Seorang mahasiswi di Bogor mengadukan kasus ke LBH APIK. Dia mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan seksual. Pelakunya seorang oknum polisi. Kasus ini hanya berakhir dengan penahanan si oknum selama 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat satu periode.
Dua bulan kemudian, korban merasa ada yang aneh dengan dirinya. Saat dilakukan tes kehamilan, korban positif hamil. Yang menyedihkan, saat hal itu disampaikan ke AS, oknum polisi itu hanya diam tidak bereaksi.
Sebulan kemudian, AS menjemput dan memaksa korban ke kontrakannya. Di situ, korban kembali dipaksa berhubungan badan. Korban yang sedang hamil, minta pertanggungjawaban AS. Tapi malah dipaksa untuk melayaninya dulu.
Bulan oktober 2009, korban periksa ke dokter. Hasilnya korban positif hamil 5 bulan. Saat kabar itu disampaikan ke AS, malah AS minta bagaimana agar janin dalam perut itu digugurkan. Dokter tidak menyanggupi. Akhirnya, dengan uang kuliah korban merawat kandungannya.
Suatu hari, korban kembali dijemput paksa dan dibawa ke rumah AS di villa Ciomas. Di situ, Sh kembali dipaksa untuk melayani AS. Korban sempat berusaha lari keluar, tapi diseret masuk dan dibawa ke kamar. Korban kembali dipaksa berhubungan badan.
Bulan Desember 2009, orangtua korban akhirnya tahu bahwa Sh hamil. Korban pun akhirnya mengungkapkan, siapa yang melakukan perbuatan itu. Yaitu, Bripda AS.
Januari 2010, orangtua korban mendatangi rumah Bripda AS. Mereka ditemui orangtua AS. Tapi, tak ada tanggapan karena AS tak di rumah. Sorenya baru AS ke rumah Sh dan mengakui serta mau bertanggung jawab dengan membuat pernyataan di atas materai.
Setelah itu, Sh dinikahkan secara siri dengan Bripda AS dalam kondisi Sh benar-benar tak ingin dinikahi. Tapi, karena pertimbangan orangtua demi menyelamatkan janin, Sh pasrah.
Setelah itu, Sh ke rumah pamannya di Cianjur. Baru beberapa hari, Sh mengalami pendarahan dan dilarikan ke bidan. Sh melahirkan bayi laki-laki. Tapi, bayi itu mengalami kelainan jantung dan tak lama kemudian, bayi itu meninggal dunia.
Yang terjadi kemudian, Sh yang beberapa bulan tidak kuliah, akhirnya di-DO. Lebih parah lagi, Bripda AS makin sering melakukan teror terhadap Sh. Bentuknya, dengan berbagai fitnah atau melakukan kekerasan.
Sh tidak tahan. Akhirnya, kasus ini dilaporkan ke Polres Bogor. Hasilnya, Bripda AS hanya diberi hukuman penahanan selama 21 hari, dan penundaan kenaikan pangkat. Karena merasa telah diperlakukan tidak adil, maka Sh membawa kasus ini ke LBH APIK.[bersambung/ims]
Dua bulan kemudian, korban merasa ada yang aneh dengan dirinya. Saat dilakukan tes kehamilan, korban positif hamil. Yang menyedihkan, saat hal itu disampaikan ke AS, oknum polisi itu hanya diam tidak bereaksi.
Sebulan kemudian, AS menjemput dan memaksa korban ke kontrakannya. Di situ, korban kembali dipaksa berhubungan badan. Korban yang sedang hamil, minta pertanggungjawaban AS. Tapi malah dipaksa untuk melayaninya dulu.
Bulan oktober 2009, korban periksa ke dokter. Hasilnya korban positif hamil 5 bulan. Saat kabar itu disampaikan ke AS, malah AS minta bagaimana agar janin dalam perut itu digugurkan. Dokter tidak menyanggupi. Akhirnya, dengan uang kuliah korban merawat kandungannya.
Suatu hari, korban kembali dijemput paksa dan dibawa ke rumah AS di villa Ciomas. Di situ, Sh kembali dipaksa untuk melayani AS. Korban sempat berusaha lari keluar, tapi diseret masuk dan dibawa ke kamar. Korban kembali dipaksa berhubungan badan.
Bulan Desember 2009, orangtua korban akhirnya tahu bahwa Sh hamil. Korban pun akhirnya mengungkapkan, siapa yang melakukan perbuatan itu. Yaitu, Bripda AS.
Januari 2010, orangtua korban mendatangi rumah Bripda AS. Mereka ditemui orangtua AS. Tapi, tak ada tanggapan karena AS tak di rumah. Sorenya baru AS ke rumah Sh dan mengakui serta mau bertanggung jawab dengan membuat pernyataan di atas materai.
Setelah itu, Sh dinikahkan secara siri dengan Bripda AS dalam kondisi Sh benar-benar tak ingin dinikahi. Tapi, karena pertimbangan orangtua demi menyelamatkan janin, Sh pasrah.
Setelah itu, Sh ke rumah pamannya di Cianjur. Baru beberapa hari, Sh mengalami pendarahan dan dilarikan ke bidan. Sh melahirkan bayi laki-laki. Tapi, bayi itu mengalami kelainan jantung dan tak lama kemudian, bayi itu meninggal dunia.
Yang terjadi kemudian, Sh yang beberapa bulan tidak kuliah, akhirnya di-DO. Lebih parah lagi, Bripda AS makin sering melakukan teror terhadap Sh. Bentuknya, dengan berbagai fitnah atau melakukan kekerasan.
Sh tidak tahan. Akhirnya, kasus ini dilaporkan ke Polres Bogor. Hasilnya, Bripda AS hanya diberi hukuman penahanan selama 21 hari, dan penundaan kenaikan pangkat. Karena merasa telah diperlakukan tidak adil, maka Sh membawa kasus ini ke LBH APIK.[bersambung/ims]
0 komentar:
Posting Komentar