Sebanyak 13 anggota Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) diberhentikan tidak dengah hormat dari dinasnya masing-masing karena melakukan berbagai pelanggaran.
Upacara pemberhentian mereka dilakukan di halaman Mapolres Palu, Kamis, dipimpin Kapolres AKBP Bonar Sitinjak dengan dihadiri sejumlah anggota Polri lainnya.
Ketigabelas polisi itu resmi tidak menjadi anggota Polri lagi sejak 31 Desember 2009.
Dalam upacara tersebut Kapolres Sitinjak menanggalkan atribut dinas dan mencabut kewenangan kepemilikan kartu tanda anggota (KTA)
Usai melakukan upacara, kapolres mengatakan pemberhentian tidak dengan hormat ini adalah salah satu pemberian efek jera kepada anggota Polri lainnya.
"Kami menjunjung tinggi kedisiplinan, dan siapa pun yang melanggar, pasti akan ditindak," kata kapolres.
Sebanyak 13 anggota Polri yang diberhentikan tidak dengan hormat tersebut adalah Bripka RM, Briptu Sy, Briptu AI, dan Bripda IY, semuanya anggota Polres Palu.
Polres Morowali, Briptu UM, Briptu Sa, dan Bripda MF. Brigadir KIM dan Bribda Hen dari Satuan Brimobda Sulteng. Briptu Yus dan Bripda FA, dari Polda Sulteng.
Sedang, dari Polres Tojo Una-Una dan Polres Parigi Moutong masing-masing Bripda EBU dan Brigadir Sf.
sumber kompas
Kamis, 07 Januari 2010
Korban Penganiayaan Polisi di Kediri Tuntut Keadilan
Basar Suyanto, pelaku pencurian satu buah semangka di Kelurahan Bujel, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, mempertanyakan proses hukum terhadap Ajun Inspektur Dua Marwan. Hingga kini dia masih merasakan sakit pada rusuk kanannya akibat penganiayaan anggota polisi tersebut.
Ditemui di rumahnya, Kamis (7/1), Basar mengaku belum bisa memaafkan perbuatan Aipda Marwan, anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur yang menghajarnya bersama Kholil saat terpergok mencuri satu butir semangka, 21 September 2009. “Sampai sekarang rusuk saya masih sakit,” kata Basar kepada Tempo.
Bapak dua anak ini mengisahkan bahwa perutnya menjadi sasaran pemukulan oleh Aipda Marwan yang merupakan adik kandung pemilik tanaman semangka Ny Darwati. Setelah terkapar karena tendangan Marwan, rusuk kanannya juga diinjak beberapa kali sebelum anggota polisi itu mengeluarkan pistol.
Akibat penganiayaan tersebut, hingga kini Basar masih merasakan nyeri pada rusuknya. Dia mengaku belum pernah memeriksakan kondisinya dengan alasan enggan keluar kampung.
Hari-harinya dihabiskan untuk menjadi buruh tani dengan membersihkan rumput dan menanam padi milik tetangganya. “Lumayan untuk menambah kebutuhan dapur,” ungkap Basar yang mengantongi uang Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per hari dari pekerjaan itu.
Kini, meski dia dan tetangganya Kholil tidak menyimpan dendam kepada keluarga Ny Darwati, keduanya tetap tidak bisa melupakan kekejaman Marwan. Basar berharap suatu saat pengadilan bisa membuktikan pengaduannya yang selama ini dibantah Kejaksaan Negeri Kediri.
Jaksa Penuntut Umum kasus tersebut, Dwianto, hingga kini masih berkeyakinan jika pengakuan mereka tentang penganiayaan tersebut tidak benar. Menurut kesaksian Marwan, saat itu dia dalam keadaan lepas dinas sehingga tidak mungkin membawa senjata api. “Keterangan mereka tidak bisa dibuktikan,” kata Dwianto.
HARI TRI WASONO
sumber tempo
Ditemui di rumahnya, Kamis (7/1), Basar mengaku belum bisa memaafkan perbuatan Aipda Marwan, anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur yang menghajarnya bersama Kholil saat terpergok mencuri satu butir semangka, 21 September 2009. “Sampai sekarang rusuk saya masih sakit,” kata Basar kepada Tempo.
