman Khalik, meminta terdakwa penipuan dihukum selama 3 tahun penjara. Di persidang kemarin, di hadapan majelis hakim yang diketuai, Susanto, SH beranggotakan Wuryanta, SH, MH dan P. Cokro Hendro, SH, terdakwa mengakui segala perbuatannya.
Namun majelis hakim, menilai pengakuan dan penyesalan terdakwa, sebagai hal yang meringankan. Namun yang memberatkan, penipuan yang dilakukan oknum polisi ini telah menimbulkan kerugian puluhan ratusan juta terhadap korban yang jumlahnya lebih dua orang.
‘’Ratusan juta itu bukan uang yang sedikit, semua saksi yang ada dipersidangan mengakui telah menjadi korban penipuan yang kamu lakukan. Kami jatuhkan hukuman 2 tahun penjara, silahkan melakukan upaya hukum lainnya,’’ saran majelis hakim.
Menanggapi hukuman yang diberikan, JPU Supratman meminta waktu untuk pikir-pikir agar dikoordinasikan dengan pimpinannya. Sama halnya dengan terdakwa juga belum menyatakan sikap, apakah menerima atau melakukan banding.
Sekadar mengingat, Fajri sejak April hingga Desember 2008 dengan dalih untuk menambah modal usaha pengadaan obat dan alat kesehatan, mempengaruhi 5 orang korban yang terbilang masih rekannya. Mereka, Tonga Ansyah menangung kerugian sebesar Rp 350 juta, Refrida Rp 70 juta, Hendri Syahyan Rp 60 juta, Deki Apriansyah Rp 55 juta dan Efril Yanti Rp 100 juta.
Dalam meyakinkan korbannya, Fajri mengaku pengadaan tersebut bekerja sama dengan PT. Panca Anugrah Utama dan CV. Jaya Abadi yang memberikan bunga atau deviden sebesar 10 persen sampai 15 persen setiap bulan, bagi pemodal itu. Ternyata uang para korban ini digunakan oleh terdakwa untuk keperluan bisnis lainnya. Yakni jual beli mata uang asing (valas) bekerja sama dengan PT. Millenium Penata dan PT. Solid Gold yang ada di Jakarta.(***)


sumber bengkulu.polri.go.id

Salah Tangkap, Densus 88 Pulangkan Ahmadi ke Cilacap

Densus 88 memulangkan Ahmadi --orang yang sebelumnya diduga sebagai kurir gembong teroris Noordin M Top-- ke kampung halamannya di Desa Sikanco, Kecamatan Nusawungu, Cilacap, Jawa Tengah.

"Ahmadi telah dipulangkan tadi pagi dan diserahkan langsung oleh Densus 88 kepada kami," kata Kepala Desa Sikanco Suparno didampingi ipar Ahmadi (kakak istri Ahmadi, Roikoh), Mansur di Sikanco, Minggu (26/7).

Menurut dia, rencananya Densus 88 akan mengantar Ahmadi hingga rumahnya di Dusun Sigaru RT 01 RW 07, Desa Sikanco.

Akan tetapi demi ketenangan warga, dia bersama Kepala Dusun Sigaru Sutarman dan Kapolsek Nusawungu AKP Mochammad Ilham menjemput Ahmadi di Buntu, Kecamatan Kemranjen, Banyumas, sekitar pukul 04:00 WIB.

Ia mengatakan, kepulangan Ahmadi ke kampung halamannya lantaran yang bersangkutan terbukti tidak terkait dalam jaringan teroris.

"Dari awal Ahmadi memang mengaku tidak pernah terkait dalam jaringan teroris. Bahkan dia mendatangi saya, untuk minta keterangan mengapa ada petugas yang mencarinya pada 16 Juli silam saat ia berada di Lampung untuk berjualan alat rumah tangga," katanya.

Suparno minta Ahmadi memberi keterangan kepada Polda Jateng. Ahmadi pun menyatakan siap dan ikhlas untu memberi keterangan sehingga pada 22 Juli lalu Ahmadi diantar oleh Kepala Dusun Sigaru Sutarman menuju Polda Jateng di Semarang.

"Jadi sama sekali tidak ada penangkapan terhadap Ahmadi," katanya.

Suparno menyayangkan adanya pemberitaan di berbagai media massa yang menyatakan bahwa Ahmadi ditangkap karena terlibat dalam jaringan teroris.

Dia mengatakan, Ahmadi mengaku sama sekali tidak mengetahui masalah jaringan teroris meski mengenal Saefudin Zuhry (warga Desa Danasri Lor, Kecamatan Nusawungu, yang ditangkap Densus 88 pada 21 Juni) dan Bahrudin Latif alias Baridin (warga Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap, yang masih dikejar Densus 88 karena diduga terlibat dalam jaringan teroris dan diduga sebagai mertua Noordin M Top).

Menurut dia, perkenalan Ahmadi dengan Saefudin Zuhry hanya sebatas pertemanan biasa dalam pengajian sedangkan dengan Bahrudin karena Ahmadi sering mengikuti pengajian di Pondok Pesantren "Al-Muaddib" milik Bahrudin di Desa Pasuruhan.

"Pengajian yang diikuti Ahmadi hanya sebatas masalah Alquran dan hadis," katanya.

Disinggung mengenai keberadaan Ahmadi, dia mengatakan, suami Roikoh ini belum bisa ditemui wartawan karena masih kecapaian sehingga butuh istirahat.

Meski demikian, kata dia, kondisi Ahmadi dalam keadaan baik dan sehat.

"Waktu itu saya berpesan, berangkat dalam keadaan sehat, pulang juga harus dalam kondisi sehat," katanya.

Sementara itu ipar Ahmadi, Mansur mengatakan, keluarga sangat prihatin terhadap pemberitaan tentang Ahmadi karena sangat jauh dari kenyataan.

"Ahmadi sama sekali tidak mengetahui masalah bom. Dia memang pernah satu sekolah dengan Saefudin Zuhry di sebuah pondok pesantren di Desa Kebarongan, Kemranjen, Banyumas," katanya.

Selain itu, kata dia, Ahmadi sering membeli madu di tempat Saefudin Zuhry sedangkan pengajian yang diikuti di pesantren milik Bahrudin hanya sebatas pengajian biasa.

"Kesehariaannya kalau di sini, Ahmadi memang saya suruh bekerja di kandang ayam milik saya," katanya.

Menurut dia, saat ini Ahmadi belum bisa ditemui karena masih butuh istirahat.


sumber (antara/arrahmah.com)

Takut salah Tangkap, Polisi Lepas Copet

Sial benar nasib Arifman Js. Warga RT 01/08, Palmerah, Jakbar ini dicopet empat komplotan pencopet saat baru pulang menggunakan Kopaja 86 jurusan Mangga dua-Lebak Bulus pada Jumat (13/11) sore di perempatan Slipi, Jakarta Barat. Salah satu pencopet yang turun bersamaan dengan korban dapat dikejar dan ditangkap warga.

Saat itu, warga pun membawa pelaku ke pos polisi lalu lintas Slipi. Sayangnya, bukannya menangkap tersangka, petugas malah berbuat iseng terhadap tersangka dengan menelanjangi tersangka dan menyuruhnya meminum segelas kopi panas selama 1 menit. "Kemudian tersangka malah dilepas kembali,"ungkap Arifman sesaat setelah mengalami pencopetan di Polsek Palmerah, Jakarta Barat.

Petugas cleaning service ini pun mengatakan saat bertanya mengapa dilepas, petugas hanya mengatakan tidak ada barang bukti untuk pencopetan tersebut. Kini, Arifman pun harus mengurut dada. Lantaran dompetnya yang berisi ATM, kartu identitas dan uang senilai Rp 110 ribu raib begitu saja.

Saat dikonfirmasi, Kasatlantas Polres Jakarta Barat, Kompol Sungkono mengatakan memang tidak cukup barang bukti untuk memproses tersangka yang bersangkutan. "Itu sebabnya tadi anggota menelanjangi tersangka untuk memeriksa barang bukti,"ungkapnya.

Hanya, ketika ditanya bukankah pelepasan copet tersebut dapat membuat hilangnya petunjuk komplotan tersebut, Sungkono hanya berkata singkat,"Saya tidak mau salah tangkap,"ucapnya. c01/rin

sumber republika

Kasus Salah Tangkap Sangat Memalukan

Surabaya – Kasus salah tangkap dalam kasus pembunuh Asrori alias Aldo merupakan salah satu kasus kesesatan hukum yang terjadi di tanah air yang sangat memalukan, sebab ketidakprofesionalan aparat hukum sudah dimulai sejak penyidikan, pemeriksaan, hingga putusan hakim. Para terdakwa padahal tidak berbuat seperti yang dituduhkan.
Hal ini diungkapkan oleh advokat dari Surabaya, Trimoelja D Soerjadi, kepada SH, Jumat (29/8). ”Dengan adanya hasil tes DNA tersebut, hal itu bisa menjadi suatu bukti baru atau novum bagi tiga ‘terdakwa’ yang telah dituduh oleh aparat hukum,” kata Trimoelja.
Dalam Tes DNA, Asrori dipastikan adalah mayat ke-11 yang selama ini masih berstatus Mr X, korban yang dibunuh oleh Very Idham Henyansyah alias Ryan, si penjagal dari Jombang. Kepastian ini didapat dari hasil tes DNA, dan hasilnya cocok dengan sampel daerah orang tua Asrori. Ryan sendiri mengakui dialah pembunuh Asrori.
Dalam persidangan di PN Jombang, Asrori padahal dinyatakan dibunuh oleh tiga orang dan mayatnya ditemukan di kebun tebu di Jombang pada 29 September 2007 lalu.

Dalam kasus ini, PN Jombang memvonis Imam Hambali dengan penjara 17 tahun dan Devid Eko 12 tahun penjara. Sugianto masih disidang di PN Jombang.
Trimoelja juga menyayangkan penyiksaan yang dilakukan polisi untuk mendapat pengakuan dari ketiga tersangka. ”Penyidiknya harus diusut dan diberikan sanksi,” katanya.
Begitu pun hakim terlalu percaya dengan berita acara penyidik. ”Saya rasa ini merupakan tragedi pengadilan. Kasus ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab majelis hakim yang menyidangkan kasus ini,” katanya.
Dengan demikian, Trimoelja menegaskan bahwa dengan adanya novum berupa bukti tes DNA ini, maka ”tersangka” bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Mahkamah Agung.
Sementara itu, ditemui terpisah, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S Sumawiredja berjanji akan menindak tegas penyidik yang melakukan kesalahan prosedur dalam membuat berita acara pemeriksaan jika memang terbukti. Kapolda menambahkan tim yang dibentuknya kini mencari fakta baru mengenai mayat yang berada di kebun tebu Jombang.

