PRANATA hukum kembali tercoreng disebabkan oknum yang bertindak di luar kode etik institusinya. Di Aceh tindak kekerasan kembali menimpa warga yang dituduh mencuri getah di salah satu perkebunan karet milik Mandalis Silabat yakni PT Satya Agung di Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara.
Kali ini yang naas adalah Aji Don bin Kadim alias Raden (25), warga Bagok, Aceh Timur. Ia tewas setelah perutnya ditembus peluru yang ditembakkan seorang oknum polisi yang sedang mengamankan PT Satya Agung, Kamis (10/6) jelang magrib. Menurut Kapolres Lhokseumawe AKBP Zulkifli, Raden ditembak karena mencuri getah di perkebunan karet tersebut. Sontak pascainsiden itu, keesokan harinya aktivitas para penderes getah di perkebunan karet itu nyaris terhenti total. Sebagian besar penderes memilih tak bekerja. Mereka mengaku masih berkabung atas meninggalnya Raden yang disebut-sebut adalah rekan mereka yang juga penderes. Menurut mereka, rekannya yang meninggal itu bukanlah pencuri seperti yang dinyatakan polisi.
Kejadian ini tentu meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan rekan-rekannya. Tak hanya itu, kasus ini ternyata semakin meluas karena tak semua orang setuju akan tindakan oknum polisi yang menembak mati seseorang tanpa alasan yang pasti, apakah Raden seorang pencuri ataupun penderes. Terlepas apakah ia pencuri atau tidak, sejumlah kalangan memprotes keras tindakan penembakan ini. Sejumlah LSM dan LBH bahkan langsung turun ke lapangan untuk menginvestigasi kasus ini. Sebagian menilai, tindakan penembakan tidak dapat ditoleril, jika pun Raden seorang pencuri, tidak lantas langsung ditembak mati. Namun saat itu polisi tetap menyatakan Raden sebagai pencuri. Sejumlah kalangan masyarakat meminta oknum polisi pelaku penembakan dipecat dari institusi kepolisian dan diproses hukum.
Menurut Manajer PT Satya Agung, Mandalis, penempatan polisi d iperkebunan tersebut bertujuan mengamankan kawasan itu karena beberapa waktu terakhir banyak tindak pencurian getah. Untuk itu meski ada insiden berdarah, ia memastikan kebun perusahaan yang berada di kawasan Bukit Dua Tingkat, Aceh Utara, itu akan tetap dijaga polisi. Dalam hal ini sejumlah pihak juga meminta agar perusahaan tersebut juga ikut bertanggung jawab atas kejadian itu, tak boleh lepas tangan dan harus diselidiki apakah ada kemungkinan instruksi tembak dari perusahaan jika ada pencuri getah.
Menurut Mandalis, sejak setahun lalu, Manajemen PT Satya Agung mempercayakan pengamanan kebun perusahaan itu kepada polisi. Setiap hari ada empat personel polisi yang bertugas di areal perusahaan itu.
Atas meninggalnya Raden, Mandalis menyatakan pada Sabtu (12/6) telah diutus perwakilan PT Satya Agung untuk berkunjung ke rumah duka. Pihak perusahaan menyerahkan sejumlah santunan. “Tapi yang pasti, kita tetap menyesalkan adanya insiden yang menyebabkan warga sipil meninggal akibat pengamanan di perusahaan kami,” katanya.
Menuai protes
Begitupun, aksi penembakan Raden oleh anggota Polsek Simpang Keuramat, Lhokseumawe, tetap menuai protes dari sejumlah elemen sipil di Aceh. Polres Lhokseumawe diminta menginvestigasi kasus ini dan jika terbukti oknum tersebut agar langsung dipecat dari dinas di kepolisian. Desakan pemecatan terhadap oknum penembak Raden itu di antaranya dikeluarkan LSM Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh.
Sementara itu pada Jumat (11/6), pihak Polda Aceh yang diwakili Kapolres Aceh Timur AKBP Ridwan Usman dan rombongan Polres Lhokseumawe yang diwakili AKBP Kukuh, mengunjungi rumah almarhum Raden di Bagok, Aceh Timur. Kunjungan petinggi polisi tersebut untuk menyampaikan belangsungkawa atas meninggalnya Raden, dan menyerahkan santunan. Pada kesempatan itu Kapolres Aceh Timur AKBP Drs Ridwan Usman bersama AKBP Kukuh juga menyerahkan titipan Kapolda Aceh, berupa sumbangan sejumlah uang dan sembako yang diterima oleh ayah korban, Kadim (62). Saat kedatangan Kapolres Aceh Timur dan rombangan, jenazah Raden telah dibawa untuk disemanyamkan di Desa Paya Bakong, Kecamatan Darul Falah, Aceh Timur, sekitar 10 Km dari rumah duka.