Bapak dua anak ini mengisahkan bahwa perutnya menjadi sasaran pemukulan oleh Aipda Marwan yang merupakan adik kandung pemilik tanaman semangka Ny Darwati. Setelah terkapar karena tendangan Marwan, rusuk kanannya juga diinjak beberapa kali sebelum anggota polisi itu mengeluarkan pistol.
Akibat penganiayaan tersebut, hingga kini Basar masih merasakan nyeri pada rusuknya. Dia mengaku belum pernah memeriksakan kondisinya dengan alasan enggan keluar kampung.
Hari-harinya dihabiskan untuk menjadi buruh tani dengan membersihkan rumput dan menanam padi milik tetangganya. “Lumayan untuk menambah kebutuhan dapur,” ungkap Basar yang mengantongi uang Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per hari dari pekerjaan itu.
Kini, meski dia dan tetangganya Kholil tidak menyimpan dendam kepada keluarga Ny Darwati, keduanya tetap tidak bisa melupakan kekejaman Marwan. Basar berharap suatu saat pengadilan bisa membuktikan pengaduannya yang selama ini dibantah Kejaksaan Negeri Kediri.
Jaksa Penuntut Umum kasus tersebut, Dwianto, hingga kini masih berkeyakinan jika pengakuan mereka tentang penganiayaan tersebut tidak benar. Menurut kesaksian Marwan, saat itu dia dalam keadaan lepas dinas sehingga tidak mungkin membawa senjata api. “Keterangan mereka tidak bisa dibuktikan,” kata Dwianto.
HARI TRI WASONO
sumber tempo
Selasa, 05 Januari 2010
Polisi Palsukan Identitas Istri Mudanya
Gara-gara memalsukan identitas berupa fotokopi KTP dan surat nikah, seorang polisi berinisial EBS diseret ke meja hijau, Senin (4/1). Anggota Polresta Mojokerto berpangkat brigadir ini didakwa memalsuan surat. Tujuannya agar ia bisa kos di Desa Mliriprowo, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, bersama istri mudanya, SA.
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Jack J Octavianes, ini disebutkan, EBS yang telah memiliki seorang istri hidup serumah dengan wanita lain. Ia tinggal bersama SA di rumah tersebut.
Untuk kos di kosan yang khusus bagi keluarga ini, ia harus menyerahkan fotokopi identitas diri berupa KTP dan surat nikah. Karena itu, EBS dan SA pun menyerahkan fotokopi KTP dan surat nikah, tetapi sudah diganti nama. Yang semula berisikan nama Lisse L Saidah, diganti dengan nama SA.
Pemalsuan identitas ini tercium P3D (dulu provost polisi) sehingga polisi pun melakukan penyelidikan. Akhirn ya, pada Kamis 14 Oktober 2009 sekitar pukul 01.30, EBS ditangkap petugas P3D. Sayangnya, EBS sendiri enggan berkomentar. Kuasa hukumnya, Sucahyo Ma’ruf, mengatakan, EBS didakwa melakukan pemalsuan surat nikah. “Namun, ini masih dalam proses persidangan, jadi harus dibuktikan secara benar tuduhan pemalsuan ini,” ujarnya. (nbet)
Editor: Abi
sumber kompas
Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim, Jack J Octavianes, ini disebutkan, EBS yang telah memiliki seorang istri hidup serumah dengan wanita lain. Ia tinggal bersama SA di rumah tersebut.
Untuk kos di kosan yang khusus bagi keluarga ini, ia harus menyerahkan fotokopi identitas diri berupa KTP dan surat nikah. Karena itu, EBS dan SA pun menyerahkan fotokopi KTP dan surat nikah, tetapi sudah diganti nama. Yang semula berisikan nama Lisse L Saidah, diganti dengan nama SA.