Kapolri
Di bagian lain, Kapolri Jenderal Sutanto belum bisa memutuskan tindakan apa yang akan diambilnya menyusul dugaan salah tangkapnya pelaku pembunuhan Asrori, karena masih menunggu laporan hasil penyelidikan Polda Jawa Timur.
"Ini sedang saya cek ya di Polda Jatim. Kalau ternyata betul, kita akan mengambil langkah-langkah tentunya," kata Sutanto usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (28/8).
Polri juga mempersilahkan keluarga ketiga korban salah tangkap menuntut penyidik yang menangani kasus tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jendral Polisi (Irjen Pol) Abubakar Nataprawira.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung Wisnu Subroto mengatakan Kejagung akan mengeksaminasi atau meneliti tuntutan jaksa dalam kasus pembunuhan Asrori. Wisnu menyebutkan jaksa ikut bertanggung jawab dalam proses penghukuman tiga ”pembunuh” Asrori yang belakangan diketahui salah orang tersebut.
"Jadi memang kalau sampai dengan putusan prosesnya kan ada prapenuntutan, penuntutan, dan sebagainya. Proses prapenuntutan kan jaksa bertanggung jawab. Nanti dieksaminasi (diteliti) di mana letak kesalahannya," ujar Wisnu di kantornya, Kamis (28/8) petang.
Wisnu membeberkan kesalahan jaksa dalam kasus itu misalnya menyatakan berkas penyidikan terhadap Imam Hambali, Devid Eko Priyanto, dan Maman Sugianto sudah lengkap, padahal belum lengkap.
Abubakar mengatakan sebelumnya Asrori diketahui menghilang dari rumahnya pada akhir tahun 2006. pada tahun yang sama, sebuah jenazah yang tak bisa diidentifikasi juga diketemukan. Oleh petugas Polsek Bandar Kedung Mulya dan Polres Jombang, jenazah tersebut kemudian dipastikan adalah Asrori. Petugas yang menyidik kemudian menetapkan tiga tersangka pembunuh.
(bachtiar/rafael sebayang/chusnun hadi/
dina sasti damayanti)

sumber sinarharapan.co.id

Propam Polda Periksa Lima Oknum Polisi

– Lima oknum polisi anggota Satreskrim Kepolisian Resor Kota (Polresta) Gowa dan Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Makassar diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sulselbar, kemarin.

Kelima oknum polisi ini diperiksa terkait kasus salah tangkap terhadap mahasiswa Universitas Negeri Muhammadiyah (Unismuh) Makassar,kemarin. Wakapolwiltabes Makassar AKBP Budyo Haryono mengungkapkan, kelima oknum polisi tersebut diduga kuat sebagai pelaku penyiksaan terhadap Aswin, yang sebelumnya dituduh sebagai pelaku perampokan laptop di Gowa.

Namun, Perwira Menengah (Pamen) Polri ini enggan membeberkan mengenai identitas kelima oknum bintara dan Perwira Pertama (Pama) Polri yang diproses di Propam Polda Sulselbar tersebut. ”Pada prinsipnya, polisi dilarang menganiaya, kecuali dalam keadaan terpaksa.Tidak ada perintah dari atasan dan sesuai UU.

Buktinya, sudah ada lima oknum polisi yang diperiksa di Propam Polda sekarang ini terkait kasus dugaan salah tangkap itu,” ujarnya melalui pengeras suara di hadapan puluhan mahasiswa Unismuh yang berunjuk rasa di Polwiltabes Makassar,Jalan Ahmad Yani, kemarin. Menurut mantan Kapolresta Makassar Barat ini, tidak seorang pun warga Indonesia yang kebal hukum, termasuk anggota Polri.

Buktinya, sejak setahun terakhir sudah ada beberapa oknum polisi yang diproses hukum karena melakukan tindak pidana,bahkan disanksi keras hingga pemecatan. ”Percayakan kepada Polri memproses kasus ini.Jika memang terbukti, itu jelas melanggar kode etik Polri dan akan kami tindak tegas sesuai kesalahan yang dilakukan oknum polisi tersebut,”ujar Budyo.

Sementara itu, puluhan pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Menggugat (AM3) Sulsel mengecam keras kasus salah tangkap dan mendesak Kapolda Sulselbar Irjen Pol Adang Rochjana turun dari jabatannya jika tidak mengusut tuntas kasus tersebut.

Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menyesalkan proses pengungkapan kasus dugaan perampokan laptop dengan tindakan penganiayaan dan memaksa seseorang mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. ”Korban dipukuli kursi, balok, sandal di bagian kepala,wajah,dan seluruh tubuhnya.

Kemudian disetrum di bagian dada dan pelaku memegang kepala, tangan dan menginjak kaki korban. Ini sangat kami sayangkan, apalagi setelah itu,Aswin dilepaskan polisi karena tidak terbukti,”teriak koordinator aksi Ahmad Sabang dalam orasinya kemarin. Insiden penganiayaan ini bermula saat Aswin ditangkap aparat Polresta Gowa saat berboncengan sepeda motor dengan rekannya di Kabupaten Gowa, Selasa (29/9).

Saat dibawa ke Polresta Gowa, di situlah penganiayaan menimpa korban. Penganiayaan kemudian berlanjut saat Aswin cs dibawa ke Polwiltabes Makassar,Rabu (30/9). ”Setelah tidak terbukti, kami dipulangkan.

Sebelum dipulangkan, kami diminta tanda tangan bahwa dibebaskan dalam keadaan sehat. Padahal, rata-rata kami kesakitan. Ini kan penyiksaan. Namun, karena dipaksa dan setengah diancam, kami tanda tangan,” ungkap Aswin yang hadir dalam unjuk rasa tersebut. (SI-wahyudi)

sumber makassarterkini.com

5 Oknum Polisi Dibui 4 Bulan

Lima oknum polisi Polsek Kembangan dihukum 4 bulan penjara dalam kasus perampasan mobil hasil kejahatan dalam sidang terpisah majelis hakim diketuai Martinus Bala dan I Wayan Sedana, di PN Jakarta Barat.
Terdakwa yang sebelumnya dituntut 7 bulan oleh jaksa Samikun, masing-masing Tri Widodo, Heru Setijono, Adek Halomoan N, Eddy Susongko dan Dedi Suradi itu tidak ditahan di Rutan Salemba seperti umumnya terdakwa kasus lain.
Menurut hakim dalam pertimbangan putusan, laporan terhadap terdakwa dicabut oleh saksi pelapor Firman Hadi, terdakwa tidak menikmati hasil rampasan tetapi menyalahi prosedur dalam melaksanakan tugasnya. Perbuatan terdakwa dilakukan di Mall Puri Kembangan, pada 4 Agustus 2009. Saat itu Andi (cepu) terdakwa, mengatakan ada mobil Suzuki APV B 8172 TR (nomor aslinya H 8418 CE) akan dijual.
Namun mobil yang ditumpangi oleh saksi Firman Hadi bersama Agus Chamami alias Mami, Yayan, Reza, Awi dan Jack, dirampas terdakwa.

sumber poskota

Main Judi, Oknum Polisi Ditangkap

Keseriusan polisi dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu ini ditunjukan olek Polres Kepahyang, dimana belum lama ini jajaran Polres Kepahyang melakukan penangkapan terhadap 9 penjudi di Desa batu Bandung Kec. Muara Kemumu. Dimana dari kesembilan warga yang ditangkap salah satunya merupakan anggota Polri yang berdinas di Polda Bengkulu. Dari ke sembilan warga yang ditangkap tersebut, baru 6 warga yang ditetapkan sebagai tersangka termasuk juga Oknum anggota Polisi dan 3 warga lainnya sementara ditetapkan sebagi saksi.
Keenam warga tersebut antaralain Brigpol Ts (27)Anggota Propam Polda Bengkulu, Am (45) Kades Batu Bandung, Da (50) warga Batu Bandung, Az (31) warga Pensiunan Kepahyang, He (30) warga Tanjung Pinang dan De (32) warga Batu Bandung. Sedangkan 3 lainnya yang sementara ditetapkan sebagi saksi Ru (22) warga Padang Harapan Bengkulu, Ri (37) warga Pensiunan Kepahyang dan Ab (55) warga Pasar Kepahyang.
Kapolres Kepahyang AKBP H. Joko Suprayitno, S.ST, MK membenarkan penagkapan yang dilakukan oleh jajarannya tersebut.

sumber bengkulu.polri.go.id

Sopir Truk Nyaris Tewas Dipukuli Oknum Polisi

Seorang sopir truk bernama Wenli Rompes (24 tahun) nyaris tewas dipukuli empat oknum anggota polisi Polres Jayapura, di Kampung Harapan Sentani, Papua, Selasa 10 November 2009. Saat ini korban dirawat di RSUD Dok II Jayapura, karena mengalami luka cukup serius.

Seorang saksi mata Stenli James, mengatakan awalnya korban yang sedang mengendarai truknya mendadak berhenti, dan memicu terjadinya tabrakan beruntun. Empat anggota polisi yang merasa mobilnya ditabrak menghampiri korban dan kemudian menodongkan senjata.

Mereka langsung memukul dan menendangi korban hingga babak belur. Sejumlah warga yang berada di sekitar lokasi berupaya melerai, malah balik ditodong senjata. Kontan para warga pun memilih menyingkir.

Usai memukuli korban, keempat oknum polisi meninggalkan korban. Warga dilokasi kejadian melarikannya ke RS Dok II. Saat ini kondisi korban masih kritis, sebab selain lehernya nyaris patah, wajahnya lebam, dan badannya memar-memar.

Kapolda Papua Brigjen Pol Bekto Suprapto mengatakan, hingga saat ini laporan mengenai adanya oknum Polisi melakukan pengeroyokan terhadap masyarakat belum ia terima. "Saya belum mendapat laporan, terima kasih infonya akan segera saya cek," Kata Kapolda melalui pesan singkatnya kepada VIVAnews.

Laporan: Banjir Ambarita | Papua

VIVAnews

Oknum Polisi Diduga jadi Bandar Ekstasi

Seorang oknum polisi yang berdinas di Polda Bali unit Dalmas saat ini diduga menjadi bandar ekstasi. Oknum polisi yang berinisial BBLB (23) tersebut diduga menjadi bandar ekstasi menyusul ditangkapnya seorang satpam di kawasan Kuta Bali yang memiliki 35 butir ekstasi.