Atas peristiwa ini, Juru Bicara Partai Aceh (PA) Wilayah Pase (Aceh Utara), Dedi Syaputra, ikut berkomentar, ia menyatakan, PT Satya Agung harus bertanggung jawab dan ikut diperiksa atas tertembaknya Raden hingga tewas karena dituduh mencuri getah perusahaan tersebut. Bahkan, menurut Dedi, pihaknya telah menurunkan tim investigasi ke lokasi kejadian Sabtu lalu, sebagaimana yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Lhokseumawe, tim KontraS, Komnas HAM Perwakilan Aceh, dan tim lainnya dari provinsi.
Dedi mempertanyakan status dan kedudukan perkebunan tersebut, sehingga dapat menempatkan aparat kepolisian untuk menjaga kebun dan aset-asetnya. Jangan-jangan pihak perusahaan pun terlibat, misalnya, menyuruh aparat agar berlaku tegas dan jika perlu menembak siapa pun yang diduga mencuri getah di perusahaan tersebut.
“Menembak babi pun dilihat dulu kepastiannya. Tidak hanya karena goyang daun kayu, lalu ditembak, apalagi yang ditembak oknum polisi ini jelas-jelas manusia. Ya, katakan dia mencuri getah, kita kan harus mengkaji kembali pencuri yang bagaimana yang harus dimusnahkan dari atas bumi, apakah karena mencuri getah PT Satya Agung, lalu diwajibkan tembak mati di tempat?” tanya Dedy.
Atas dasar itu, menurutnya, manajemen PT Satya Agung tidak bisa dibebaskan dari tanggung jawab atas tragedi penembakan yang menewaskan Raden oleh polisi yang bertugas di Polsek Simpang Keuramat, Aceh Utara itu. Dedi juga sangat menyesalkan peristiwa itu, karena terjadi justru pada saat Aceh dalam kondisi aman. “Polisi yang ditugaskan jaga hendaknya jangan hanya mengambil keuntungan dari perusahaan, tanpa menjaga keselamatan masyarakat di lingkunganya,” saran Dedi.
Status perusahaan
Hingga saat ini sejumlah pihak di atas terus menuntut agar kasus ini benar-benar diselesaikan secara objektif dan mengungkap sejumlah fakta di balik peristiwa tersebut. Kasus ini ternyata juga berimbas kepada keberadaan perusahaan itu di Lhokseumawe. Dalam sebuah pertemuan terungkap pula bahwa PT Satya Agung belum membayar pajak kepada pemerintah selama lebih kurang sembilan tahun yakni sejak tahun 1998 hingga 2007. Jumlah tunggakan itu diperkirakan mencapai Rp 3 Miliar. Selain itu, perusahaan tersebut juga harus melakukan pengukuran luas areal hak guna usaha (HGU) kembali. Selama belum dilakukan pengukuran, maka tidak boleh ada aktivitas di lokasi perkebunan tersebut, yakni di Kecamatan Simpang Keuramat dan Kecamatan Geureudong Pase, Aceh Utara.
Saat pertemuan berlangsung, masyarakat yang terdiri atas utusan Kecamatan Geureudong Pase, Simpang Keuramat, dan Kutamakmur memaparkan sejumlah permasalahan, terutama terkait kecurigaan mereka bahwa lahan kebun PT Satya Agung yang awalnya hanya 11.855 hektare (ha), kenapa tiba-tiba bertambah luasnya. Masyarakat juga berharap, jika masa HGU PT Satya Agung habis kelak, maka pemerintah hendaknya tidak lagi memperpanjang izinnya. Ketua Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon, Taufan Mandala, yang ikut memberi tanggapan berpendapat, areal HGU itu sudah sepantasnya segera diukur ulang demi keabsahan areal garapan PT Satya Agung.