Pemalsuan identitas ini tercium P3D (dulu provost polisi) sehingga polisi pun melakukan penyelidikan. Akhirn ya, pada Kamis 14 Oktober 2009 sekitar pukul 01.30, EBS ditangkap petugas P3D. Sayangnya, EBS sendiri enggan berkomentar. Kuasa hukumnya, Sucahyo Ma’ruf, mengatakan, EBS didakwa melakukan pemalsuan surat nikah. “Namun, ini masih dalam proses persidangan, jadi harus dibuktikan secara benar tuduhan pemalsuan ini,” ujarnya. (nbet)
Editor: Abi
sumber kompas
Minggu, 03 Januari 2010
Komisi A Sesalkan Penganiayaan oleh Polisi
Komisi A DPRD Kota Kupang menyesalkan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dari Polresta Kupang pada saat penertiban motor dengan knalpot racing pada malam Natal.
Demikian hasil pertemuan Komisi A DPRD Kota Kupang dengan Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistianto, di gedung DPRD Kota Kupang, Selasa (29/12/2009). Pertemuan dipimpin Mexi Hansen Pello, S.H, didampingi Melkianus R Balle, S.H (wakil ketua), Adrianus Talli, A.MD.T (sekretaris) serta sejumlah anggota Dewan, seperti Zeyto Ratuarat, Daniel Bifel, S.H, M.Hum, Muchtar Latief Koso, dan AMS Soleman Nenosaban.
Menurut Pello, Komisi A mendapat laporan dari masyarakat mengenai adanya tindakan penganiayaan dari anggota polresta pada malam Natal. Meskipun komisi A mendukung operasi penertiban tersebut, tetapi tidak harus dilakukan dengan penganiayaan.
Daniel Bifel menjelaskan, pada malam Natal ada kejadian di Jalan Perintis Kemerdekaan, di mana seorang tetangganya yang mengemudikan sepeda motor supra fit melihat iring-iringan kendaraan anggota polisi sehingga mereka berhenti di pinggir jalan karena dikira ada iring-iringan orang mati. Tetapi tiba-tiba ada anggota yang datang dan menabrak motor tersebut. Ketika pengendara dan yang dibonceng jatuh, anggota polisi langsung menendang mereka.
"Kami sangat mendukung operasi penertiban itu, tetapi yang kami sesalkan adalah adanya tindakan penganiayaan. Dan penganiayaan ini terjadi pada tetangga saya dan anak saya," kata Bifel.
Selain itu juga, kata Bifel, sepeda motor tersebut ditahan oleh anggota polisi di Pospol El Tari tanpa surat bukti apa pun. "Saya ingin pertanyakan, kalau ada operasi seperti itu, apakah tidak menggunakan surat? Lalu bagaimana selanjutnya, jika ingin mengeluarkan motor tersebut karena tidak ada bukti sama sekali? Kapan bisa dikeluarkan dan bagaimana caranya," tanya Bifel.
Menanggapi hal tersebut, Heri Sulistianto mengatakan, baru mendengar adanya kejadian itu dan berjanji akan menelusurinya. "Jika ada anggota polisi yang melakukan penganiayaan, maka dia diproses. Saya baru dengar dan saya akan mencari tahu," ungkapnya. Dia menambahkan, hukuman bagi anggota polisi bisa dalam tiga bentuk, yakni hukuman disiplin, lalu pengadilan umum serta kode etik profesi.
Sulistianto menjelaskan, pada malam Natal, memang ada operasi penertiban motor yang menggunakan knalpot racing, termasuk motor yang diparkir di pinggir jalan. Biasanya pemilik kendaraan itu lari pada saat operasi sehingga polisi tidak bisa memberikan surat tilang.
"Kalau pemiliknya lari, maka dianggap sebagai barang temuan. Tetapi bagi siapa yang mau mengurus kendaraan tersebut bisa datang ke pospol. Kendaraan itu diparkir di sana. Tetapi untuk menjaga agar tidak terjadi sesuatu karena diparkir di pinggir jalan, maka sebagian kendaraan dipindahkan ke Jalan Nangka," jelasnya. (ira)
sumber pos kupang
Demikian hasil pertemuan Komisi A DPRD Kota Kupang dengan Kapolresta Kupang, AKBP Heri Sulistianto, di gedung DPRD Kota Kupang, Selasa (29/12/2009). Pertemuan dipimpin Mexi Hansen Pello, S.H, didampingi Melkianus R Balle, S.H (wakil ketua), Adrianus Talli, A.MD.T (sekretaris) serta sejumlah anggota Dewan, seperti Zeyto Ratuarat, Daniel Bifel, S.H, M.Hum, Muchtar Latief Koso, dan AMS Soleman Nenosaban.