Penangkapan tersebut terjadi saat polisi melakukan razia gabungan di kawasan Kuta untuk membongkar jaringan pengedar narkoba dan sejenisnya pada Sabtu (7/11). Jajaran Direktorat Narkoba Polda Bali hingga kini masih mengembangkan kasus tersebut, termasuk soal keterlibatan seorang oknum polisi di Polda Bali.

Keterlibatan seorang oknum polisi terkuak berdasarkan pengakuan seorang satpam yang kini masih diamankan di Polda Bali. Satpam yang namanya masih dirahasiakan tersebut mengaku, puluhan butir ekstasi tersebut diperoleh dari seorang polisi dengan inisial BBLB dan saat ini sedang berdinas di Dalmas Polda Bali.

Ia mengaku memperoleh ekstasi tersebut dari BBLB sejak tanggal 11 Juni 2009. Untuk penyelidikan lebih lanjut, kini satpam tersebut ditahan di Polda Bali. Keterangan tersangka satpam tersebut akan dijadikan dasar oleh pihak Propam Polda Bali untuk menangkap dan memeriksa oknum polisi yang berinisial BLBB.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gede Sugianyar mengatakan, oknum polisi yang diduga terlibat akan diusut tuntas. "Bila terbukti bersalah, oknum polisi yang terlibat akan diproses di Propam Polda Bali sesuai mekanisme hukum yang berlaku," ujarnya, Kamis (12/11). Ia mengakui, aparat sedang mendalami kasus tersebut.

Selama proses tersebut berlangsung, yang bersangkutan belum bisa ditahan karena belum terbukti. BLBB sempat dimintai keterangan sebagai saksi sesuai pengakuan seorang satpam, namun karena belum terbukti makanya belum bisa ditahan. Penyidik Propam tidak menahan Bripda BBLB dan untuk sementara dia dibebaskan dari tudingan. Anehnya, sampai saat ini, penyidik Propam belum melakukan tes urin apakah ada kandungan zat aditif di tubuh Bripda BBLB.

Untuk sementara, Bripda BBLB yang pernah ditarget jajaran Dit Narkoba Polda Bali yang waktu itu masih dijabat oleh Direktur Narkoba Kombes Pol Edison Panjaitan, masih aktif berdinas seperti biasa karena polisi belum menemukan bukti keterlibatan dirinya.

Sebelumnya, Bripda BBLB pernah diproses di Pengadilan Negeri Denpasar, karena terlibat penganiayaan terhadap pacarnya. Hukuman yang dijalaninya hanya sampai batas 3,5 bulan dan dia pun masih aktif berdinas di Polda Bali. Bila terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana, kasusnya akan diproses peradilan umum yakni Pengadilan Negeri Denpasar. (OL/OL-02)

sumber mediaindonesia

Kapoldasu: Laporkan oknum polisi jika bermasalah

Masyarakat tidak perlu takut melaporkan siapa saja yang bersalah baik itu pejabat maupu dari aparat Kepolisian. Karena kita akan menegakkan hukum dengan sebenarnya, sebab hukum harus benar-benar ditegakkan.

Demikian disampaikan Kepala Polisian Daerah Sumatera Utara Irjen Badron Haiti pada Waspada Online, Kamis (19/11).

Dikatakannya, Jika ada oknum kepolisian bersalah segera laporkan kepropam, karena propam yang merekomendasikan masuk kategori mana kesalahan yang dibuat oknum kepolisian yang bersalah tersebut.

Bayangkan saja, ujarnya dalam setahun ini saja ada 25 oknum polisi yang dipecat oleh pihak Poldasu dari berbagai kesalahan yang dibuat oknum polisi. Dan masih banyak lagi sanksi yang telah dilakukan oleh oknum polisi yang diberi sanksi hukum disesuaikan kesalahan yang dibuatnya.

“Polisi adalah lembaga penegak hukum, jadi siapapun bersalah maka akan ditindak sesuai prosedur kesalahan yang dibuatnya. Dan ini membuktikan bahwa polisi adalah penegak hukum yang profesional karena tidak tebang pilih,” tegasnya.
(dat07/wol-mdn)

Palsukan BAP, Oknum Polisi Terancam Dipecat

Kapolda Sumatera Utara Irjen Badrodin Haiti menegaskan, Bripka MSP Simanungkalit, penyidik Poltabes Medan yang terbukti melakukan pemalsuan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap mantan Anggota DPRD Sumut 2004 Victor Simamora, terancam mendapat sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Badrodin mengaku telah memerintahkan Kapoltabes Medan Kombes Imam Margono mengusut kasus dugaan pemalsuan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh oknum penyidik Poltabes Medan dengan serius dan tuntas.
“Saya sudah perintahkan Kapoltabes Medan segera menyelesaikan penyidikan,” katanya di Medan, Jum’at (20/11).
Dari laporan yang diterimanya, tersangka terperiksa Bripka MSP Simanungkalit terbukti melanggar Pasal VI huruf Q dan pasal V huruf A PP RI Nomor 2 tahun 2003, dan terbukti memalsukan tandangan dalam BAP.
Menurut Haiti, untuk sementara anggotanya itu dikenakan sanksi penahanan selama 14 hari dan dimutasi tugas. “Namun jika di pengadilan umum nanti divonis di atas satu tahun, maka saya pastikan akan dipecat karena telah merusak citra Polri, ” tegasnya.
Seperti diberitakan, tersangka terperiksa MSP Simanungkalit Rabu (18/11), diperiksa Unit P3D Poltabes Medan terkait pemalsuan BAP Victor Simamora.
Ia dituding telah melanggar peraturan pemerintah serta menyalahgunakan wewenang dan melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah dan atau Kepolisian Negara RI, dan memanipulasi perkara terkait kasus rekayasa BAP.
Akibat pemalsuan BAP oleh tersangka, korban pelapor Victor Simamora terpaksa mendekam selama dua bulan di ruang tahanan Poltabes Medan, karena BAP palsu yang dituduhkan padanya terkait kasus penipuan dan penggelapan.
Bahkan BAP rekayasa Victor juga diserahkan ke jaksa dan dinyatakan lengkap atau P21. Setelah 21 hari ditahan di Rutan Tanjung Gusta, Medan, BAP Victor dilimpahkan jaksa ke Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Sesuai BAP yang dituduhkan, sidangnya pun digelar di PN Medan. Dalam perkara itu hakim justru membebaskan Victor dari segala tuntutan hukum.
Menurut hakim, sesuai fakta yang terungkap di persidangan, Victor sama sekali tidak terbukti melakukan penipuan dan penggelapan seperti yang didakwakan jaksa kepadanya.
Di persidangan itu juga terungkap jika BAP Victor adalah palsu atau hasil rekayasa oknum polisi. Korban lalu membuat pengaduan ke Propam Polda Sumut.
Dalam laporannya ke Polda Sumut, Victor juga membeber dugaan keterlibatan AKBP AK ,mantan Kapolres Deliserdang, Kompol BH mantan Kasat Reskrim Poltabes Medan, dan AKP MYM mantan Kanit Resum Poltabes Medan, diduga sebagai dalam dalang rekayasa pemalsuan BAP atas dirinya yang dibuat Bripka MSP Simanungkalit selaku penyidik pembantu saat kasus itu. (samosir/dms)

sumber poskota.co.id

Oknum Polisi Kepergok Bobol Mobil

Korps kepolisian tercoreng dengan ulah yang dilakukan Aiptu Sm (51), warga Rungkut Lor, Surabaya. Oknum anggota Detasemen Markas (Denma) Polda Jatim ini kepergok mencuri tas di dalam mobil yang diparkir di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jagir Wonokromo.

Dari informasi yang dihimpun, Aiptu Sm membobol mobil Honda Accord W 1501 A yang diparkir di KPP Jagir Wonokromo pada Kamis (12/11/2009) siang lalu. Aksi Aiptu Sm itu diketahui oleh satpam setempat dan diserahkan ke petugas Polsek Wonokromo.

"Saat ditangkap, dia tidak mengaku sebagai anggota kepolisian," ujar sumber dari kepolisian yang namanya tidak mau disebutkan, Sabtu (14/11/2009).

Saat digeledah petugas Polsek Wonokromo, ditemukan kartu tanda anggota (KTA) milik Aiptu Sm. Karena pelaku adalah oknum anggota kepolisian, kasus tersebut diserahkan ke Sat Reskrim Polres Surabaya Selatan.

Aksi Aiptu Sm ini tidak hanya sekali saja. Selama kurang lebih 5 bulan terakhir, Aiptu Sm sudah melakukan aksinya di pelataran parkir Rumah Sakit Siloam, RSU dr Soetomo Surabaya, Rumah Sakit Graha Amerta dan terakhir di KPP Jagir.

Kapolres Surabaya Selatan AKBP Bahagia Dachi saat dikonfirmasi mengatakan, enggan menjelaskan secara detail. Namun, pihaknya sudah menyerahkan tersangka ke Bid Propam Polda Jatim.

"Sudah kita serahkan ke provost," pungkasnya.

sumber surabaya.detik.com

Bawa Kabur Tiga Avanza, Polwan Manis Ini Dipecat

Setelah melakukan berbagai pertimbangan dan persidangan, Polres Badung, Bali, akhirnya memecat oknum Polwan Aiptu Ni NS dari kesatuannya.

Menurut Kepala Humas Polres Badung Komisaris I Gusti Ayu Sasih, pemberhentian dengan tidak hormat dilakukan karena NS telah melakukan tindak pidana penggelapan mobil pada Februari 2008.

"Selain dipecat sebagai anggota Polri, yang bersangkutan juga telah divonis Pengadilan Negeri Denpasar dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara," papar Ayu Sasih, Senin (16/11).

Di samping melakukan tindak pidana, pelanggaran yang dilakukan NS adalah pelanggaran disiplin kedinasan sebagai anggota Polres Badung.

"Dia tidak menjalankan tugas sesuai kedinasannya sebagai anggota Polri selama sebulan sehingga diberhentikan merujuk pada Pasal 5 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri," katanya.

Pihaknya berharap, pemecatan NS ini dapat menjadi pelajaran bagi anggota Polri lain supaya tidak melakukan tindak pidana serta tetap menjunjung tinggi kedisiplinan dalam menjalankan tugas.

NS pada Februari 2008 dilaporkan telah melakukan tindak pidana penggelapan tiga mobil Toyota Avanza milik Ketut Suparsa asal Banjar Perang, Lukluk, Mengwi, Badung.

Setelah melalui penyelidikan, NS, yang beralamat di Banjar Darmasaba, Abiansemal, Badung, ini akhirnya terbukti melakukan tindak pidana dan resmi dinyatakan sebagai tersangka.

