Syarif Kadir alias Saribu Daeng Polu, 35 tahun, korban penembakan aparat kepolisian dari Polresta Gowa akhirnya meninggal dunia hari ini. Korban tewas setelah terbaring kritis selama tujuh bulan di rumahnya di Dusun Dengilau, Desa Sawakung, Galesong Selatan, Takalar.
Syarif mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 11.30 Wita. Dua pekan terakhir, kondisi kesehatan yang bersangkutan menurun drastis. Hanya bubur dan air putih yang masuk ke perutnya. Istri Syarif, Ramlah, 28 tahun yang dikonfirmasi via telepon mengatakan sehari sebelum meninggal, korban sudah tidak bisa makan apapun.
Kondisinya kian lemah dan napasnya sering sesak. "Ia juga kerap merasa suhu badannya panas dingin," ujar Ramlah hari ini. Ibu dua anak itu mengaku ikhlas atas kepergian suaminya. Kendati itu, ia meminta polisi yang melakukan penembakan bisa diproses sesuai dengan hukum.
"Suami saya diperlakukan tidak manusiawi. Harapan keluarga kami hanyalah menunggu keadilan hukum," kata Ramlah.
Di tubuh Syarif bersarang timah panas yang dilontarkan polisi, 14 September 2009. Ia diduga adalah seorang residivis pencurian ternak yang meresahkan di Takalar dan Gowa. Hingga maut menjemputnya, butiran peluru masih bersarang di tubuh lelaki itu.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Muttalib menyayangkan proses kasus terhadap korban. Ia mendesak agar oknum polisi yang terlibat dalam penembakan itu segera diseret ke meja hukum.
"Tidak sulit sebenarnya jika pemimpin Polda Sulsel serius tangani kasus ini. Kami minta oknum polisi tersebut ditindak sesuai dengan kode etik profesi dan tindak pidana," ujar Muthalib.
Ia mengatakan, kasus tersebut sebenarnya mudah diungkap. Apalagi, pelakunya lebih dari 10 orang dari Polsekta Bontonompo dan Polresta Gowa. Selain itu, tindakan menangkap korban didasari dengan surat perintah yang menunjukkan nama-nama polisi yang bertugas saat kejadian.
Untuk kepentingan advokasi, LBH Makassar mengaku berkoodinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka mendesak agar, polisi segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). "Kami juga akan meminta perhatian dari Kapolri.
Juru Bicara Polda Sulsel, Komisaris Besar Hery Subiansauri mengatakan saat ini Propam Polda sedang menyelidiki 16 polisi yang diduga terlibat dalam kasus itu. Meski demikian, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Prosesnya masih berjalan dengan agenda pemeriksaan polisi. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi," kata Hery.
ABDUL RAHMAN
http://www.tempointeraktif.com
Syarif mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 11.30 Wita. Dua pekan terakhir, kondisi kesehatan yang bersangkutan menurun drastis. Hanya bubur dan air putih yang masuk ke perutnya. Istri Syarif, Ramlah, 28 tahun yang dikonfirmasi via telepon mengatakan sehari sebelum meninggal, korban sudah tidak bisa makan apapun.
Kondisinya kian lemah dan napasnya sering sesak. "Ia juga kerap merasa suhu badannya panas dingin," ujar Ramlah hari ini. Ibu dua anak itu mengaku ikhlas atas kepergian suaminya. Kendati itu, ia meminta polisi yang melakukan penembakan bisa diproses sesuai dengan hukum.
"Suami saya diperlakukan tidak manusiawi. Harapan keluarga kami hanyalah menunggu keadilan hukum," kata Ramlah.
Di tubuh Syarif bersarang timah panas yang dilontarkan polisi, 14 September 2009. Ia diduga adalah seorang residivis pencurian ternak yang meresahkan di Takalar dan Gowa. Hingga maut menjemputnya, butiran peluru masih bersarang di tubuh lelaki itu.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Muttalib menyayangkan proses kasus terhadap korban. Ia mendesak agar oknum polisi yang terlibat dalam penembakan itu segera diseret ke meja hukum.
"Tidak sulit sebenarnya jika pemimpin Polda Sulsel serius tangani kasus ini. Kami minta oknum polisi tersebut ditindak sesuai dengan kode etik profesi dan tindak pidana," ujar Muthalib.
Ia mengatakan, kasus tersebut sebenarnya mudah diungkap. Apalagi, pelakunya lebih dari 10 orang dari Polsekta Bontonompo dan Polresta Gowa. Selain itu, tindakan menangkap korban didasari dengan surat perintah yang menunjukkan nama-nama polisi yang bertugas saat kejadian.
Untuk kepentingan advokasi, LBH Makassar mengaku berkoodinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka mendesak agar, polisi segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). "Kami juga akan meminta perhatian dari Kapolri.
Juru Bicara Polda Sulsel, Komisaris Besar Hery Subiansauri mengatakan saat ini Propam Polda sedang menyelidiki 16 polisi yang diduga terlibat dalam kasus itu. Meski demikian, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Prosesnya masih berjalan dengan agenda pemeriksaan polisi. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi," kata Hery.
ABDUL RAHMAN
http://www.tempointeraktif.com
0 komentar:
Posting Komentar