Menurut Pello, Komisi A mendapat laporan dari masyarakat mengenai adanya tindakan penganiayaan dari anggota polresta pada malam Natal. Meskipun komisi A mendukung operasi penertiban tersebut, tetapi tidak harus dilakukan dengan penganiayaan.
Daniel Bifel menjelaskan, pada malam Natal ada kejadian di Jalan Perintis Kemerdekaan, di mana seorang tetangganya yang mengemudikan sepeda motor supra fit melihat iring-iringan kendaraan anggota polisi sehingga mereka berhenti di pinggir jalan karena dikira ada iring-iringan orang mati. Tetapi tiba-tiba ada anggota yang datang dan menabrak motor tersebut. Ketika pengendara dan yang dibonceng jatuh, anggota polisi langsung menendang mereka.
"Kami sangat mendukung operasi penertiban itu, tetapi yang kami sesalkan adalah adanya tindakan penganiayaan. Dan penganiayaan ini terjadi pada tetangga saya dan anak saya," kata Bifel.
Selain itu juga, kata Bifel, sepeda motor tersebut ditahan oleh anggota polisi di Pospol El Tari tanpa surat bukti apa pun. "Saya ingin pertanyakan, kalau ada operasi seperti itu, apakah tidak menggunakan surat? Lalu bagaimana selanjutnya, jika ingin mengeluarkan motor tersebut karena tidak ada bukti sama sekali? Kapan bisa dikeluarkan dan bagaimana caranya," tanya Bifel.
Menanggapi hal tersebut, Heri Sulistianto mengatakan, baru mendengar adanya kejadian itu dan berjanji akan menelusurinya. "Jika ada anggota polisi yang melakukan penganiayaan, maka dia diproses. Saya baru dengar dan saya akan mencari tahu," ungkapnya. Dia menambahkan, hukuman bagi anggota polisi bisa dalam tiga bentuk, yakni hukuman disiplin, lalu pengadilan umum serta kode etik profesi.
Sulistianto menjelaskan, pada malam Natal, memang ada operasi penertiban motor yang menggunakan knalpot racing, termasuk motor yang diparkir di pinggir jalan. Biasanya pemilik kendaraan itu lari pada saat operasi sehingga polisi tidak bisa memberikan surat tilang.
"Kalau pemiliknya lari, maka dianggap sebagai barang temuan. Tetapi bagi siapa yang mau mengurus kendaraan tersebut bisa datang ke pospol. Kendaraan itu diparkir di sana. Tetapi untuk menjaga agar tidak terjadi sesuatu karena diparkir di pinggir jalan, maka sebagian kendaraan dipindahkan ke Jalan Nangka," jelasnya. (ira)
sumber pos kupang
Lapor Kehilangan Motor, Malah Dipukuli Polisi
Nasib sial dialami lima mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Auliaurrasyidin, Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau. Bukannya diperlakukan dengan baik saat melaporkan kasus pencurian sepeda motor, kelima mahasiswa tersebut justru dipukuli empat anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Tembilahan Hulu. Tidak hanya itu, kelimanya juga sempat dijebloskan ke dalam sel.
Kelima mahasiswa yang dipukuli tersebut adalah Muttaqin, 25, Rasmadi, 21, Sabarudi, 22, Azir, 25 dan Saiful, 24. Tindakan polisi ini membuat puluhan rekan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Auliaurrasyidin, Tembilahan mendatangi kantor Kepolisian Resor (Polres) Indragiri Hilir, Senin (14/12).
Mereka menuntut Kepala Polres Inhil menindak oknum anggota tersebut. Muttaqin menuturkan peristiwa pemukulan tersebut bermula saat saat ia dan keempat rekannya melaporkan kehilangan satu unit sepeda motor Suzuki Smash BM 3230 QU ke Polsek Tembilahan Hulu, Minggu, (13/12) pagi.