Selain dinyatakan melanggar kode etik profesi, pemecatan yang dilakukan juga berkaitan dengan pelanggaran tindak pidana oleh Sunadi yang bertugas di bagian Samapta Polres Badung ini.

sumber kompas.com

Sejarah POLRI

POLRI

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Saat ini Kapolri dijabat oleh Jenderal Sutanto, yang mulai bertugas tanggal 8 Juli 2005.

Sejarah


Tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi ketenteraan bersama-sama persatuan angkatan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya persatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.

Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi ini segera mengisytiharkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh Inspektur Kelas I Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan perang yang panjang.

Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang di dalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan alasan ingin menghalau tentara Jepang dari negara tersebut. Pada kenyataannya pasukan Sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi di mana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudiannya dijadikan sebagai Hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh rakyat Indonesia.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat perwiranya mampu menggetarkan dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenal kewujudan bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Kini tugas Polri yang utama ialah mengekalkan keamanan dan ketertiban di dalam negeri, Polri juga semakin sibuk dengan berbagai operasi ketenteraan dan penumpasan pemberontakan termasuklah penumpasan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).

Organisasi


Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).

Mabes Polri

Unsur Pimpinan

Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)

Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf

Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf terdiri dari:

Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri.
Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Derenbang), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Operasi (Deops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya
Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (De SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Logistik (Delog), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang logistik dalam lingkungan Polri
Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya
Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus

Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus terdiri dari:

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian
Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri
Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat)
Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum)
Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal
Divisi Telekomunikasi dan Informatika (Div Telematika), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang Informatika yang meliputi informasi kriminal nasional, informasi manajemen dan telekomunikasi
Unsur Pelaksana Utama Pusat

Unsur Pelaksana Utama Pusat terdiri dari:

Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal (Komjen).
Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen).
Satuan Organisasi Penunjang lainnya

Satuan organisasi penunjang lainnya, terdiri dari:

Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol
Pusat Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan, termasuk Rumah Sakit
Pusat Polri
Rumah Sakit Pusat Polri dikepalai oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Keuangan.
Polda

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).

Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah (Polwil), dan Polwil membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Kota (Polresta). Baik Polwil maupun Polres dipimpin oleh seorang Komisaris Besar (Kombes). Lebih lanjut lagi, Polres membawahi Polsek, sedang Polresta membawahi Polsekta. Baik Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Komisaris Polisi (Kompol).



Polri kini


Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional mahupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).

Polisi dan korupsi


Menurut lembaga Transparency International Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia adalah lembaga yang paling korup di Indonesia dengan index 4,2[1]. Hal ini berhubungan dengan tugasnya yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, sehingga menimbulkan celah untuk memanfaatkan hubungan itu untuk kepentingan pribadi.

Beberapa kasus penyelewengan yang terjadi di lingkuangan kepaolisisan adalah:

Pada tahun 2007, seorang oknum polisi Bali melakukan pemerasan terhadap wisatawan asing yang melanggar peraturan lalu lintas di Indonesia, pemerasan ini sempat direkam oleh wisatawan asal kanada itu . Video ini kemudian dimasukan ke youtube dan mendapatkan reaksi keras di Indonesia, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Sisno menduga video ini adalah rekayasa dan berjanji akan menggantung polisi yang ada di rekaman video tersebut. sedangkan Kapolda Bali berjanji akan menyelidiki kasus ini.

Komisaris Jendral Suyitno Landung mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri pada tahun 2004-2005. divonis satu tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Oktober 2006 karena penyalahgunaan wewenang pada saat menangani kasus pembobolan Bank BNI dengan tersangka Adrian Waworuntu.

Kapolres Cirebon AKBP Pudjiono Dulrahman dan Wakapolres Kompol Nurhadi menggelapkan dua mobil mewah hasil sitaan polres cirebon. Mobil Honda CR-V dan Nissan X-Trail tersebut tidak diregistrasi ke dalam buku sitaan, Honda CR-V diganti identitasnya kemudian dijual oleh AKBP Pudjiono Dulrahman kepada Hengky, sedangkan Nissan X-Trail digunakan oleh Kompol Nurhadi Handayani sebagai kendaraan pribadi dengan berbekal surat pinjam pakai, surat yang tidak mungkin dikeluarkan untuk mobil yang tidak pernah dimasukkan dalam registrasi sitaan

Indonesia-Police Watch (IPW) menduga pengadaan kendaraan lapis baja (Armoured Personnel Carrier/APC) untuk Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri pada 2001 ditengarai penuh rekayasa. Dugaan tersebut dilaporkan IPW pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada 5 November 2007.

Polisi dan Lalu Lintas


Untuk mengurangi angka kecelakaan, di sejumlah Polda telah memberlakukan aturan agar para pengendara sepeda motor menyalakan lampu sewaktu berkendara. Pada tanggal 29 November 2006, rapat yang diadakan di Gedung Cakra Ditlantas Polda Metro Jaya memutuskan bahwa mulai tanggal 4 Desember 2006 hingga 1 Januari 2007 sosialisasi menyalakan lampu kepada para pengendara sepeda motor. Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala Seksi SIM (Ka Si SIM) Polda Metro Jaya Komisaris Polisi (Kompol) Teddy Minahasa dan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya (Dirlantas) Komisaris Besar (Kombes) Djoko Susilo. Aturan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2007.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Polri

Jerat Anggodo, Polisi Seharusnya Panggil KPK dan MK, Bukan Media

Langkah Kepolisian RI (Polri) memanggil dua perwakilan media, Kompas dan Seputar Indonesia, terus menuai kecaman. Tindakan ini dinilai sebagai upaya mengkriminalisasi pers. Keterangan yang disampaikan juga berbeda-beda. Pihak Sindo mengaku dipanggil sebagai saksi atas laporan Anggodo yang merasa dicemarkan nama baiknya melalui pemberitaan. Sementara pihak Kompas menyatakan, pemanggilan karena polisi ingin memperkuat bukti menjerat Anggodo.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana turut mempertanyakan langkah penyidik Polri. Menurutnya, jika hendak menjerat Anggodo terkait rekaman penyadapan KPK yang diperdengarkan di sidang MK, seharusnya bukan media yang dimintakan keterangan.

"Pemanggilan terhadap media massa, katanya, untuk menjerat Anggodo. Di satu sisi ada miskomunikasi," ujar Denny dalam diskusi Pasca Rekomendasi Tim Delapan, Sabtu (21/11) di Jakarta.

"Kalau mau dapat detail rekaman Anggodo, seharusnya yang dipanggil adalah MK atau KPK, tidak Kompas atau Sindo," lanjutnya.

Sikap kepolisian ini membuat situasi yang terjadi tidak menjadi lebih reda. "Memang, situasinya tidak lebih cool karena pemanggilan ini, karena ada wacana kriminalisasi pers," kata Denny.

sumber okezone

Denny Indrayana: Panggil Media, Polri Perkeruh Suasana

Pemanggilan Bareskrim Mabes Polri terhadap dua harian nasional, Koran Seputar Indonesia dan Kompas, terkait pemuatan berita transkip rekaman Anggodo setelah diputar di Mahkamah Konstitusi 4 November, menuai berbagai kecaman.

Staf ahli Presiden bidang hukum Denny Indrayana, dalam diskusi Polemik Trijaya FM, bahkan menyesalkan tindakan Bareskrim tersebut.

"Itu kan malah memperkeruh suasana," tukas Denny di Warung Daun, Jalan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (21/11/2009).

Alasan pemanggilan untuk memperoleh informasi yang bertujuan menjerat Anggodo, menurut Denny, bukanlah alasan. Seharusnya jika ingin menggali informasi, mengapa tidak memanggil KPK dan Mahkamah Konstitusi yang memutar percakapan tersebut secara terbuka.

Karena kedua lembaga tersebut, menurut Denny, memiliki informasi yang lebih lengkap.(hri)(mbs)

sumber okezone

Diduga Merampok, Lima Oknum Polisi Ditahan

Lima oknum polisi dari Mapolsek Kembangan ditahan di Mapolres Jakarta Barat karena dugaan terlibat aksi perampokan pengendara mobil yang melintas di Jalan Puri Kembangan Raya, Sabtu (1/8) lalu.

Kelima oknum polisi tersebut masing-masing berinisial Aiptu H beserta tiga anggotanya yakni, Bripka TW, Bripka ES dan Bripka AN. Keempatnya merupakan anggota kepolisian yang bertugas di unit narkoba Mapolsek Kembangan, Jakarta Barat.

Sedangkan seorang pelaku lainnya diketahui berinisial D, anggota intel dengan pangkat Bripka. Selain mengamankan kelima oknum polisi tersebut. Polisi juga menyita barang bukti berupa satu unit mobil Suzuki APV warna hitam milik korban yang disembunyikan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Crysnanda Dwi Laksana juga membenarkan informasi penangkap tersebut. "Yang nanganinpolres," singkatnya. Menurut dia, pihaknya masih melakukan penyelidikan termasuk meminta keterangan untuk membuktikan apakah mereka (oknum polisi) terlibat dalam aksi perampokan tersebut atau sebaliknya." Kelimanya ditahan dan masih menjalani proses pemeriksaan di polres," ujarnya.

Peristiwa perampokan itu terjadi saat sebuah mobil Suzuki APV warna hitam yang ditumpangi enam orang tengah melintas di Jalan Puri Kembangan Raya, tidak jauh dari pusat perbelanjaan Carrefour, dipepet mobil pelaku. Setelah mobil korban berhenti, pelaku yang berjumlah lima orang menggeledah mobil dan mengambil sejumlah barang berharga seperti uang milik enam orang korbannya.

Sampai saat ini, identitas korban masih disembunyikan demi kepentingan penyelidikan. Usai menguras harta benda milik korban, para pelaku kemudian melarikan diri. Sementara korban langsung melaporkan kejadian itu ke Mapolsek Kembangan, Jakarta Barat. Mendapat laporan tersebut, Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polsek Kembangan dibantu petugas kepolisian dari Polres Jakarta Barat kemudian melakukan pengejaran.

Petugas akhirnya mengetahui identitas pelaku dan selanjutnya berhasil menangkap kelima oknum polisi tersebut berikut barang buktinya, Selasa (4/8) lalu. Kepala Subdetasemen Provos Divisi Propam Polda Metro Jaya AKBP Bonar Marpaung juga membenarkan informasi penangkapan itu.Tapi, bagaimana kronologisnya dia belum tahu karena masih dikembangkan. "Iya benar," ujarnya.