Ia juga mengusul agar dana pembinaan masyarakat (CRS) dari perusahaan perkebunan karet itu kepada masyarakat sekitar perlu lebih ditingkatkan. Menanggapi usul itu, PT Satya Agung diwakili manajernya, Mandalis Silabat mengatakan, pihaknya harus lebih dulu berkoordinasi dengan pimpinan direksi di Sumatera Utara. Karena tidak diperoleh putusan pasti terhadap tuntutan masyarakat dalam pertemuan itu, maka pimpinan pertemuan mengambil kesimpulan atas dasar kesepakatan forum. Bahwa HGU PT Satya Agung harus dicek ulang keabsahannya, harus pula segera dilakukan pengukuran, dan apabila hal ini sudah dilakukan, harus segera diumumkan kepada masyarakat.
Selama belum dimulai pengukuran, maka aktivitas PT Sata Agung di lokasi tersebut harus dihentikan. Disimpulkan juga bahwa kasus penembakan warga sipil di kawasan perusahaan itu agar diselesaikan secepat mungkin. Perusahaan tersebut pun harus segera menyelesaikan pajaknya yang tertunggak pada pemerintah.
Usai kesimpulan itu dibacakan, forum audiensi itu pun ditutup. Manajer PT Satya Agung, Mandalis Silabat yang ditanyai seusai pertemuan menjelaskan, khusus pengukuran ulang lahan HGU, menurutnya, ia tak tahu pasti luas arealnya. Tapi perusahaan tersebut telah menyurati Badan Pertanahan Nasional (BPN) dua bulan lalu. “Namun hingga kini belum ada jawaban,” ujarnya.
Masalah pajak, diakuinya bahwa perusahaan itu menunggak sembilan tahun, namun itu terjadi saat Aceh sedang konflik, sehingga perusahaan tidak beraktivitas. “Pembayaran pajak juga sedang kita urus. Namun, karena perusahaan saat itu tidak beroperasi, maka kini kami sedang berusaha meminta pengurangan pembayaran,” ujarnya tanpa mau menyebutkan jumlah tunggakan.
Namun, data sementara yang diperolah, pajak yang tertunggak itu mencapai Rp 3 miliar. Mandalis menambahkan, selama ini, CSR dari perusahaannya kepada masyarakat sekitar sudah berjalan dengan baik. Namun begitu, dia berjanji bahwa ke depan akan ditingkatkan lagi besarannya.
Pelaku diminta dipecat
Sementara itu, oknum polisi yang diduga menembak Raden dikabarkan telah disidik intensif. Selain dikenakan sanksi disiplin kepolisian, ia juga akan diproses secara pidana, karena menghilangkan nyawa orang lain saat bertugas. “Oknum tersebut sedang menjalani proses hukum disiplin yang dilakukan bagian P3D juga diproses secara pidana umum oleh Reskrim Polres Lhokseumawe,” ungkap Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Lhokseumawe, AKP Risno, Kamis (17/6).
Hal itu dia utarakan Risno saat mewakili Kapolres Lhokseumawe dalam pertemuan (audiensi) di Gedung DPRK Aceh Utara antara masyarakat, Muspida Aceh Utara, sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan manajeman PT Satya Agung. Pertemuan itu dipimpin
Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, Misbahul Munir. Dalam penjelasannya ketika ditanyai seorang peserta pertemuan, AKP Risno mengatakan, setelah insiden 10 Juni lalu itu, polisi yang diduga menembak mati Raden telah menjalani proses hukum disiplin oleh Unit P3D Polres Lhokseumawe. Itu karena, yang bersangkutan terindikasi menggunakan kekuatan secara berlebihan saat melumpuhkan Raden yang nyata-nyata sedang tidak membawa senjata api maupun senjata tajam. “Selain itu, oknum polisi tersebut kini sedang diproses secara pidana umum di Bagian Reskrim Polres Lhokseumawe. Kedua proses hukum itu dijalankan sesuai perintah Kapolda Aceh,” ungkap Kabag Ops Polres Lhokseumawe.
Kini proses hukum terhadap pelaku terus dijalankan, tinggal bagaimana sejumlah elemen sipil mengawasinya agar sesuai prosedur yang berlaku. Dengan dimikian diharapkan kejadian serupa tak terjadi lagi sehingga institusi yang selama ini dikenal dengan jargon mengayomi masyarakat tak lagi tercoreng. (si/gun)
--
Tabloid KONTRAS Nomor : 554 | Tahun XII 12 - 18 Agustus 2010