Oleh polisi, mereka dinilai memberikan keterangan yang berbelit soal lokasi hilangnya motor. Awalnya mereka mengaku motor tersebut hilang di dalam rumah. Namun kemudian diralat motor tersebut hilang saat berada di luar rumah.
"Dianggap berbelit kami langsung dipukuli dan sempat dimasukkan ke dalam sel selama tiga jam. Sekitar pukul 01.00 WIB baru kami dilepaskan. Tidak itu saja, kami bahkan diminta mengaku sebagai pelaku. Padahal kami yang melaporkan kehilangan," ujar Muttaqin.
Kepala Polres Inhil Ajun Komisaris Besar Achmad Kartiko meminta maaf kepada mahasiswa atas insiden ini. Ia menyebutkan empat oknum polisi tersebut yakni Bripka DMS, Briptu BI, Bripda RD dan Bripda ST.
"Saya meminta maaf kepada mahasiswa atas ketidakprofesionalan anggota polisi yang telah memukul rekan mahasiswa. Tidak ada aturannya anggota polisi boleh melakukan pemukulan seperti ini," ungkapnya.
Menurut Kartiko pihaknya sudah memerintahkan petugas Pelayanan Pengaduan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Inhil untuk memeriksa empat polisi yang memukul lima mahasiswa tersebut. "Sementara itu, polisi masih menyelidiki kasus kehilangan motor tersbeut untuk mengetahui siapa pelakunya," jelas Kartiko. (BG/OL-06)
sumber media indonesia
Kelima mahasiswa yang dipukuli tersebut adalah Muttaqin, 25, Rasmadi, 21, Sabarudi, 22, Azir, 25 dan Saiful, 24. Tindakan polisi ini membuat puluhan rekan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Auliaurrasyidin, Tembilahan mendatangi kantor Kepolisian Resor (Polres) Indragiri Hilir, Senin (14/12).
Mereka menuntut Kepala Polres Inhil menindak oknum anggota tersebut. Muttaqin menuturkan peristiwa pemukulan tersebut bermula saat saat ia dan keempat rekannya melaporkan kehilangan satu unit sepeda motor Suzuki Smash BM 3230 QU ke Polsek Tembilahan Hulu, Minggu, (13/12) pagi.
Oleh polisi, mereka dinilai memberikan keterangan yang berbelit soal lokasi hilangnya motor. Awalnya mereka mengaku motor tersebut hilang di dalam rumah. Namun kemudian diralat motor tersebut hilang saat berada di luar rumah.
"Dianggap berbelit kami langsung dipukuli dan sempat dimasukkan ke dalam sel selama tiga jam. Sekitar pukul 01.00 WIB baru kami dilepaskan. Tidak itu saja, kami bahkan diminta mengaku sebagai pelaku. Padahal kami yang melaporkan kehilangan," ujar Muttaqin.
Kepala Polres Inhil Ajun Komisaris Besar Achmad Kartiko meminta maaf kepada mahasiswa atas insiden ini. Ia menyebutkan empat oknum polisi tersebut yakni Bripka DMS, Briptu BI, Bripda RD dan Bripda ST.
"Saya meminta maaf kepada mahasiswa atas ketidakprofesionalan anggota polisi yang telah memukul rekan mahasiswa. Tidak ada aturannya anggota polisi boleh melakukan pemukulan seperti ini," ungkapnya.
Menurut Kartiko pihaknya sudah memerintahkan petugas Pelayanan Pengaduan Penegakan Disiplin (P3D) Polres Inhil untuk memeriksa empat polisi yang memukul lima mahasiswa tersebut. "Sementara itu, polisi masih menyelidiki kasus kehilangan motor tersbeut untuk mengetahui siapa pelakunya," jelas Kartiko. (BG/OL-06)
sumber media indonesia
Polda Jambi Pecat Empat Anggotanya
Polda Jambi selama 2009, memecat empat orang anggotanya yang terlibat tindak pidana dan kode etik polisi, kata AKBP Almansyah Kabid Humas Polda Jambi, di Jambi. Sabtu (2/1). Pada 2008, pelanggaran anggota untuk disiplin berjumlah 218 kasus menurun menjadi 116 kasus pada 2009, namun untuk pelanggaran kode etik mengalami penurunan dari 29 kasus menjadi 14 kasus dan tahun ini ada empat orang anggota polisi yang dipecat atau dicopot dari kepolisian, katanya.