Menurut dia, penyelidikan selanjutnya diserahkan ke reserse sebab kasus ini diduga tindak pidana kriminal. "Untuk lebih jelasnya silakan ke bagian reserse," ungkapnya. Sementara itu, Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Idham Aziz yang dihubungi melalui telepon genggamnya membantah jika anggotanya terlibat dalam aksi kejahatan. Meski demikian, pihaknya akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui kebenarannya.

(Koran SI/Koran SI/ful)

sumber okezone

Oknum Polisi Bekingi Penggelapan Belasan Mobil

Jajaran Polresta Cirebon, Jawa Barat, berhasil membongkar kasus penggelapan kendaraan roda empat dengan modus menyewa. Lima dari delapan tersangka berhasil diciduk, satu di antaranya merupakan oknum kepolisian, Brigadir Satu Haris Solihin.

Berdasarkan informasi di Mapolresta Cirebon menyebutkan, petugas berhasil mengamankan tujuh dari 12 kendaraan yang merupakan barang bukti dari aksi penggelapan tersebut. Kendaraan tersebut, dilaporkan hilang dan digadaikan para pelaku.

Selain mengamankan tersangka oknum polisi, petugas juga berhasil menahan empat orang lainnya, Apid, Aman, Benong dan Yayah. Sedangkan tiga tersangka lain yang tercatat sebagai penadah masih dalam pengejaran.

Terungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan korban, Korina (36), pada 6 Oktober lalu, serta Laporan Dian Krisdian (36), pada 8 Oktober. Dalam kasus ini, oknum anggota Polresta, Haris bertindak sebagai tersangka utama.

Modusnya, sekitar bulan September 2009, tersangka Haris menyewa dua unit mobil, Xenia nopol E 1631 KH dan Avanza nopol E 636 ER kepada korban Korina selama satu bulan.

Dalam perjanjiannya harga sewa untuk Xenia Rp4 juta per bulan dan Avanza Rp4,7 juta. Namun, belakangan setelah masa sewa habis, tersangka Haris tidak mampu membayar. Ironisnya, dua mobil sewaan itu justru digadaikan kepada orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.

Melalui perantara Aman, mobil Avanza digadaikan Rp25 juta. Sedangkan mobil Xenia melalui perantara Afid digadaikan Rp25 juta. Tidak hanya itu, tersangka juga, menyewa 10 unit mobil lainnya kepada korban Dian Krisdian berupa kendaraan jenis Avanza, Suzuki Xenia, dan Daihatsu APV.

Seluruh kendaraan tersebut disewa selama sebulan. Hal yang sama, tersangka tidak dapat membayar dan malah menggadaikan kendaraannya dengan empat orang perantara yakni, Apid, Aman, Benong, dan Yayah.

Kapolresta Cirebon, Ajun Komisaris Besar Polisi, Ary Laksmana Widjaya didampingi Pjs. Kasat Reskrim, Iptu Hendrawan Susanto saat dikonfirmasi mengaku, para tersangka ditangkap sepekan setelah korban melaporkan penipuan dan penggelapanan tersebut.

"Tersangka yang pertama kali kami amankan adalah oknum anggota. Selanjutnya, kami melakukan pengembangan dan berhasil meringkus empat orang lainnya yang diduga sebagai pelantara pegadaian kendaraan rental tersebut," papar Hendrawan.

Dijelaskan Hendrawan, hasil pemeriksaan sementara penipuan yang dilakukan oknum anggota ini dilatarbelakangi karena terobsesi berwirausaha. Namun, dia tidak memiliki modal hingga menggadaikan kendaraan sewaan tersebut. Penggadain dilakukan di wilayah Kabupaten Cirebon dan Majalengka.

Lebih lanjut Hendrawana menegaskan, tersangka dijerat dengan pasal 372 tentang penggelapan dan 378 KUHP tentang perbuatan curang atau penipuan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.

Sementara itu Kapolresta Cirebon, AKBP Ary Laksmana mengaku, oknum polisi yang telah ditetapkan menjadi tersangka juga bakal diperiksa di Pelayanan Pengaduan Penegakan Disiplin (P3D) hingga sidang disiplin. "Kalau pengadilan memvonis lebih dari tiga bulan. Secara otomatis oknum anggota ini bakal dipecat," tegas Ary. (Tantan Sulton Bukhawan/Koran SI/ful)

sumber okezone

Lagi Asyik Main Judi, Oknum Polisi Ditangkap

Anggota polisi berpangkat Brigadir bersama warga sipil lainnya diamankan petugas Polres Bojonegoro saat bermain judi. Saat ini, mereka masih dimintai keterangan di Mapolres Bojonegoro, Jalan MH Thamrin, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Penggerebekan arena judi dilakukan polisi di dua tempat berbeda yakni di Gg Caraka, Kelurahan Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro, dan Jalan Asoka Kelurahan Sumbang, Bojonegoro.

Dari penggerebekan pertama yang dilakukan Minggu (28/6) dini hari itu, Brigadir Ek, anggota Polwil Bojonegoro ikut diamankan anggota Samapta Polres Bojonegoro. Selain oknum polisi, beberapa warga juga ditangkap yakni HS (27), warga Jalan Asoka, dan RP (29), warga Jalan Panglima Polim. Dari meja judi, polisi mengamankan barang bukti (BB) berupa satu set kartu domino dan uang Rp179.000.

Setelah menyisir dua tempat judi, polisi terus bergerak ke Jalan Basuki Rahmad, Gg Aspol, Desa Sukorejo, Kecamatan Bojonegoro. Sayanga, aksi polisi diduga bocor sehingga saat polisi datang, para pejudi dadu sudah melarikan diri. Hanya AS (31), warga setempat yang berhasil diamankan. Polisi juga kembali menyita barang bukti berupa 3 buah dadu, tempurung dan cawan, serta uang Rp19.000.

Saat dikonfirmasi, Kapolres Bojonegoro, AKBP Agus Saripul Hidayat membenarkan jika salah satu tersangka adalah oknum polisi. Oknum itu ditangkap saat bermain judi di Gg Caraka Kelurahan Ledok Kulon, Bojonegoro. Hanya, Kapolres enggan menyebut identitas oknum tersebut. "Saya lupa. Tapi yang pasti ada oknum polisi yang ditangkap," katanya.

Terkait keberadaan oknum itu, Kapolres berjanji tidak akan membedakannya dengan tersangka judi lainnya. Polres akan tetap menindak tegas dan tidak tebang pilih dalam upaya pemberantasan perjudian di wilayah hukum Bojonegoro. "Apalagi dia tertangkap tangan saat penggerebekan," tegasnya.(Nanang Fahrudin/Koran SI/lsi)

sumber okezone

Oknum Polisi Ditangkap Saat Nyimeng

Direktorat Narkoba Polda Papua kembali menangkap basah pengedar narkoba jenis ganja. Namun, yang tertangkap bukan kali ini bukanlah warga sipil, melainkan anggotanya sendiri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh okezone, Minggu (23/8/2009), dua kilogram ganja kering ditangkap di tangan seorang oknum anggota Polri bernama Franklin J Suel yang bertugas di Polres Keerom, Papua.

Ganja seberat dua kilogram diperolehnya dari negara Papua Nugini. Ganja ini rencananya akan dijual Rp1 juta per kilogram di daerah Jayapura. Namun sebelum menjualnya, Franklin terlebih dahulu berpesta ganja di salah satu kamar hotel di Jayapura bersama seorang temannya.

Sialnya, aksi keduanya tercium anggota Direktorat Narkoba Polda Papua yang langsung menangkap dan memeriksa keduanya. Penangkapan tersebut terjadi pada Jumat malam 21 Agustus 2009 lalu sekira pukul 21.00 WIT.

Hingga kini, pemeriksaan masih berlangsung dan pihak Polda Papua belum bisa dimintai keterangan terkait kasus yang menimpa anggotanya ini. (teb)

sumber okezone

Kapolri Harus Segera Diperiksa

Nama Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri disebut-sebut dalam persidangan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Salah satu terdakwa, Wiliardi Wizar, meminta agar Kapolri dijadikan saksi dalam persidangan.

Indonesia Police Watch (IPW) menilai, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan Wiliardi dan Antasari Azhar yang juga menjadi terdakwa, harusnya jeli dan bisa menindaklanjuti eksepsi yang dibacakan kuasa hukum Wiliardi.

"Sejak awal IPW mendesak agar Kapolri diperiksa. Apa ada kaitannya antara empat tim yang dibentuk Kapolri berdasarkan laporan Antasari dengan kematian Nasrudin?" ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane ketika berbincang dengan okezone, Jumat (9/10/2009).

Menurut Neta, majelis hakim seharusnya bisa mengembangkan persidangan dengan menjadikan Kapolri sebagai saksi dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran itu.

"Hakim harus mengakomodir Wiliardi," paparnya.

(lam)

sumber okezone

Penyidik Polri Kesal Diejek 'Anak Kecil'

Cekcok antara pengacara dan saksi penyidik kembali terjadi di persidangan Antasari Azhar. Kali ini Juniver Girsang menyebut Kompol Zarius Saragih sebagai anak kecil.

Saat itu Juniver mempertanyakan mengapa berita acara pemeriksaan Williardi berubah. Pertama, BAP dibuat pada 29 April kemudian diubah pada 30 April.

Dalam pemeriksaan Zarius bertanya, "Apakah Saudara (Williardi) bertemu dengan Antasari Azhar di rumah Sigit Haryo Wibisono terkait kegiatan mengintai, mengikuti, seseorang yang fotonya berada di dalam amplop (Nasrudin)?"

Saat itu Williardi menjawab pertemuannya dengan Antasari tidak ada hubungannya dengan mengintai, tapi hanya mengobrol biasa.

Namun pada 30 April, Williardi mencabut keterangan itu, sehingga jawabannya menjadi "Sebenarnya pertemuan saya dengan Sigit dan Antasari, adalah untuk menghilangkan orang dalam foto itu."

Saat Juniver mempertanyakan perubahan keterangan, Zarius mengaku tidak tahu. "Mengapa bisa berubah keterangan tanggal 29 dan 30?" tanya Juniver, dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Kamis (19/11/2009). Zarius pun menjawab dirinya hanya merujuk keterangan dari Williardi.

Juniver pun mencoba mempertegas pertanyaan itu. "Yang saya maksudkan mengapa bisa berubah?"

Kanit I Jatanras Polda Metro Jaya itu merasa pertanyaan Juniver itu tidak jelas dan meminta dipaparkan kembali.

Namun Juniver menganggap pemaparannya itu sudah jelas dan permintaan itu mengada-ada. "Masak harus diajarin, kayak anak kecil," ejeknya.