Ia tidak bersedia menyebutkan nama anggota polisi yang dipecat dari kesatuaannya itu. Selain ada anggota polisi yang dipecat, Polda Jambi juga sudah cukup banyak memberikan sanksi kepada aparatnya mulai dari sanksi disiplin ringan hingga penundaan kenaikan pangkat atau sanksi berat.
Kemudian ada juga beberapa anggota polisi di Jambi yang kini sedang menjalani proses persidangan karena pelanggaran tindak pidana. Untuk kasus pelanggaran tindak pidana pada 2008 dan 2009, jumlahnya tetap yakni delapan kasus, sehingga secara keseluruhan kasus pelanggaran anggota polisi di Jambi mengalami penurunan, kata Almansyah.
Untuk tahun ini, Polda Jambi akan terus menekan angka pelanggaran anggotanya sehingga ke depan seluruh anggota kepolisian yang ada di wilayah hukum Provinsi Jambi, tidak ada lagi yang dikenakan sanksi baik disiplin, kode etik dan tindak pidana. Semakin berkurang pelanggaran anggota yang dilakukan para polisi di Provinsi Jambi, maka semakin tinggi pula citra kepolisian Jambi di mata masyarakat dengan semakin percaya terhadap tugas polisi dalam mengayomi seluruh warga negara Indonesia, katanya. (Ant/OL-03)
sumber mediaindonesia
Ia tidak bersedia menyebutkan nama anggota polisi yang dipecat dari kesatuaannya itu. Selain ada anggota polisi yang dipecat, Polda Jambi juga sudah cukup banyak memberikan sanksi kepada aparatnya mulai dari sanksi disiplin ringan hingga penundaan kenaikan pangkat atau sanksi berat.
Kemudian ada juga beberapa anggota polisi di Jambi yang kini sedang menjalani proses persidangan karena pelanggaran tindak pidana. Untuk kasus pelanggaran tindak pidana pada 2008 dan 2009, jumlahnya tetap yakni delapan kasus, sehingga secara keseluruhan kasus pelanggaran anggota polisi di Jambi mengalami penurunan, kata Almansyah.
Untuk tahun ini, Polda Jambi akan terus menekan angka pelanggaran anggotanya sehingga ke depan seluruh anggota kepolisian yang ada di wilayah hukum Provinsi Jambi, tidak ada lagi yang dikenakan sanksi baik disiplin, kode etik dan tindak pidana. Semakin berkurang pelanggaran anggota yang dilakukan para polisi di Provinsi Jambi, maka semakin tinggi pula citra kepolisian Jambi di mata masyarakat dengan semakin percaya terhadap tugas polisi dalam mengayomi seluruh warga negara Indonesia, katanya. (Ant/OL-03)
sumber mediaindonesia
Langganan:
Postingan (Atom)
Istri Tewas & Suami Dipenjara
Pengacara: BAP Lanjar Dibuat Seolah-olah Kecelakaan Tunggal.
Polisi dinilai sengaja membuat penyimpangan dalam kasus kecelakaan yang menimpa Lanjar. Dalam BAP Lanjar, tidak disebutkan bahwa istrinya tewas akibat tertabrak mobil setelah terjatuh dari motor. Kecelakaan yang dialami Lanjar dibuat seolah-olah kecelakaan tunggal
selengkapnya
Denda Tilang Tidak Lebih dari 50rb (INFO WAJIB DIBACA!!)
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja kebutuhan, saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan yang menarik ketika saya menumpang taksi tersebut, yaitu ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Sempat teringat oleh saya dialog antara polisi dan sopir taksi..
selengkapnya