Pernyataaan Juniver itu langsung ditanggapi emosi oleh Zarius. "Keberatan majelis hakim. Saya bukan anak kecil. Saya keberatan kalau dibilang anak kecil," jelasnya.

Namun hakim ketua Heri Swantoro tidak menggubris keberatan Zarius dan memintanya untuk menjawab pertanyaan Juniver.(ton)(mbs)

sumber okezone

Hendardi: Pemanggilan Polisi Bentuk Intimidasi Polri terhadap Media

Pemanggilan redaksi Harian Kompas oleh Mabes Polri terkait pemberitaan rekaman percakapan Anggodo Widjojo yang diputar dalam sidang Mahkamah Konstitusi adalah bentuk intimidasi Polri terhadap media. Demikian dikatakan Ketua BP Setara Institute, Kamis (19/11) malam.

Menurut Hendardi, pemanggilan polisi itu sama sekali tidak berdasar. "Semua saluran untuk mempersoalkan keberatan atas sebuah pemberitaan sudah tersedia. Sebaiknya Polri melakukan konsolidasi internal di tengah ketidakpercayaan publik atas institusi Polri. Jangan malah urus masalah-masalah yang tidak relevan," tandas Hendardi.

Ironinya, kata Hendardi, Polri begitu cepat merespon laporan Anggodo untuk delik pencemaran nama baik dengan memanggil Harian Kompas. "Sebaliknya, Polisi amat lambat dan ogah-ogahan mengusut dugaan percobaan penyuapan yang dilakukan oleh Anggodo. Langkah Polri ini menggenapi kekhawatiran dan kecurigaan publik terhadap profesionalitas Polri dalam menangani kasus ini," kata Hendardi.

Menurut Hendardi, kepercayaan publik terhadap aparat dan institusi Polri semakin terpuruk ke titik nadir karena kesan publik saat ini terhadap Polri adalah kepalsuan, kepanikan, dan salah langkah melulu.

Periksa Media, Kepolisian Panik?

Respons cepat pihak kepolisian menindaklanjuti laporan Anggodo Widjojo terhadap dua media, Kompas dan Seputar Indonesia, dipertanyakan. Pada Jumat (20/11), perwakilan dua media itu pun dipanggil pihak kepolisian sebagai saksi untuk memberikan keterangan atas dugaan pencemaran nama baik lewat pemberitaan transkrip pembicaraan Anggodo yang dimuat pada 4 November 2009.

Pengamat politik LIPI, Lili Romli, mempertanyakan letak kesalahan dari pemuatan transkrip pembicaraan telepon tersebut. Sebab, transkrip yang disajikan disarikan dari rekaman yang diperdengarkan oleh Mahkamah Konstitusi. "Sumber koran itu kan jelas. Terbuka, terang benderang diambil rekamannya dari lembaga resmi, MK. Sangat disayangkan tindakan kepolisian yang memanggil dua media ini. Itu bisa menjadi sikap kepanikan polisi karena merasa dipojokkan juga dengan pemberitaan yang ada," kata Lili, Jumat di Gedung DPD, Jakarta.

Padahal, ia melanjutkan, masyarakat justru tahu dari transkrip yang sudah ada lebih dulu. "Harusnya, jika ada bocoran, maka yang dihukum adalah yang membocorkan. Bukan yang memberitakan. Media kan memberikan informasi kepada publik," ujarnya.

Pimpinan Kompas dan Sindo hari ini dipanggil oleh Mabes Polri setelah sebelumnya sempat dibatalkan. Perwakilan Sindo, Nevi Hetaria, yang memenuhi panggilan polisi, mengungkapkan bahwa pihaknya dimintakan keterangan terkait laporan Anggodo Widjojo dan Indra Sahnun Lubis dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui pemberitaan.

Polisi Peringkat Satu Pelaku Kekerasan di Sumut

Instansi kepolisian menempati peringkat pertama untuk pelaku kekerasan di Sumatera Utara. Hal ini diungkapkan Koordinator Kontras Sumatera Utara Diah Susilowati saat dijumpai di kantornya, Jumat (20/11/2009).

"Dari pelaku-pelaku lainnya, mereka (kepolisian) peringkatnya paling tinggi. Selain itu, frekuensinya juga meningkat dari tahun ke tahun," jelas Diah kepada okezone, Jumat (20/11/2009).

Pihak Kontras menghasilkan data tersebut dari pantauan monitoring yang dilakukan mereka. Dari hasil monitoring tersebut, hasilnya direkapitulasi dalam empat bulan sekali. Data tersebut mencatat beberapa tindak kekerasan, seperti penganiayaan, penyiksaan, penangkapan di luar prosedur, dan pembiaran kasus yang tidak ditindaklanjuti.

Menurut Diah, hal ini terjadi karena terlalu besarnya kewenangan yang dimiliki kepolisian. Apalagi, sejak polisi dipisah dari TNI dan kemudian kewenangannya disahkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

"Kewenangan dan kekuasaannya terlampau besar, apalagi mereka bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sehingga menjadi arogan. Akhirnya, kewenangan dan kesewenangan beda tipis," tambah Diah.

Pihaknya berharap ada aturan kepolisian yang lebih jelas dan tegas. Selain itu, lanjut dia, juga diperkuatnya kontrol eksternal seperti Kompolnas dengan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oknum kepolisian.

Kontras sendiri hingga saat ini masih memperjuangkan beberapa kasus pembunuhan di Sumut yang termasuk dalam kategori pembiaran oleh kepolisian. Selain itu, ada beberapa kasus bentrok polisi dengan warga sebagai dampak dari konflik tanah masyarakat dengan pengusaha perkebunan seperti di Kabupaten Deli Serdang dan Toba Samosir. (teb)

Jumat, 20 November 2009

Polisi Gadungan Rampas Motor Pelajar

Dua polisi gadungan berhasil ditangkap Polres Pamekasan di sub terminal Kecamatan Bugih. Sebelum ditangkap petugas, dua pelaku tersebut berhasil merampas sepeda motor warga.

Identitas dua polisi gadungan tersebut diketahui bernama Supardi (36) asal Dusun Pandan, Ambunten Tengah dan Saiful Hajar (27) warga Dusun Bajung Timur, Ambunten Timur, Kecamatan Ambunten, Sumenep. Kini, kedua pelaku tersebut mendekam di sel tahanan.

Sementara korban dari polisi gadungan tersebut, diketahui bernama Khairul Anam (18), warga Jalan Panglegur, Pamekasan. Dia kehilangan sepeda motor jenis Yamaha Vega R, dengan nopol N 2096 HR.

Kasat reskrim Polres Pamekasan AKP Kholil menerangkan, kasus tersebut berawal saat korban pulang sekolah. Korban yang saat itu berboncengan dengan temannya, dicegat dua pelaku tepat di depan SMAN 3 Pamekasan, Jalan Pintu Gerbang.

Korban yang merasa tidak bersalah, sempat berdebat dan menanyakan maksud dari dua pelaku yang menahan sepeda motornya. Saat ditanya, kedua pelaku tersebut langsung balik mengancam dan menyatakan diri sebagai anggota reserse Polres Pamekasan.

"Motor korban dirampas dan disuruh ambil di kantor (Polres). Nah, saat hendak diambil ternyata motornya tidak ada," ujar Kholil kepada wartawan, Jumat (20/11/2009).

Melihat ada kejanggalan, Kholil langsung memerintah anak buahnya untuk mengusut tuntas perampasan motor yang dilakukan kedua pelaku. Selang beberapa jam setelah kejadian, petugas yang sudah mengantongi ciri-ciri pelaku, langsung melakukan pengejaran.

"Kami berhasil mengungkap kasus tersebut dan pelaku yang mengaku aparat tersebut, berhasi ditangkap di sub terminal Bugih," tegasnya.

Sementara itu, salah satu pelaku menyatakan bahwa barang hasil rampasannya sudah dijual ke salah satu penadah, yang kini identitasnya sudah dikantongi pihak kepolisian. (Subairi/Koran SI/teb)

Diduga Selingkuh di Hotel, Polisi Digerebek

Kapolres Magelang AKBP Bayu Wisnu Murti menyatakan akan menindak tegas oknum anggotanya jika terbukti selingkuh sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Pasti kita tindak tegas kalau terbukti bersalah," katanya di Magelang, Jumat (4/7). Oknum anggota Polres Magelang berpangkat ajun komisaris polisi dengan inisial W bersama teman perempuan berinisial M digerebek petugas di sebuah hotel di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Kamis.

Ia mengatakan, sejumlah petugas Polres Magelang melakukan cek silang ke Polres Semarang terkait kasus tersebut. Bayu Wisnu terkesan enggan menyebutkan keberadaan oknum anggotanya hingga saat ini. "TKP (tempat kejadian perkara) di sana kita cek ke sana (Ambarawa)," katanya.

sumber kompas

Oknum Polisi Diduga Terlibat Penyelundupan TKW

Penyidik Polres Mataram yang menangani kasus pemberangkatan 14 orang TKW ke Malaysia secara ilegal, sedang menelusuri dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus tersebut.

"Saya sudah perintahkan penyidik telusuri dugaan keterlibatan oknum polisi. Tidak ada yang kebal hukum, siapa yang salah harus ditindak," kata Kapolres Mataram, AKBP Triyono Basuki Pujono, kepada wartawan di Mataram, Minggu.

Triyono mengatakan, pihaknya sedang mendalami pola rekrutmen dan pemberangkatan 14 orang TKW asal Kabupaten Lombok Timur itu, termasuk mempelajari dugaan keterlibatan oknum polisi dalam permasalahan tersebut.

Pihaknya tidak akan menoleransi keterlibatan oknum polisi dalam proses pemberangkatan TKW secara ilegal itu karena berkaitan dengan kredibilitas institusi kepolisian. "Kalau ada buktinya, tentu akan ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.

sumber kompas

Sejumlah Oknum Polisi di Kupang Diduga Jadi Gigolo

Sejumlah oknum anggota kepolisian di Kota Kupang diduga menjadi pemuas seks (gigolo) bagi sejumlah ibu rumah tangga di Kota Kupang. Kasus itu terungkap setelah aparat penyidik Polsekta Alak mengorek informasi dari Ny SMS yang terlibat kasus memberikan keterangan palsu terhadap kepolisian.

Kepala Polsekta Alak Inspektur Satu Agung B Leksono, ketika dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Selasa (30/12), menjelaskan, Ny SMS diperiksa penyidik Polsekta Alak karena memberikan keterangan palsu tentang adanya transaksi narkoba di Pelabuhan Tenau-Kupang.

Kepada aparat kepolisian, kata Leksono, yang bersangkutan melaporkan bahwa ada transaksi narkoba di Pelabuhan Tenau, Sabtu (27/12) pukul 23.00 Wita. Setelah dilakukan investigasi, kata Leksono, ternyata tidak ada transaksi narkoba di Pelabuhan Tenau. Malah, kata Leksono, aparat kepolisian menemukan Ny SMS, warga Kelurahan Alak, sedang berduaan dengan R, oknum anggota Polsekta Oebobo di Pelabuhan Tenau.

"Setelah kami hubungi pemberi informasi yang mengaku bernama Aci Lian ke nomor ponsel yang menghubungi kami, ternyata nomor telepon itu milik Ny SMS sehingga kami langsung amankan yang bersangkutan karena memberikan informasi palsu," katanya.

Dalam keterangannya kepada penyidik, kata Leksono, Ny SMS mengaku tidak ada transaksi narkoba. Namun, keberadaannya bersama R di Pelabuhan Tenau malam itu untuk mempertemukan R dengan Ny Fji, seorang ibu rumah tangga.

Ny Fji, menurut Ny SMS, membutuhkan R untuk menemaninya di atas ranjang dengan imbalan Rp 1 juta. Sebelumnya disepakati R bersama Ny Fji akan bertemu di Pelabuhan Tenau. Dalam kesepakatan, Ny Fji dan Ny Win akan datang ke Pelabuhan Tenau, menggunakan sebuah mobil Avanza.

"Namun, setelah ditunggu ternyata Ny Fji dan Win tidak datang sehingga tinggal R dan Ny SMS di Pelabuhan Tenau," kata Leksono.

Informasi yang dihimpun Pos Kupang menyebutkan, dalam keterangan Ny SMS kepada penyidik Polsekta Alak bahwa Ny Win dan Ny Fji bekerja di salah satu instansi pemerintah di Jalan Palapa, Kota Kupang.

Kedua ibu rumah tangga itu sering kali mencari oknum anggota kepolisian melalui jasa Ny SMS untuk berhubungan intim dengan imbalan tertentu.

Sesuai pengakuan Ny SMS yang diduga menjadi "calo" dalam mencari pria sebagai "gigolo" itu, beberapa oknum anggota kepolisian yang sudah masuk dalam perangkap ibu-ibu "haus seks" itu bertugas di Polsekta Alak, Polsekta Oebobo, SPN Kupang, dan Polda NTT.

Bahkan pada malam Sabtu (27/12) sekitar pukul 23.45 Wita, aparat kepolisian dari Polsekta Alak bersama Ny SMS sempat mendatangi tempat kos milik Lt di Oesapa Kecil. Pada saat itu, dipergoki Ajun Komisaris AS sedang berada di kamar Lt. Lt, salah seorang pegawai di salah satu koperasi di Kota Kupang itu, diakui Ny SMS kepada penyidik, merupakan anggota jaringan Ny Fji dan Ny Win yang juga membutuhkan pria-pria untuk mendapatkan kepuasan seks.

Kepala Polsekta Alak Inspektur Satu Agung B Leksono mengatakan, penyidik Polsekta Alak akan tetap meminta keterangan R, oknum anggota polisi yang bertugas di Polsekta Oebobo. "Sekarang Ny SMS dikenakan status wajib lapor, sedangkan oknum R akan kami periksa sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan Ny SMS itu. Kami tidak melihat kasus bisnis seksnya, tetapi informasi palsu tentang adanya transaksi narkobanya yang kami kedepankan," kata Leksono.

Menurut Leksono, sejumlah oknum anggota kepolisian yang disebut Ny SMS diduga telah dijebak oleh para pelaku sebagai sapi perahan, sekalipun semua diiming-imingi akan mendapat imbalan begitu besar apabila melayani para pelaku itu.

"Modusnya, mereka mengaku telah hamil lalu memeras oknum anggota itu supaya tidak dilaporkan kepada pimpinan. Jadi, motifnya hanya untuk pemerasan saja karena ada oknum anggota yang menghabiskan uang begitu banyak untuk diberikan kepada para pelaku itu dengan dalih mereka hamil. Padahal, ujung-ujungnya untuk mendapatkan uang saja," katanya.

Kepala Polda NTT Brigadir Jenderal Antonius Bambang Suedi, yang ditanya wartawan dalam jumpar pers akhir tahun di Mapolda NTT, mengatakan, kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan Polresta Kupang. Namun, anggota yang terlibat melakukan pelanggaran hukum akan ditindak. "Pasti akan ditindak nanti anggota yang terlibat dalam kasus tersebut," kata Brigadir Jenderal Bambang Suedi. (Pos Kupang/Ben)

sumber kompas

Gempar Video Aparat Paksa Bugil Mahasiswi

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar bersedia mendampingi dan membela mahasiswi yang dipaksa bugil seperti terlihat dalam rekaman yang menghebohkan kalangan mahasiswa di Makassar.

"Kami berharap korban bersedia mengungkap siapa oknum aparat keamanan yang memaksa membuka pakaiannya itu. Kami siap membantu korban untuk menuntut dan menyeret pelaku ke meja hijau," tutur Fajriani Langgeng, aktivis LBH Makassar, Sabtu (16/5).

Menurut Fajriani yang juga advokat ini, ulah oknum aparat keamanan yang memaksa korban bugil tersebut merupakan pelanggaran berat, bisa dikategorikan pelanggaran HAM. Hukuman yang pantas buat pelaku ada dipenjara dan dipecat dari satuannya.

Fajriani menegaskan hal itu terkait beredarnya rekaman yang memperlihatkan seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar yang dipaksa bugil beredar. Adegan yang direkam melalui kamera handphone itu berlangsung di dalam sebuah mobil.

Informasi yang diperoleh Tribun, lokasi kejadian di salah satu kawasan wisata Tanjung Bunga, Makassar, beberapa waktu lalu. Rekaman berdurasi sekitar satu menit tersebut kini beredar luas di di Makassar.

Pada rekaman itu, terlihat korban dipaksa melucuti celana dalamnya hingga bagian terlarangnya tersingkap oleh oknum yang mengaku aparat keamanan saat melakukan razia di kawasan tersebut. Saat itu korban kedapatan bermesraan dengan pacarnya oleh oknum yang mengaku aparat keamanan.

Adegan pemaksaan pelucutan pakaian mahasiswi itu dilakukan di samping pacar korban. Si aparat ini memaksa korban membuka pakaiannya untuk mengetahui apakah mahasiswi itu telah melakukan hubungan suami istri atau belum saat itu.

Menyusul beredarnya rekaman pemaksaan bugil tersebut, korban tiba-tiba bak selebritis yang setiap hari dibahas di kampusnya. Tidak hanya kalangan mahasiswa, seluruh staf dan dosen korban telah menyaksikan rekaman tersebut.

"Saya prihatin. Setiap masuk kampus, pasti banyak orang yang meliriknya. Akibatnya si korban makin malu kalau masuk kampus," tutur seorang rekan korban yang ditemui Sabtu (16/5).

Kini korban telah memotong rambutnya. Di rekaman itu, rambut korban terlihat panjang hingga melewati bahu. "Untungnya dia masih mau kuliah," tambahnya.

sumber banjarmasinpost

Diduga Cabuli Pembantu, Polisi Berpangkat AKP Ditahan

Seorang Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasatreskrim) diduga berbuat kriminal. Polisi berpangkat AKP yang bekerja di wilayah hukum Polda Kalimantan Selatan itu diduga terlibat kasus pencabulan terhadap pembantu rumah tangga. Penahanan terhadap AKP Dd dilakukan setelah penyidik Ditreskrim Polda Kalsel mempunyai bukti awal.

Namun, berbeda dengan dengan tahanan lain, AKP Dd dijebloskan di sel Mako Densus 88 di Jalan A Yani Km 4,5. Menuirut info yang diperoleh, AKP Dd diperiksa petugas setelah adanya laporan sang pembantu kelahiran 1994 yang namanya dirahasiakan itu. Setelah kasus mencuat, AKP Dd pun dimutasi menjadi perwira nonjob di Polda Kalsel.

Plt Kabid Humas AKBP Drs Natsir Jakfar yang dikonfirmasi, Minggu (15/11), membenarkan bahwa AKP Dd telah ditahan petugas Ditreskrim. Hal senada pun diungkapkan Kabag Analisis Ditreskrim Polda Kalsel AKBP Drs Purwanto. Purwanto yang baru saja mendapat promosi jadi Kasat IV Tipiter ini membenarkan bahwa AKP Dd telah ditahan. "Tersangka dijerat UU Perlindungan Anak," ungkap Purwanto.

Sebelumnya, sinyal adanya pemeriksaan terhadap mantan Kasatreskrim Polres Banjar ini telah muncul. Waktu itu Kapolda Kalsel Brigjen (Pol) Dr Untung S Rajab mengatakan, kasus ini langsung diselidiki jajarannya seusai mendapat laporan. "Jika ada tindak kejahatan maka akan kita periksa," ungkap jenderal yang terkenal tegas ini.

Pihak penyidik pun tak main-main dalam kasus ini. Terbukti visum terhadap korban pun dilakukan oleh pihak penyidik, dan hal ini dibenarkan oleh Kabid Dokkes AKP Setyo beberapa waktu lalu. Diberitakan sebelumnya, AKP Dd dilaporkan melakukan pencabulan terhadap pembantu rumah tangga berusia 15 tahun yang bekerja di rumah dinasnya.

Sumber : kompas.com

Polisi Bkuk pencuri setelah 9 kali beraksi

Empat pelaku pencurian dengan kekerasan (curas) dibekuk jajaran Ditreskrim Polda Jabar, Kamis (19/11/2009).

Keempatnya adalah Edimar Sigalingging alias Edi (38), Miduk Simaremare (39), Jender Simbolon (50), dan Aseng Panjaitan (50).

Selain menangkap tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp7,2 juta, tiga unit HP Nokia, tiga buah jam tangan, tiga buah gelang emas, tiga buah kalung emas, dan dua cincin emas. Para tersangka telah melakukan aksinya sebanyak sembilan kali, yaitu di daerah Karawang, Bekasi, Lembang, Gedebage Bandung, dan Cirebon.

Menurut Kabid Humas Polda Jabar Kombes Dade Achmad, keempat tersangka terakhir melakukan aksinya di sebuah rumah di Jalan Elang Raya Nomor 246 RT 06/16, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Cirebon.

Di rumah tersebut, mereka berhasil menggasak uang tunai sebesar Rp60 juta, perhiasan emas seberat 68 gram, enam unit HP berbagai merek, dua buah kamera digital, dan satu handycam.

Mereka sebelumnya menyewa sebuah mobil Daihatsu Xenia warna merah dan terlebih dahulu mengecek tempat yang menjadi sasaran pencurian. Setelah mendapat lokasi, mereka masuk dengan cara mencongkel pintu atau jendela, kemudian menodong korban dengan menggunakan golok dan linggis.

"Setelah itu, para tersangka menguras harta korban," kata Dade di Mapolda Jabar, Jumat (20/11/2009).

Dade menambahkan, sasaran pencurian yang dilakukan tersangka adalah rumah-rumah penduduk, perkantoran, pabrik, dan sekolah. Seluruh tersangka ditangkap di daerah Sadawarna, perbatasan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang.

Polda Lampung Tangkap Tujuh Perampok Lintas Provinsi

Kepolisian Daerah atau Polda Lampung sepekan terakhir berhasil membekuk tujuh perampok antar provinsi. Ketujuhnya berhasil ditangkap di wilayah berbeda di Lampung dan sudah masuk dalam daftar pencarian orang untuk berbagai kasus perampokan dan pembunuhan sejak lama.

Direktur Reserse Kriminal Polda Lampung Komisaris Besar Darmawan Sutawijaya, Jumat (20/11) mengatakan, perburuan para perampok dipimpin Kanit III Jatanras Komisaris Hengki Haryadi. Tim dari unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) mulai memburu mereka sejak sepekan yang lalu.

Tercatat sejak 14 November hingga 20 November 2009 tim Jatanras dan Densus 88 Polda Lampung, serta Polres Tulang Bawang dan Lampung Timur berhasil menangkap Hidayat alias Suyatdi Dusun Y Kelurahan Sidodadi Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Suyat adalah DPO untuk kasus pencurian dengan kekerasan yang menimbulkan kematian Kepala Pos Polisi Adiluwih, Pringsewu, Aiptu Rizali Siregar pada 26 Januari 2009.

Tersangka berikutnya adalah Yudis Setiawan alias Yudi alias Irun bin Surat dan Suratman. Keduanya berhasil ditangkap tim Jatanras dan personel Polres Tulang Bawang pada 18 November 2009 di Tanjung Batu, Bandar Sakti, Tatakarya, Lampung Utara.

Pada 20 November 2009 tim Jatanras dan personel Polres Lampung Timur menangkap Sarju bin Suro, Waluyo bin Bagong, dan Kamirudin pukul 03.00 di Dusun Bambu Kuning Desa Bandar agung Kecamatan Sribawono Lampung Timur; serta pada pukul 05.30 menangkap Pujiono di Desa Serba Jaya, Pemanggilan, Natar, Lampung Selatan.

Darmawan mengatakan, sebelum ditangkap, lima dari tujuh tersangka perampok tersebut, yaitu Suyat, Sarju, Waluyo, Suratman, dan Yudis, sempat merampok dan melukai korban di Batanghari dan Tanjung Jabung Timur di Provinsi Jambi pada 10 November 2009. Ke limanya merampok pengusaha sawit dan membawa kabur uang senilai Rp 140 juta.

Lebih lanjut Darmawan mengatakan, sebagai kelompok perampok, mereka tidak hanya merampok melainkan juga bertindak sebagai pembunuh bayaran. Sebagai pembunuh bayaran mereka dibayar antara Rp 10 juta hingga Rp 100 juta. "Sementara dalam setiap aksi merampok mereka selalu menggunakan kekerasan hingga membunuh korban. Mereka sudah beroperasi sejak 10 tahun yang lalu dan merupakan DPO. Mereka di antaranya sudah beraksi di Lampung, Jambi, Palembang, Riau, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya," ujar Darmawan.

Dalam pemeriksaan polisi tersebut, enam tersangka melanggar pasal 365 KUHP dan diganjar 15 tahun penjara. Sementara Kamirudin diancam hukuman 4 tahun penjara karena terlibat menyembunyikan dan menyimpan barang bukti hasil kejahatan.

Hasrudin Tertembak Oknum Densus 88 Anti Teror

Seorang warga di Kota Palu, Sulawesi Tengah, terpaksa dilarikan ke rumah sakit akibat terkena tembakan oknum anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polda setempat.

Korban, Hasrudin (33), warga Jalan MH Thamrin, Kecamatan Palu Timur, ini terkena tembakan di tangan kanan dan perutnya pada Jumat pukul 02.30 Wita di Spacebar dan Lounge, tempat hiburan malam terbesar di Palu.

Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Irfaizal Nasution, Jumat (20/11) di Palu, membenarkan kabar mengenai insiden itu. Namun, dia membantah jika korban Hasrudin itu ditembak oknum anggotanya, Briptu MF. "Korban itu bukan ditembak, tapi tertembak akibat peluru nyasar," katanya.

Menurut Irfaizal, insiden itu dipicu peristiwa pemukulan. Pelaku MF saat itu baru saja keluar dari kamar kecil. Tiba-tiba, ia dikeroyok sejumlah orang tak dikenal dari arah belakang hingga pelipis kirinya terluka.

Karena merasa terpojok, MF kemudian ingin mencabut senjata api dari balik pinggangnya. Sejumlah aparat internal Spacebar yang melihat kejadian itu segera mengamankan senjata api dari tangan MF.

"Menurut keterangan pelaku, saat itu yang bersangkutan berniat untuk membuang tembakan ke atas. Namun ternyata, senjata itu sudah meledak," katanya.

Akibat tembakan itu, salah satu pengunjung Spacebar mengalami luka cukup serius terkena peluru nyasar. Sebagian besar pengunjung Spacebar pun berlarian ke luar menyelamatkan diri.

Polisi yang mendengar kejadian ini segera mendatangi lokasi dan mengamankan pelaku. "Saat ini MF bersama barang bukti telah diamankan aparat Bid Propam untuk diproses lebih lanjut," ungkap Irfaizal.

Untuk membuktikan kasus itu, pihaknya tengah menghimpun barang bukti dan keterangan dari para saksi, termasuk tersangka dan korban sendiri.

Akibat perbuatannya, pelaku yang kini ditetapkan sebagai tersangka ini akhirnya ditahan karena melanggar pidana dan disiplin Polri.

"Saat ini yang bersangkutan dikenai sanksi disiplin Polri. Namun, belum diketahui apa sanksinya karena masih menunggu hasil putusan sidang dari pelanggaran pidananya," katanya.

Sementara itu, pantauan di RS Bhayangkara Palu, Hasrudin masih dirawat intensif. Sejumlah keluarga dan kerabat berdatangan untuk melihat kondisinya.

Ilham, kakak korban, mengatakan bahwa pihak keluarga meminta kasus ini segera diusut dan diproses secara tuntas. "Kami minta biaya pengobatan di RS ini juga dipertanggungjawabkan oleh polisi," katanya.

sumber kompas

Polisi Kurang Tajam Analisa Kasus

Sikap Polri yang maju mundur dalam pemanggilan terhadap pemimpin redaksi Koran Seputar Indonesia menunjukkan bahwa kurang tajamnya polisi dalam menganalisa sebuah kasus.

"Kemampuan polisi reserse dalam menganalisis suatu kasus kurang tajam, karena itu langsung ambil tindakan, persis seperti waktu Bibit dan Chandra. Analisa kriminal tidak tajam," ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar saat dihubungi okezone, Jumat (20/11/2009).

Menurutnya, dalam menghadapi suatu kasus polisi harus mengikuti prosedur yang sesuai. Apakah objek sebagai saksi atau tersangka, lanjutnya, harus benar-benar dianalisa secara tepat baru kemudian ambil langkah.

"Selain itu, sikap ini menunjukkan polisi kurang profesional. Nanti cari-cari lagi, jadinya trial and error," tutur dia.

Bambang menyayangkan sikap pemanggilan yang terkait transkrip rekaman Anggodo Widjojo ini. Sebab, kasus yang semula hanya dugaan penyalahgunaan wewenang dengan tersangka Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah namun kini merambah ke mana-mana.

"Kroscek Tim 8 yang dilakukan belum tuntas, masih menunggu sampai Senin nanti, (polisi) sudah buat ulah lagi. Jangan sampai ini diduga mengkriminalisasi pers," tandas Bambang.

Seperti diketahui, setelah Polri membatalkan rencana pemanggilan terhadap pemimpin redaksi Koran Seputar Indonesia dan Kompas pagi tadi, tiba-tiba Polri meralat pembatalan tersebut.

Menurut Pemimpin Redaksi Koran SI, Sururi Alfaruq, sebelumnya pembatalan dilakukan dengan alasan ada miskomunikasi. Namun menjelang siang, dia mendapat telepon dari Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna yang mengatakan pemanggilan tetap dilaksanakan.

Sementara untuk Kompas, apakah kembali dipanggil atau tidak, okezone belum mendapatkan konfirmasi. Telepon ke Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bangun tidak diangkat. (lsi)

Hanura Marah karena Polri Panggil Media

Anggota DPR dari Fraksi Hanura, Akbar Faisal, Jumat, menyatakan fraksinya marah dan mengecam Polri yang disebutnya tidak mau belajar dan terus menerus menghina rasa keadilan masyarakat, dengan memanggil dua media, Kompas dan Harian Sindo, atas pengaduan Anggodo.

"Pemanggilan Kompas dan Sindo oleh kepolisian atas pengaduan Anggodo itu membuat kami di Fraksi Hanura tertegun, khawatir dan marah," ujarnya.

Dia menilai Kepolisian menghina keadilan masyarakat luas, dan tidak mau belajar dari kekeliruannya dengan terus melakukan langkah-langkah mencederai hukum.

Padahal, demikian Akbar, media massa adalah etalase kontrol publik dan pilar demokrasi keempat.

"Kami akan mempersoalkan hal ini dan meminta kepolisian tidak melakukan kesalahan elementer secara beruntun," tegasnya.

Hanura, tandas Akbar, mendesak Polri menghargai hak rakyat untuk mendapatkan informasi melalui media, dan jika ada pihak yang tidak setuju atas satu pemberitaan, ada mekanisme hak jawab yang harus dilakukan terlebih dahulu.

"Hentikan gaya-gaya Orde Baru seperti ini. Rakyat dan media telah sangat lelah ditakut-takuti atas alasan apapun," ujarnya.

Akbar menjanjikan Fraksi Hanura akan bersama rakyat dalam memperjuangkan haknya dan berjalan bersama media untuk mengawal demokrasi.

Sementara itu, kalangan pers dari berbagai media yang tergabung dalam Koalisi Antikriminalisasi Pers, akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, dengan pesan menentang setiap aksi kriminalisasi pers yang dilakukan siapapun. (*)
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal. Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi.. selengkapnya